b. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 Terdapat dua masalah utama pada diabetes melitus tipe 2 yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya, insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Peningkatan jumlah insulin yang disekresikan dibutuhkan untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe 2 ADA, 2010.
5. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2
a. Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan atas dasar glukosuria
saja. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan darah plasma vena. Sedangkan, untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer Perkeni, 2011.
b. Diagnosis Diabetes Melitus
Beberapa keluhan atau tanda gejala yang muncul pada penderita diabetes melitus diantaranya keluhan klasik berupa: poliuria,
polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan,
kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1 Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu 200 mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
2 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdL dengan adanya
keluhan klasik. 3 Tes toleransi glukosa oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan sangat jarang dilakukan karena membutuhkan
persiapan khusus.
Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis diabetes mgdl Perkeni, 2011
Bukan DM
Belum pasti DM
DM Kadar glukosa
darah sewaktu mgdl
Plasma vena 100
100-199 ≥ 200
Darah kapiler 90
90-199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa
mgdl Plasma vena
100 100-125
≥126 Darah kapiler
90 90-99
≥100
c. Pilar Utama Pengelolaan Diabetes Melitus
1. Edukasi Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas
hidup yang lebih baik. Edukasi diabetes melitus diperlukan bagi pasien dan keluarga untuk peningkatan pengetahuan dan motivasi.
Pasien yang mengalami peningkatan pengetahuan dan motivasi akan mencapai hasil yang optimal dalam pengelolaan diabetes nelitus
Soegondo 2008. Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah
dengan membagi informasi dan keterampilan menjadi dua tipe utama. 1 Keterampilan serta informasi yang bersifat dasar basic, awal
initial atau bertahan survival, meliputi patofisiologi sederhana, cara-cara terapi, pengenalan, penanganan dan pencegahan
komplikasi akut yang meliputi hipoglikemia dan hiperglikemia, informasi yang pragmatis dimana membeli dan menyimpan
insulin, spuit suntik, alat-alat pemantau gula darah, kapan dan bagaimana menghubungi dokter.
2 Pendidikan tingkat lanjut meliputi: perawatan kaki, perawatan mata, hygiene, penanganan faktor risiko.
2. Perencanaan Makan Terapi Nutrisi Medis Terapi Nutrisi Medis TNM merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat
umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penderita DM perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis makan, dan jumlah makanan, terutama bagi yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin. 3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan teratur 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang bersifat CRIPE continuous, rhytmical,
interval, progressive, endurance training. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani.
Tabel 2.2. Aktivitas Fisik Sehari-hari
Kurang Aktifitas Hindari aktivitas sebentar
Misalnya, menonton
televisi, menggunakan internet, main game
komputer.
Persering aktivitas Mengikuti olahraga rekreasi
dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan
Misalnya, jalan cepat golf, olah otot, bersepeda, sepak bola.
Aktifitas harian Kebiasaan
bergaya hidup
sehat Misalnya, berjalan kaki ke pasar
tidak menggunakan
mobil, menggunakan
tangga tidak
mengunakan lift, menemui rekan kerja tidak haanya melalui telepon
internal, jalan dari tempat parkir.
4. Intervensi Farmakologis Pengelolaan farmakologis diabetes dapat berupa:
1 Obat glikemik oral, meliputi pemicu sekresi insulin Sulfonilurea, Glinid, dan penambah sensitivitas terhadap insulin Biguanid,
Tiazolidindion, Penghambat Glukosidase Alfa. 2 Insulin
d. Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2