karena memiliki dampak yang menentukan tingkat kehidupan manusiawi maupun organisme lainnya di dunia ini.
Sedangkan arti kota dalam Irwan 2005 adalah suatu pemukiman penduduk yang besar dan luas yang terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi,
sosial, budaya, politik, serta sebagai pusat administratif. Aktivitas dan perkembangan kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan baik udara, tanah,
air dan masyarakat serta flora dan fauna. Komponen-komponen kota adalah penduduk manusia, flora dan fauna, pemerintah, pembangunan fisik, sumber
daya air, energi, tanah, udara serta fungsi pemukiman, pekerjaan, rekreasi, tranportasi dan informasi. Ekosistem Kota Bogor terdiri dari perumahan, industri,
kebun raya, hutan kota, ruang terbuka hijau, kebun, sawah, situ, sungai, dll.
2.3 Proses Fisiologis RTH Kota Bogor
Proses fisiologis RTH Kota Bogor pada penelitian ini lebih difokuskan kepada proses fisiologis pohon karena pohon adalah komponen utama dan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakter suatu RTH serta lebih mudah di identifikasi. Hal ini untuk memudahkan dalam membahas manfaat
RTH yang sebenarnya diukur berdasarkan proses fisiologis RTH tersebut. Kapasitas penampungan dan daya serap karbon dapat dikaji berdasarkan proses
fisiologis pohon pada bagian fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Sedangkan untuk peningkatan kualitas udara yang dapat dilakukan oleh RTH bisa dikaji
berdasarkan proses fisiologis pohon pada bagian proses translokasi dan rumah tangga air serta proses transpirasi. Adapun proses fisiologis pohon komponen
utama RTH adalah proses fotosintesis, respirasi, translokasi, rumah tangga air dan transpirasi dan interaksi lingkungan.
Pada penjelasan dibawah ini dengan sangat detail dijabarkan nilai ekologis pohon yang mengacu pada proses fisologisnya sangat memberikan
dampak yang signifikan dalam meningkatkan ekosistem Kota Bogor.
2.3.1 Proses Fotosintesis
Dalam Daniel et al. 1987 fotosintesis adalah proses produksi karbohidrat yang berasal dari bahan anorganik melalui transformasi energi
matahari menjadi energi kimia. Fotosintesis sering dikatakan sebagai proses kimia satu-satunya di bumi yang sangat penting berdasarkan beberapa alasan;
makanan manusia dan seluruh binatang heterotrof tergantung langsung atau tidak langsung pada tumbuhan autotrof; stabilitas konsentrasi oksigen
dan karbon dioksida atmosfir tergantung pada proses fotosintesis di lautan dan daratan; selain itu kita mengambil keuntungan dari
simpanan energi fotosintesis pada abad geologis masa lalu bila menggunakan gas alam, minyak bumi dan batu bara sebagai sumber bahan bakar. Sebagai
tambahan, kita memakai serat kayu satu diantara sedikit sumber daya alam yang dapat diperbarui untuk berbagai kebutuhan dan kita tentu saja harus
menyadari bahwa fotosintesis merupakan landasan penting untuk kehidupan manusia di bumi.
Fotosintesis adalah proses sangat kompleks yang terdiri dari serangkaian reaksi yang menghasilkan bahan organik dari zat-zat anorganik.
Karbon dioksida diambil dari udara dan oksigen yang bervolume sama dikembalikan. Pada hakekatnya, proses tersebut dapat dilukiskan sebagai
penyerapan energi cahaya oleh kloroplas, pembelahan fotolisis air menjadi ion hidrogen dan gas oksigen, dan penggunaan ion hidrogen untuk mereduksi
karbon dioksida menjadi gula. Dasar proses tersebut terdiri dari tiga macam reaksi yaitu:
a. Reaksi fisik: karbon dioksida ditransfer dari atmosfir kedalam daun untuk dilarutkan dalam air. Resistensi total transfer ini adalah salah satu dari
faktor-faktor pembatas terpenting dalam proses tersebut. b. Reaksi fotokimia: 2 sampai 4 persen radiasi yang diterima digunakan untuk
fotosintesis, dengan panjang gelombang yang paling aktif adalah bagian merah dan biru spektrum warna. Energi diserap oleh klorofil a dan b dan
beberapa pigmen pembantu dan dipompa oleh unit molekul klorofil besar menjadi ikatan fosfat berenergi tinggi dalam molekul adenosine triphosphat
ATP. c. Reaksi kimia dan enzim: ini adalah urutan banyak tahapan reaksi antara dari
produk stabil pertama, phosphoglyceric acid PGA, menjadi gula yang berangka karbon 3, 4, 5 dan 6.
Baru-baru ini tumbuhan dikelompokkan menjadi dua kelas, yaitu tumbuhan C3 dan tumbuhan C4, tergantung pada apakah tumbuhan tersebut
mengikat karbon menjadi produk berkarbon 3 seperti dalam siklus Calvin atau apakah CO
2
diikat menjadi gula melalui asam dikarboksilat berkarbon 4. Kedua kelompok ini dapat dipisahkan berdasarkan pada kecepatan fotosintesis,
atas dasar kriteria anatomis dan fisiologis dan lingkungan tempat tumbuhnya. Tumbuhan berkemampuan fotosintesis tinggi tipe C4, seperti jagung,
sorgum, tebu, dan beberapa tumbuhan dikotiledon, bisa mempunyai 2 sampai 3 kali produksi primer lebih besar daripada tumbuhan berkemampuan
fotosintesis rendah sebagian besar genus meliputi pohon. Tumbuhan C4 mempunyai tingkat fotosintesis tinggi 50 sampai 80 mg CO
2
dm
2
jam, titik kompensasi CO
2
rendah 0 sampai 10 ppm, dan tanpa fotorespirasi, kurang membutuhkan air dan tumbuh pada lingkungan keras seperti daerah tropika,
tempat yang kering, pegunungan, dan muara sungai Hatch dkk., 1971; Black, 1971. Dickman 1973 menyelidiki 14 konifer, 16 klon Populus, dan 30 jenis
daun lebar dan menemukan bahwa semuanya termasuk tipe tumbuhan C3, yang dicirikan oleh tingkat fotosintesis yang relatif rendah 10 sampai 35 mg
CO
2
dm
2
jam, titik kompensasi CO
2
lebih tinggi antara 30 dan 70 ppm, dan respirasi yang dirangsang oleh cahaya.Titik kompensasi CO
2
dimana pada saat penyerapan CO
2
oleh tanaman pada proses fotosintesis sama dengan CO
2
yang dikeluarkan pada saat proses respirasi.
Fotosintesis dalam Pohon Dalam mempelajari karakteristik fotosintesis pohon dan kemampuan
relatif produksi karbohidratnya, kita perlu mengingat bahwa berlawanan dengan tanaman pertanian; beberapa hal yang mempengaruhi proses
fotosintesis : 1. Perilaku stomata, stomata adalah pori-pori kecil pada epidermis daun
yang merupakan tempat difusi sejumlah air dan gas. Stomata ini penting karena membuka dan menutupnya, menentukan resistensi penyerapan karbon
dioksida dan sudah barang tentu produksi karbohidrat, juga jumlah air yang hilang dalam transpirasi. Karena itu, gerakan stomata mempunyai pengaruh
yang besar terhadap kesuksesan relatif perkembangan tumbuhan. Jumlah
stomata sangat banyak. Pada daun lebar stomata hanya terdapat pada epidermis bawah, dan meskipun jumlahnya berkisar antara 11.000 sampai 100.000 cm
2
, jumlah stomata tersebut hanya membentuk sekitar 1 persen luas permukaan
daun Kramer dan Kozlowski, 1960. Pada konifer, stomata tersusun pada semua sisi daun jarum dan bisa berjumlah sampai 5000 cm
2
Waggoner dan Turner, 1971. Daun-daun terbuka yaitu yang tumbuh pada bagian tajuk pohon
yang terkena sinar, mempunyai jumlah stomata beberapa kali lebih banyak per unit luas daun daripada daun-daun ternaung pada pohon yang sama.
Mekanisme pembukaan stomata masih belum diketahui dengan sempurna, tetapi konsentrasi CO
2
, intensitas cahaya, potensi larutan, pengeluaran ion hidrogen, dan aliran ion kalium tampak semuanya penting Zelitch, 1969.
Lama pembukaan dan penutupan stomata sebagian bergantung pada toleransi jenis dan kondisi cahaya yang diterima oleh pohon.
2. Variasi fotosintesis neto dalam pohon. Tajuk pohon adalah struktur kompleks yang terdiri dari daun-daun dengan berbagai umur
pada berbagai posisi dalam tajuk. Variasi posisi ini mempunyai sifat lingkungan yang sangat berbeda, maka ekspresi kemampuan fotosintesis harus
memperhitungkan variasi besar yang terjadi dalam pohon. Setiap daun berfotosintesis pada kecepatan yang mencerminkan kondisi fisiologis tertentu
dan lingkungan mikro. Dalam mempelajari fotosintesis pohon-pohon komponen utama RTH, kita perlu menentukan perbedaan yang terjadi dalam
pohon, yang disebabkan oleh umur daun dan posisi pada tajuk, perbedaan antar pohon, yang membedakan daun lebar dan konifer, jenis, dan genotip. Dalam
membahas fotosintesis pohon, kita biasanya berhubungan dengan fotosintesis neto. Ini didefinisikan sebagai perbedaan antara tingkat fotosintesis bruto dan
tingkat respirasi yang terjadi. Fotosintesis neto terjadi bila pengambilan CO
2
dalam fotosintesis melebihi jumlah CO
2
yang dikeluarkan dalam proses respirasi yang bersamaan.
3. Umur daun. Efisiensi fotosintesis berbeda antara daun yang umurnya berbeda terutama karena adanya pengaruh kecepatan respirasi yang berbeda.
Jumlah asimilat yang digunakan dalam respirasi daun secara normal adalah 5 sampai 10 persen produksi fotosintesis bruto, tetapi daun muda dan daun tua
telah ditemukan mempunyai tingkat respirasi yang banyak melebihi jumlah tersebut Huber dan Rusch, 1961.
4. Posisi pohon. Karena perbedaan sifat umur daun dan lingkungan dalam kanopi hutan, ukuran fotosintesis neto pohon bervariasi, tergantung
pada posisi fotosintesis yang dimonitor pada pohon tersebut. Karena itu pada kondisi tegakan, berkas tajuk terbawah yang menerima cahaya relatif sedikit
memberikan kontribusi sedikit terhadap produksi fotosintesis neto. Biasanya, daun paling produktif adalah daun yang sebagian dalam kondisi ternaung di
tajuk bagian atas Woodman, 1971. Hal ini mungkin benar pula untuk pohon setengah toleran lain. Penemuan ini sama dengan laporan Hodges 1967 yang
menunjukkan bahwa pohon konifer Pasifik Barat Daya berfotosintesis terbaik pada bagian yang ternaung sebagian di pinggir pembukaan hutan. Kesamaan
keunggulan ketahanan hidup dan pertumbuhan suatu campuran jenis konifer yang dipermudah secara alam
5. Perbedaan fotosintesis neto antara kelas tajuk. Perbedaan efisiensi fotosintesis di antara pohon-pohon yang dominan, kodominan dan tertekan
relatif kecil jika dibandingkan antara daun-daun yang sama-sama terbuka dan dinyatakan dengan efisiensi per unit luas permukaan daun. Perbedaan besar
antara kelas tajuk diperoleh jika dievaluasi efisiensi relatif daun terbuka dan daun ternaung dan ketika diamati perbedaan besar lingkungan yang secara
normal mempengaruhi berbagai kelas tajuk. Yang khususnya penting adalah gradien intensitas cahaya dan konsentrasi karbon dioksida dalam kanopi
pohon, Di dalam dan di bawah kanopi yang rapat, intensitas cahaya sangat kurang daripada yang diterima oleh pohon dominan kecuali terobosan bercak-
bercak cahaya. Hal ini tentu saja sangat mempengaruhi kemampuan pohon dalam melakukan fotosintesis, atau jumlah total karbohidrat yang diproduksi
oleh pohon selama suatu periode, daripada dengan kecepatan relatif atau efisiensi pada level lingkungan tertentu.
Faktor utama yang menyebabkan perbedaan kemampuan fotosintesis pohon yang mempunyai perbedaan kelas tajuk dan jenis adalah perbedaan
besar yang biasa ditemukan pada luas daun. Jika kita bermaksud mempengaruhi produktivitas individu pohon, akan lebih cepat berhasil bila
mempengaruhi luas daun. Jumlah daun tegakan biasanya dinyatakan dengan istilah indeks luas daun leaf area index = LAI, yaitu jumlah luas permukaan
daun pada kanopi vegetatif di atas areal tanah di bawahnya, yang dinyatakan sebagai proporsi permukaan daun terhadap areal tanah di bawahnya. Rasio
tersebut pada hutan secara normal antara 3 dan 6. Hubungan antara kemampuan fotosintesis dan luas daun sangat penting karena kita dapat
mengontrol luas daun individu pohon melalui penjarangan atau pemangkasan cabang. Maka dari itu kemampuan pertumbuhan total individu pohon dapat
dinaikkan atau diturunkan melalui pengaturan jarak tanamnya sehingga menghasilkan tajuk yang lebih besar atau kecil.
Pengaruh Lingkungan terhadap Fotosintesis Kesempatan fotosintesis dipengaruhi oleh faktor tanaman dan
lingkungan antara lain : 1. Cahaya. Cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon
melalui intensitas, jumlah dan lama penyinaran. Di antara karakteristik ini, intensitas cahaya barangkali paling penting bagi kita karena paling siap untuk
dimanipulasi. Jika tumbuhan terbuka terhadap intensitas cahaya secara berangsur dari kegelapan ke cahaya matahari penuh, biasanya ditemukan
bahwa hasil positif fotosintesis neto tidak diperoleh sampai pada nilai ambang intensitas cahaya minimal tertentu dilampaui. Titik kompensasi cahaya ini
adalah intensitas cahaya bila jumlah CO
2
terambil dalam fotosintesis tepat sama dengan jumlah yang dikeluarkan oleh respirasi pada saat bersamaan.
Dengan bertambahnya intensitas cahaya, bertambah kecepatan fotosintesis neto. daun yang terbuka. Tercapai titik tertentu yang disebut titik
kejenuhan cahaya, bila kenaikan intensitas cahaya tidak memberikan kenaikan fotosintesis neto lebih lanjut. Titik kejenuhan cahaya tumbuhan toleran
biasanya lebih rendah daripada tumbuhan intoleran. Jika intensitas cahaya melebihi titik kejenuhan, fluktuasi intensitas cahaya berpengaruh kecil
terhadap kecepatan fotosintesis. Pada saat intensitas cahaya yang sangat tinggi, fotosintesis dapat dibatasi oleh foto oksidasi kloroplas. Pengaruh ini telah
diobservasi pada regenerasi Picea engelmannii pada tempat yang tinggi yang tumbuh kerdil dan klorosis sebagai akibat dari fotooksidasi Ronco, 1975.
Tajuk pohon yang toleran dan intoleran biasanya tidak mencapai kemampuan produksi penuh sampai radiasi mencapai cahaya penuh karena adanya saling
penutupan daun. Lama penyinaran cahaya sangat penting bagi kita. Salah satu aspek lama penyinaran adalah fotoperiode, yang mengontrol ketat
pembentukan kuncup dan proses pertumbuhan pohon. Transmisi atau pengurangan cahaya melalui kanopi hutan bergantung
pada tipe kanopi, apakah terdiri atas daun lebar atau konifer, cara daun tersusun, dan homogenitas kanopi. Besarnya cahaya yang tersedia pada level
yang berbeda di dalam hutan sangat berpengaruh terhadap ukuran dominasi jenis, diferensiasi menjadi kelas-kelas tajuk, rasio hidup tajuk, dan dimensi
tajuk keseluruhan. Karena itu, jika kita mengetahui persyaratan tumbuhan akan cahaya, kita dapat mengontrol struktur dan produktivitas tegakan, kesuksesan
relatif regenerasi berbagai jenis, dan perkembangan lapisan rumput, penutup, dan
vegetatif. Karena
itu kemampuan
fotosintesis pohon
harus memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon
dan kanopi hutan, dan perubahan intensitas cahaya dan lama penyinaran harian dan musiman.
2. Suhu. pengaruh suhu terhadap fotosintesis neto sulit untuk dievaluasi. Pertama, fotosintesis neto merupakan selisih tingkat fotosintesis
dan respirasi yang bersamaan waktu, dan hubungan suhu terhadap kedua proses tersebut sangat berbeda. Kedua, di lapangan, kenaikan suhu biasanya
berhubungan dengan kenaikan intensitas cahaya, sehingga pengaruhnya membingungkan, Karena itu terbukti bahwa generalisasi mengenai pengaruh
suhu terhadap fotosintesis perlu diinterpretasi dengan hati-hati. Kisaran suhu optimal untuk fotosintesis bervariasi dengan spesies dan ekotipe tetapi
umumnya antara 18 dan 25 °C untuk pohon-pohon daerah sedang, dengan kisaran ekstrim antara -5 dan 40° C. Stocker, 1960; Kozlowski dan Keller,
1966. Kisaran aktual suhu optimal untuk setiap spesies tergantung pada banyak faktor, termasuk umur dan kesehatan daun dan ketersediaan air dan
cahaya. Dalam istilah yang umum, hubungan antara fotosintesis dan suhu
adalah dengan penambahan suhu, fotosintesis naik secara eksponensial sampai
kecepatan optimal fotosintesis bruto terjadi antara 20 - 40°C. Tetapi fotosintesis neto optimal, mungkin berada antara 18 - 25°C karena kenaikan
dampak kecepatan respirasi yang lebih tinggi terhadap pertukaran CO
2
neto. Dengan bertambahnya suhu, proses enzimatis semakin banyak, sehingga
kecepatan fotosintesis menurun. Pada suhu tinggi mendekati 40° C, tumbuhan mulai menderita kerusakan panas langsung yang diakibatkan oleh koagulasi
protein dalam protoplasma. Fotosintesis mati ketika protoplasma mati. 3. Konsentrasi CO
2
. konsentrasi karbon dioksida atmosfir bumi di atas tajuk hutan diperkirakan 0,03 persen volume 300 ppm. Di dalam hutan,
konsentrasi CO
2
biasanya lebih tinggi. Ketersediaan CO
2
biasanya dapat menjadi faktor pembatas fotosintesis Kramer dan Kozlowski, 1960. Hal ini
merupakan kasus yang sangat mungkin dalam tajuk pohon hutan yang rapat atau tajuk tanaman pertanian selama siang hari bila fotosintesis aktif
mengambil CO
2
dari udara dan percampuran atmosfir sangat sedikit karena stagnasi udara. Dengan menurunnya konsentrasi CO
2
sekitar daun, level minimal dicapai yang disebut konsentrasi kompensasi CO
2
, yang di bawahnya tidak terdapat lagi hasil positif fotosintesis neto. Umumnya, untuk tumbuhan
C3, konsentrasi CO
2
minimal ini adalah 50 sampai 100 ppm; namun, seperti yang disebutkan di muka pada proses fotosintesis dalam bab ini, terdapat
kelompok tumbuhan C4 tidak menunjukkan fotorespirasi yang mempunyai kemampuan fotosintesis yang sangat tinggi dan dapat berfungsi pada
konsentrasi CO
2
antara 0 - 10 ppm. 4. Ketersediaan air. Porsi sangat kecil dari total air yang
digunakan oleh tumbuhan dikonsumsi langsung pada proses fotosin- tesis. Karena itu, pengaruh defisit air pada fotosintesis disebabkan
hampir seluruhnya oleh pengaruh tidak langsung terhadap hidrasi protoplasma dan penutupan stomata. Kondisi optimal fotosintesis terjadi bila
daun turgor jenuh. Ini terjadi bila air tanah berlimpah dan kondisi atmosfir menghendaki evaporasi rendah. Dengan tanah yang mengering di bawah
kapasitas lapang dan potensi air dalam tanah menurun menjadi lebih negatif, terjadi kehilangan turgor dan penutupan stomata, yang selanjutnya membatasi
pemasukan CO
2
dan menyebabkan penurunan fotosintesis. Mungkin terdapat
perbedaan kecepatan penurunan yang tergantung pada toleransi kekeringan suatu jenis. Fenomena penurunan fotosintesis ini disebabkan oleh penurunan
ketersediaan air dalam daun, atau lebih tepatnya, penurunan potensi air daun yang menyebabkan stres air pada tumbuhan.
5. Nutrisi. nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis dalam dua cara: langsung dengan jalan mempengaruhi efisiensi proses; dan tidak langsung,
berpengaruh terhadap produksi fotosintesis total pohon. Penelitian dengan pohon Douglas-fir berumur 24 tahun Brix, 1971 telah menunjukkan bahwa
kemampuan fotosintesis pucuk yang baru dalam tahun pemupukan naik 78 sebagai akibat tambahan nitrogen bila daun terkena suhu dan kondisi air yang
baik dan bila intensitas cahaya 5000 fc. Kecepatan fotosintesis bertambah hanya bila daun yang diperlukan terkena intensitas cahaya yang lebih tinggi
daripada 2000 fc yaitu seperlima cahaya matahari penuh. Secara tidak langsung, status nutrisi pohon mempengaruhi fotosintesis melalui pengaruh
terhadap luas individu daun dan ukuran total tajuk. Nutrisi juga mempengaruhi vigor dan luas sistem perakaran, yang mempengaruhi penyerapan air dan
hidrasi daun. 2.3.2 Proses Respirasi
Respirasi adalah penggunaan karbohidrat dan produk fotosintesis untuk membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan dan memproduksi
energi untuk digunakan dalam metabolisme dan penyerapan hara. Pada kondisi aerobik, respirasi memproduksi energi, karbon dioksida, dan air. Seluruh
tumbuhan hidup harus melakukan respirasi, bahkan biji dalam simpanan. Bagaimanapun, dalam lingkungan yang tidak sesuai melakukan respirasi
terlalu banyak, menyebabkan penurunan vigor dan bahkan kematian tumbuhan. Proses respirasi sangat dipengaruh oleh lingkungan antara lain :
1. Cahaya. banyak tumbuhan mempunyai dua macam proses respirasi: satu terjadi dalam kegelapan dan mungkin juga dalam
kondisi cahaya dan yang lain terjadi hanya bila ada cahaya, disebut fotorespirasi yang mempunyai alur metabolisme yang berbeda. Pentingnya
fotorespirasi biasanya telah diabaikan di masa lalu dan baru-baru ini diberi perhatian yang lebih besar Decker, 1970; Ludlow dan Jarvis, 1971. Pada
banyak studi masa lalu, respirasi dalam cahaya telah dipersamakan dengan respirasi gelap, dan praktek ini mungkin telah mengakibatkan pengecilan arti
fotorespirasi dengan sepertiga sampai seperempatnya Zelitch, 1971. Beberapa tumbuhan dikotiledon dan banyak macam rumput tropika seperti
tebu, jagung dan sorgum, yang termasuk tumbuhan kelompok C4, tampaknya tanpa fotorespirasi dan ini mungkin sebagian penyebab produktivitasnya yang
sangat tinggi Black, 1971. 2. Suhu. Bila suhu naik, kecepatan respirasi biasanya naik secara
eksponensial. Kemudian suatu taraf dicapai ketika koagulasi protein mulai terjadi. Pada taraf ini kecepatan respirasi mulai menurun dan akhirnya
jatuh dengan cepat dengan matinya materi tumbuhan. Hal yang sama, pada kisaran suhu yang sama, respirasi naik tetapi pada kecepatan eksponensial,
akhirnya menurun ketika organisasi dan struktur sel rusak. Titik ekuivalen tercapai dalam kisaran suhu tertentu bila jumlah
produksi karbohidrat dalam fotosintesis sama dengan jumlah yang dikonsumsi oleh respirasi. Jika kisaran suhu kritis terlampaui dan dijaga sepanjang waktu,
tumbuhan tidak akan hidup, karena respirasi secara konsisten lebih tinggi daripada fotosintesis. Pada suhu lebih rendah daripada level kritis, terdapat
kisaran optimal dengan hasil neto produksi karbohidrat maksimal. Pada suhu yang bahkan lebih rendah, meskipun respirasi minimal, kemampuan tumbuhan
untuk memperoleh produksi makanan neto juga banyak berkurang. 3. Atmosfir tanah. kenaikan konsentrasi CO
2
dan kekurangan oksigen biasanya mengurangi kecepatan respirasi. Oksigen di atmosfir tanah dapat
dikonsumsi sampai pada suatu titik yang bersama-sama dengan kenaikan CO
2
hasil respirasi, membatasi metabolisme akar dan pertumbuhan. Karena alasan ini, kita bisa mempertimbangkan perlakuan pada saat penanaman yang
bertujuan memperbaiki aerasi tanah. 4. Air. pengaruh kenaikan stres air terhadap kecepatan respirasi
tergantung pada jenis. Untuk empat jenis Abies, respirasi tidak dipengaruhi secara nyata sampai level stres mencapai kurang lebih 10 sampai 12 bar.
Dengan bertambahnya stres air, berbagai jenis dipengaruhi secara berbeda,
5. Nutrisi. Seperti ditunjukkan di muka, pemupukan dapat meningkatkan kecepatan respirasi gelap dipucuk. Dengan ketersediaan air yang
cukup, pemupukan cenderung memproduksi daun yang lebih besar dan lebih sukulen yang mempunyai metabolisme dan kecepatan respirasi lebih tinggi.
Pola Respirasi Harian dan Musiman. Pola respirasi musiman pada pohon sangat bergantung pada bagian pohon yang dimaksudkan dan perkembangan
musiman bagian komponen tersebut. Hal demikian karena respirasi bertambah bersamaan dengan aktivitas metabolisme. Bila akar, kuncup atau daun
berkembang aktif, respirasi cenderung tinggi. Berbagai pengaruh lingkungan saling tumpang tindih terhadap kecenderungan fenologis ini. Karena
kehilangan total karbohidrat oleh respirasi bisa mencapai 50 persen produksi total, maka jelas sangat penting apabila kita menggabungkan berbagai desain
perlakuan untuk memini-malkan kehilangan akibat respirasi ini, terutama pada masa pertumbuhan pohon.
2.3.3 Proses Translokasi Translokasi meliputi gerakan berbagai materi dalam sistem tumbuhan
termasuk gas-gas, air, mineral, karbohidrat terlarut, dan hormon. Proses ini terjadi dalam semua sistem tumbuhan, termasuk perkecambahan biji. Proses ini
terutama berkembang baik pada pohon yang mempunyai sistem pembuluh khusus yang terdiri dari elemen xilem dan floem yang memungkinkan gerakan
materi antara akar dan daun yang terpisah jauh. Gerakan karbohidrat terlarut dari titik asal sumber ke titik pemanfaatan tempat tampung. Sumber
tersebut mungkin daun-daun dewasa yang berfotosintesis atau pusat penyim- panan karbohidrat dalam daun, batang, atau akar. Tempat tampung dapat
merupakan setiap daerah metabolisme aktif, terutama kambium atau kuncup, daun atau buah yang berkembang. Sebelum daun jatuh, simpanan bahan
makanan dalam daun yang tua dihidrolisis dan ditranslokasi keluar daun. Beberapa unsur juga dimobilisasi dan diekspor.
Unsur-unsur yang mobil ini termasuk Na, Cl, S, N, P dan K yang kemudian menjadi tersedia untuk proses fisiologis di tempat lain dalam
tumbuhan, terutama pada daun muda dan daerah metabolisme aktif. Unsur- unsur mobil ini dapat tercuci keluar daun dalam jumlah besar oleh hujan dan
embun. Unsur-unsur tidak mobil seperti Mg, Ca, B dan Co tetap dalam daun yang tua dan dikembalikan ke tanah dengan jatuhnya daun. Beberapa unsur
seperti P, tampak bersirkulasi kontinyu dalam tumbuhan. Mobilitas Fe tergantung pada hara P dan pH. Pentingnya mobilisasi hara dan peranannya
pada pemeliharaan keseimbangan hara dalam hutan. Beberapa hal yang mempengaruhi proses translokasi :
1. Alur. Sejumlah gerakan kebawah terjadi dalam floem yang terdiri dari komponen tipis, sel tetangga, perenkhim, dan serat-serat floem.
Translokasi terjadi pada sel hidup, dan kehidupan fungsional floem pada daun lebar dan konifer sekitar 1 tahun. Terdapat dua kelompok pohon yang
mempunyai perbedaan dalam komponen pembuluh: komponen pembuluh daun lebar vessel yang mempunyai ujung dinding yang sangat khusus, dan konifer
yang mempunyai elemen yang tidak begitu khusus trakeid, dengan daerah tapis terletak terutama pada dinding radial.
Translokasi assimilat ke bawah sangat dipengaruhi oleh jumlah dan aktifitas respirasi sistem perakaran. Semai pinus dengan perakaran yang jelek
dan tingkat respirasi yang rendah mentranslokasi lebih sedikit assimilat ke akar daripada semai dengan sistem akar yang aktif dan baik. Meskipun sering sulit
dibedakan antara penyebab dan pengaruh, tetapi terdapat bukti hubungan antara kecepatan respirasi dan translokasi. Hubungan ini mungkin memberikan
mekanisme yang menerangkan kenyataan ekologis penting asosiasi mikoriza dengan pohon-pohon hutan Shiroya dkk., 1962.
2. Kecepatan. Pernyataan umum tentang kecepatan gerakan sulit untuk dibuat karena adanya laporan yang membingungkan dan bertentangan dalam
literatur. Studi awal melaporkan kecepatan tinggi, tetapi penelitian yang lebih baru menunjukkan tidak demikian. Barangkali generalisasi terbaik pada saat
ini adalah bahwa kecepatan maksimal dalam floem, berdasarkan pada transfer masa, adalah 40 sampai 70 cmjam pada daun lebar dan 18 sampai 20 cmjam
pada konifer. Tetapi kecepatan rata-rata, biasanya 1 sampai 2 cmjam pada kedua kelompok pohon itu Shiroya dkk., 1962; Canny dkk., 1968; Roberts,
1964; Zimmer-mann dan Brown, 1971.
3. Mekanisme.
beberapa mekanisme
telah diusulkan
untuk menerangkan gerakan gula dalam tumbuhan. Mekanisme yang paling umum
diterima adalah teori tekanan dan aliran yang diusulkan pertama kali oleh Munch pada 1930. Teori ini mengusulkan bahwa gerakan terjadi sebagai akibat
gradien tekanan turgor yang berkembang antara sel produsen neto, seperti daun dewasa, dan sel konsumen neto, yang dapat berupa akar, buah, meristem, atau
setiap sel bermetabolisme. Gradien tekanan berkembang karena sel produsen menjaga konsentrasi
tinggi larutan potensial rendah, oleh fotosintesis atau konsentrasi larutan aktif dan sel konsumen menjaga konsentrasi larutan rendah potensial tinggi
oleh respirasi, pertumbuhan dan penyimpanan. Aliran larutan terjadi sebagai respon terhadap gradien tekanan ini. Kekuatan penggerak yang memungkinkan
translokasi yang berjarak jauh adalah metabolisme tumbuhan, dan proses tersebut diatur oleh permintaan pada tempat tampung fisiologis dan persediaan
pada sumber Zimmermann dan Brown, 1971.
Pengaruh Lingkungan terhadap Translokasi
Cahaya
, secara umum penambahan intensitas cahaya menaikkan translokasi ke akar melalui stimulasi pengambilan CO
2
oleh daun dan produksi assimilat. Hal ini tampak didukung oleh observasi bahwa tumbuhan yang
tumbuh pada intensitas cahaya rendah menghentikan translokasi.
Suhu , translokasi biasanya bertambah dengan kenaikan suhu sampai
sekitar 30°C. Dengan kenaikan suhu lebih lanjut, translokasi berkurang barangkali sebagai akibat kenaikan konsumsi karbohidrat dalam respirasi.
Air , penyerapan air mempengaruhi translokasi melalui perubahan
kondisi fisiologis daun pengekspor. Umumnya, translokasi berkurang dengan bertambahnya stres air karena penurunan metabolisme akar dan penurunan
pengambilan CO
2
oleh daun.
2.3.4 Rumah Tangga Air