II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Tomat Cherry
Tomat Lycopersicon esculentum termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme Dun Alef sering disebut tomat cherry yang didapati
tumbuh liar di Ekuador dan Peru, dan telah menyebar luas di seluruh dunia, dan di beberapa negara tropis menjadi berkembang secara alami Harjadi 1989. Tomat
cherry memiliki beberapa varietas diantaranya adalah Royal Red Cherry yang berdiameter 3.1 - 3.5 cm dan Short Red Cherry yang berdiameter 2 - 2.5 cm,
Oregon Cherry yang diameternya 2.5 - 3.5 cm dengan bobot 10 - 20 g, serta Golden Pearl yang bobotnya 8 - 10 g dan Season Red yang bobotnya 25 g
diproduksi oleh Known You Seed di Taiwan Cahyono 2008 Tomat merupakan tanaman perdu semusim, berbatang lemah dan basah.
Daunnya berbentuk segitiga. Bunganya berwarna kuning. Buahnya buah buni, hijau waktu muda dan kuning atau merah waktu tua. Berbiji banyak, berbentuk
bulat pipih, putih atau krem, kulit biji berbulu. Perbanyakan dengan biji kadang- kadang dengan setek batang cabang yang telah tua. Tomat secara umum dapat
ditanam di dataran rendah, medium, dan tinggi, tergantung varietasnya. Namun, kebanyakan varietas tomat hasilnya lebih memuaskan apabila ditanam di dataran
tinggi yang sejuk dan kering sebab tomat tidak tahan panas terik dan hujan. Suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah 23° C pada siang hari dan 17° C pada
malam hari. Tanah yang cocok untuk tanaman ini adalah tanah itu banyak mengandung humus, gembur, sarang, dan berdrainase baik. Sedangkan keasaman
tanah yang ideal untuknya adalah netral, yaitu sekitar 6-7. Proses budidaya tomat cherry tidak berbeda dengan budidaya tomat jenis
lain, yaitu dimulai dari persiapan media tanam, pemeliharaan pembibitan penyemaian, pemindahan bibit transplanting, persiapan media tanam, teknik
penanaman dan penentuan pola tanam, pemeliharaan tanaman, hama dan penyakit tanaman dan panen.
2.2 Penelitian Terdahulu
Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan dampak kerugian. Dalam menjalankan suatu bisnis, setiap keputusan selalu
9 mengandung risiko. Oleh sebab itu kejelian menanggapi dan meminimalisir risiko
merupakan sesuatu yang harus dilakukan setiap perusahaan. Terutama agribisnis yang merupakan usaha dengan makhluk hidup sebagai objek usaha yang sangat
membutuhkan penanganan risiko yang efektif. Sumber-sumber risiko pada usaha produksi pertanian sebagian besar berasal dari faktor-faktor teknis seperti
perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis dari tenaga kerja.
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis risiko pada komoditi hortikultura seperti Purwanti 2011, Situmeang 2011, Cher 2011, Parengkuan
2011, Ginting 2009, Tarigan 2009, dan Wisdya 2009 yang masing masing menemukan sumber risiko pada produksi sayuran hidroponik, cabai merah
keriting, sayuran organik, jamur putih, jamur tiram, dan Anggrek Phaleonopsis. Risiko produksi pada umumnya meliputi teknik budidaya, human error, serangan
hama dan penyakit tanaman, gangguan teknologi irigasi hidroponik dan cuacaiklim yang tidak pasti.
Hasil penilaian risiko dengan menggunakan ukuran coeffisient variation Purwanti 2011 adalah 0,28 yang artinya untuk setiap satu kilogram hasil yang
diperoleh akan mengalami risiko sebesar 0,28 kg. Perhitungan expected return sebesar 4,67 yang artinya perolehan hasil sebanyak 4,67 kgm
2
. Situmeang 2011 memperoleh perhitungan coefficient variation besaran
risiko yang dihadapi oleh petani Pondok Menteng dalam usahatani cabai merah keriting yaitu 0,5, artinya untuk setiap satu kilogram cabai merah keriting yang
dihasilkan akan mengalami risiko sebesar 0,5 kg pada saat terjadi risiko produksi. Oleh karena itu dalam manajemen risiko, setelah mengidentifikasi sumber risiko
dan melakukan pengukuran risiko maka dilakukan penanganan terhadap risiko. Strategi pengelolaan risiko tanaman cabai merah keriting yang dilakukan meliputi
dua hal yaitu strategi preventif dan strategi mitigasi. Strategi preventif yaitu dengan melakukan perawatan secara rutin dan terencana mulai dari penyemaian
sampai panen. Strategi mitigasi yakni diversifikasi tidak begitu menguntungkan karena dari hasil perhitungan portofolio besaran risiko yang dihasilkan sama yaitu
sebesar 0,5.
10 Berdasarkan hasil perbandingan risiko yang telah dilakukan Cher 2011
dapat dikatakan bahwa dari seluruh kegiatan usahatani, tingkat risiko paling tinggi berdasarkan produktivitas adalah komoditi brokoli pada kegiatan spesialisasi
dengan perolehan nilai coefficient variation sebesar 0,564. Selain itu, juga dapat dilihat bahwa tingkat risiko paling rendah dari keseluruhan kegiatan usaha adalah
komoditi wortel pada kegiatan spesialisasi dengan perolehan nilai coefficient variation sebesar 0,241. Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling tahan
terhadap ancaman kondisi cuaca yang buruk maupun ancaman serangan hama dan penyakit. Selain itu, wortel paling mudah dibudidayakan dibandingkan dengan
komoditi sayuran organik lainnya seperti bayam hijau, caisin, dan brokoli. Tingkat risiko yang paling kecil berdasarkan produktivitas pada komoditi wortel,
pada kenyataannya tidak membuat perusahaan hanya mengusahakan sayuran wortel saja. Hal tersebut karena permintaan konsumen terhadap sayuran organik
sangat beragam. Oleh sebab itu, perusahaan melakukan kegiatan portofolio dalam usahataninya. Tingkat risiko produksi yang paling kecil pada kegiatan portofolio
berdasarkan produktivitas adalah pada kombinasi komoditi wortel dan caisin dengan perolehan coefficient variation sebesar 0,273. Dari hasil analisis portofolio
tersebut menunjukkan bahwa diversifikasi dapat meminimalkan risiko produksi. Hasil analisis probabilitas dan dampak risiko jamur putih Parengkuan
2011 menunjukkan bahwa probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai
sebesar 45,2 persen, sedangkan perubahan suhu udara merupakan merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp 17.053.516,00
Berdasarkan status risiko diperoleh hasil bahwa kesalahan pada saat proses sterilisasi yang paling berisiko dan kemudian secara berurutan diikuti oleh akibat
gangguan hama, perubahan suhu udara, dan penyakit. Penilaian risiko pada jamur tiram Ginting 2009 diperoleh nilai coefficient
variation sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko kerugian yang dihadapi adalah sebesar
0,32 satuan. Nilai expected return sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap
kondisi dalam proses budidaya yang telah diakomodasi oleh perusahaan. Hal
11 tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi
harapan perolehan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih.
Analisis spesialisasi risiko produksi Tarigan 2009 berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh risiko
yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam hijau yaitu 0.225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting yakni 0.048 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar
0,048. Hal ini dikarena bayam hijau sangat rentan terhadap penyakit terutama pada musim penghujan. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang
paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0.80 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.80.
Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0.16 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0.16. Hal ini
dikarena penerimaan yang diterima lebih kecil sedangkan biaya yang dikeluarkan tinggi. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio
menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas Wisdya
2009 pada tanaman anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone diperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman anggrek teknik seedling yaitu
sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078.
Pembahasan beberapa penelitian di atas, diperoleh variabel yang menjadi sumber risiko produksi pada komoditas agribisnis khususnya pada produk-produk
hortikultura meliputi faktor cuaca, hama dan penyakit tanaman, teknologi budidaya, dan human error. variabel sumber risiko tersebut diduga menjadi
sumber risiko pada budidaya tomat cherry pada PD Pacet Segar. Pengukuran terhadap risiko dilakukan untuk mengukur pengaruh sumber-
sumber risiko terhadap suatu kegiatan bisnis melalui penggunaan suatu alat analisis tertentu. Salah satu alat analisis yang digunakan dalam pengukuran risiko
adalah koefisien variasi coefficient variation, ragam variance dan simpangan
12 baku standard deviation. Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain, jika
nilai ketiga indikator tersebut semakin kecil maka risiko yang dihadapi kecil. Ketiga alat analisis ini digunakan oleh Purwanti 2011, Cher 2011,
Situmeang 2011, Tarigan 2009, Wisdya 2009 dan Ginting 2009 dalam penelitiannya. Berbeda dengan Pinto 2011, Dewiaji 2011, dan Parengkuan
2011 menggunakan perhitungan rata-rata kejadian berisiko, standart deviation, z-score, probabilitas, dan VaR. Setelah dilakukan perhitungan VaR, selanjutnya
dilakukan pemetaan terhadap sumber-sumber risiko yang akhirnya muncul strategi penanganan terhadap risiko yang dihadapi. Silaban 2011, Widsya
2009, dan Tarigan 2009 menggunakan perhitungan tambahan terhadap nilai coefficient variation, variance dan standard deviation untuk spesialisasi dan
diversifikasi. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijabarkan di atas merupakan
referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Secara umum sumber risiko produksi yang dihadapi oleh perusahaanpetani untuk komoditas hortikultura
adalah pengaruh perubahan cuaca, serangan hama, penyakit tanaman, kesalahan teknologi budidaya, dan sumber daya manusia. Dalam pengukuran risiko, alat
analisis yang banyak digunakan adalah coefficient variation, variance dan standard deviation. Namun dalam pengukuran probabilitas dan dampak dari
sumber risiko digunakan alat analisis Z-score dan VaR. Berdasarkan referensi penelitian terdahulu, peneliti akan menggunakan alat analisis z-score dan VaR.
Setelah diperoleh nilai z-score dan VaR, maka selanjutnya akan dilakukan pemetaan sumber-sumber risiko pada peta risiko dan dilanjutkan dengan
perumusan alternatif strategi untuk menangani risiko sehingga tujuan penelitian dapat terjawab.
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Risiko