Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Work Family Conflict

merjer, keinginan sendiri, atau penyusutan tenaga kerja. Sehingga mereka akan kembali ke tahap eksplorasi.

C. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Work Family Conflict

Dalam pelaksanaannya, pengembangan karir diatur untuk meningkatkan efektivitas perusahaan dan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja merupakan hal penting bagi kehidupan individu yang bekerja. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain work family conflict Soeharto, 2010 . Work family conflict bisa terjadi akibat lamanya jam kerja dari individu, sehingga waktu bersama keluarga menjadi berkurang. Individu harus menjalankan dua peran pada saat yang bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga, sehingga peran di pekerjaan keluarga menyebabkan kesulitan dalam menjalankan peran di keluarga pekerjaan Greenhauss Beutell, 1985. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Parasuraman dan Simmers 2001 bahwa keterbatasan waktu yang dimiliki oleh seseorang berakibat pada terbatasnya waktu untuk keluarga, ketegangan dalam suatu peran yang akhirnya mempengaruhi kinerja peran yang lain, kesulitan perubahan perilaku dari peran satu ke peran yang lain menyebabkan seseorang mempunyai sikap dan perasaan negatif terhadap pekerjaannya. Kim dan Ling 2001 juga menambahkan bahwa sikap dan perasaan yang negatif terhadap pekerjaan merupakan akibat dari work family conflict yang dialami. Individu yang dapat menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga akan membuat individu memiliki perasaan yang positif Universitas Sumatera Utara dengan tipe pekerjaan, puas dengan gaji, puas dengan promosi, puas dengan manajer, dan puas dengan teman sekerja Schultz Schultz, 1994. Dalam upaya untuk mengurangi tingkat work family conflict, Allen 2012 menyatakan bahwa perusahaan dapat melakukan tiga bentuk dukungan. Dukungan pertama, menyediakan sumber daya formal seperti pelayanan pengasuhan anak dan fleksibilitas pengaturan jam kerja. Kedua, dukungan dalam bentuk supervisi oleh manajer dan yang ketiga dalam bentuk peraturan perusahaan yang mempertimbangkan faktor-faktor prioritas antara pekerjaan dan keluarga. Berbagai bentuk dukungan tersebut merupakan aspek-aspek dari pengembangan karir yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu: peran karyawan, peran manajer, dan peran perusahaan. Noe 2002 mengemukakan bahwa karyawan, manajer, dan perusahaan merupakan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam hal pengembangan karir karyawan dalam suatu perusahaan. Masing-masing pihak memiliki peran tertentu dalam pengembangan karir karyawan. Usaha pengembangan karir karyawan akan berlangsung optimal jika ketiga pihak bertanggung jawab dalam melaksanakan perannya masing-masing. Selanjutnya Noe 2002 menambahkan perusahaan harus lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan pengembangan karir agar bisa menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan keluarga karyawannya. Saat ini, peningkatan jumlah pasangan yang keduanya bekerja menciptakan tantangan tersendiri bagi perusahaan dalam pengembangan karir. Kossek, Pichler, Bodner, Hammer 2011 mengemukakan bahwa, dukungan perusahaan dan peran manajer pada hal-hal yang berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara kehidupan pekerjaan-keluarga karyawan dapat mengurangi tingkat work family conflict yang mungkin dialami oleh karyawan tersebut. Hasil penelitian lainnya menyatakan bahwa semakin baik dukungan manajer yang diterima karyawan, semakin rendah work family conflict yang dialami Allen, 2008; Allen, 2001; Frone et al., 1997; Goff, Mount, Jamison, 1990; Thomas Ganster, 1995. Nielson, Carlson, Lankau 2001 menemukan bahwa jika karyawan memiliki supervisormanajer yang mempunyai nilai-nilai pekerjaan - keluarga yang sama akan memiliki work family conflict yang lebih rendah. Kurnia 2002 menyatakan bahwa fungsi pengembangan karir itu sendiri adalah untuk meminimalkan peran yang harus dijalankan, membangun kompetensi, mendorong tersedianya sumber daya manusia yang sesuai untuk posisi penting. Selain itu Nurtjahjanti, Mujiasih, Prihatsanti, Prasetyo, dan Ratnaningsih 2012 menjelaskan bahwa pengembangan karir juga berfungsi sebagai pencegah stress kerja, memperbaiki kualitas hidup pekerja, dan mengarahkan tindakan pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengembangan karir harus dilakukan karena karyawan tidak hanya ingin memperoleh apa yang sudah dimilikinya, melainkan juga mengharapkan perubahan, kemajuan dan kesempatan untuk berkembang. Beberapa hal yang mempengaruhi pengembangan karir pada karyawan, yaitu : pertama, keinginan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan intelektual; kedua, untuk memperoleh kompensasi yang lebih besar dari yang biasanya; ketiga, untuk mendapatkan kebebasan di dalam pekerjaan; keempat, untuk menjamin Universitas Sumatera Utara keamanan di tempat kerja dan yang terakhir untuk mendapatkan pencapaian di dalam pekerjaan Melinda Zulkarnain, 2004 Greenhaus dan Beutell 1985 mengatakan bahwa konflik muncul ketika i waktu yang digunakan untuk memenuhi suatu peran menghambat pemenuhan peran lainnya, ii tuntutan suatu peran yang mengarah pada ketegangan, dan mudah marah akan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menjalankan peran lainnya, iii tuntutan perilaku disuatu peran bertentangan dengan harapan berperilaku di peran yang lainnya. Selanjutnya, Greenhaus, Allen, dan Spector 2006 menambahkan dimensi work family conflict yaitu; iv tuntutan peran yang satu menyebabkan kelelahan fisik, tenaga dan emosional sehingga menghambat pemenuhan peran lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua bentuk work family conflict, yaitu: pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah tangga work interference family dan kehidupan rumah tangga yang mengganggu pekerjaan family interference work Frone, Russel, Cooper, 1992a; Allen, Herst, Bruck, Sutton, 2000. Namun pada penelitian ini hanya fokus kepada work interference family WIF saja. Hal ini berdasarkan penelitian Byron 2005 yang menemukan bahwa WIF mempunyai dampak yang lebih besar terhadap work family conflict dibandingkan dengan family interference work FIW. Selain itu WIF dinilai memiliki hubungan yang erat dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Ahmad 2008 adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya work family conflict, yaitu dari pekerjaan meliputi tipe pekerjaan, Universitas Sumatera Utara komitmen waktu kerja, keterlibatan dalam pekerjaan, peran yang berlebihan dan fleksibilitas pekerjaan. Waktu kerja yang terlalu panjang akan berdampak buruk bagi kehidupan keluarga dan karyawan itu sendiri yang mencoba menyeimbangkan antara perannya di pekerjaan dan di keluarga. Kossek, Pichler, Bodner, Hammer 2011 menambahkan bahwa, peran organisasi dan peran manajer pada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan pekerjaan-keluarga karyawan dapat mengurangi tingkat work family conflict yang mungkin dialami oleh karyawan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, Guitian 2009 menilai bahwa work family conflict berhubungan erat dengan ketidakhadiran, penurunan produktivitas, ketidakpuasan kerja, penurunan komitmen organisasi, kurangnya kepuasan hidup, kecemasan, kelelahan, distress psikologikal, depresi, penyakit fisik, penggunaan alkolhol, atau masalah dalam pernikahan sehingga dapat menurunkan kinerja dan kesejahteraan karyawan. Zulkarnain 2013 menjelaskan bahwa penilaian pengembangan karir yang positif dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dengan tiga cara, yaitu: pertama, efektivitas pengembangan karir akan diperoleh jika kegiatan pengembangan karir dilakukan secara bersama-sama antara karyawan, pengusaha dan organisasi. Karyawan yang menilai pengembangan karirnya secara positif dan mendapat dukungan dari perusahaan akan cenderung merasa puas dengan pekerjaan dan karirnya, sehingga lebih loyal pada perusahaan dan memiliki kinerja yang lebih produktif. Universitas Sumatera Utara Kedua, pengembangan karir merupakan usaha untuk menyesuaikan tujuan karyawan dengan peluang karir yang tersedia di perusahaan tempatnya bekerja. Sehingga, penilaian karyawan mengenai pengembangan karir dipengaruhi oleh interaksi antara nilai, harapan, dan tujuan karyawan tersebut yang diperoleh melalui pengalaman selama menjalankan pekerjaannya. Ketiga, perusahaan yang mengembangkan sumber daya manusia dengan efektif akan memiliki produktivitas, nilai pasar, dan pertumbuhan laba yang tinggi. Sehingga nantinya, perusahaan dapat memenuhi kebutuhan perusahaan, pemegang saham, investor, dan kebutuhan karyawan dengan berbagai cara sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan. Pada akhirnya, sumber daya manusia yang bekerja diperusahaan tersebut akan mampu mengembangkan diri secara lebih optimal. Nurtjahjanti, Mujiasih, Prihatsanti, Prasetyo, dan Ratnaningsih 2012 menyatakan bahwa perusahaan yang memberikan kesempatan karir pada karyawannya, merupakan salah satu faktor pendorong yang bagus untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan. Sedangkan Boles, Howard dan Donofrio 2001 menyatakan bahwa work family conflict bisa menurunkan prestasi kerja karyawan. Karyawan yang mengalami tingkat work family conflict yang tinggi melaporkan menurunnya prestasi kerja karena merasa lebih dikuasai oleh pekerjaannya yang mengakibatkan karyawan tidak bisa memenuhi tanggung jawab keluarganya dan mengurangi kualitas kehidupan keluarganya Cristine , Oktarina dan Indah, 2010. Variabel demografis seperti gender dan jumlah anak juga diperkirakan dapat menyebabkan work family conflict Allen, 2012. Banyak karyawan wanita Universitas Sumatera Utara yang merasa gagal di kedua domain pekerjaan-keluarga, karena untuk bisa memenuhi kriteria karyawan ideal misalnya bekerja 40 jam per minggu, wanita merasa harus mengorbankan perannya sebagai ibu bahkan mengorbankan keinginan untuk mempunyai anak Noe, 2002. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Robbins 2001 bahwa karyawan yang bekerja lebih dari 40 jam per minggu cenderung mengalami work family conflict. Namun, dalam penelitian meta-analitisnya Byron 2005 menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara laki-laki dan wanita dalam work family conflict. Selain itu Byron juga menambahkan bahwa status pernikahan menikah atau tidak menikah juga mempengaruhi munculnya work family conflict, orang tua tunggal atau yang bercerai akan mengalami work family conflict yang lebih besar. Selanjutnya Higgins Duxbury 1992 menemukan bahwa pasangan yang keduanya bekerja lebih besar kemungkinannya untuk mengalami work family conflict. Jumlah anak yang dimiliki secara konsisten berhubungan dengan work family conflict pada kedua arah Bruck Allen, 2003; Carlson, 1999. Dalam penelitiannya Carlson 1999 menemukan bahwa keberadaan anak menjadi faktor yang paling kuat yang menyebabkan munculnya work family conflict. Byron 2005 menyimpulkan bahwa keberadaan anak menjadi faktor moderator terhadap hubungan work family conflict dan gender. Noe 2002 menambahkan bahwa berdasarkan hasil penelitian pasangan yang keduanya bekerja, orang tua tunggal, dan keluarga yang memiliki anak yang berusia kurang dari 5 tahun cenderung mengalami work family conflict. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa ketika karyawan memiliki pengembangan karir yang positif, maka karyawan tersebut akan merasa puas dengan pekerjaannya sehingga lebih efisien dalam bekerja dan pada akhirnya diharapkan memiliki work-family conflict yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai apakah terdapat hubungan antara pengembangan karir dengan work-family conflict.

D. Hipotesis