Byron 2005 menemukan bahwa work interference family WIF mempunyai dampak yang lebih besar terhadap work family conflict dibandingkan
dengan family interference work FIW. Selain itu WIF dinilai memiliki hubungan yang erat dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan. Hasil
penelitian Netemeyer, McMurrian, Boles 1996 pada guru, sales, dan bisnisman menunjukkan WIF lebih mempengaruhi kepuasan kerja daripada
konflik FIW.
4. Konsekuensi-Konsekuensi Work Family Conflict
Work family conflict memiliki banyak konsekuensi Allen, Herst, Bruck,
dan Sutton, 2000 yaitu pertama, yang mencakup hasil kinerja seperti: kepuasan kerja, motivasi, komitmen organisasi, keinginan untuk pindah, absensi, prestasi
kerja, kepuasan karir, dan keberhasilan karir. Kedua, yang mencakup hasil di luar pekerjaan seperti: kehidupan pernikahan, waktu luang dan kepuasan hidup, dan
pelaksanaan peran di keluarga. Ketiga, yang mencakup munculnya stres seperti: ketegangan psikologis, kesehatan fisik, depresi, burnout, penyalahgunaan obat-
obatan, dan stres pada pekerjaan. Menurut O‟Driscoll 2006 ada beberapa konsekuensi bagi karyawan yang
mengalami work family conflict, di antaranya yaitu: ketidakhadiran dan perilaku withdrawal, kesejahteraan psikologis, kesehatan fisik, konsumsi alkohol, dan
kepuasan, baik kepuasan keluarga maupun kepuasan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Work Family Conflict
Ahmad 2008 menciptakan suatu model yang dikembangkan berdasarkan model stress-strain dan teori identitas sosial. Menurut teori stress-strain, faktor
pemicu mengarah pada stressor, sedangkan konflik mengarah pada ketegangan strain. Teori identitas sosial mengatakan bahwa setiap individu selalu
mengklasifikasikan dirinya ke dalam beberapa kategori sosial yang menentukan identitas dan peran mereka dalam lingkungan sosial. Setiap peran yang ada
memberikan aspek-aspek identitas yang berbeda pada diri individu, misalnya seseorang yang menganggap bahwa kehidupan pekerjaannya merupakan aspek
yang sangat penting dari identitas mereka. Konflik dapat muncul ketika dalam menjalankan peran yang dianggap penting, seseorang tidak mempunyai waktu
yang cukup dari yang diharapkan akibat adanya faktor-faktor situasional. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi work-family conflict tersebut, yaitu;
1. Faktor Pekerjaan Merumuskan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, beberapa faktor
pada pekerjaan yang mempengaruhi work family conflict, yaitu; tipe pekerjaan, komitmen waktu kerja, keterlibatan dalam pekerjaan, peran
yang berlebihan dan fleksibilitas pekerjaan Ahmad, 2008. 2. Faktor Keluarga
Faktor-faktor di keluarga yang mempengaruhi work family conflict menurut, yaitu; jumlah anak, tahapan kehidupan, keterlibatan dalam
keluarga, dan pengasuhan anak Ahmad, 2008.
Universitas Sumatera Utara
3. Faktor Individu Sedangkan faktor individu yang mempengaruhi pengalaman work-family
conflict seseorang, yaitu; nilai-nilai yang dianut terhadap peran yang
dimiliki, orientasi peran gender, locus of control, dan sikap perfeksionis Ahmad, 2008.
4. Faktor Organisasi Berdasarkan hasil penelitian Galinsky, Bond, Friedman 1996 dapat
disimpulkan bahwa karyawan yang sudah mempunyai anak mempunyai kinerja yang baik memiliki sedikit konflik, sedikit stress, dan coping yang
lebih baik jika karyawan tersebut mempunyai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk memiliki autonomi yang lebih besar, bisa
mengkontrol jadwal kerja, mempunyai lebih sedikit hambatan kerja, dan rasa aman yang tinggi. Selain itu, karyawan tersebut juga mempunyai
kinerja yang baik jika mereka mempunyai lingkungan kerja yang suportif manajer yang suportif, budaya kerja yang suportif, dan kesempatan untuk
peningkatan karir yang tidak dipengaruhi oleh gender.
B. Pengembangan Karir 1.