74
kebutuhan akan insulin berkurang, adanya aktivitas menyebabkan transfer glukosa ke dalam sel bertambah, meski tanpa insulin Sugiyarti, 2011.
Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin
meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun
dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM Kemenkes, 2010.
Sejalan dengan penelitian Trisnawati dan Setyorogo 2013 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki aktivitas fisik sedang dan berat. Hasil analisis hubungan menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan
kejadian DM Tipe 2. Orang yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktifitas
fisik sehari-harinya ringan OR 0,239 95CI 0,071-0,802.
5.3 Pengaruh Diet dengan Kejadian Gangren pada Penderita Diabetes
Mellitus
Berdasarkan hasil analisis univariat dapat diketahui bahwa diet pada penderita DM yang mengalami kejadian gangren mayoritas tidak melakukan diet secara teratur
sebesar 64,5 dan yang melakukan diet secara teratur sebesar 35,5. Analisis hubungan antara diet makanan dengan kejadian gangren pada penderita DM
diperoleh OR sebesar 2,879. Hal ini berarti pasien DM yang mengalami gangren
Universitas Sumatera Utara
75
berpeluang 2,879 kali lebih besar kemungkinan diet tidak seimbang dibandingkan pasien DM yang tidak mengalami gangren dan secara statistik menjelaskan bahwa
ada hubungan yang signifikan dengan nilai p 0,05. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati tahun 2011 di
RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makasar diperoleh hasil bahwa pola makan, dalam hal ini kualitas makanannya memiliki hubungan dengan kadar glukosa darah
p=0,001. Nilai Odds Ratio OR = 6,14, artinya penderita DM tipe 2 yang memiliki pola makan kualitas makanan kurang kemungkinan 6,14 kali lebih besar
mempunyai risiko kadar glukosa darah tidak terkontrol. Peningkatan gula darah yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan masalah
gangren. Pengendalian kadar yang buruk salah satunya melalui diet makanan yang
beresiko pada pasien yaitu semua sumber hidrat arang seperti nasi, nasi tim, bubur, roti, jagung, talas, dan ubi. Menurut Aleysius Gondosari dalam Rahmawati 2011
mengkonsumsi terlalu banyak karbohidrat sederhana dapat menyebabkan gula darah meningkat tajam, yang akan menyebabkan tubuh memproduksi hormon insulin.
Gangren biasanya terjadi akibat faktor pengelolaan kaki yang tidak baik pada penderita DM, adanya neuropati, faktor komplikasi vaskuler yang memperburuk
aliran darah ke kaki tempat luka, faktor kerentanan terhadap infeksi akibat respons kekebalan tubuh yang menurun pada keadaan DM tidak terkendali, kemudian faktor
ketidaktahuan pasien sehingga terjadi masalah gangren dan lama mengidap sakit diabetes. penderita yang berisiko tinggi mengalami gangren diabetik yaitu pasien
Universitas Sumatera Utara
76
dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas,
deformitas anatomis atau bagian yang menonjol seperti bunion atau kalus, riwayat ulkus kaki atau amputasi, pengendalian kadar gula darah yang buruk
Situmorang, 2011. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu penderita DM yang
mengalami gangren lebih banyak melakukan diet yang tidak baik yaitu sebesar 64,5, sedangkan pada penderita DM yang tidak mengalami gangren hanya sebesasr
38,7 yang melakukan diet yang tidak baik dari hasil tersebut didapatkan bahwa diet merupakan faktor risiko kejadian gangren pada penderita DM hal ini sesuai dengan
teori yang mengatakan makanan memegang peranan dalam peningkatan kadar gula darah. Pada proses makan, makanan yang di makan akan di cerna di dalam saluran
cerna dan kemudian akan di ubah menjadi suatu bentuk gula yang di sebut glukosa Sumangkut, 2013.
Pada penderita DM untuk mencegah naiknya gula darah dapat dilakukan pola diit tepat jumlah, jadwal dan jenis. Diet tepat jumlah, jadwal dan jenis yang dimaksud
adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, disesuaikan dengan kebutuhan, jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya yang dibagi menjadi 6 waktu makan,
yaitu 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan selingan Tjokroprawiro, 2006. Hasil penelitian yang dilakukan Prayugo 2012 menyatakan terdapat hubungan
antara diit tepat jumlah dengan gula darah puasa pasien diabetes mellitus tipe II dengan nilai signifikan atau taraf kemaknaan adalah nilai p 0,05.
Universitas Sumatera Utara
77
Penderita diabetes mellitus seharusnya menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola
makan sehat. Namun tampaknya kepatuhan pasien terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien diabetes. Penderita
diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan jumlah makanan yangm dianjurkan. Ketidakpatuhan penderita DM dalam penelitian ini karena faktor
kesibukan dalam bekerja. Semua responden masih bekerja dan sebagian besar bekerja swasta. Responden yang sibuk bekerja tidak bisa memperhatikan kebutuhan makanan
yang dianjurkan. Akibatnya penderita tidak patuh terhadap diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan pasien terhadap diet dipengaruhi motivasi yang kurang dari pasien.
Pasien merasa malas dan bosan dengan menu diabetes melitus yang sesuai aturan.
5.4 Pengaruh Kepatuhan Minum Obat dengan Kejadian Gangren pada