36
Jawa pada keturunannya. Nilai ini yang akan terus menurus diturunkan sebagai identitas masyarakat Jawa.
Menurut Sujamto 1992: 33, dalam pengamatannya nilai atau esensi budaya Jawa menampakkan aspek religius, non doktriner, toleran, akomodatif,
dan optimistik. Rumusan ini setidaknya menunjukkan pokok-pokok yang mempunyai peran penting dari semua unsur-unsur kebudayaan Jawa yang ada.
Setiap budaya Jawa setidaknya menampakkan lima aspek yang merupakan esensi budaya tersebut.
Masyarakat Jawa asli memegang teguh pendirian dan kepercayaannya. Walaupun banyak pengaruh dari luar, masyarakat Jawa tetap menjalankan nilai
luhur budaya lokal mereka dan patuh terhadap budaya atau adat istiadat mereka. Nilai kesatuan dalam bentuk gotong royong merupakan ciri khas masyarakat Jawa
dan masih banyak lagi nilai budaya yang menunjukkan kearifan lokal msyarakat Jawa. Nilai-nilai lubur budaya Jawa yang mengutamakan keselaraan inilah yang
perlu di tanamkan kepada pewaris bangsa sebagai bekal dalam pembangunan. Pendidikan budi pekerti perlu dibangun seiring penanaman disiplin ilmu
pengetahuan untuk bekal peserta didik di masa depan.
C. Pendidikan Berbasis Budaya
1. Konsep Pendidikan Berbasis Budaya
Pendidikan dan kebudayaan saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Budaya memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dengan cara
mempelajari metode-metode pendidikan kebudayaan lain serta dapat menerapkan pendidikan yang memaksimalkan budaya lokal. Kajian lintas budaya mengenai
37
pendidikan akan lebih memungkinkan para pendidik mempelajari dari budaya- budaya lain dan dapat melihat sekolahnya lebih objektif dengan menerapkan
kebudayaan yang merupakan identitas bangsa dalam proses pembelajaran. Selain itu pendidikan adalah suatu proses menaburkan benih-benih budaya dan
peradaban manusia yang hidup dan dihidupi oleh nilai-nilai atau visi yang berkembang dan dikembangkan di dalam suatu msyarakat. Inilah pendidikan
sebagai suatu proses pembudayaan H.A.R. Tilaar, 2000: 9. Kneller 1989: 12 menegaskan bahwa tugas utama pendidikan adalah
unutk mengekalkan hasil-hasil prestasi kebudayaan, pendidikan pada dasarnya bersifat konservatif. Namun, sejauh pendidikan bertugas menyiapkan pemuda
untuk menyesuaikan diri kepada kejadian yang dapat diantisipasi di dalam dan diluar kebudayaan, pendidikan telah merintis jalan untuk perubahan kebudayaan.
Keterkaitan yang sangat erat antara pendidikan dan kebudayaan memerlukan program-program khusus yang perlu dilaksanakan bukan saja untuk
menunjukkan bahwa pendidikan diselenggarakan berdasarkan kebudayaan, tetapi juga kebudayaan nasional perlu diwujudkan atau dikembangkan melalui
pendidikan. Dengan kata lain perlu ada program pendidikan untuk pengenalan dan pengembangan kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan perlu diprogramkan melalui
proses pendidikan untuk dipelihara, dikaji, dan dikembangkan salah satunya melalui penyelenggaraan program pendidikan berbasis budaya.
Melihat fungsi budaya pada pendidikan, budaya membantu siswa untuk mengembangkan krativitas kesadaran estetis serta bersosialisasi dengan norma-
norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang sesuai dengan nilai budaya luhur
38
bangsa. Orang yang berpendidikan diharapkan mampu mempertahankan budaya sendiri bahkan menghargai atau menghormati budaya Indonesia yang bersifat
multikultiral. Dengan demikian melalui pendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadi akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional
atau regional. Pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan
konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri taman siswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis
budaya di Indonesia. Berikut adalah butir-butir konsep taman siswa yang di kemukaan Ki Hadjar Dewantara H.A.R Tilaar, 2000: 68.
a. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. b.
Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan.
c. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan. d.
Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan rakyat. e.
Pendidikan yang visioner. Di sini terlihat pada butir-butir rumusan konsep Tamansiswa bahwa
pendidikan menjunjung tinggi kebudayaan bahkan menjadi landasan dalam penyelenggaraan pendidikan karena kebudayaan merupakan karakter suatu
39
bangsa. Dalam pengertian di atas Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berbicara mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat
kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada
konsep taman siswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan
nasional mengangkat unsur ketaman siswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan
melaksanakan tanggungJawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa.
Ditegaskan oleh Kneller, 1989: 17 jika suatu kebudayaan menjadi landasan dalam menentukan pendidikan, kurikulum mesti dikembangkan atas
kajian langsung dari keadaan kebudayaan sekarang dan masa depan. Kurikulum mesti meliputi semua gagasan, sikap dan keterampilan yang memungkinkan
peserta didik menjadi pendukung yang paling efektif dari kekuatan-kekuatan budaya yang dimiliki
Kebudayaan sendiri merupakan dasar dari praksis pendidikan maka bukan saja seluruh proses pendidikan berjiwakan kebudayaan nasional, tetapi juga
seluruh unsur kebudayaan harus diperkenalkan dalam proses pendidikan. Hal ini berarti kesenian, budi pekerti, syarat-syarat agama nilai-nilai agama, sastra
dongeng, babat, cerita-cerita rakyat dan sebagainya, dan juga pendidikan jasmani. Program pendidikan yang komprehensif tersebut menuntut suatu suasana
pendidikan berbudaya H.A.R Tilaar, 2000: 70.
40
Unsur-unsur budaya nasional perlu diprogramkan melalui proses pendidikan dengan tujuan memelihara, mengkaji dan mengembangkan. Dengan
begitu budaya bangsa tidak akan hilang ditelan zaman, namun justru berkembang dan menyesuaikan perkembangan zaman serta meningkatkan kualitas bangsa
Indonesia. Selanjutnya H.A.R. Tilaar 2000: 86 juga menegaskan bahwa proses
pengenalan, pemeliharaan dan pengembangan wujud-wujud kebudayaan melalui proses pendidikan mempunyai bentuk-bentuk atau modalitas, yaitu bentuk formal,
bentuk non formal dan bentuk informal. Bentuk formal terlaksana di dalam pranata sosial yang di sebut sekolah. Di dalam penerapan budaya pada pendidikan
sekolah ditinjau dari berbagai tingkat, jenis dan di dalam program yang terstruktur yang di kenal sebagai kurikulum. Bentuk non formal lebih dikenal sebagai
pendidikan luar sekolah biasanya dilaksanakan dalam bentuk kursus-kursus yang mengimplementasikan budaya nasional dengan lama pendidikan terbatas namun
tetap terstruktur. Sedangkan bentuk informal untuk membentuk kepribadian manusia sesuai dengan budaya lokal melalui masyarakat.
Menurut H.A.R. Tilaar 2000: 92 pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan nasional dengan demikian mempunyai dua fungsi yaitu
memperkenalkan kepada peserta didik mengenai unsur-unsur kebudayaan nasional yang dapat memelihara dan mengembangkan identitas Indonesia, dan
memberi wahana komunikasi serta penguat solidaritas nasional. Semua unsur- unsur tersebut dapat diagendakan di dalam kurikulum pendidikan nasional.
41
Berikut konsep pemikiran Koentjaraningrat H.A.R. Tilaar, 2000: 91 yang dituangkan di dalam kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal.
Tabel 1. Implikasi unsur kebudayaan Nasional dalam kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal
A. UNSUR-UNSUR PEMBERI IDENTITAS