Tekanan Udara Angin Awan

Kecepatan angin ditentukan oleh: a. Gradien barometrik Gradien barometik adalah angka yang menunjukkan perbedaan tekanan udara melalui dua garis isobar yang dihitung untuk tiap-tiap 111 km = 1° di ekuator. Hukum Stevenson berbunyi “kecepatan angin bertiup berbanding lurus dengan gradien barometriknya.” b. Relief permukaan bumi → angin bertiup kencang pada daerah yang reliefnya rata. c. Tidak adanya pohon-pohon yang tinggi dan lebat. d. Letak lintang Hukum Buys Ballot berbu nyi “angin bertiup dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah dan mengalami pembiasan ke kanan di belahan bumi utara serta ke kiri di belahan bumi selatan.” Macam-macam angin a. Angin tetap → angin pasat, angin barat, angin timur. b. Angin tidak tetap → angin darat dan angin laut, angin gunung dan angin lembah, angin jatuh atau terjun. c. Angin siklon adalah angin yang gerakannya berputar memusat. Gerakan angin di belahan bumi utara arah perputarannya berlawanan dengan arah jarum jam. Sedangkan di belahan bumi selatan searah dengan putaran jarum jam. d. Angin antisiklon adalah angin yang berputar meninggalkan daerah bertekanan udara maksimum. Di belahan bumi utara perputarannya searah dengan jarum jam, sedangkan di selatan berlawanan dengan perputaran jarum jam.

5. Awan

Awan merupakan massa dari butir-butir kecil air yang larut di lapisan atmosfer bagian bawah. Awan dapat menunjukkan kondisi cuaca. Awan gelap menandakan kemungkinan hujan. Sedang langit tanpa awan menunjukkan cuaca cerah. Awah gelap yang membumbung menandakan hujan badai akan terjadi. Nah, adanya berbagai jenis awan ini membuat adanya klasifikasi awan, antara lain berdasarkan ketinggian. Berdasarkan ketinggiannya, awan dapat dibedakan sebagai berikut. a. Awan rendah ketinggian kurang dari 2 km. Contoh: nimbostratus, stratus, dan stratocumulus. b. Awan menengah, mempunyai ketinggian dasar awan antara 2 –6 km. Contoh: altostratus dan altocumulus. c. Awan tinggi ketinggian di atas 6 km. Contoh: cirrostratus, cirrocumulus, dan cirrus. d. Awan menjulang vertikal ketinggian 0,5 –18 km. e. Contoh: cumulonimbus dan cumulus. Bentuk awan bermacam-macam. Ada yang bertumpuk-tumpuk, halus memanjang, dan berlapis lapis. Berdasarkan bentuknya, awan dibedakan sebagai berikut. a. Awan Cumulus atau Awan Bertumpuk Awan ini bertumpuk-tumpuk dengan puncak yang membulat dan alas horizontal. Warna awan putih berkilauan, gerakannya selalu vertikal membentuk gumpalan yang semakin gelap dan meluas. Awan ini terbentuk ketika udara sangat panas dan bertambah dengan cepat sebelum terjadi hujan. b. Awan Cirrus atau Awan Bulu Awan ini berbentuk seperti serabut atau bulu ayam yang halus memanjang di langit. Awan Cirrus mempunyai ketinggian antara 7 –13 km. Suhu awan Cirrus sangat rendah, bisa beberapa derajat di bawah 0°C. Awan Cirrus terdiri atas kristal-kristal es yang sangat kecil dan berwarna putih bersih. c. Awan Stratus atau Awan Merata Awan Stratus berlapis-lapis, meluas, dan tampak seperti kabut. Ketinggian awan ini rendah tetapi tidak sampai di permukaan Bumi. Munculnya awan ini pertanda cuaca akan baik jika terlihat saat Matahari terbit atau saat Matahari terbenam. d. Awan Nimbus atau Awan Hujan Awan ini menyebabkan terjadinya hujan. Awan ini tebal dan bentuknya tidak menentu. Warnanya hitam, kadang-kadang kelihatan merata seperti Stratus. Jika awan Cumulus bersatu dengan awan Nimbus maka disebut Cumulonimbus. Awan Cumulonimbus adalah awan yang sangat tebal, sering mendatangkan badai topan, petir, angin ribut, dan hujan deras.

6. Kelembapan Udara

Kelembapan udara, yaitu banyak sedikitnya uap air di udara. Kelembapan ini mempengaruhi pengendapan air di udara. Pengendapan air di udara dapat berupa awan, kabut, embun, dan hujan. Alat untuk mengukur kelembaban udara disebut higrografi. Kelembapan udara terdiri atas kelembapan relatif dan kelembapan absolut.

a. Kelembapan Relatif

Kelembapan relatif adalah perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah uap air maksimum yang terkandung di udara pada suhu yang sama. Misalnya pada suhu 27oC, udara tiap-tiap 1 m3 maksimum dapat memuat 25 gram uap air, sedangkan pada suhu yang sama ada 20 gram uap air maka 80.  kelembapan udara pada waktu itu adalah 20 25 x 100

b. Kelembapan Absolut

Kelembapan absolut, yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu daerah tertentu, yang dinyatakan dalam gram uap air per meter kubik. Hal ini tergantung pada temperatur yang mempengaruhi kekuatan udara untuk memuat uap air, tiap suhu mempunyai batas dari uap air yang dimuatnya. Semakin naik temperatur udara maka kelembapan relatif akan makin kecil. Kelembapan relatif paling besar hanya mencapai 100. Pada saat tersebut terjadi titik pengembunan. Artinya, jika pendinginan terus berlangsung maka terjadilah kondensasi, yaitu perubahan uap air menjadi titik air. Apabila kondensasi melampaui titik beku maka terjadilah sublimasi, yaitu terbentuknya kristal-kristal es.

7. Curah Hujan

Hujan adalah jatuhnya air dalam bentuk cair maupun padat dari atmosfer ke permukaan Bumi. Curah hujan adalah jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan bias diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Alat untuk mengukur besarnya curah hujan disebut rain gauge penakar hujan. Berdasarkan proses terjadinya, hujan dapat dibedakan sebagai berikut. a. Hujan Orografis Hujan ini terjadi apabila udara yang mengandung uap air didorong oleh angin naik ke lereng pegunungan, yang makin ke atas suhu semakin dingin. Kondisi ini membuat uap air membentuk awan dan terjadilah kondensasi. Hujan yang jatuh pada lereng yang dilalui oleh awan ini disebut hujan orografis. Pada lereng sebelahnya lereng yang tidak dilalui awan bertiup angin yang kering dan disebut sebagai daerah bayangan hujan b. Hujan Frontal Hujan frontal merupakan hujan yang terjadi di daerah front atau daerah yang terbentuk oleh pertemuan dua massa udara yang berbeda temperatur suhu. Massa udara panas bertemu dengan massa udara dingin sehingga massa udara terkondensasi dan terjadilah hujan. c. Hujan Zenithal Tipe hujan ini terjadi karena udara naik disebabkan oleh pemanasan pada suhu yang tinggi. Udara panas ini naik terus-menerus dan akhirnya terjadilah kondensasi yang mengakibatkan hujan. Hujan tipe ini sering terjadi di daerah tropis sehingga juga sering disebut sebagai hujan naik tropis. Selain itu, hujan tipe ini sering disebut hujan konveksi atau ekuatorial karena adanya arus konveksi menyebabkan uap air di ekuatorial naik secara vertikal sebagai akibat pemanasan air laut secara terus-menerus. Masih ada sebutan lain bagi hujan tipe ini, yaitu hujan zenithal. Disebut hujan zenithal karena biasanya hujan ini terjadi ketika