51
Geografi SMAMA X
terkecil dan menempati urutan kesembilan-harus “terpental” dari daftar planet anggota tata surya. Dengan demikian, berdasarkan resolusi ke-26
IAU, jumlah planet anggota Tata Surya tidak lagi sembilan, melainkan hanya delapan.
Keputusan ini juga sekaligus mematahkan usulan penambahan tiga anggota baru Tata Surya, yakni Ceres, Charon, dan 2003 UB313. Ceres
adalah asteroid terbesar dalam sistem Tata Surya, Charon adalah satelit bulan mayor Pluto, dan 2003 UB313 adalah objek yang berada di luar
wilayah Tata Surya dan disebut sebagai Kuiper Belt Sabuk Kuiper. Bersama tiga calon anggota Tata Surya yang tereliminasi inilah Pluto akan
“menjalani” status barunya sebagai dwarf planet alias planet kerdil.
Para ahli astronomi menyepakati definisi planet. Menurut kesepakatan itu, benda angkasa disebut planet jika memiliki ukuran cukup besar dan
berada tetap di garis orbitnya selama mengitari matahari, serta tidak tumpang tindih dengan planet lain. Menurut para ahli, garis orbit Pluto
tumpang tindih dengan orbit Neptunus, sehingga secara otomatis karena ukurannya lebih kecil Pluto terdiskualifikasi dari klasifikasi planet.
Pada tanggal 15 Maret 2004 astronomer dari Caltech, Gemini
Observatory, dan Yale University mengumumkan penemuan baru
benda langit kesembilan dari matahari. Benda langit ini
dinamakan Sedna yang diambil dari nama Dewi Laut di Arctik.
Sedna ini berjarak 90 kali lipat daripada jarak matahari ke bumi,
dengan bentuk orbit yang ekstrem elips http:www.gps.caltech.edu
~mbrownsedna.
Sedna adalah sebuah objek trans-Neptunus yang ditemukan
oleh Michael E. Brown Caltech, Chad Trujillo Gemini Observatorium, dan David Rabinowitz Universitas
Yale pada tanggal 14 November 2003. Pada waktu ditemukan, Sedna merupakan benda langit dalam Tata Surya terjauh yang pernah diamati
pada saat itu. Diameter Sedna sekitar 1.180 sampai 1.800 km dengan massa 1,7 – 6,1×10
21
kg. Perihelion Sedna 76,156 AU sedangkan aphelion-nya 975,056 AU. Sedna membutuhkan waktu 12.000 tahun untuk satu kali
mengorbit matahari.
Gambar 2.21 Perbandingan ukuran Bumi,
Sedna, dan Pluto sumber: Wikipedia Indonesia, 2006
Sedna
berdiameter 800-1.100 mil
Quaoar
800 mil
Pluto
1.400 mil
Bulan
2.100 mil
Bumi
8.000 mil
52
Geografi SMAMA X
4. Proses Terjadinya Bumi dan Tata Surya
Hasil pantauan teleskop dari Bumi planet-planet terletak hampir pada satu bidang datar di sekeliling Matahari, melahirkan perkiraan atau hipotesis
atau teori yang hampir sama tentang terjadinya Tata Surya, yaitu bahwa planet-planet lahir dari matahari atau kelahiran planet dari ujud yang sama
dengan matahari. Bidang datar tempat planet-planet yang hampir sebidang dengan ekuator matahari memberikan penjelasan tentang massa asal planet
itu telah berputar sejak benda langit itu terbentuk.
Sebagian gas dari matahari yang terlepas dan terus-menerus berputar adalah proses awal terbentuknya bumi kita. Jadi, Bumi merupakan sebagian
gumpalan gas yang berasal dari matahari. Walaupun terlepas dari gumpalan induk, gumpalan besar tersebut tetap berputar terus-menerus mengelilingi
gumpalan induk yang lebih besar yaitu matahari. Beberapa gumpalan besar lain yang terlepas dan terpisah dari gumpalan gas matahari tetap berputar
sehingga mengalami proses pendinginan dan menjadi padat. Beberapa gumpalan yang mendingin dan memadat itu sekarang membentuk planet-
planet yang mengelilingi matahari yaitu: Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Yupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. Planet terakhir dan terjauh
ditemukan melalui rekaman teleskop ruang angkasa Spitzer yang diluncurkan 23 Agustus 2003, planet tersebut dinamai Sedna. Sebagian
gumpalan tidak hanya terlepas dari planet-panet, tetapi juga bergerak berputar dan mengelilingi gumpalan induknya planet. Bulan dan satelit
adalah gumpalan yang terlepas dari planet. Walaupun saat ini Sedna merupakan planet terjauh dari pusat Tata Surya, tidak tertutup
kemungkinan akan ditemukan kembali planet yang lebih jauh dari Sedna. Hal tersebut hanya akan terjadi jika kemampuan teknologi dan ilmu
pengetahuan tentang astronomi selalu dikembangkan keberadaannya.
Bumi yang terjadi dari pendinginan dan pemadatan
gas terus-menerus berputar. Perputaran ini menyebab-
kan Bumi bertambah dingin sehingga gas di atas bumi
berubah menjadi cairan dan padatan. Permukaan
bumi yang terdiri atas cairan dan padatan merupakan
permukaan bumi yang dapat digunakan sebagai
tempat dan habitat hidup manusia, hewan, tumbuhan,
dan makhluk hidup lain.
Gambar 2.22 Observatorium di Gunung Mauna Kea
Hawaii sumber: Astronomy Today, 1996, hlm. 116
53
Geografi SMAMA X
Seluruh kejadian di atas memerlukan waktu yang sangat lama. Proses terjadinya Bumi hingga menjadi tempat hidup manusia dan makhluk hidup
lainnya telah terjadi berjuta-juta tahun lamanya. Bagian inti Bumi merupakan gumpalan materi yang paling berat
massanya, sedangkan kerak Bumi didominasi oleh unsur magnesium dan silikon. Inti bumi lebih didominasi oleh unsur besi dan nikel. Untuk mengukur
ketebalan lapisan-lapisan penyusun kerak bumi digunakan gelombang gempa, dan gelombang yang dipantulkan oleh suatu lapisan tertentu sangat
tergantung pada kecepatan gelombang pada lapisan itu. Dengan menggunakan metode ini perkiraan ketebalan lapisan-lapisan penyusun
kerak bumi akan dapat diketahui.
Beberapa hipotesis yang menjelaskan proses terjadinya Bumi dan Tata Surya sebagai berikut.
a. Hipotesis Kabut
Imanuel Kant 1724–1804, seorang ahli filsafat berkebangsaan Jerman, menjelaskan bahwa hipotesis solar nebula ini merupakan hipotesis yang
paling tua dan paling terkenal mengenai terjadinya Tata Surya. Dijelaskannya pula bahwa matahari, Bumi, dan planet lain awalnya
merupakan satu kesatuan yang berupa gumpalan kabut yang berputar perlahan-lahan, kemudian inti kabut menjadi gumpalan gas yang kemudian
menjadi matahari, sedangkan bagian kabut di sekelilingnya membentuk planet-planet dan satelit-satelit.
b. Hipotesis Planetesimal
Teori Planetesimal yang berarti planet kecil dalam penelitian berjudul ”The Origin of the Earth” atau ”Asal Mula Terjadinya Bumi” telah
dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin, seorang ahli geologi berkebangsaan Amerika Serikat, pada tahun 1916.
Dalam teori ini dikatakan awal pembentukan planet mirip kabut pijar, karena di dalam kabut itu terdapat material padat yang berhamburan yang
disebut planetesimal. Setelah itu, sebuah bintang sama dengan matahari berpapasan dengan matahari pada jarak yang tidak jauh sehingga terjadi
pasang naik pada permukaan matahari, dan sebagian massa matahari tertarik ke arah bintang yang mendekat tersebut.
Ketika bintang tersebut menjauh dari matahari sebagian massa matahari jatuh dan menyatu kembali dengan matahari, tetapi sebagian yang lain
berhamburan di angkasa sekitar matahari membentuk planet-planet kecil yang beredar pada orbit masing-masing.
c. Hipotesis Pasang Surut Gas
Teori ini berdasarkan hipotesis bahwa pada awal kejadiannya sebuah bintang yang hampir sama besarnya dengan matahari bergerak
bersimpangan dengan matahari, dan menimbulkan pasang pada permukaan matahari. Pasang tersebut berbentuk menyerupai cerutu yang