Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest,Sentul City, Bogor

(1)

PINE F

T

DEPART

INS

FOREST,

TRI UTOMO

TEMEN A

FAKULT

STITUT P

SENTUL

O ZELAN N

ARSITEK

TAS PERT

PERTANIA

2011

CITY, BO

NOVIANDI

KTUR LAN

TANIAN

AN BOGO

OGOR

I

NSKAP


(2)

pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN.

Pesatnya penemuan teknologi baru memacu peningkatan pembangunan di segala sektor, khususnya pembangunan di sektor infrastuktur dan permukiman. Pembangunan yang terus berlanjut ini seolah tidak terkendali dan menyebabkan banyak terjadi aktivitas pembebasan lahan untuk membangun bangunan baru yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar. Akibatnya, lahan-lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) banyak yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas lain terutama bangunan permukiman. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mensubtitusi fungsi RTH guna meningkatkan kualitas kenyamanan. Pada skala perumahan, metode yang dapat diterapkan adalah pembuatan taman vertikal.

Taman vertikal menjadi trend dalam pembangunan kawasan permukiman yang memiliki konsep ramah lingkungan. Taman vertikal merupakan teknik penanaman secara vertikal dengan memanfaatkan lahan sempit. Taman vertikal ini sebenarnya merupakan salah satu aplikasi dari teknik vertikultur yang merupakan sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Fungsi taman vertikal ini dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro sehingga dapat meningkatkan kenyamanan bagi lingkungan sekitar taman vertikal.

Penelitian ini berlokasi di kawasan permukiman Sentul City, tepatnya pada salah satu kluster di Sentul City yakni Pine Forest. Pengambilan lokasi di Pine Forest, Sentul City dikarenakan Pine Forest memiliki konsep penerapan taman vertikal sebagai salah satu konsep menuju Eco-city. Konsep ini merupakan program kerja sama antara Sentul City dan Institut Pertanian Bogor dan tagline “City of Innovation” guna mewujudkan pembangunan yang memperhatikan lingkungan.

Penelitian ini memiliki tujuan yaitu: (1) menginventarisasi fungsi taman vertikal; (2) menganalisis struktur dan jenis tanaman yang sesuai digunakan pada taman vertikal di kluster Pine Forest, Sentul City dan (3) membuat alternatif desain taman vertikal yang sesuai untuk diterapkan pada kluster Pine Forest, Sentul City. Hasil desain diharapkan bermanfaat bagi pihak Sentul City maupun pengembang kawasan permukiman lain yang tertarik dalam menerapkan konsep taman vertikal.

Tahapan dalam mendesain meliputi: (1) persiapan, yaitu perizinan dan pengumpulan data dari literatur; (2) inventarisasi, yaitu pengambilan data biofisik seperti bangunan, iklim, vegetasi dan dokumentasi tapak; (3) analisis dan Sintesis dengan metode yang berbeda pada setiap data yang telah didapat; (4) konsep yang terdiri dari konsep dasar GREEN dan pengembangan konsepnya serta (5) desain Taman Vertikal yang menghasilkan 3 alternatif tema desain yaitu Flaturistic, Geo-relief dan Arch-cone.

Pine Forest memiliki dua jenis bangunan rumah yakni Pinus Ponderosa dan Pinus Patula. Data bangunan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui dimensi bangunan khususnya dimensi dinding yang akan dijadikan taman vertikal. Dinding ini merupakan dinding yang sudah direncanakan oleh pihak Sentul City


(3)

cahaya matahari. Arah datang cahaya matahari yang berbeda dalam satu tahun dipertimbangkan dalam desain. Dari hasil analisis, penerimaan cahaya matahari pada setiap dinding berbeda karena arah hadap dinding yang juga berbeda satu sama lain. Dinding yang menghadap ke arah timur akan mendapat sinar sepanjang tahun dibandingkan dengan dinding yang menghadap ke arah utara atau selatan. Hal ini menjadi pertimbangan dalam pemilihan tanaman khususnya kemampuan tanaman dalam hal penerimaan cahaya matahari.

Penentuan struktur taman vertikal yang akan dipakai ditentukan dengan analisis terhadap dimensi facade dinding dan ruang hadap dinding. Dinding yang relatif lebih lebar memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal dengan dimensi besar. Dinding yang relatif lebih sempit memungkinkan untuk peletakkan taman vertikal yang bersifat fleksibel (dapat ditentukan ukurannya). Ruang di hadapan taman vertikal juga perlu dipertimbangkan untuk menentukan tipe taman vertikal yang sesuai atau tidak banyak makan luas area. Pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif sempit, taman vertikal yang akan dipilih adalah tipe yang tidak terlalu banyak makan tempat (luas area) seperti struktur rangka besi. Sedangkan pada rumah dengan ruang hadap taman vertikal yang relatif luas, memungkinkan untuk memilih taman vertikal dengan lebar lebih seperti Vertical Greening Module (VGM).

Penentuan jenis tanaman yang akan dipakai mempertimbangkan aspek penerimaan cahaya matahari, struktur taman vertikal dan tipe pertumbuhan dari tanaman. Pada struktur rangka besi memungkinkan penanaman dengan jenis tanaman merambat. Sedangkan pada struktur VGM memungkinkan penanaman dengan jenis tanaman penutup tanah. Tanaman yang dipilih merupakan tanaman dengan kemampuan penerimaan cahaya matahari penuh hingga seminaungan.

Konsep dasar dari desain ini adalah GREEN yang memiliki pengertian yaitu G Good microclimate yaitu modifikasi iklim mikro untuk meningkatkan kenyamanan; R Refresh the air yaitu penyuplai udara bersih; E Efficiency yaitu penghematan dalam penggunaan lahan; E Energy yaitu penghematan energi dan N Natural yaitu berkesan alami. Konsep desain mengambil bentuk segitiga yang terinspirasi dari bentuk tajuk pohon pinus.

Desain taman vertikal menhasilkan 3 alternatif desain yaitu Flaturistic, Geo-relief dan Arch-cone. Tema didapat dari kombinasi bentuk struktur taman vertikal dan penanamannya. Konstruksi pada struktur rangka besi menggunakan PVC Coated Steel Wire dengan dimensi panjang 30 m, lebar 0,5 – 1,8 m dan diameter kawat besinya 5 mm. Konstruksi pada struktur VGM menggunakan modul dengan material polypropylene re-cycled dengan dimensi satu buah modul yaitu panjang 50 cm, lebar 25 cm dan tebal 56 cm. Pada taman vertikal tipe rangka besi digunakan tanaman merambat dengan perakaran langsung dari bawah tanah seperti Allamanda sp, Stephanotis sp, Epipremnum sp, dan Passiflora sp. Pada taman vertikal tipe VGM digunakan tanaman penutup tanah dengan perakaran langsung pada modul VGM dan ditanam miring secara vertikal. Tanaman yang sesuai untuk VGM seperti Althernantera sp, Chlorophytum sp, Cuphea hyssopifolia, Lantana camara, dan Serissa foetida.


(4)

PINE FOREST, SENTUL CITY, BOGOR

TRI UTOMO ZELAN NOVIANDI A44061188

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Judul Penelitian : Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor

Nama Mahasiswa : Tri Utomo Zelan Noviandi

NRP : A44061188

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Disetujui Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S NIP. 19591106 198501 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001


(6)

pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, September 2011

Tri Utomo Zelan Noviandi NRP A44061188


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(8)

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian dengan judul Desain Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest, Sentul City, Bogor ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari kerja sama antara Institut Pertanian Bogor dengan Sentul City Tbk yang bertujuan untuk mewujudkan Eco-city atau kota ekologis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S selaku dosen pembimbing atas bimbingannya dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Sentul City yang telah banyak membantu dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di salah satu kluster di Sentul City, yaitu kluster Pine Forest. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusunan tulisan penelitian ini, khususnya kepada orangtua dan teman-teman di Arsitektur Lanskap 43 yang selalu mendukung penulis.

Penulis terbuka dalam menerima masukan, kritik dan saran demi peningkatan kemampuan penulis di waktu yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat dan dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang tertarik pada penerapan konsep taman vertikal.

Bogor, September 2011


(9)

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 25 November 1988 dari pasangan Bambang Pinudji Oetomo dan Tati Supriati. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 1994 Penulis mengikuti pendidikan di SD Islam Pondok Duta, Depok. Pada tahun 2000 Penulis mengikuti pendidikan di SLTP Negeri 7 Depok. Pada tahun 2003 Penulis melanjutkan studi menengah atas di SMA Negeri 2 Depok. Pada tahun 2006 Penulis melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Pada tahun 2007 Penulis berhasil masuk Program Studi Mayor Arsitektur Lanskap dan memilih beberapa Supporting Course sebagai penunjang.

Selama melakukan studi di Departemen Arsitektur Lanskap Penulis berkesempatan menjadi Asisten Mahasiswa untuk Mata Kuliah Pelestarian Lanskap Sejarah dan Budaya. Selain itu Penulis juga aktif di kegiatan non-akademis diantaranya sebagai Pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian Periode 2007-2008 sebagai staf Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa serta Periode 2008-2009 sebagai Ketua Dewan perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian. Penulis juga pernah bergabung dalam berbagai kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Fakultas Pertanian Angkatan 44, dan Masa Perkenalan Departemen Arsitektur Lanskap Angkatan 44. Penulis pernah mengikuti kompetisi akademis dan berhasil meraih Juara 1 pada Pekan Kreativitas Mahasiswa XXII bidang Pengabdian Masyarakat di Malang, Juli 2009.


(10)

DAFTAR TABEL….………... i

DAFTAR GAMBAR……… ii

I PENDAHULUAN……….. 1

1.1Latar Belakang………. 1

1.2Tujuan……….. 2

1.3Manfaat……… 2

1.4Kerangka Pikir………. 3

II TINJAUAN PUSTAKA……… 4

2.1 Kota Berkelanjutan……….. 4

2.2 Ruang Terbuka Hijau……….. 6

2.2.1 Fungsi RTH……….... 6

2.2.2 Elemen Pengisi RTH……….. 7

2.3 Perubahan Iklim……….. 8

2.4 Desain Klimatis………... 9

2.4.1 Pemecah Angin……… 10

2.4.2 Pengontrol Cahaya Matahari……….. 12

2.4.3 Pengadaan Ventilasi dan Bukaan……… 12

2.5 Taman Vertikal……… 13

2.5.1 Jenis Taman Vertikal……….. 14

2.5.2 Tanaman untuk Taman Vertikal……….. 17

III METODOLOGI……….. 20

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 20

3.2 Alat………... 21

3.3 Tahapan Penelitian……… 21

3.3.1 Persiapan……….. 22

3.3.2 Inventarisasi………. 22

3.3.3 Analisis dan Sintesis……… 24

3.3.4 Konsep………. 24

3.3.5 Desain Taman Vertikal……… 25

IV KONDISI UMUM SENTUL CITY……….. 26

4.1 Geografis……….. 26

4.2 Iklim………. 27


(11)

V DATA DAN ANALISIS……… 37

5.1 Kondisi Umum Pine Forest……….... 37

5.1.1 Desain Bangunan Kluster Pine Forest………... 40

5.2 Iklim Mikro………. 49

5.2.1 Radiasi Matahari……… 49

5.3 Sirkulasi dan Aktivitas Pengguna……….. 53

5.4 Struktur Taman Vertikal……… 57

5.5 Tanaman untuk Taman Vertikal……….... 60

VI KONSEP………... 64

6.1 Konsep Dasar……….. 64

6.2 Pengembangan Konsep……….. 65

6.2.1 Konsep Iklim Mikro………... 65

6.2.2 Konsep Vegetasi………. 66

6.3.3 Konsep Desain……….... 67

VII DESAIN TAMAN VERTIKAL…….………... 68

7.1 Tema Desain………. 68

7.1.1 Flaturistic………. 74

7.1.2 Geo-relief……… 79

7.1.3 Arch-cone……… 84

7.2 Konstruksi dan Irigasi……….. 87

7.3 Desain Penanaman………... 92

VIII SIMPULAN DAN SARAN……….. 98

8.1 Simpulan………... 98

8.2 Saran………. 98


(12)

Halaman

Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian... 21

Tabel 2. Jenis, Metode Pengumpulan dan Kegunaan Data... 23

Tabel 3. Data Kemiringan Lereng Sentul City... 27

Tabel 4. Batuan Penyusun Wilayah Sentul City………... 30

Tabel 5. Status Kesuburan Tanah Sentul City... 32

Tabel 6. Jenis Fauna Vertebrata di Sentul City... 35

Tabel 7. Analisis Pemilihan Struktur Taman Vertikal………... 59

Tabel 8. Analisis Penentuan Karakteristik Tanaman…... 60

Tabel 9. Analisis Jenis Tanaman…... 61

Tabel 10. Jenis Tanaman yang Dapat Digunakan pada Setiap Tipe Taman Vertikal……… 63

Tabel 11. Konsep Dasar Taman Vertikal pada Kluster Pine Forest…… 64

Tabel 12. Konsep Perbaikan Iklim Mikro dengan Taman Vertikal……. 65

Tabel 13. Sifat Arsitektural dan Hortikultural Tanaman untuk Taman Vertikal………... 93


(13)

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian... 3

Gambar 2. Ilustrasi Konsep Green Building... 5

Gambar 3. Konsep Pemecah Angin... 10

Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin... 11

Gambar 5. Kecepatan Angin Direduksi oleh Sruktur Pemecah Angin…. 11 Gambar 6. Vegetasi Penghalang Cahaya Matahari………...…… 12

Gambar 7. Kontrol Arah Datang Cahaya Matahari... 12

Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan)……... 13

Gambar 9. Taman Vertikal Model Rangka Besi…... 15

Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM)... 16

Gambar 11. Pengait pada VGM(kiri) dan Penyusunan VGM (kanan)... 16

Gambar 12. Peta Lokasi Pine Forest………... 20

Gambar 13. Skema Tahapan Penelitian... 21

Gambar 14. Grafik Rata-rata Suhu Udara Sentul City selama 11 Tahun… 28 Gambar 15. Grafik Rata-rata Kelembaban Udara Sentul City selama 11 Tahun... 29

Gambar 16. Kondisi Eksisting Tapak………... 38

Gambar 17. Kondisi Tahap Pembangunan Kluster Pine Forest yang Terdiri Dari Pembangunan Gerbang Utama Kluster (kiri dan kanan atas), Pembangunan Rumah (kiri bawah), dan Area Jogging Track (kanan bawah)... 39

Gambar 18. Letak Tipe Rumah………... 42

Gambar 19. Ponderosa Standar………... 43

Gambar 20. Ponderosa Sudut………..… 44

Gambar 21. Patula Standar... 45

Gambar 22. Patula Sudut... 46

Gambar 23. Dimensi Dinding Taman Vertikal pada Tipe Ponderosa... 47


(14)

Gambar 27. Kondisi Iklim Pine Forest... 52

Gambar 28. Sirkulasi Tapak………...…... 54

Gambar 29. Sirkulasi dan Aktivitas pada Pinus Ponderosa…... 55

Gambar 30. Sirkulasi dan Aktivitas pada Pinus Patula ……... 56

Gambar 31. Standar Orang Duduk pada Kursi…..……….. 58

Gambar 32. Konsep Vegetasi………...………... 66

Gambar 33. Konsep Desain………... 67

Gambar 34. Kombinasi Bentuk Segitiga ……..……….. 67

Gambar 35. Site Plan Ponderosa Standar……… 70

Gambar 36. Site Plan Ponderosa Sudut………... 71

Gambar 37. Site Plan Patula Standar ……….. 72

Gambar 38. Site Plan Patula Sudut ………. 73

Gambar 39. Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Flaturistic)………….. 75

Gambar 40. Perspektif Ponderosa Sudut (Tema: Flaturistic)…….……… 76

Gambar 41. Perspektif Patula Standar (Tema: Flaturistic)………. 77

Gambar 42. Perspektif Patula Sudut (Tema: Flaturistic)……… 78

Gambar 43. Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Geo-relief)………….. 80 Gambar 44. Gambar 45. Gambar 46. Gambar 47. Gambar 48. Gambar 49. Gambar 50. Gambar 51. Gambar 52. Gambar 53.

Perspektif Ponderosa Sudut (Tema: Geo-relief)…….……… Perspektif Patula Standar (Tema: Geo-relief)………. Perspektif Patula Sudut (Tema: Geo-relief)……… Perspektif Ponderosa Standar (Tema: Arch-cone)…………. Perspektif Patula Standar (Tema: Arch-cone)……… Konstruksi dan Irigasi pada Struktur Rangka Besi………….. Konstruksi dan Irigasi pada struktur VGM………. Konstruksi Geo-relief dan Arch-cone……….. Desain Penanaman pada Struktur Rangka Besi………... Desain Penanaman pada Struktur VGM………..

81 82 83 85 86 89 90 91 96 97


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pesatnya penemuan teknologi baru memacu peningkatan pembangunan di segala sektor, khususnya pembangunan di sektor infrastuktur dan permukiman. Pembangunan yang terus berlanjut ini seolah tidak terkendali dan menyebabkan banyak terjadi aktivitas pembebasan lahan untuk membangun bangunan baru yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar. Akibatnya, lahan-lahan di kota besar banyak yang berubah menjadi bangunan dan fasilitas lain yang tergolong elemen keras. Padahal dalam tata ruang kota yang baik, tidak hanya diisi oleh elemen keras seperti bangunan dan infrastruktur lainnya yang harus ada, tetapi juga diperlukan ruang terbuka, khususnya Ruang Terbuka Hijau. Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah Ruang Terbuka Hijau di setiap kota harus sebesar 30 % dari luas kota tersebut.

Menurut Sulaiman (2007), Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas. RTH sangat diperlukan dalam pembangunan sebuah kota. Hal ini disebabkan karena fungsi ekologis RTH yang sangat penting antara lain peningkat kualitas air tanah, pencegah banjir, penyedia udara bersih, ameliorasi iklim mikro, dan penyerap polusi udara. Jumlah RTH yang memadai pada suatu lingkungan akan memberikan kenyamanan bagi manusia yang hidup di lingkungan tersebut. Lahan untuk RTH yang kini semakin berkurang menjadi kendala dalam memenuhi kebutuhan RTH. Oleh karena itu diperlukan metode baru untuk meningkatkan kualitas kenyamanan memanfaatkan lahan yang relatif sempit. Pada lingkungan permukiman, salah satu cara atau metode tersebut adalah dengan pembangunan taman vertikal.

Taman vertikal merupakan teknik penanaman secara vertikal dengan memanfaatkan lahan sempit. Taman vertikal ini sebenarnya merupakan salah satu aplikasi dari teknik vertikultur. Menurut Widarto (1994), vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Pembuatan


(16)

taman vertikal bisa dilakukan pada media tumbuh vertikal seperti dinding, besi, maupun pot-pot yang disusun secara vertikal sehingga lahan yang dibutuhkan tidak luas. Fungsi taman vertikal ini dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro sehingga dapat meningkatkan kenyamanan bagi lingkungan sekitar taman vertikal. Saat ini taman vertikal menjadi trend khususnya pada permukiman dengan konsep keberlanjutan lingkungan. Salah satu permukiman yang mulai menerapkan konsep ini adalah permukiman Sentul City.

Permukiman Sentul City menjadi kawasan yang tepat untuk penerapan taman vertikal karena sesuai dengan konsepnya yaitu Eco-city atau kota berkelanjutan. Salah satu kluster di Sentul City yang menerapkan konsep taman vertikal adalah kluster Pine Forest. Penerapan konsep taman vertikal membuktikan kesadaran akan lingkungan mulai tertanam di kalangan pengembang perumahan. Hal ini sangat baik dan bermanfaat sehingga dapat mewujudkan lingkungan yang sehat dan estetik. Konsep ini merupakan program kerja sama antara Sentul City dan Institut Pertanian Bogor dan tagline “City of Innovation” guna mewujudkan pembangunan yang memperhatikan lingkungan.

1.2Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menginventarisasi fungsi taman vertikal.

2. Menganalisis struktur taman vertikal dan jenis tanaman yang sesuai digunakan pada taman vertikaldi kluster Pine Forest, Sentul City.

3. Membuat alternatif desain taman vertikal yang sesuai untuk diterapkan pada kluster Pine Forest, Sentul City.

1.3Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola Sentul City dalam menerapkan hasil rancangan taman vertikal di kluster Pine Forest. Selain itu hasil desain juga diharapkan menjadi referensi bagi para pengembang permukiman yang tertarik pada penerapan konsep taman vertikal.


(17)

1.4Kerangka Pikir

Sentul City merupakan permukiman yang memilki konsep Eco-city atau kota berkelanjutan. Konsep ini diterapkan pada salah satu kluster unggulan di Sentul City yaitu Pine Forest. Kendala yang dihadapi Pine Forest dalam menerapkan konsep kota berkalanjutan adalah lahan untuk RTH yang terbatas. Oleh karena itu, diperlukan solusi berupa struktur yang dapat menggantikan fungsi RTH dalam lingkup mikro. Hal ini dapat diwujudkan dengan penerapan taman vertikal yang memperhatikan aspek fungsi serta estetika, sehingga didapatkan beberapa desain yang sesuai (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Sentul City

  Pine Forest Kluster menuju

Eco-city

Eco-city   Hemat lahan

Hemat material Hemat energi

Kendala: RTH terbatas

Solusi: Penerapan konsep taman vertikalpada taman rumah

Aspek fungsi Aspek estetika

Meredam pemanasan dinding Menyerap CO2

Memperindah dan menambah semarak pada dinding Jenis tanaman

Ukuran tanaman Sifat hortikultur tanaman

Struktur taman vertikal Bentuk taman vertikal Ukuran taman vertikal 

Konsep taman vertikal Alternatif desain taman vertikal


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kota Berkelanjutan

Menurut King, Ross dan Yuen (1999) yang disitir oleh Uniaty (2008), kota berkelanjutan atau Eco-city adalah kota yang memiliki konsep berkelanjutan yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari suatu kota. Saat ini konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam konsep perencanaan lanskap permukiman baru. Hal tersebut membuktikan para pengembang kawasan permukiman mulai menyadari pentingnya keberlanjutan lingkungan dengan mengutamakan perencanaan lanskap yang berbasis ekologi.

Perencanaan lanskap yang berbasis ekologi memiliki pengertian yang berbeda pada setiap orang. Thompson dan Steiner (1997) mendefinisikan perencanaan sebagai integrasi dari pengetahuan ilmiah dan teknik yang menyediakan pilihan untuk membuat keputusan tentang alternatif masa depan. Perencanaan tidak hanya terfokus kepada pengetahuan ilmiah atau pengambilan keputusan saja, tetapi telaah dari integritas keduanya. Definisi perencanaan dalam konteks lanskap adalah keputusan tentang alternatif masa depan yang terfokus pada kebijakan dan keberlanjutan penggunaan dari suatu lanskap dalam mengakomodasi kebutuhan manusia. Hal ini berarti sumberdaya alam yang tersedia pada suatu lanskap tetap terlindungi. Dengan terlindunginya suatu sumberdaya alam, berarti juga menjaga sumberdaya alam tersebut untuk generasi yang akan datang.

Kota berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan Kota Hijau atau Green City. Kota Hijau adalah kota yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam segala aspek kehidupan dan penunjang bagi warganya, termasuk unsur-unsur lainnya baik tumbuhan dan tanaman, hewan dan satwa liar, maupun tanah, air dan udara (Arifin, Munandar, Arifin, Pramukanto dan Damayanti., 2008). Dalam tulisan lain yang berjudul Community Participatory Based Toward Green City, Arifin (2009) menjelaskan Kota Hijau sebagai sebuah konsep kota sehat dan ekologis. Kota yang ekologis mengedepankan pembangunan yang ramah


(19)

lingkungan. Pembangunan yang ramah lingkungan salah satunya dapat dicapai dengan menambah jumlah area hijau untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

Pembangunan yang ramah lingkungan harus memperhatikan aliran energi sehingga diperlukan teknologi untuk mendaur ulang energi. Selain itu pembangunan yang ramah lingkungan juga dapat dicapai dengan pemilihan material yang akan digunakan dalam pembangunan permukiman. Material yang digunakan dipilih dengan spesifikasi yang dapat meminimalkan terbuangnya aliran energi. Hal ini bertujuan agar energi yang ada di lingkungan tidak terbuang percuma, tetapi dapat dimanfaatkan.

Konsep pembangunan yang ramah lingkungan saat ini telah banyak diterapkan pada konsep perancangan bangunan dan dikenal dengan bangunan ramah lingkungan atau Green Building (Gambar 2). Konsep ini idealnya dapat meminimalkan penggunaan energi dan lebih memanfaatkan energi alami dari alam.

Gambar 2. Ilustrasi Konsep Desain Green Building (manajemenproyekindonesia.com, 2011)


(20)

2.2 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdiri dari kawasan hijau lindung dan hijau binaan, adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas (Sulaiman, 2007). Ruang terbuka hijau memiliki peranan yang sangat penting bagi suatu kota sebagai penyuplai jasa lingkungan.

RTH dapat dijumpai dalam berbagai penggunaan, seperti taman kota, hutan kota, greenbelt, area persawahan dan perkebunan, dan area lain yang juga didominasi vegetasi. RTH menjadi salah satu syarat dalam mengembangkan kota yang berbasiskan lingkungan.

2.2.1 Fungsi RTH

RTH yang bersifat publik maupun privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis RTH antara lain peningkatan kualitas air tanah, pencegah banjir, ameliorasi iklim mikro, sebagai penyedia udara bersih, dan penyerap polusi udara. Fungsi ekonomi, sosial, dan arsitektural dari RTH antara lain sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan landmark serta keindahan kota (Departemen ARL IPB, 2005).

RTH ekologis yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota. RTH ini berperan dalam perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.


(21)

2.2.2 Elemen Pengisi RTH

RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Lokasi yang berbeda, seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, dan sempadan badan-badan air, juga akan memiliki permasalahan yang berbeda (Departemen ARL IPB, 2005). Kemudian hal tersebut akan berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda.

Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis tanaman yang akan ditanam.

Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: a. disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota;

b. mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar);

c. tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme); d. perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang;

e. tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural; f. dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota; g. bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh

masyarakat;

h. prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal; i. keanekaragaman hayati.

Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota dan menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota, merupakan jenis tanaman yang akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional. Dengan demikian penggunaan tanaman atau vegetasi endemik lebih diutamakan dalam mewujudkan RTH yang ideal.


(22)

2.3 Perubahan Iklim

Planet Bumi mengalami pemanasan dan perubahan yang berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan (Braasch, 2007). Dalam sepuluh tahun terakhir, bumi yang telah menjadi tempat hidup dan berkembang manusia seolah menjadi tidak ramah dengan meningkatnya suhu di berbagai belahan dunia. Setiap orang, di setiap negara telah merasakan efek dari perubahan iklim ini. Perubahan iklim pada skala global disebabkan pemanfaaatan energi yang kurang tepat oleh manusia. Oleh karena itu, manusia harus lebih teliti dalam memanfaatkan energi demi mencegah perubahan iklim yang sangat cepat.

Pemanasan global akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca yang sangat cepat sejak dimulainya era pra-industri telah menimbulkan dampak negatif pada sistem iklim global (Salinger, 2005). Dampak ini tidak mungkin dapat dihentikan lagi walaupun laju peningkatan gas rumah kaca dapat diturunkan atau bahkan dihentikan saat ini. Perubahan iklim yang sedang terjadi ini merupakan dampak jangka panjang dari pemanasan global.

Pemansan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, seperti kegiatan industri yang menyuplai gas-gas rumah kaca seperti CO2, asam nitrat, metan dan chlorofluorocarbon. Karbon dioksida (CO2) umumnya dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Karbon dioksida, chlorofluorocarbon, metan, dan asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Laut dan vegetasi yang dapat menangkap banyak CO2, masih kurang untuk mengatasi emisi gas rumah kaca yang sangat besar. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global.

Untuk mengatasi masalah resiko perubahan iklim saat ini dan mendatang, dalam jangka pendek ialah bagaimana masyarakat dan berbagai pihak terkait dapat memanfaatkan informasi iklim secara efektif sehingga dampak negatif perubahan iklim dapat diminimalkan, sedangkan untuk dampak positifnya dapat


(23)

dimaksimalkan. Dalam jangka panjang ialah bagaimana perencanaan pembangunan dapat disesuaikan dengan perubahan iklim sehingga dapat menciptakan sistem pembangunan yang tahan terhadap perubahan iklim.

Efek atau pengaruh perubahan iklim tentunya dapat diarasakan oleh manusia baik dalam lingkup makro maupun mikro. Efek perubahan iklim ini secara umum mempengaruhi aspek kehidupan manusia khususnya dari aspek kenyamanan. Kualitas kenyamanan yang semakin menurun menyebabkan manusia harus semakin pandai dalam mengatasi perubahan iklim tersebut. Manusia akan mengaplikasikan ilmu pengetahuannya untuk melawan perubahan iklim. Salah satu aplikasi nyata untuk membantu mengurangi efek perubahan iklim adalah dengan menambah jumlah RTH.

Saat ini konsep pembangunan kota yang diiringi dengan penambahan jumlah RTH sudah menjadi hal yang umum. RTH yang didominasi oleh vegetasi diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan, khususnya sebagai fungsi ameliorasi iklim. Pada lingkungan permukiman konsep RTH untuk memperbaiki kualitas iklim mikro juga banyak diaplikasikan. Untuk permukiman dengan lahan yang terbatas, konsep RTH dapat diterapkan dalam bentuk taman vertikal.

2.4 Desain Klimatis

Desain klimatis merupakan desain yang berdasarkan pada analisis iklim dan energi seperti energi matahari, angin, temperatur dan kelembaban yang bertujuan untuk memanfaatkan energi dan sumberdaya lingkungan (Watson dan Labs, 2003). Dengan kata lain desain yang dihasilkan merupakan hasil dari analisis iklim yang mendalam, sehingga kondisi iklim dapat termanfaatkan dan termodifikasi untuk mendapatkan kenyaman. Hasilnya berupa bentuk-bentuk atau pola desain yang dapat memanfaatkan sumberdaya lingkungan sekitar.

Menurut Grey dan Deneke (1978), elemen utama dari iklim adalah radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembaban. Keempat elemen tersebut mempengaruhi tingkat kenyamanan lingkungan. Suatu zona dapat terasa sangat nyaman atau sangat tidak nyaman, bergantung pada elemen iklim mikro yang terdapat pada zona tersebut. Untuk mendapatkan zona yang memiliki tingkat kenyamanan yang tinggi, elemen-elemen iklim tersebut dapat dimodifikasi.


(24)

Peningkatan tingkat kenyamanan dengan memperbaiki kondisi iklim ini disebut juga dengan ameliorasi iklim.

Ameliorasi iklim atau perbaikan kondisi iklim ini dapat dicapai dengan menambah jumlah vegetasi. Menurut Laurie (1984) vegetasi berperan sebagai bahan penyerap pada suatu kawasan, salah satunya yaitu penyerap radiasi matahari atau kontrol radiasi. Peningkatan terhadap penyerapan radiasi matahari ini menyebabkan sinar matahari yang diterima berkurang. Hal ini mengakibatkan suhu lingkungan menurun sehingga kenyamanan meningkat. Selain dengan vegetasi, radiasi matahari juga dapat dikurangi dengan penambahan struktur yang dapat menghalangi cahaya matahari secara langsung.

Menurut Watson dan Labs (2003) modifikasi iklim dapat diupayakan dengan beberapa konsep, seperti pemecah angin, pengontrol cahaya matahari, ventilasi alami serta penambahan elemen tanaman dan air. Konsep-konsep ini merupakan gagasan yang dapat digunakan dalam memodifikasi iklim dalam skala mikro. Konsep ini sesuai dengan konsep Green-Building yang telah diterapkan pada banyak bangunan.

2.4.1 Pemecah Angin

Konsep pemecah angin digunakan untuk mengurangi kecepatan angin (Gambar 3). Pergerakan udara atau angin berpengaruh terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Pengaruhnya bisa bersifat positif atau negatif bergantung pada besarnya hembusan angin tersebut. Angin dapat mendinginkan suatu zona. Pendinginan dapat dirasakan berbeda bergantung pada lingkungan dan kecepatan angin. Angin dengan kecepatan tinggi dapat mengganggu kehidupan manusia.

Gambar 3. Konsep Pemecah Angin (Watson dan Labs, 2003)

Angin


(25)

Upaya untuk mengontrol kecepatan angin sudah banyak diterapkan dan dikenal dengan konsep pemecah angin (windbreak). Pemecah angin dapat dibuat dengan menempatkan bermacam vegetasi pada tempat datangnya angin atau dengan menggunakan struktur (hardscape) yang dapat memecah angin. Pemecah angin dapat bersifat masif sehingga angin yang datang akan dibelokkan (Gambar 4). Pemecah angin yang semi massif (transparan) akan meneruskan angin dengan mengurangi kecepatan angin (Gambar 5).

Gambar 4. Pembelokkan Arah Angin

Gambar 5. Kecepatan Angin Direduksi oleh Sruktur Pemecah Angin

Pemecah angin Dibelokkan

Tampak samping Tampak atas

Tampak samping Tampak atas Pemecah angin


(26)

2.4.2 Pengontrol Cahaya Matahari

Konsep pengontrol cahaya matahari adalah konsep untuk menghalangi datangnya cahaya matahari (Gambar 6) dan mengontrol intensitas cahaya matahari yang datang. Pada negara 4 musim konsep ini bertujuan untuk memanfaatkan cahaya matahari agar suatu lingkungan tidak terlalu banyak mendapatkan sinar matahari pada musim panas dan mendapatkan sinar matahari yang cukup pada musim dingin (Gambar 7). Konsep ini diaplikasikan pada bentuk bangunan atau lanskap.

Gambar 6. Vegetasi Penghalang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003)

Gambar 7. Kontrol Arah Datang Cahaya Matahari (Watson dan Labs, 2003)

2.4.3 Pengadaan Ventilasi atau Bukaan

Pengadaan ventilasi atau bukaan pada suatu bangunan bertujuan sebagai akses masuknya udara bersih dari lingkungan luar ke dalam bangunan. Masuknya udara bersih tersebut menyebabkan terjadinya sirkulasi udara sehingga udara di dalam bangunan terus tergantikan. Hal tersebut tidak hanya dapat meningkatkan kualitas kesehatan, tetapi juga dapat menghemat penggunaan AC karena masuknya udara bersih dari luar juga dapat menurunkan suhu dalam bangunan.

Musim dingin Musim panas


(27)

Udara yang masuk ke dalam bangunan dapat dikontrol kecepatannya dengan menambahkan elemen tertentu seperti tananam yang diletakkan pada akses masuk udara (Gambar 8).

Gambar 8. Bukaan pada Bangunan Dapat Berfungsi Sebagai Akses Masuk Udara (kiri), dan Udara yang Masuk Dapat Dikontrol kecepatannya (kanan) (Watson dan

Labs, 2003) 2.5 Taman Vertikal

Pada wilayah perkotaan, terutama pada pusat-pusat kegiatan masyarakat perkotaan maupun pemukiman, cenderung sulit untuk menemukan lahan yang dapat dikembangkan untuk pertamanan maupun untuk lahan penanaman. Lahan yang tersedia biasanya lahan sisa yang luasnya terbatas dan kondisinya bermasalah. Oleh karena itu diperlukan pertimbangan-pertimbangan khusus dalam melakukan penanaman pada area tersebut. Salah satu cara untuk menanam pada kondisi tersebut adalah taman vertikal (Arifin dkk, 2008).

Penanaman taman vertikal ini dilakukan pada struktur vertikal seperti tanggul atau dinding penahan (retaining wall) yang pada umumnya dibangun untuk menahan lereng. Penanaman atau penghijauan pada area ini selain membantu meningkatkan kestabilan lereng, juga menjadikan dinding lebih menarik dan bahkan dapat menciptakan habitat satwa.

Taman vertikal sebenarnya sudah diterapkan sejak dulu dan merupakan perkembangan dari konsep vertikultur. Vertikultur sendiri biasanya lebih dikenal dalam istilah pertanian sebagai salah satu teknik menanam pada media vertikal. Vertikultur adalah istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam


(28)

bahasa inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat (Widarto, 1994).

Taman vertikal menjadi solusi di lingkungan permukiman sebagai pengganti RTH karena fungsi taman vertikal dapat mensubtitusi fungsi RTH dalam lingkup mikro. Beberapa fungsi RTH yang dapat disubtitusi taman vertikal secara mikro antara lain, sebagai penyedia udara bersih, ameliorasi iklim mikro, pereduksi cahaya dan bising serta dapat peningkat kenyamanan.

2.5.1 Jenis Taman Vertikal

Berikut merupakan jenis-jenis taman vertikal yang dibedakan berdasarkan medianya (Arifin dkk, 2008) :

a. Dinding rambat

Dinding rambat berupa elemen beton atau kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan tanaman merambat atau tumbuh menempel pada dinding.

b. Bronjong

Bronjong berupa batu kali dengan diameter sekitar 15-30 cm yang dibentuk blok dengan bantuan kawat baja. Bronjong biasanya sudah tersedia di pasar dengan ukuran blok tertentu. Bronjong memungkinkan tanaman (terutama tanaman-tanaman pionir dan tanaman merambat atau menempel) tumbuh.

c. Bronjong halus

Bronjong halus berbentuk seperti bronjong, hanya batu yang dibuat blok berukuran lebih kecil dengan ukuran kawat (kawat ayam) dan blok yang lebih kecil pula.

d. Teknik vertikultur

Teknik vertikultur sebenarnya merupakan teknik menanam pada wadah atau pot yang disusun vertikal membentuk dinding hijau yang berfungsi memperkuat permukaan lereng. Pada skala pekarangan, teknik vertikultur merupakan cara menanam dalam pot berjenjang vertikal.


(29)

e. Sel sarang lebah

Berbentuk seperti sarang lebah yang terdiri dari beberapa lapis sel sehingga dapat diisi tanah untuk media tumbuh tanaman. Struktur sejenis sel yang dapat digunakan untuk pengganti sel yaitu paving grass-block.

f. Kantong pasir

Kantong pasir berupa karung-karung yang nantinya diisi tanah, terbuat dari bahan geotextile, yang memungkinkan tanaman tumbuh diantara serat-serat geotextile.

g. Rangka besi

Rangka besi merupakan struktur taman vertikal yang terdiri dari rangkaian besi dengan pola tertentu dan menempel pada dinding sehingga dapat dijadikan media tumbuh bagi tanaman pada taman vertikal. Pembentukan pola tumbuh tanaman mengikuti pola besi. Tanaman seolah diarahkan untuk tumbuh mengikuti bentuk tertentu (Gambar 9).

Gambar 9. Taman Vertikal Model Rangka Besi (www.southernaccents.com)

Konsep mengarahkan pertumbuhan tanaman untuk mendapatkan pola tertentu disebut juga espalier. Espalier mirip dengan rangka besi, hanya saja konsep espalier tidak hanya menggunakan besi sebagai media tumbuhnya. Media tumbuh espalier dapat berupa elemen lain selain besi. h. Vertical Greening Module (VGM)

Vertical Greening Module (VGM) adalah sistem modular untuk membuat taman vertikal yang berbentuk kotak (Gambar 10). Kotak VGM terbuat dari bahan plastik daur ulang (polypropylene recycled) dan akan diisi dengan media tanam non-tanah yang terbungkus oleh filter


(30)

fabrics/geotextile, rangka pendukung dari bahan metal yang digalvanis atau stainless steel dan pilaster.

Bentuknya seperti keranjang plastik tempat menampung media tanam. Modul ini sangat praktis dan awet untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama (10 tahun). Ukuran kotak ini 50 cm x 55 cm dengan ketebalan 12,5-25 cm. Karena berbentuk modul maka kita mudah mencopot dan menggantinya dengan tanaman lain jika sudah bosan. Modul ini sangat berat sehingga kurang praktis digunakan pada taman vertikal yang tinggi.

Gambar 10. Vertical Greening Module (VGM) (trisigma.co.id)

VGM dapat dikaitkan pada dinding karena struktur ini memiliki pengait pada bagian sudutnya. VGM juga dapat disusun dalam jumlah masal sehingga menghasilkan struktur yang lebih besar. Kotak-kotak ini dipasangkan pada sebuah rangka besi yang lebih besar dan menghasilkan susunan VGM yang lebih besar (Gambar 11).

Gambar 11. Pengait pada VGM(kiri) dan Penyusunan VGM (kanan) (trisigma.co.id)


(31)

2.5.2 Tanaman untuk Taman Vertikal

Tanaman menjadi salah satu elemen utama yang digunakan pada taman vertikal. Tanaman berfungsi sebagai elemen yang dapat menambah estetika sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan sekitar. Tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal diseleksi berdasarkan karakteristik tanaman tersebut. Beberapa karakteristik yang dapat menjadi pertimbangan antara lain jenis tanaman, kerapatan daun, pola perakaran dan pemeliharaan.

Tanaman yang digunakan pada taman vertikal salah satunya memiliki pola tumbuh merambat sehingga sesuai digunakan pada taman vertikal terutama model rangka besi. Berikut merupakan beberapa jenis tanaman merambat yang biasa digunakan pada Taman vertikal: 1). Tendrils (sulur); 2) Clinging (bergantung); 3) Twinning; 4) Climbing (memanjat).

Tendrils (sulur) memiliki sulur yang berbentuk seperti jari dan dapat mengikat pada media tumbuh jenis besi/teralis. Contoh dari tanaman ini adalah Anggur balon (Cardiospernum halicacabum) dan Ivy (Hedera helix). Clinging (tanaman bergantung) merupakan tipe tanaman merambat yang dapat menempelkan diri pada permukaan yang kasar. Tanaman ini dapat merusak cat dan kayu pada dinding.

Twinning merupakan tipe tanaman merambat yang tipe rambatannya mengelilingi struktur atau media tumbuh. Struktur yang kuat diperlukan untuk membentuk pola pertumbuhan tanaman tipe ini. Contoh tanaman tipe ini adalah Thunbergia alata dan morning glory (Ipomea sp.). Climbing (tanaman memanjat) merupakan tipe tanaman merambat yang memerlukan media untuk menopang/mendukung tubuhnya.

Taman vertikal dengan media tumbuh tertentu misalnya VGM, dapat menggunakan tanaman yang lebih beragam. Tanaman yang digunakan pada taman vertikal dengan tipe ini meliputi berbagai jenis rumput dan tanaman penutup tanah dengan warna yang menarik. Beberapa kriteria umum untuk mendapatkan tanaman yang sesuai untuk tumbuh pada VGM misalnya memiliki kerapatan daun yang tinggi, tanaman semi naungan, tanaman penutup tanah berdaun menarik atau


(32)

berbunga, perakaran di dalam media tanam pada vertical garden module dan perawatannya mudah.

2.5.3 Media tanam

Menurut Blanck (2010), pada dasarnya, tanaman tidak membutuhkan tanah untuk proses hidupnya. Tanah hanyalah merupakan media mekanis untuk mengangkut material mineral dari akar sampai ke daun melalui proses kapilaritas, serta media untuk pijakan tempat tumbuh tanaman tersebut. Tanaman dapat tumbuh dengan baik, dan melaksanakan proses fotosintesis dengan air, bahan mineral yang dibutuhkan, karbondioksida, sinar matahari dan nutrisi lain yang penting.

Berikut ini merupakan ciri-ciri dari media tanam yang dapat digunakan pada taman vertikal:

1. Mampu menopang tanaman secara kokoh, sehingga tanaman mampu berdiri tegak dan tidak mudah goyah. Untuk memenuhi syarat ini, maka harus dipilih media tanam yang tidak mudah lapuk dan bisa bertahan dalam jangka waktu lama.

2. Bersifat porous, sehingga mampu mengalirkan kelebihan air yang tidak dibutuhkan. Hal ini dibutuhkan untuk mencegah media tanam menjadi becek dan lembab secara berlebihan, yang berakibat pada resiko kebusukan atau serangan jamur pada tanaman. Untuk itu harus dipilih media tanam yang tidak bersifat padat dan mampu menciptakan “rongga” di dalam wadah media tanam, sehingga proses drainase dan aerasi berjalan dengan baik.

3. Mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik itu unsur hara makro maupun mikro, sehingga kebutuhan tanaman akan zat-zat makanan selalu terpenuhi. Untuk memenuhi syarat ini, bisa dilakukan dengan memasukkan unsur pupuk kandang kedalam ramuan media tanam, atau dengan menambahkan pupuk kimia yang umumnya berbentuk butiran.

4. Bersifat steril, bebas dari serangan serangga, jamur, virus dan mikroorganisma merugikan lainnya. Hal yang biasa dilakukan dalam mensterilisasi media tanam adalah dengan mengukus media tanam. Cara


(33)

ini efektif apabila media tanam yang dipakai sedikit. Apabila media tanam yang digunakan dalam jumlah banyak, maka media tanam bisa dijemur di bawah terik sinar matahari selama kurang lebih dua hari, lalu membungkusnya kedalam wadah plastic yang tertutup rapat. Cara lain yang sering pula digunakan dan lebih praktis adalah dengan cara kimia dengan aplikasi Furadan G sesuai takaran yang dianjurkan.

5. Sesuai dengan jenis tanaman hias yang dipilih. Hal ini perlu dilakukan, karena masing-masing jenis tanaman hias mempunyai karakterisktik berbeda-beda, sehingga membutuhkan media tanam yang berbeda pula. Media tanam yang digunakan pada vertical garden dibedakan menjadi dua berdasarkan bahan pembentuknya. Jenis media tanam yang pertama adalah media tanam yang berasal dari bahan organik. Media tanam ini contohnya arang, batang pakis, kompos, moss, pupuk kandang, sabut kelapa (coco peat), sekam padi, humus, rumput laut, felt dan lain-lain. Jenis media tanam yang kedua adalah media tanam yang tidak berasal dari bahan organik melainkan bahan anorganik. Media tanam ini contohnya gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit dan perlite, gabus, rockwool, zeolit, red lava dan lain-lain.

Pemilihan media tanam untuk mendukung pertumbuhan tanaman pada taman vertikal memperhatikan bobot media tanam itu sendiri. Bobot media tanam mempengaruhi berat total dari tanam vertikal. Oleh karena itu untuk taman vertikal yang media tanamnya juga ikut disusun secara vertikal, sebaiknya dipilih media tanam dengan bobot yang relatif ringan.


(34)

3 d 6 P p A s i

3.1Lokasi d Sentu dan termasu 6º 34’ 4,68” Pada kawasa penelitian (G Wak April sampa sampai Ma inventarisasi G dan Waktu ul City meru uk wilayah ” LS - 6º 34 an Sentul Ci Gambar 12). ktu yang dib ai Novembe aret 2011. i, analisis, si

Gambar 12. P

K Pine For ME Penelitian upakan kawa Kabupaten 4’ 55,19” LS ity terdapat k

butuhkan un er 2010 dan

Kegiatan intesis, kons Peta Lokasi Kota Bogor rest BAB III ETODOLOG asan permuk Bogor. Sen S dan 106º 5 kluster Pine

ntuk peneliti n dilanjutkan

penelitiann ep, dan pem

Pine Forest

Sentul

GI

kiman di seb ntul City ter 51’ 4,1” BT Forest yang

an ini adala n pada taha nya melipu mbuatan desa

(www.sentu

City

Sum

belah timur k rletak pada T - 106º 54’

merupakan

ah 7 bulan, ap penyusun uti tahap ain taman ver

ulcity.co.id)

mber : Google

U Tanpa Skal kota Bogor, koordinat 34,2” BT. lokasi dari dari bulan nan skripsi persiapan, rtikal. maps la


(35)

3.2Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa kamera digital, termometer, dan beberapa program komputer seperti Autocad 2006, Sketchup 6, dan Adobe Photoshop CS2. Alat yang digunakan bersama fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang Digunakan pada Penelitian

Alat Fungsi Kamera digital Dokumentai gambar tapak

Termometer Pengukuran suhu tapak

AutoCad 2006 Pembuatan gambar kerja

Sketch up 6 Pembuatan gambar 3D

Adobe Photoshop CS3 Pembuatan gambar ilustrasi 3.3Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan batasan produk akhir berupa desain taman vertikal di cluster Pine Forest, Sentul City. Penelitian diawali dengan tahap persiapan dan diikuti kegiatan lain sesuai proses desain, yaitu inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan pembuatan desain taman vertikal (Gambar 13).

Gambar 13. Skema Tahapan Penelitian

Persiapan Inventarisasi Analisis dan

Sintesis

Konsep Desain

Taman vertikal Persiapan Perizinan Pencarian data dari literatur Kelengkap-an alat dKelengkap-an

bahan Dokumentasi bangunan kluster Pine Forest Pengamatan Pengukuran suhu Iklim mikro, pengguna, struktur taman vertikal dan tanaman Konsep dasar GREEN Pengem-bangan konsep Konstruksi, vegetasi, alternatif desain taman vertikal Kegiatan studio Keg. lapang


(36)

3.3.1 Persiapan

Persiapan merupakan tahap awal dari kegiatan penelitian ini. Persiapan yang dilakukan meliputi perizinan untuk mengambil data di lokasi penelitian, pencarian data tentang kondisi lokasi penelitian dan persiapan kelengkapan alat dan bahan yang diperlukan saat pengambilan data di lapangan.

Perizinan meliputi kegiatan pembuatan proposal penelitian, sampai diperoleh izin untuk mengambil data. Pencarian data mengenai lokasi penelitian bertujuan untuk mengetahui kondisi tapak sebelum dilakukan observasi. Proses terakhir dari kegiatan persiapan adalah pengecekan kelengkapan alat dan bahan yang akan digunakan selama pengambilan data (inventarisasi) di lapangan.

3.3.2 Inventarisasi

Inventarisasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lapang secara langsung. Kegiatan di lapang meliputi pengamatan langsung dan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian. Data yang diambil meliputi data biofisik seperti data umum yang terdiri dari lokasi, data bangunan dan dimensi dinding bangunan; data iklim mikro yang terdiri dari data suhu dan kelembaban mikro; data struktur taman vertikal yang terdiri dari media tanam, media tumbuh, irigasi dan drainase; serta data tanaman untuk taman vertikal yang terdiri dari jenis dan spesifikasi tanaman yang digunakan pada taman vertikal (Tabel 2).

Data dikumpulkan melalui cara observasi lapang, data dari lembaga terkait dan studi pustaka. Observasi langsung di lapang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan pengecekan ulang untuk data-data yang telah didapat dari lembaga terkait dan studi pustaka. Data yang telah terkumpul kemudian di analisis sesuai jenis datanya.


(37)

Tabel 2. Jenis, Metode Pengumpulan dan Kegunaan Data

No Jenis Data Unit Metode Pengumpulan

Data Analisis Kegunaan

Umum

1 Lokasi dan aksesibilitas

m, dpl Observasi langsung dan data dari pihak pengelola

Mengetahui lokasi Pine Forest dan aksesibilitas menuju Sentul City dan Pine Forest

2 Bangunan Koordinat, jumlah bangunan

Penghitungan langsung dan data dari pihak pengelola

Mengetahui jumlah bangunan pada kluster Pine Forest

3 Dinding rumah Dimensi/ volume (m³)

Data dari pihak pengelola Mengetahui dimensi dinding bangunan yang akan dibangun vertical garden

Iklim Mikro

4 Suhu Udara ºC Pengukuran langsung dan

dari BMG Menetahui kondisi iklim mikro dari kluster Pine

Forest 5 Kelembaban

Udara

% Pengukuran langsung dan dari BMG

Struktur Taman Vertikal

6 Media tanam Jenis media Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis media tanam yang sesuai

7 Media tumbuh Jenis media Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis media tumbuh dan pola media yang sesuai

8 Irigasi Pencarian dari literatur Untuk mengetahui model irigasi yang sesuai

9 Drainase Pencarian dari literatur Untuk mengetahui model drainase yang sesuai

Tanaman

10 Jenis tanaman Spesies Pencarian dari literatur Untuk mengetahui jenis tanaman yang sesuai diterapkan pada vertical garden

11 Warna, tekstur, ukuran, fungsi, komposisi dan posisi

Pencarian dari literatur Untuk mengetahui spesifikasi tanaman yang sesuai


(38)

3.3.3 Analisis dan Sintesis

Analisis dilakukan pada empat aspek yaitu, (1) analisis iklim mikro yang terfokus pada radiasi matahari, (2) analisis pengguna, (3) analisis struktur taman vertikal terhadap dinding sebagai media tempel struktur dan (4) analisis tanaman yang akan digunakan pada masing-masing struktur taman vertikal. Keempat aspek ini dianalisis dengan cara yang berbeda.

Iklim mikro dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi iklim mikro beserta potensi dan kendala yang ada pada kluster Pine Forest. Radiasi matahari dianalisis secara deskriptif dan spasial untuk mengetahui arah datang cahaya matahari terhadap arah hadap dinding rumah pada kluster Pine Forest. Dengan analisis ini, dapat diketahui intensitas dinding yang banyak terkena cahaya matahari sehingga dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan tanaman yang sesuai dengan kondisi penyinaran.

Pengguna tapak dianalisis dari tiga aspek yaitu sirkulasi, aktivitas dan visual. Pengguna tapak dianalisis secara spasial untuk mendapatkan titik-titik pusat aktivitas dan sudut pandang untuk melihat taman vertikal.

Struktur taman vertikal ditentukan dengan mempertimbangkan dimensi dinding rumah pada setiap tipe rumah. Dimensi dinding yang terdiri dari luas dan tebal dinding akan menentukan model struktur taman vertikal yang memungkinkan untuk diterapkan di setiap tipe rumah. Selain dimensi dinding, ruang hadap dinding juga diperhitungkan dalam menentukan struktur taman vertikal.

Tanaman yang akan digunakan pada taman vertikal dianalisis berdasarkan model struktur taman vertikal dan intensitas penyinaran yang didapat pada setiap dinding rumah. Tanaman dipilih berdasarkan karakteristik yang sesuai dengan memperhitungkan aspek estetika dan pemeliharaan.

3.3.4 Konsep

Pada tahap ini ditentukan konsep taman vertikal yang tepat untuk diterapkan pada kluster Pine Forest. Konsep taman vertikal harus menyesuaikan dengan tema besar Sentul City yaitu Eco-city. Konsep yang dihasilkan terdiri dari dua konsep yaitu konsep dasar dan pengembangan konsep.


(39)

Konsep dasar mengusung tema GREEN yang merupakan singkatan dari fungsi taman vertikal itu sendiri. Pengembangan konsep terdiri dari konsep iklim mikro, konsep vegetasi dan konsep desain. Konsep desain mengambil bentuk segitiga (cone) dari tajuk pohon pinus. Kombinasi dari berbagai bentuk segitiga menghasilkan bentuk baru yang menarik sebagai desain pola struktur taman vertikal.

3.3.5 Desain Taman Vertikal

Konsep yang telah didapat kemudian diturunkan dalam bentuk perancangan/desain taman vertikal yang sesuai diterapkan pada kluster Pine Forest. Desain taman vertikal meliputi beberapa gambar rancangan, seperti rancangan konstruksi struktur taman vertikal, vegetasi yang akan digunakan pada taman vertikal dan desain taman vertikal. Desain yang dibuat terdiri dari 3 alternatif desain dengan masing-masing keunggulan yang berbeda. Alternatif desain merupakan kombinasi dari pola struktur taman vertikal dengan penggunaan tanaman yang sesuai.


(40)

BAB IV

KONDISI UMUM SENTUL CITY

PT. Sentul City Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti. Perusahaan ini beralamat di Gedung Graha Utama, Jl. M.H. Thamrin, Sentul City, Bogor 15810, Jawa Barat, Indonesia. Kawasan Sentul City dapat dicapai melalui jalan tol Jagorawi atau sekitar 45 km dari Jakarta. Selain melalui tol Jagorawi, Sentul City juga dapat dicapai dengan jalan alternatif melalui kompleks permukiman Bogor Baru – Desa Cimahpar – Desa Cijayanti dengan jarak 13 km. Kondisi jalan menuju Sentul City melalui jalan alternatif ini kondisinya sudah cukup baik dengan fasilitas jalan aspal.

4.1 Geografis

Sentul City merupakan sebuah kawasan permukiman dengan konsep kota berkelanjutan yang terletak pada wilayah administrasi Kabupaten Bogor, tepatnya di beberapa desa di sekitar Kecamatan Citeureup dan Kecamatan Kedung Halang, yaitu Desa Babakan Madang, Sumurbatu, Bojongkoneng, Cijayanti, Cipambuan, Citaringgul, Cadasngampar, dan Kadumangu. Sentul City terletak di sebelah timur kota Bogor. Kawasan ini juga dikelilingi beberapa gunung, yaitu G. Pangrango, G. Pancar, G. Paniisan, G. Liang, G. Garangsang, G. Salak dan G. Hambalang.

Sentul City terletak pada koordinat 6º 34’ 4,68” LS - 6º 34’ 55,19” LS dan 106º 51’ 4,1” BT - 106º 54’ 34,2” BT. Sentul City memiliki luas areal sebesar 3000 ha , pada ketinggian antara 200 m sampai dengan 750 m di atas permukaan laut. Dengan areal yang cukup luas, Sentul City memiliki variasi kelerengan yang cukup variatif. Kemiringan lereng pada kawasan Sentul City berkisar antara 2% (datar) sampai dengan 40% (curam), dengan rincian antara lain: 1) <8%: 1109,3 ha; 2) 8%-15%: 706,3 ha; 3) 15%-25%: 695 ha; 4) >25%: 489,4 ha (Tabel 3). Daerah Sentul City yang dapat dibangun merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 15% atau seluas 1815,6 ha. Sedangkan daerah dengan kemiringan lebih besar dari 15% tidak boleh dibangun. Daerah yang tidak boleh dibangun ini memiliki luas 1184,4 ha dan dimanfaatkan sebagai area penghijauan bagi kawasan Sentul City.


(41)

Tabel 3. Data Kemiringan Lereng Sentul City Bentuk Wilayah Lereng (%) Perbedaan Tinggi (m) Luasan (Ha) Proporsi (%)

Datar-Berombak (Undulating) 0-8 0-15 1.109,3 36,98

Bergelombang (Rolling) 8-15 15-50 706,3 23,54

Berbukit (Hilly) 15-25 50-200 695 23,17

Bergunung-gunung

(Mountainous) >25 >200 489,4 16,31

Sumber : ANDAL Sentul City (2000)

Dengan kemiringan lereng yang cukup bervariatif, Sentul City tidak banyak memodifikasi permukaan tanah tersebut dengan cut and fill, tetapi kemiringan lereng tersebut tetap dimanfaatkan. Hal ini menyebabkan kebanyakan jalan di Sentul City dirancang mengikuti kontur.

4.2 Iklim

Data suhu dan kelembaban udara diambil dari stasiun pengukur iklim Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Darmaga, Bogor. Suhu dan kelembaban pada kawasan Sentul City tidak mengalami banyak perubahan dari tahun 1998 sampai tahun 2008.

Suhu kawasan Sentul City dari Januari 2000 sampai dengan Desember 2008 berkisar antara 23,2°C – 27,5°C. Suhu terendah terjadi pada bulan Februari dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober (Gambar 14). Dari gambar tersebut, dapat diketahui bahwa suhu dari tahun 1998 sampai 2008 tidak mengalami banyak perubahan.

Kelembaban udara rata-rata tahunan pada kawasan Sentul City yaitu berkisar antara 76,86% - 87,91%. Dari tahun 1998 sampai 2008, kelembaban udara di kawasan Sentul City tidak mengalami perubahan yang cukup besar. Kelembaban minimum terjadi pada bulan Agustus, sedangkan kelembaban maksimum terjadi pada bulan Februari (Gambar 15).


(42)

(43)

(44)

Pada musim kemarau, arah angin dominan bertiup dari arah utara dengan kecepatan terbesar 2-3 m/detik. Pada musim hujan, arah angin dominan bertiup dari arah selatan, dengan kecepatan terbesar 2-3 m/detik.

Curah hujan di kawasan Sentul City menunjukkan angka yang cukup tinggi yakni dengan nilai rata-rata curah hujan tahuan 4000 mm/tahun. Curah hujan bulanannya memiliki nilai rata-rata berkisar dari 175,4 mm/bulan sampai dengan 475,5 mm/bulan. Jumlah hari hujan adalah 13 hari/bulan. Bulan paling basah berkisar antara bulan Oktober sampai dengan bulan Mei.

Dalam lingkup mikro, di kawasan Sentul City sering terjadi hujan lokal. Hujan ini hanya turun pada sebagian wilayah Sentul City, sedangkan wilayah lainnya tidak mengalami hujan.

4.3 Geologi

Batuan penyusun di kawasan Sentul City dapat dikelompokan ke dalam tiga satuan, yaitu satuan batuan lempung, satuan batuan vulkanik, dan satuan batuan endapan alluvial. Semua kelompok batuan tersebut sebagian besar telah mengalami pelapukan menjadi lempung, lempung lanauan, lanau lempungan, pasir, serta pasir lempungan (Tabel 4). Tanah pasir dan pasir lempungan dapat digolongkan ke dalam satuan lanau lempungan karena permeabilitasnya dan hanya terdapat pada lokasi tertentu.

Tabel 4. Batuan Penyusun Wilayah Sentul City

No Kelompok batuan Luasan Proporsi luasan

Lempung-Lempung Lanauan 1968,4 ha 65,58%

a Lempung 1223,0 ha

b Lempung lanauan 745,4 ha

Lanau Lempungan 1032,8 ha 34,42%

a Lanau lempungan 106,6 ha

b Pasir lempungan 926,2 ha

Total Luasan 3001,2 ha 100%


(45)

Batuan lempung terhampar cukup luas di bagian barat dan bagian tengah Sentul City, terdiri dari batu lempung dan batu lanau gampingan. Lanau adalah lempungan berwarna kecoklatan. Struktur dari batu ini kekar, sehingga di beberapa daerah membentuk morfologi yang cukup curam, terutama di lembah sungai. Kelompok batuan ini memiliki kemiringan pelapisan antara 40º - 65º. Kelompok batuan ini juga memiliki ketebalan lebih dari 250 m.

Batuan vulkanik terdapat di bagian barat dan timur dari kawasan Sentul City. Di bagian barat, batuan ini terdapat dalam bentuk lapisan turf pasiran dengan ketebalan 4m - 6m, yang sebagian besar telah melapuk menjadi lempung, lanau, ataupun lanau lempung berwarna kecoklatan, sehingga kadang-kadang hanya dapat dibedakan dari satuan batu lempung yang ditutupinya berdasarkan warnanya. Di bagian timur, batuan vulkanik terdiri breksi dan lava yang bagian permukaannya mulai melapuk menjadi lanau lempungan dan pasir lempungan dengan ketebalan 6 meter dan semakin menebal kearah selatan.

Endapan alluvial terdapat di bagian utara Sentul City, terutama pada lembah sungai yang lebar dan berkelok-kelok (meander). Batuan ini tersusun dari lanau, pasir, kerikil, dan bongkahan andesit yang bersifat lepas dan belum padu. Tebal batuan ini kurang dari 5 meter dari atas permukaaan tanah.

Batuan juga dapat dilihat berdasarkan sifat fisik dan morfologi batuan tersebut. Berdasarkan sifat fisik dan morfologi batuan, Kawasan Sentul City merupakan kawasan yang rawan terhadap gerakan tanah, berupa longsoran tanah (land slide) dan rayapan tanah (soil creep).

4.4 Tanah

Kesuburan tanah merupakan kemampuan inheren tanah menyediakan unsur hara dalam jumlah yang cukup dan perbandingan yang tepat bagi tanaman. Tanah pada kawasan Sentul City diklasifikasikan menjadi 5 jenis, yaitu Typic Hapludult, Typic Dystropept, Oxic Dystropept, Typic Hemitropept dan aquic Dystropept (Tabel 5). Secara visual tanah di kawasan ini berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan. Tanahnya bersifat lunak, semakin ke bawah semakin keras dan berwarna abu-abu dengan plastisitas sedang-tinggi serta agak kohesif.


(46)

Tabel 5. Status Kesuburan Tanah Sentul City

No Klasifikasi KTK KB P2O5 Organik Kesuburan

1 Typic Hapludult S R SR-R S R

2 Typic Dystropept S SR-R SR-R S R

3 Oxic Dystropept R-S SR-R SR R-S R

4 Typic Hamitnopept R SR SR S-T R

5 Aquic Dystropept S S S S S

Sumber: ANDAL Sentul (2000) Keterangan:

SR : Sangat Rendah

R : Rendah

S : Sedang

T : Tinggi

Tanah dengan jenis Typic Hapludult memiliki laju infiltrasi rendah dengan kapasitas memegang air yang cukup baik. Hal ini menyebabkan tanah cenderung becek, aliran air permukaan (run off) tinggi, dan tanah sulit diolah pada lokasi berlereng. Selain itu kandungan bahan organiknya sedang dan ditemukan pada kedalaman lebih dari 130 cm. Kandungan P2O5 tanah ini sangat rendah akibat adanya fiksasi P yang tinggi.

Tanah dengan jenis Typic Dystropept memiliki laju infiltrasi air dari rendah sampai tinggi. Pada tanah ini ketersediaannya akan kalium (K) rendah, kemampuan tukar kation (KTK) rendah dan kejenuhan basanya sangat rendah. Kandungan bahan organiknya baru ditemukan pada kedalaman lebih dari 130 cm di bawah permukaan tanah.

Tanah dengan jenis Oxic Dystropept memiliki karakter yang mirip dengan tanah Typic Dystropept. Struktur tanah berpasir atau berdebu dengan kandungan liat 15% sehingga mengakibatkan air cepat meresap ataupun sebaliknya menggenang. Tanah jenis Typic Hemitpropept juga hampir mirip dengan tanah Typic Dystropept, keduanya termasuk pada ordo inceptisol dan berasal dari great group trop dengan tingkat dekomposisi tanah sedang (hermis).


(47)

Tanah dengan jenis Aquic Dystropept yang memiliki sifat sering jenuh air, kandungan air tanah cukup namun terkadang menggenang. Tanah jenis ini memiliki status kesuburan dengan tingkat sedang. Sedangkan tanah jenis lainnya memiliki status kesuburan yang rendah.

4.5 Hidrologi

Jenis air di kawasan Sentul City berdasarkan airnya yaitu air tanah, air sungai dan mata air. Air tanah yang terdapat di kawasan Sentul City merupakan air tanah bebas yang tidak bertekanan. Kedudukan muka air tanah bebas berkisar antara 4 m sampai dengan 12 m, sehingga potensi air tanah di kawasan ini sangat terbatas dan dipengaruhi oleh musim. Sumber air dari mata air yang mengalir langsung menjadi aliran permukaan pada sungai-sungai yang ada pada kawasan dengan debit air yang umumnya kecil yaitu kurang lebih sebesar 0,5 l/det.

Kawasan Sentul City dialiri oleh dua sungai utama yakni Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup serta sungai-sungai kecil yang merupakan anak Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup. Sungai Cikeas dan Sungai Citeureup dialiri air sepanjang tahun dengan debit air sungai Cikeas dan sungai Citeureup berturut-turut adalah 84 liter/detik dan 75 liter/detik, sedangkan anak-anak sungainya tidak dialiri air sepanjang tahun. Anak-anak sungai ini hanya dialiri air pada musim penghujan dan akan kering pada musim kemarau. Sebelum Sentul City bekerja sama dengan PDAM kotamadya Bogor, untuk memenuhi kebutuhan air, Sentul City menampung air dari Sungai Citeureup dan air hujan ke dalam kolam. Setelah Sentul City bekerja sama dengan PDAM kotamadya Bogor, Kebutuhan akan air baku menjadi tidak masalah lagi sehingga air sungai dan air hujan kini dibiarkan mengalir begitu saja.

Sejak tahun 1995, Sentul City telah mengelola air bersih secara mandiri dengan memanfaatkan teknik WTP temporary. Awalnya WTP temporary yang berlokasi di Danau Teratai yang memiliki kapasitas air 18 liter/detik dimanfaatkan oleh Sentul City untuk mendistribusikan air pada cluster Bukit Golf Hijau. WTP temporary ini berjalan sampai tahun 2000. Selanjutnya dibangun WTP permanen yang berlokasi di cluster Venesia dan memiliki kapasitas air 80 liter/detik. WTP


(48)

permanen ini berjalan sampai tahun 2006. Setelah itu Sentul City bekerja sama dengan PDAM kota Bogor untuk memenuhi kebutuhan air baku.

4.6 Vegetasi dan Satwa

Jenis vegetasi di kawasan Sentul City umumnya ditanam berdasarkan peruntukan lahannya. Peruntukan lahan yang cukup menjadi perhatian dalam hal vegetasinya antara lain lahan sempadan jalan, area rekreasi dan Ruang Terbuka Hijau. Khusus pada bagian sempadan dan median jalan, pemilihan vegetasi yang dilakukan Sentul City tergolong vegetasi yang high maintenance atau tinggi tingkat pemeliharaannya.

Pada lanskap sempadan jalan utama, jalan lingkungan dan jalan perumahan, vegetasi yang sering dijumpai adalah pohon trembesi (Samanea saman), kelapa sawit (Elaeis gueinensis), Akasia mangium (Acasia mangium), dan beberapa jenis palem seperti palem sadeng (Livistona rutondifolia), palem bismarck (Bismarkia nobilis), palem hijau (Pticosperma macharturii), dan palem ekor tupai (Wodyetia bifurcata). Untuk vegetasi dibelakang berm jalan, masih sering ditemui pinus (Pinus merkusii). Pada lanskap jalan juga ditemukan semak dan groundcover yang semarak antara lain dracaena (Dracaena sp), pandan-pandanan (Pandanus pigmaeus), spider lily (Hymenocallis speciosa) dan kucai (Carex morrowii).

Pada beberapa daerah rekreasi Sentul City, banyak dijumpai tanaman buah-buahan dan sayuran, diantaranya pohon belimbing (Averrhoa carambola), melinjo (Gnetum gnemon), lamtoro (Leucaena glauca), bacang (Mangifera foetida), mangga (Mangifera indica), sawo kecik (Manilkara kauki.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), salam (Syzygium polyanthum), asam jawa (Tamarindus indica) dan kecapi (Sandoricum koetjapie).

RTH Sentul City merupakan seluruh daerah hijau yang terdapat di dalam kawasan, baik taman perumahan, kapling kosong yang terisi rumput dan semak belukar, taman kantor, hutan pinus, dan lainnya. Pada RTH vegetasi yang dijumpai misalnya pohon pinus (Pinus merkusii), rumput (Axonopus compressus), beberapa jenis palem dan pohon berbuah.


(49)

Selain memiliki keanekaragaman vegetasi, Sentul City juga memiliki keanekaragaman satwa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Tim ANDAL Sentul City yang dilakukan di 10 titik pengamatan tercatat 52 jenis satwa. Satwa tercatat tersebut terdiri dari 7 spesies amphibi, 7 spesies reptil, 23 spesies burung, 6 spesies mamalia dan 10 spesies ikan (Tabel 6).

Spesies amphibi yang ditemukan di kawasan Sentul City antara lain Kodok Budug (Bufo melanostictus), Bancet Hijau (Occidozyga lima) dan Katak Pohon (Polypedates leucomystax). Spesies reptil antara lain Ular sanca (Phyton sp), Ular leher merah (Rhabdophis subminiatus) dan biawak (Varanus salvator). Spesies burung antara lain Burung raja udang (Alcedo sp), Burung merpati (Columba livia)dan Burung layang-layang (Hirundo rustica).

Spesies mamalia yang ditemukan di kawasan Sentul City antara lain Domba (Ovis aries), Berang-berang (Lutra cinerea), Babi (Sus sp) dan Kambing (Capra hircus). Spesies ikan antara lain Ikan mas (Cyprinus carpio), Belut (Monopterus albus), Ikan Nila (Tilapia nilotica) dan Ikan Mujair (Tilapia mosambica).

Tabel 6. Jenis Fauna Vertebrata di Sentul City

Kelompok Nama Latin Nama Lokal

Amfibi

Bufo melanostictus Kodok budug / puru B. Asper Kodok Budug sungai Fejevarya limnocharis Katak tegalan Occidozyga lima Bancet Hijau Polypedates leucomystax Katak pohon

Rana chalconota Katak/kongkang kolam Rana erythraea Katak/kongkang gading

Aves

Alcedo sp Burung raja udang Acridotheres javanicus Jalak kerbau Apus affinis Kepinis pohon

Collocalia esculenta Burung layang-layang Columba livia Burung merpati Gallus domesticus Ayam kampung Geophelia striata Burung perkutut

Gerygone sulphurea Burung remetuk (flyeater) Halcyon chloris Burung raja udang


(50)

Hirundo rustica Burung layang-layang

Lanius sach Toed

Lonchura Pipit jawa Leucogastroides pipit pinang Lonchura punctata Tohtor

Megalema sp Burung sesap adu Nectarina jugularis Cinenen

Orthotomus sp Burung gereja Paser montanus Kutilang Picnonotus cafer Perinjak

Prinia sp Elang

Spilornis sp Burung tekukur Streptopelia chinensis Burung kacamata Zosterops palpebrosa

Mamalia

Capra hircus Kambing Felis domesticus Kucing Herpestes javanicus Garangan

Ovis aries Domba

Lutra cinerea Berang-berang/sero

Sus sp Babi

Mabuya multifasciata Kadal

Tachydromus sexlineatus Kadal orong-orong Calotes jubatus Londok (bunglon)

Reptilia

Hemydactylus frenatus Cicak Phyton sp Ular sanca

Rhabdophis subminiatus Ular leher merah (cau mas) Varanus salvator Biawak

Anguila sp Sidat/Lubang/Moa

Ikan

Cyprinus carpio Ikan mas Gliptosternum Kehkel Monopterus albus Belut Puntius binotatus Beunteur

Poecilia reticulata Impur (ikan seribu) Ophiocephalus sp Gabus (bogo)

Clarias sp Lele

Tilapia mosambica Ikan mujair Tilapia nilotica Ikan nila Sumber: ANDAL Sentul (2000)


(51)

BAB V

DATA DAN ANALISIS

5.1 Kondisi Umum Pine Forest

Pine Forest merupakan salah satu kluster di Sentul City yang lokasinya di bagian barat Sentul City. Salah satu konsep pembangunan kluster ini adalah adanya taman vertikal yaitu pemanfaatan dinding atau media vertikal lain sebagai media tumbuh tanaman. Taman vertikal berfungsi untuk menambah jumlah vegetasi dengan meminimalkan penggunaan lahan sebagai medianya. Dengan demikian taman vertikal dapat menjadi salah satu alternatif untuk menambah jumlah RTH di tengah permasalahan lahan yang semakin terbatas.

Pine Forest dapat dicapai melalui jalan utama Sentul City, yakni Jalan Thamrin menuju Pine Forest walk dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum berupa ojek motor. Pine Forest Walk merupakan jalan penghubung antara jalan utama di Sentul City dengan kluster Pine Forest. Jalain ini memiliki panjang 1,4 km dengan lebar jalan 4-6 m dan dilengkapi saluran drainase terbuka selebar 0,75 m. Saat ini kondisi jalan ini sudah ditanami pohon di sisi jalannya seperti pohon pinus (Pinus merkusii) dan utilitas seperti jaringan listrik, komunikasi, jaringan air bersih dan lampu jalan. Jalan ini dibuat mengikuti kontur jalan yang bergelombang.

Pine Forest dibangun pada lahan baru seluas kurang lebih 5 ha (Gambar 16). Adapun batas-batas Pine Forest adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pine Forest Walk. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan jalan raya. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Green Valley.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan aliran anak sungai Cikeas.

Kondisi umum Pine Forest jika ditinjau dari aspek geografi dan iklim tidak jauh berbeda dengan kondisi Sentul City pada umumnya. Kondisi topografi bervariatif dari kemiringan datar hingga curam. Suhu tertinggi diukur pada saat siang hari dapat mencapai 32°C. Dari aspek hidrologi, kluster Pine Forest terletak di sebelah barat dari aliran anak sungai Cikeas. Lebar aliran anak sungai Cikeas yang melalui kluster Pine Forest sekitar 7-10 meter.


(52)

(53)

d p y k d a p a b k   Pemb dibangun 15 pada cluster yang berbat kemiringan dengan fasil sungai Cikea Pada akan dikemb pohon untuk area tersebu bernama Gr kosong dan Gambar 17 Pembang R bangunan ta 50 unit ruma ini juga terd tasan langsu

yang cukup litas berupa as.

a bagian utar bangkan untu k penghijaua

ut direncan reen Valley. belum dilak

7. Kondisi Ta gunan Gerba Rumah (kiri b

ahap awal k ah dan 36 u dapat area no ung dengan

p curam da jogging tra

ra dan selata uk tahap sel an. Sama hal nakan akan

. Saat ini k kukan pemba

ahap Pemba ang Utama K bawah), dan

kluster Pine unit rumah to

on terbangun aliran anak an akan dim ack yang me

an dari klus anjutnya. Sa lnya dengan dikembang kondisi area angunan. angunan Klu Kluster (kiri Area Joggin

Forest (Gam oko (ruko). n, tepatnya d

sungai Cike manfaatkan engitari samp

terPine For aat ini area te n sisi barat d

gkan sebaga tersebut m

ster Pine For dan kanan a ng Track (ka

mbar 17) dir Selain area di sebelah tim eas. Area in

sebagai RT mpai ke sisi a

rest terdapat ersebut masi ari kluster P ai kluster b masih merupa

rest yang Te atas), Pemban anan bawah) rencanakan terbangun, mur kluster ni memiliki TH kluster aliran anak

t area yang ih ditanami Pine Forest, baru yang akan lahan erdiri Dari ngunan .


(54)

5.1.1 Desain Bangunan Kluster Pine Forest

Pada kluster Pine Forest yang memiliki luas kurang lebih 5 ha, luas area terbangun berupa elemen keras cukup mendominasi. Setidaknya tiga per empat bagian dari kluster tersebut merupakan area yang akan dibangun, sisanya akan dimanfaatkan sebagai area penghijauan. Area terbangun pada kluster Pine Forest tersebut terdiri dari bangunan baik itu rumah ataupun ruko, dan juga jalan serta fasilitas lainnya yang dibangun. Bangunan berupa rumah tersebut akan dirancang dengan konsep taman vertikal.

Pine Forest memiliki 150 unit rumah dan 36 unit rumah toko. Terdapat dua tipe rumah pada kluster Pine Forest antara lain Pinus Ponderosa, tipe standar dan sudut serta Pinus Patula, tipe standar dan sudut (Gambar 18). Sedangkan untuk rumah toko, areanya dinamai dengan nama Pinus Niaga. Rumah tipe Pinus Ponderosa dan Patula ini dirancang dengan konsep taman vertikal.

Pinus Ponderosa merupakan salah satu tipe rumah di Pine Forest dengan luas bangunan 53 m² dan luas tanah 90 m², atau dengan kata lain perbandingan luas bangunan dengan luas tanahnya adalah 53/90 m² (Gambar 19). Tipe Pinus Ponderosa yang berada di sudut luas bangunannya tetap 53 m² (denahnya berbeda) tetapi luas tanahnya sedikit berbeda menyesuaikan dengan luas tanah yang tersisa di bagian sudut (Gambar 20).

Pinus Patula juga merupakan salah satu tipe rumah di Pine Forest yang memiliki luas bangunan dan luas tanah yang lebih besar daripada tipe Pinus Ponderosa. Luas bangunan pada tipe ini adalah 75 m² dan luas tanahnya 150 m², atau dengan kata lain perbandingan luas bangunan dengan luas tanahnya adalah 75/150 m² (Gambar 21). Tipe Pinus Patula yang berada di sudut luas bangunannya tetap 75 m² (denahnya berbeda) tetapi luas tanahnya sedikit berbeda menyesuaikan dengan luas tanah yang tersisa di bagian sudut (Gambar 22).

Pinus Niaga merupakan nama untuk kawasan perniagaan yang berada tepat pada welcome area cluster Pine Forest. Kawasan ini terdiri dari 36 unit rumah toko (ruko). Luas bangunan pada satu unit ruko adalah 100 m² dan luas tanahnya 67,5 m².


(55)

Taman vertikal yang akan dibuat pada kluster Pine Forest direncanakan dibuat pada setiap dinding rumah. Dinding yang terdapat pada setiap tipe rumah memiliki dimensi yang berbeda. Dinding ini terbuat dari batu bata dan semen. a. Pinus Ponderosa standar

Pada rumah tipe Pinus Ponderosa standar, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang terletak pada bagian depan rumah. Dinding ini tepatnya berada di teras rumah dan menghadap ke arah utara ataupun selatan. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 165 cm dan tebal 30 cm (Gambar 23).

b. Pinus Ponderosa sudut

Pada rumah tipe Pinus Ponderosa sudut, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang berada pada sisi rumah. Dinding ini berada pada sisi rumah yang menghadap ke sisi taman sudut dari rumah tersebut. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 425 cm dan tebal 15-20 cm (Gambar 23).

c. Pinus Patula standar

Pada rumah tipe Pinus Patula standar, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal adalah dinding yang terletak pada bagian depan rumah. Dinding ini tepatnya berada di muka rumah dan menghadap ke arah carport. Dinding ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 513 cm, lebar 260 cm dan tebal 30 cm (Gambar 24). Bentuk dinding ini bukan merupakan balok utuh, tetapi berlubang dengan bentuk persegi panjang dengan skala manusia yang berfungsi sebagai sirkulasi manusia.

d. Pinus Patula sudut

Pada rumah tipe Pinus Patula sudut, dinding yang akan dijadikan sebagai media tumbuh tanaman pada taman vertikal ada 2 dinding, yaitu dinding depan rumah dan dinding sisi rumah (Gambar 24). Dinding depan rumah merupakan dinding yang langsung menghadap carport. Bentuk dan dimensinya pun sama dengan Pinus Patula standar. Dinding sisi rumah terletak pada sisi rumah yang menghadap ke taman sudut rumah tersebut. Dinding sisi ini memiliki dimensi antara lain, tinggi 255 cm, lebar 230 cm dan tebal 15 cm.


(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

(62)

(1)

95   

Selaginella sp Warna daun hijau Penyinaran matahari sedang Tajuk menyebar Penyiraman intensif

Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM

Serissa foetida Warna daun hijau Penyinaran matahari sedang sampai penuh

Daun tebal Penyiraman sedang

Tekstur halus Perakaran dari dalam modul VGM

Stephanotis sp Warna bunga putih Penyinaran matahari penuh Warna daun hijau Penyiraman sedang

Tekstur halus Parakaran dari bawah

Media tanam yang digunakan pada taman vertikal disesuaikan berdasarkan penanaman tanaman. Pada tanam vertikal dengan tipe rangka besi, penanaman dilakukan dari bawah. Hal ini menyebabkan media tanam tidak menambah bobot dari taman vertikal. Pada tipe rangka besi, media tanam yang digunakan dapat berupa tanah. Pada taman vertikal dengan tipe VGM, penanaman dilakukan pada modul VGM. Media tanam dimasukkan ke dalam VGM dan berperan sebagai tempat perakaran tanaman. Pada tipe ini, media tanam ikut mempengaruhi bobot dari taman vertikal. Untuk meminimalkan bobot dari taman vertikal, media tanam dipilih yang memiliki bobot yang rendah seperti campuran sekam dengan tanah, batang pakis, dan kompos.


(2)

(3)

(4)

98   

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan studi mengenai taman vertikal yang dilakukan di Pine Forest, Sentul City, dapat disimpulkan bahwa:

1. Taman vertikal memiliki beberapa fungsi di antaranya yaitu memperbaiki kualitas iklim mikro dengan cara menurunkan suhu dan menaikkan kelembaban lingkungan dalam skala mikro, menyuplai oksigen, dan menyaring cahaya matahari.

2. Struktur taman vertikal yang diterapkan pada kluster Pine Forest ada 2 macam yaitu struktur rangka besi dan VGM. Tanaman yang digunakan pada struktur tersebut terdiri dari jenis tanaman merambat seperti Hedera helix, Ficus repens, Allamanda sp, dan Passiflora sp serta tanaman penutup tanah seperti Althernantera sp, Chlorophytum sp, Lantana camara, dan Serissa foetida. 3. Desain taman vertikal pada kluster Pine forest, Sentul City, Bogor

menghasilkan 3 alternatif desain yaitu Flaturistic, Geo-relief dan Arch-cone.

8.2 Saran

Dengan mengacu pada hasil studi yang dilakukan mengenai taman vertikal pada kluster Pine Forest, Sentul City, diperoleh beberapa saran antara lain:

1. Perancangan taman vertikal harus mempertimbangkan arah datang sinar matahari untuk penentuan tanaman.

2. Tema Flaturistic merupakan tema yang sangat sesuai untuk diterapkan pada kluster Pine Forest karena dapat menghemat penggunaan ruang.

3. Perlakuan tanaman pada awal penanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan pola desain yang diinginka pada taman vertikal.


(5)

99   

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2011. Sentul City, City of Ennovation: Sentul City Masterplan. http://www.sentulcity.co.id. [10 April 2011]

Arifin, H S. 2009. Community Participatory Based Toward Green City: Practice

Learning From “Kotaku Hijau” (Green City) Competition. Dalam

Proceeding: The International Symposium of Green City.

Arifin, H S, Munandar A, Arifin N H S, Pramukanto Q, dan Damayanti V D. 2008. Sampoerna Hijau Kotaku Hijau. Ki:Com: Jakarta.

Blanck, P. 2010. Vertical Garden. http://patrick blanck.html. [25 November 2010] Braasch, G. 2007. Earth under fire. University of California press: Los Angeles. [Departemen Arsitektur Lanskap IPB]. 2005. Ruang Terbuka Hijau (RTH)

Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya. Dep PU.

Grey, G W dan Deneke, F J. 1978. Urban Forestry. New York: Wiley.

Knowles R L. 2003. “The Solar Envelope”. Dalam: Watson D, Plattus A dan Sibley R. Time Saver Standards for Urban Design. McGraw Hill Profesional: US.

Laurie M. 1990. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: Intermata. Lestari, G dan Kencana I P. 2008. Galeri Tanaman Hias Lanskap. Penebar

Swadaya: Depok.

Ndubisi, F. 1996. “Landscape Ecological Planning”. Dalam: Steiner, F R dan Thompson, G F. Ecological Design and Planning. US.

Neufert E dan Neufert P. 1999. Architects Data. Blackwill Science: US. [PT. Sentul City Tbk]. Berita Tahunan. Sentul City. Bogor.

Salinger, J D. 2005. “Fenomena Perubahan Iklim: Dampak dan Strategi Menghadapinya”. Dalam: Tursilowati L, Susanti I dan Adetya E. 2006. Prosiding Seminar Nasional Perubahan Iklim dan Lingkungan di Indonesia 9 November 2006.

Sauter, D. 1999. Landscape construction. Delmar: USA.

Suanda, B. 2011. Green Building : Green Contruction.


(6)

100   

Sulaiman. 2007. Prospek Keberlanjutan Sawah sebagai Ruang Terbuka Hijau Budidaya Pertanian di DKI Jakarta. Seminar nasional sumberdaya lahan dan lingkungan pertanian.

Uniaty Q. 2008. Eco-city and Urban Sustainability. Proceeding “The International Symposium of Green City” The Future Challenge. Bogor: Departement of Landscape Architecture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University.

Watson, D dan Labs K. 2003. “Bioclimatic Design at The Site Planning Scale”. Dalam: Watson D, Plattus A dan Sibley R. Time Saver Standards for Urban Design. McGraw Hill Profesional: US.

Widarto, L. 1994. Vertikultur: Bercocok Tanam Secara Betingkat. Penebar swadaya: Jakarta.