Pengaruh pretreatments pada pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) dengan mesin pengering tipe rak (tray dryer)

(1)

PENGARUH PRETREATMENTS PADA PENGERINGAN CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN MESIN PENGERING

TIPE RAK (TRAY DRYER)

SKRIPSI

KHAIRUNNISA

F34070121

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

EFFECT OF PRETREATMENTS ON THE DRYING OF RED CHILI (Capsicum annuum L.) BY DRYER RACK TYPE (TRAY DRYER)

Khairunnisa

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus. PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia.

e-mail: khairunnisariadi@gmail.com ABSTRACT

Chili is a perishable fruit, so it needs to be done post-harvest processing such as pickling in order to minimize the damage and to ensure its availability when there is shortage. It can increase the value-added and income for people, especially farmers and entrepreneurs. This study was conducted to investigate the effect of pretreatments on the drying of red chili by tray dryer. Pretreatments of the red chili were subjected to different cleavages, such as: blanching, without cutting chili (A1); blanching, cutting at the base of chili (A2); blanching, cutting at the tip of chili (A3); blanching, cleavage of the longitudinal direction of chili (A4); blanching, cutting at the tip, at the base, and cleavage of the longitudinal direction of chili (A5). As a control, used chili without blanching and cutting chili (A0). The parameters of this study is the rate of drying, water content (AOAC, 1984), vitamin C (Jacobs, 1958), total acid (AOAC, 1990), carotenoids (Ranggana, 1977), and organoleptic of color and spicy. Experiments showed that pretreatments affect the rate of drying, carotenoids, and organoleptic of color, but did not affect water content, vitamin C, total acid, and organoleptic of spicy (α=0.05 and α=0.01). The results of the drying rate suggest A5 is the most significant effect. The results of the carotenoids suggest A3 is the most significant effect. The results of the organoleptic of color suggest A3 is the best treatments for panelist.


(3)

KHAIRUNNISA F34070121. Pengaruh Pretreatments pada Pengeringan Cabai Merah

(Capsicum annuum L.) dengan Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer). Di bawah bimbingan

Faqih Udin. 2011

RINGKASAN

Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang baik. Banyaknya permintaan di dalam dan di luar negeri menjadikan komoditas cabai sebagai komoditas menjanjikan. Besarnya minat masyarakat terhadap komoditas cabai merah dikarenakan penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah sebagai penambah cita rasa masakan. Keadaan yang sering terjadi pada komoditas ini adalah harga menjadi rendah ketika musim panen karena petani menjual seluruh cabainya, dan harga akan meningkat ketika petani mengalami kegagalan panen. Setelah panen, cabai merah segar tidak dapat disimpan dalam waktu lama karena sifatnya mudah sekali mengalami kerusakan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengolahan pasca panen seperti pengawetan agar kerusakan pada cabai merah dapat diperkecil dan umur simpan cabai merah dapat diperpanjang, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta kesejahteraan bagi masyarakat, khususnya petani dan pelaku usaha.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan berbagai jenis pretreatment pada pengeringan cabai dengan menggunakan pengeringan tipe rak (tray dryer) terhadap kinerja pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) kering yang dihasilkan. Penelitian dilakukan di laboratorium Pilot Plant Southern Asian Food and Agricultural Science and Technology Center

(SEAFAST Center) IPB dan laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB pada bulan Febuari sampai Mei 2011.

Prosedur yang digunakan dalam pengeringan cabai merah adalah sortasi, pencucian dengan air yang mengalir, blanching (perendaman dengan air pada suhu 90°C kemudian dicampur dengan natrium benzoat), pembelahan, dan pengeringan dengan menggunakan mesin pengering tipe rak (tray dryer) pada suhu 50°C selama 16 jam. Pengeringan cabai merah dilakukan dengan memberikan berbagai macam taraf perlakuan pembelahan. Taraf perlakuan pertama adalah cabai dilakukan proses blanching namun dibiarkan utuh (A1). Taraf perlakuan kedua adalah cabai dilakukan proses blanching dan dipotong pangkalnya (A2). Taraf perlakuan ketiga adalah cabai dilakukan proses blanching dan dipotong ujungnya (A3). Taraf perlakuan keempat adalah cabai dilakukan proses blanching dan disayat bagian tengah dagingnya (A4). Taraf perlakuan kelima adalah cabai dilakukan proses blanching dan dipotong pangkal dan ujungnya serta disayat bagian tengah daging pada arah longitudinal (A5). Sebagai kontrol, digunakan cabai merah tanpa proses

blanching dan dibiarkan utuh (A0). Taraf perlakuan yang diberikan dianalisis pengaruhnya terhadap laju pengeringan, kadar air (AOAC, 1984), kadar vitamin C (Jacobs, 1958), total asam (AOAC, 1990), total karotenoid (Ranggana, 1977), dan organoleptik warna dan rasa pedas.

Laju pengeringan pada cabai merah yang telah dikeringkan dengan menggunakan mesin pengering tipe rak (tray dryer) yaitu 0.10 gram/menit pada A0, 0.10 gram/menit pada A1, 0.11 gram/menit pada A2, 0.10 gram/menit pada A3, 0.10 gram/menit pada A4, dan 0.11 gram/menit pada A5. Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi

α=0.01. Uji Jarak Duncan menyatakan bahwa taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan terbaik dan paling berpengaruh terhadap laju pengeringan. Hal ini disebabkan karena pada taraf perlakuan A5 memiliki luas permukaan yang paling besar diantara perlakuan lainnya, sehingga kontak permukaan dengan udara panas lebih luas. Hal tersebut mengakibatkan air di dalam bahan mudah keluar, sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat.

Kadar air akhir yang terkandung pada cabai merah kering memiliki nilai rata-rata sebesar 3.14% dengan kadar air tertinggi terdapat pada taraf perlakuan A0 yaitu 3.64% dan kadar air terendah terdapat pada taraf perlakuan A5 yaitu 2.76%. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki kandungan air paling besar karena selain cabai tidak dilakukan proses pembelahan, cabai juga tidak diberikan proses blanching yang mampu mempercepat pengeringan sehingga kadar air di dalam bahan akan banyak berkurang.


(4)

Kadar vitamin C pada cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 43.42 mg/100 g dengan kadar vitamin C tertinggi terdapat pada taraf perlakuan A0 yaitu sebesar 44.70 mg/100 g dan kadar vitamin C terendah terdapat pada taraf perlakuan A3 yaitu sebesar 42.08 mg/100 g. Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter yang diamati pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi

α=0.01. Dapat disimpulkan bahwa taraf perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar vitamin C yang terkandung pada cabai merah kering. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki kandungan vitamin C paling tinggi karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa.

Total asam pada cabai merah kering memiliki nilai rata-rata sebesar 27.56% dengan total asam tertinggi terdapat pada taraf perlakuan A0 yaitu sebesar 30.47% dan total asam terendah terdapat pada taraf perlakuan A4 yaitu sebesar 22.71%. Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter yang diamati pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Dapat disimpulkan bahwa taraf perlakuan tidak berpengaruh terhadap total asam yang terkandung pada cabai merah kering. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki nilai total asam paling tinggi karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa yang mampu mengurangi kandungan asam pada cabai.

Total karotenoid cabai merah kering yaitu 0.41 ppm pada A0, 0.42 ppm pada A1, 0.48 ppm pada A2, 0.50 ppm pada A3, 0.41 ppm pada A4, dan 0.43 ppm pada A5. Berdasarkan analisis keragaman diketahui bahwa taraf perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diamati pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Uji Jarak Duncan menyatakan bahwa taraf perlakuan A3 berbeda nyata terhadap perlakuan A0, A1, A2, A4, dan A5. Dapat disimpulkan bahwa taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan terbaik dan paling berpengaruh terhadap total karotenoid. Hal ini disebabkan karena pembelahan yang diberikan pada taraf perlakuan A3 mampu menghindari cabai dari kerusakan yang diakibatkan dehidrasi pada jaringan cabai karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel yang dapat menyebabkan jaringan menjadi kering dan gelap.

Berdasarkan analisa Uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa pretreatments memberikan minimal satu nilai tengah taraf perlakuan yang tidak sama dengan taraf perlakuan lainnya terhadap organoleptik warna pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Penilaian panelis terhadap tingkat warna cabai merah kering menyatakan bahwa taraf perlakuan A3 adalah taraf perlakuan yang terbaik diantara perlakuan lainnya karena pembelahan yang diberikan pada taraf perlakuan A3 mampu menghindari cabai dari kerusakan yang diakibatkan dehidrasi pada jaringan cabai karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel yang dapat menyebabkan jaringan menjadi kering dan gelap. Penilaian panelis terhadap taraf perlakuan A3 memiliki skor tertinggi dan terdapat pada selang antara netral dan agak suka karena skor yang dimiliki perlakuan A3 berada pada rentang 4 dan 5.

Berdasarkan analisa Uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa pretreatments memberikan nilai tengah seluruh taraf perlakuan sama terhadap organoleptik rasa pedas pada taraf signifikansi

α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Penilaian panelis terhadap taraf perlakuan A2 memiliki skor tertinggi dan terdapat pada selang netral dan agak suka karena skor yang dimiliki taraf perlakuan ini berada pada rentang 4 dan 5.

Pretreatments yang diberikan pada pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) dengan menggunakan mesin pengering tipe rak (tray dryer) memberi pengaruh nyata terhadap laju pengeringan, total karotenoid, dan organoleptik warna, namun memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar vitamin C, total asam, dan organoleptik rasa pedas. Taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan terbaik untuk mengurangi kandungan air pada cabai merah. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol merupakan taraf perlakuan terbaik untuk mempertahankan kandungan vitamin C dan kandungan asam selama proses pengeringan. Taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan terbaik untuk mempertahankan kandungan karotenoid selama proses pengeringan. Taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan yang paling disukai oleh panelis terhadap warna yang diamati. Taraf perlakuan A2 merupakan taraf perlakuan yang paling disukai oleh panelis terhadap rasa pedas yang diamati. Proses blanching yang diberikan mempengaruhi kinerja pengeringan cabai merah. Cabai merah yang diberikan proses blanching akan memiliki kinerja pengeringan yang lebih tinggi dibandingkan cabai merah tanpa proses blanching.


(5)

PENGARUH PRETREATMENTS PADA PENGERINGAN CABAI

MERAH (Capsicum annuum L.) DENGAN MESIN PENGERING

TIPE RAK (TRAY DRYER)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

KHAIRUNNISA

F34070121

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

Judul Skripsi : Pengaruh

Pretreatments pada Pengeringan Cabai

Merah (Capsicum annuum L.) dengan Mesin

Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)

Nama :

Khairunnisa

NRP :

F34070121

Menyetujui,

Pembimbing,

(Ir. Faqih Udin, M. Sc.)

NIP 19580710 198503 1 003

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)

NIP 1962109 198903 2 001


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh

Pretreatments pada Pengeringan Cabai Merah (Capsicum annuum L.) dengan Mesin

Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

Yang membuat pernyataan

Khairunnisa F34070121


(8)

BIODATA PENULIS

Khairunnisa. Lahir di Jakarta, 6 Agustus 1989 dari ayah Endang Supriadi dan ibu Neneng Susilawati, sebagai putri pertama dari empat bersaudara. Penulis memulai pendidikan di SD Bani Saleh 1-Bekasi pada tahun 1995, kemudian dilanjutkan di SMP Bani Saleh 1-Bekasi pada tahun 2001. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 1-Bekasi dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun 2008-2009, asisten mata kuliah Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi pada tahun 2010-2011, dan asisten mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, dan Fitofarmaka pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2009 menjadi Anggota Divisi Acara pada acara Agroindustry Days 2009 yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) IPB, dan pada tahun 2010 menjadi Sekretaris 2 pada acara Bedah Bogor 2010 yang diadakan oleh BEM KM IPB. Pada tahun 2008 berpartisipasi sebagai peserta dalam acara Workshop Pembuatan Biodiesel yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) IPB, pada tahun yang sama berpartisipasi sebagai peserta dalam acara Economic Seminar and Entrepreneur Talkshow “Open Your Eyes To Be The Success Entrepreneur” yang diadakan oleh BEM FEM IPB. Pada tahun 2010 menjadi finalis lomba karya tulis ilmiah Atsiri Fair dengan judul “Aplikasi Minyak Atsiri dan Oleoresin Jahe Sebagai Solusi Pencegahan Penyakit Jantung dan Stroke (Dua Penyakit Teratas Penyebab Kematian di Indonesia)”. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun 2010 di Koperasi Peternakan Bandung Selatan Pangalengan-Bandung dengan judul “Mempelajari Aspek Manajemen Produksi Susu Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan-Bandung”.


(9)

PERSEMBAHAN

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah

sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini

dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.” (QS.Ali-‘Imran: 190-191)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang

dikerjakannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)

Kesungguhan itu bukan hanya keasyikan untuk berangan-angan mencapai keberhasilan yang mudah, dalam keraguan dan penundaan, tetapi pembuktian keihlasan untuk sibuk bekerja dengan

jujur. (Mario Teguh)

Hambatan bukanlah jalan buntu melainkan tantangan untuk menguji kreativitas. Saya tidak akan kalah, saya tidak akan menangis. Sampai mimpi itu terkabul kelak. Langit itu

tersenyum, bunga itu tersenyum. Saya pun kelak akan tersenyum.

Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam, karena atas ridho-Nya karya ini dapat saya selesaikan.

Demi pertemuan dengan-Nya, demi kerinduan kepada Rasul-Nya, demi bakti kepada orangtua, dan demi manfaat kepada sesama, karya ini saya buat.

Saya persembahkan karya ini untuk:

Ayahanda Endang Supriadi dan Ibunda Neneng Susilawati tercinta atas kasih sayang, didikan, do’a, dukungan, motivasi, pengorbanan, dan hal baik lainnya yang selalu diberikan sehingga

menjadi kekuatan bagi saya dalam meraih cita-cita. Adik-adik saya, terimakasih atas pelajaran hidup yang diberikan.

Aditya Pradhana atas do’a, dukungan, semangat, inspirasi, dan keceriaan yang selalu diberikan. Sahabat-sahabat kelas B-12, TIN 44, kost-an Pondok Putri Rahmah, atas bantuan dan keceriaan

yang selalu diberikan selama menjalani kuliah.

Seluruh manusia yang terus berjuang dan berkarya untuk kemajuan peradaban. Semoga karya ini menjadi ibadah, amal, dan bermanfaat. Amin.


(10)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengaruh Pretreatments pada Pengeringan Cabai Merah (Capsicum annuum L.) dengan Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) dilaksanakan di Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) IPB dan Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB sejak bulan Febuari sampai Mei 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Ir. Faqih Udin, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama atas saran dan bimbingan moril yang diberikan kepada penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi;

2. Bapak Ir. Sugiarto, M.Si, selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi;

3. Bapak Dr. Ir. Sapta Raharja DEA, selaku dosen penguji atas saran dan arahan yang diberikan untuk kesempurnaan skripsi;

4. Bapak dan Ibu laboran Laboratorium Pilot Plant Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) IPB dan Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian.

Bogor, Agustus 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……….. iv

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR GAMBAR ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Tujuan ………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ……….……….. 3

A. Tanaman Cabai ……….……….. 3

B. Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai ………... 4

C. Pascapanen Cabai …..……… 6

D. Cabai Merah Kering ……… 8

E. Natrium Benzoat ……….. 8

F. Pengeringan ……… 11

G. Pengeringan Tipe Rak ………. 12

III. METODE PENELITIAN ……….. 14

A. Waktu dan Tempat .……… 14

B. Alat dan Bahan ………. 14

C. Metode Penelitian ………. 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 19

A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) ……… 19

B. Pengolahan Cabai Merah Kering……….. 20

C. Analisis Pengaruh Pretreatments Terhadap Parameter yang Diamati ……… 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 32

A. Kesimpulan ………. 32

B. Saran ……… 32

DAFTAR PUSTAKA ……… 33


(12)

 

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai Tiap 100 Gram ……… 6 Tabel 2. Data Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Merah Tahun 2010 ……….. 7 Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium Benzoat di

Indonesia ………. 10

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Awal Cabai Merah (Capsicum annuum L.)


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Rumus Bangun Capsaicin ..……… 5

Gambar 2. Rumus Bangun Vitamin C …...……….. 5

Gambar 3. Bubuk Natrium Benzoat ………. 9

Gambar 4. Rumus Bangun Natrium Benzoat……… 9

Gambar 5. Skema Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) ……… 13

Gambar 6. Cara Pembuatan tepung Cabai ……… 16

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ………. 18

Gambar 8. Proses Pencucian Cabai Merah ………... 21

Gambar 9. Ilustrasi Pembelahan Cabai Merah ………. 22

Gambar 10. Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)……… 23

Gambar 11. Cabai Merah Kering A0……….. 24

Gambar 12. Cabai Merah Kering A1……….. 24

Gambar 13. Cabai Merah Kering A2……….. 24

Gambar 14. Cabai Merah Kering A3……….. 24

Gambar 15. Cabai Merah Kering A4……….. 24

Gambar 16. Cabai Merah Kering A5……….. 24

Gambar 17. Grafik Kadar Air Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan ………..……. 26

Gambar 18. Grafik Kadar Vitamin C Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan ………..………. 26

Gambar 19. Grafik Total Asam Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan …...……….. 27

Gambar 20. Grafik Total Karotenoid Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan ………..………. 28

Gambar 21 Grafik Uji Organoleptik Warna Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan ……… 30

Gambar 22. Rentang Nilai Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Warna Cabai Merah Kering ……….. 30

Gambar 23. Grafik Uji Organoleptik Rasa Pedas Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan ……… 31

Gambar 24. Rentang Nilai Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Pedas Cabai Merah Kering……… 31


(14)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel ……… 37

Lampiran 2. Hasil Analisis Keragaman Laju Pengeringan ………. 39

Lampiran 3. Hasil Penelitian Kadar Air Cabai Merah Kering ……… 40

Lampiran 4. Hasil Analisis Keragaman Kadar Vitamin C ……….. 41

Lampiran 5. Hasil Analisis Keragaman Total Asam ……….. 42

Lampiran 6. Hasil Analisis Keragaman Total Karotenoid ………. 43

Lampiran 7. Hasil Analisis Organoleptik Warna ………..………. 44

Lampiran 8. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Pedas ……… 46


(15)

 

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Cabai merupakan komoditas hortikultura di Indonesia yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tanaman cabai tergolong tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman cabai memiliki banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 25 spesies yang sebagian besar tumbuh di daerah asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. (Supena, 2004).

Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C, serta sejumlah kecil minyak atsiri (Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004; Sembiring, 2009). Cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga dan juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat-obatan, industry kosmetik (Taychasinpitak dan Taywiya, 2003; Sembiring, 2009).

Cabai termasuk komoditas sayuran yang hemat lahan karena untuk peningkatan produksinya lebih mengutamakan perbaikan teknologi budidaya. Penanaman dan pemeliharaan cabai yang intensif dan dilanjutkan dengan penggunaan teknologi pascapanen akan membuka lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang menguasai teknologi dalam usaha tani cabai yang berwawasan agribisnis dan agroindustri (Sembiring, 2009).

Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk memperoleh keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling tinggi di Indonesia. Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya sayuran lain. Cabai pun kini menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan.

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu dari enam jenis komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah karena penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Cabai merah (Capsicum annuum L.) biasanya diekspor dalam bentuk segar dan bentuk kering (serbuk dan utuh) (Sembiring, 2009).

Menurut Zhang (2005), cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan spesies yang dibudidayakan secara luas karena spesies ini adalah spesies pertama yang ditemukan oleh Colombus dan diperkenalkan ke seluruh dunia. Cabai merah masuk ke Indonesia sekitar 450-500 tahun yang lalu dan diabawa oleh bangsa Portugis. Cabai merah memiliki daya adaptasi yang cepat dan menjadi komoditas sayuran penting karena dapat diterima oleh bangsa asli Indonesia. Seiring peningkatan jumlah penduduk, permintaan cabai merah menjadi meningkat.

Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2001), pada tahun 2000 tercatat bahwa luas areal pertanaman cabai merah adalah sebesar 183,347 ha dengan


(16)

rata- 

rata produksi sebesar 5.5 ton/ha, dan rata-rata produksi cabai merah pada tahun 2001 adalah sebesar 4.17 ton/ha. Hal ini menunjukkan keadaan produksi cabai merah tidak stabil setiap tahun yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti iklim, penyakit, dan sebagainya.

Cabai mudah sekali mengalami kerusakan. Kerusakan pada cabai dapat berasal dari cabai itu sendiri maupun dari faktor yang bukan berasal dari cabai tersebut. Keadaan yang sering terjadi adalah harga cabai merah menjadi rendah ketika musim panen karena petani menjual semua cabainya. Petani tidak berani ambil resiko untuk menyimpan hasil panen cabainya karena sifat cabai yang mudah rusak (Barus, 2009). Oleh sebab itu perlu dilakukan pengolahan pascapanen seperti pengawetan agar kerusakan pada cabai dapat diperkecil dan menjamin ketersediaan cabai merah pada saat terjadi kelangkaan cabai merah segar, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan pelaku usaha.

Deasy (2003) menambahkan bahwa produk diversifikasi hasil olahan yang dapat meningkatkan umur simpan seperti layaknya melalui pengeringan, dapat menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersediaannya jika dibutuhkan dalam waktu singkat. Produk cabai kering Indonesia mempunyai prospek pasar yang baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan, produk cabai kering mempunyai pasaran tetap di luar negeri. Produk cabai kering merupakan bahan dasar pembuatan cabai bubuk sebagai bahan campuran makanan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengetahui perlakuan pendahuluan pada pengeringan cabai dengan menggunakan mesin pengering tipe rak dan mengamati karakteristik yang dihasilkan.

B.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pretreatment pada pengeringan cabai dengan menggunakan pengeringan tipe rak (tray dryer) terhadap kinerja pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) kering yang dihasilkan.


(17)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Tanaman Cabai

Tanamana cabai (Capsicum sp.) diduga berasal dari Amerika Selatan, Amerika Tengah, termasuk Meksiko, sejak 2,500 tahun sebelum Masehi. Taksonomi tanaman ini dalam dunia tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Subklas : Sympetalae

Ordo : Tubiflorae (Solanales)

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Cabai merupakan tumbuhan yang berasal dari genus Capsicum dan merupakan tanaman dari famili Solonaceae. Genus Capsicum terdiri atas 25 spesies, dan lima diantaranya sudah dibudidayakan, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum pubescences, Capsicum baccatum, Capsicum chinense. Tiga spesies yang paling banyak dibudidayakan di dunia adalah Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense (Supena, 2004; Rachmawati, 2008).

Di pasaran, dikenal cabai merah keriting, cabai merah besar, cabai hijau, dan cabai rawit. Sesuai dengan namanya, cabai merah keriting berbentuk panjang mengeriting atau bergelombang, ramping, kulit buah tipis, lebih tahan simpan, dan rasanya relatif pedas dibandingkan cabai merah besar dan cabai hijau. Cabai merah besar adalah cabai besar yang buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, kurang tahan simpan, dan tidak begitu pedas, sedangkan cabai hijau adalah cabai merah besar atau cabai keriting yang dipetik ketika masih muda dan belum berubah warnanya menjadi merah. Cabai rawit adalah cabai berwarna hijau, ukurannya kecil dengan bentuk sedikit keriting dan rasanya lebih pedas dibandingkan cabai merah keriting, cabai merah besar, dan cabai hijau (Sembiring, 2009).

Menurut Hewindati (2006), batang utama cabai tegak dan pangkalnya berkayu dengan panjang 20-28 cm, diameter 1.5-2.5 cm. Batang percabangan berwarna hijau dengan panjang mencapai 5-7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0.5-1 cm. Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara berkesinambungan.

Daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau diistilahkan dengan oblongus acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3.5-5 cm. Daun cabai merupakan daun tunggal, bertangkai dengan panjang 0.5-2.5 cm, letak tersebar. Helaian daun bentuknya bulat telur sampai elips, ujungnya runcing, pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 1.5-12 cm, lebar 1-5 cm, dan berwarna hijau (Hewindati, 2009).

Bunga cabai merupakan bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. Cabai memiliki posisi bunga yang menggantung. Warna mahkota putih, memiliki kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1-1.5 cm, lebar 0.5 cm, warna kepala putik kuning. Bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil, umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi


(18)

ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut bunga sempurna karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga (Hewindati, 2006).

Buah cabai merupakan buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok, meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2 cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua, setelah masak menjadi merah cerah. Biji yang masih muda berwarna kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Buah cabai biasanya muncul dari percabangan atau ketiak daun dengan posisi menggantung (Rachmawati, 2008).

Rachmawati (2008) menyebutkan bahwa tanaman cabai membutuhkan kondisi tertentu untuk pertumbuhan optimalnya. Sebenarnya tanaman ini dapat tumbuh pada berbagai ketinggian, tetapi pertumbuhan optimal akan diperoleh pada ketinggian anatara 0.5-1.25 meter di atas permukaan laut. Tanah yang baik bagi tanaman cabai adalah tanah yang memiliki drainase cukup baik, mengandung unsur-unsur yang lengkap, terutama unsur P, dan memiliki pH antara 5.5-6.5. Curah hujan yang cocok bagi tanaman ini adalah 600-1,200 mm/tahun. Pada saat perkecambahan benih, cabai membutuhkan suhu antara 16-35 °C, sedangkan suhu optimum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dan pembungaan adalah 25-27 °C.

B.

Manfaat dan Kandungan Gizi Cabai

Manfaat utama cabai merah adalah sebagai bahan makanan, khususnya bumbu atau pelengkap masakan. Rasa pedas yang terkandung pada cabai sangat digemari masyarakat timur termasuk Indonesia, selain itu cabai memiliki kandungan gizi yang penting. Menurut Taychasinpitak dan Taywiya (2003), kandungan kimia cabai merupakan bagian penting dalam obat-obatan, pewarna makanan, dan kosmetika.

Cabai dipasarkan dalam berbagai bentuk, seperti buah segar atau bahan industri (cabai giling, cabai kering, tepung cabai), olahan (sambal, variasi bumbu), dan hasil industri (oleoresin, pewarna, dan rempah). Penggunaan cabai tidak hanya sebagai bumbu masakan melainkan sebagai penggugah selera makan dan banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Khasiat sebagai penggugah makan dirangsang oleh minyak atsiri yang ditimbukan pada saat mengunyah cabai atau menghirup aroma cabai. Senyawa capsaicin yang terkandung pada cabai merangsang keluarnya air liur di mulut dan merangsang kerja lambung, sehingga pencernaan makanan menjadi lancar. Pada bidang kesehatan, cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi (Sembiring, 2009).

Berbagai macam khasiat yang dimiliki cabai disebabkan oleh senyawa capsaicin (C18H27NO3) yang memiliki berat molekul 305.41 g/mol. Capsaicin merupakan unsur aktif dan unsur pokok yang berkhasiat yang terdapat pada plasenta buah. Senyawa ini terdapat pada biji cabai dan berguna untuk memperlancar sekresi asam lambung serta mencegah infeksi sistem pencernaan. Capsaicin merupakan komponen terbanyak dari capsaicinoid yang diikuti oleh dihidrocapsaicin, nordihidrocapsaicin, homodihidrocapsaicin, dan homocapsaicin (Govindarajan dan Sathyanarayana, 1991; European Commission Health and Consumer Protection Direstorate-General, 2002).


(19)

Gambar 1. Rumus Bangun Capsaicin (Sari, 2009)

Menurut Chuah (2008), cabai merupakan tanaman yang memiliki komponen antioksidan yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid. Kandungan lain pada cabai yaitu protein dan vitamin yang berguna bagi tubuh.

Vitamin C adalah salah satu asam organik beratom karbon 6 yang memiliki dua bentuk molekul aktif yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat). Apabila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut maka akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara biologis. Vitamin C merupakan vitamin yang disintesis dari glukosa dalam hati dari semua jenis mamalia, kecuali manusia. Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat di dalam tubuhnya karena tidak memiliki enzim glunolaktone oksidase yang mampu mensintesis glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat, sehingga harus disuplai dari makanan (Padayatty, 2003).

Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak akibat pemanasan. Vitamin C cukup stabil dalam kedaan kering dan dalam larutan asam, namun tidak stabil dalam larutan alkali. Faktor yang menyebabkan kerusakan vitamin C adalah lama penyimpanan, perendaman dalam air, pemanasan dalam waktu lama, dan pemanasan dalam alat yang terbuat dari besi atau tembaga (Almatsier, 2001). Burdulu, Koca, dan Karadeniz (2006) mengatakan bahwa asam askorbat menurun dengan meningkatnya pemanasan. Sekitar setengah dari kandungan vitamin C akan rusak akibat pemanasan. Jumlah kandungan vitamin C yang hilang tergantung dari cara pemanasan yang dilakukan. Sumber vitamin C terdapat di dalam makanan terutama buah-buahan segar seperti jeruk, tomat, cabai, nanas, stroberi, dan sebagainya. Kadar vitamin C pada sayuran segar lebih rendah. Konsentrasi vitamin C yang paling tinggi pada buah-buahan segar terdapat pada kulitnya, sedangkan pada daging buah dan biji memiliki konsentrasi vitamin C yang rendah.


(20)

Warna merah pada cabai merah berasal dari kandungan pigmen karotenoid, yaitu capsanthin, capsorubin, lutein, zeaxanthin, carotene, dan cryptoxantin. Karotenoid merupakan suatu pigmen berwarna oranye, merah, atau kuning. Senyawa karotenoid biasanya terdapat pada buah-buahan berwarna merah yang merupakan suatu zat yang larut dalam lemak atau pelarut organik, namun tidak larut di dalam air, gliserol, dan propilen glikol. Senyawa ini sensitif terhadap alkali dan sangat sensitif terhadap udara dan sinar terutama pada suhu tinggi. Istilah karoten digunakan untuk zat yang memiliki atom C40 atau dengan rumus molekul C40H56 (Dutta, Chaudhuri, dan Chakraborty, 2005).

Karotenoid sangat sensitif terhadap terhadap panas, sehingga mudah sekali mengalami kerusakan akibat pemanasan. Kecerahan pada bahan pangan disebabkan karena pigmen yang terdapat pada kulit bahan pangan tersebut. Menurut Dutta, Chaudhuri, dan Chakraborty (2005), penurunan kandungan karotenoid tergantung dari suhu dan lama pengolahan, pemotongan atau penghancuran bahan. Hal yang dapat dilakukan dalam mengurangi kemungkinan kerusakan kandungan karotenoid adalah dengan mengurangi suhu dan lama pengolahan, serta mengurangi jeda waktu antara mengupas, memotong, dan menghancurkan bahan. Pengolahan dengan menggunakan suhu tinggi dalam waktu yang singkat merupakan alternatif yang baik dalam mengurangi penurunan kandungan karotenoid. Kandungan gizi cabai merah segar per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai Tiap 100 Gram

Komposisi Gizi Jenis Cabai

Merah Besar Segar Merah Besar Kering

Kalori (kal) 31.0 311.0

Protein (g) 1.0 15.9

Lemak (g) 0.3 6.2

Karbohidrat (g) 7.3 61.8

Kalsium (g) 29.0 160.0

Fosfor (mg) 24.0 370.0

Zat besi (mg) 0.5 2.3

Vitamin A (S.I.) 470.0 576.0

Vitamin B1 (mg) 0.1 0.4

Vitamin C (mg) 18.0 50.0

Air (g) 90.9 10.0

(Sumber: Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004)

C.

Pascapanen Cabai

Ketersediaan dan kebutuhan cabai merah di Indonesia sangat tidak stabil. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti cuaca, bencana, hama, dan sebagainya. Keadaan demikian merupakan permasalahan pertanian yang sering dihadapi di Indonesia. Pada saat produksi meningkat, harga cabai merah relatif rendah. Pada saat itu petani akan mengeluarkan atau menjual seluruh cabai merah yang diproduksi karena tidak mungkin dilakukan penyimpanan terhadap komoditas tersebut yang memiliki sifat mudah rusak. Umur simpan


(21)

cabai merah segar adalah 5 hari jika disimpan di dalam lemari pendingin. Pada saat produksi cabai merah menurun, harga cabai merah akan meningkat karena terjadi kelangkaan komoditas. Ketidakstabilan produksi cabai merah diperkuat oleh data ketersediaan dan kebutuhan cabai merah segar 2010 yang diperoleh dari Direktorat Jendral Hortikultura, Kementrian Pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Merah Tahun 2010 (ton) Bulan Rencana

Produksi

Realisasi Produksi

(Ketersediaan) Kebutuhan

Ketersediaan-Kebutuhan

Jun-10 111,720 105,833 97,999 7,834

Jul-10 102,637 97,228 97,999 (771)

Aug-10 114,291 108,268 117,599 (9,331)

Sep-10 105,504 99,944 107,799 (7,855)

Th 2010 1,287,953 1,220,078 1,220,088 (10)

(Sumber: Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian, 2010)

Menurut Kumoro, Rahayu, dan Mashur (2005), merosotnya hasil panen cabai merah petani disebabkan kurang baiknya pengelolaan hasil panen yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, sehingga pengelolaan pascapanen dilakukan seadanya dan dikategorikan kurang baik. Hasil pascapanen cabai merah umumnya dikemas menggunakan karung plastik, selain itu para pedagang pengumpul sering menekan buah cabai merah untuk menghemat tempat disaat mengangkut hasil panen. Pengangkutan ke pasar masih banyak dilakukan dengan menggunakan kendaraan bak terbuka, sehingga suhu panas akan mempengaruhi kondisi cabai merah dalam karung.

Pada bidang pertanian dikenal istilah pascapanen yang diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen. Secara keilmuan disebut pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau tahapan, yaitu pascapanen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan pascapanen disebut juga sebagai pengolahan primer (primary processing) yang merupakan semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi segar atau untuk persiapan pengolahan berikutnya. Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kondisi suatu komoditas tetap baik dan sesuai untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan. Penanganan pascapanen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan mudah rusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dan lain-lain. Perlakuan dapat berupa pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading, pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan (Mutiarawati, 2007).

Keuntungan penanganan pascapanen yang baik yaitu jumlah pangan yang dapat dikonsumsi lebih banyak, lebih murah jika dibandingkan dengan peningkatan produksi yang membutuhkan input tambahan, resiko kegagalan lebih kecil, hemat energi, waktu yang diperlukan lebih singkat, meningkatkan nutrisi, dan mengurangi sampah (Effendi, 2010).


(22)

Teknologi penanganan pascapanen primer maupun sekunder merupakan alternatif teknologi yang dapat dipilih utnuk meningkatkan nilai tambah cabai merah. Optimasi penanganan cabai segar sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pengolahan lebih lanjut. Penanganan segar yang baik akan memenuhi standar mutu produk cabai merah segar dan memberikan nilai tambah yang kebih baik (BPTP Jawa Tengah, 2010).

D.

Cabai Merah Kering

Buah cabai tidak hanya diperdagangkan dalam bentuk segar, namun juga diperdagangkan dalam berbagai produk awetan setelah mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, seperti saus cabai, sambal cabai, pasta cabai, cabai kering, tepung cabai, oleoresin cabai, manisan cabai, cabai kalengan, obat anestesi, dan salep. Pengolahan cabai merupakan salah satu langkah pengawetan dan dapat dilakukan apabila produksi melimpah. Ekstraksi buah cabai menghasilkan pigmen karotenoid, sehingga menjadikan buah cabai dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami untuk makanan, minuman, dan kosmetik (Sembiring, 2009).

Cabai merah kering merupakan olahan cabai merah segar yang telah dilakukan proses pengeringan sehingga terjadi pengeluaran atau pengurangan kandungan air dari bahan tersebut dengan menggunakan energi panas. Pembuatan cabai merah kering dilakukan untuk menjamin ketersediaan cabai merah ketika terjadi kelangkaan cabai merah segar. Penggunaan cabai kering sebagai pengganti cabai basah semakin meningkat dengan berubahnya selera masyarakat yang semakin menghendaki bentuk makanan yang praktis atau siap hidang. Produksi cabai kering merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kondisi mutu cabai dan menjamin ketersediaan ketika cabai merah segar mengalami kelangkaan, selain itu sesuai dengan tuntutan industri pengolahan pangan seperti industri makanan instan. Cabai kering biasanya digunakan untuk bumbu masak, industri farmasi, dan ekstraksi oleoresin cabai (Deasy, 2003). Cabai kering juga dapat menggantikan penggunaan cabai segar ketika terjadi kelangkaan pada cabai segar.

Proses pengeringan cabai diawali dengan pemilihan dan sortasi bahan baku cabai. Sortasi merupakan kegiatan memisahkan buah cabai sehingga diperoleh buah cabai yang sehat dan menyingkirkan buah cabai yang rusak atau cacat. Sortasi juga diperlukan untuk memisahkan buah cabai berdasarkan keseragaman ukuran maupun tingkat kerusakannya karena buah cabai yang dipanen memiliki keseragaman ukuran dan tingkat kerusakan yang berbeda. Proses berikutnya yaitu pembelahan. Kemudian dilakukan proses blanching. Pada proses ini ditambahkan zat pengawet agar tepung cabai menjadi tahan lama. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan yang dapat dilakukan dengan cara pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan diakhiri setelah kadar air cabai mencapai 7-8% atau apabila cabai kering mudah dipatahkan (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, 2009).

E.

Natrium Benzoat

Natrium benzoat merupakan bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air (62.8, 66.0, dan 74.2 gram larut dalam 100 ml air pada suhu 0°C, 20°C, dan 100°C), higroskopik pada RH di atas 50%, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 gram/liter air, larut dalam etanol, methanol, dan etilen glikol (WHO, 2000; Chipley, 2005).


(23)

Gambar 3. Bubuk Natrium Benzoat (Rohman, 2010)

Natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki rumus bangun seperti pada Gambar 4. Garam natrium (BM 144.1) sudah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan.

Gambar 4. Rumus Bangun Natrium Benzoat (European Commission Health and Consumer Protection Directorate-General, 2002)

Fungsi utama natrium benzoat adalah sebagai antimyotic agents. Umumnya bakteri penghasil racun dan bakteri pembentuk spora dapat dihambat pada konsentrasi 0.01% sampai 0.02% asam tidak terdisosiasi. Kapang dan khamir dihambat pada konsentrasi 0.05% sampai 0.1% asam tidak terdisosiasi. Benzoat menghambat atau membunuh mikroba dengan mengganggu permeabilitas membran sel mikroba dan menyebabkan gangguan pada sistem transpor elektron (Chipley, 2005).

Menurut Lopez (1998) seperti dikutip oleh Saragih (2007), mekanisme kerja bahan pengawet yang terdiri dari asam organik adalah berdasarkan permeabilitas dari membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba memiliki pH yang netral. Apabila sitoplasma memiliki pH yang lebih asam atau lebih basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel mikroba, sehingga metabolisme sel mikroba terhambat.

Kelebihan natrium benzoat sebagai bahan pengawet antara lain harganya yang murah, mudah diaplikasikan ke dalam produk, dan tidak berwarna. Natrium benzoat telah digunakan secara luas pada berbagai produk pangan seperti minuman, bakery, dan makanan lain. Penggunaan natrium benzoat pada industri kosmetik yaitu dengan konsentrasi 0.1% - 0.5%, sedangkan pada industri farmasi digunakan natrium benzoat dengan konsentrasi 0.05% - 0.1% (Chipley, 2005).


(24)

Benzoat hingga konsentrasi 0.1% digolongkan sebagai Generally Recognized As Safe (GRAS) berdasarkan Food and Drug Adminitration (FDA). Natrium benzoat digunakan hingga konsentrasi 0.15% dan 0.25% di negara-negara selain Amerika Serikat. Batas European Commision untuk asam benzoat dan natrium benzoat adalah 0.015% - 0.5%. Penggunaan natrium benzoat di Indonesia telah diatur dalam SNI 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan yang kadarnya berkisar 0.06% - 0.1%. Batas maksimum penggunaan asam benzoat dan natrium benzoat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Batas Maksimum Penggunaan Asam Benzoat dan Natrium Benzoat di Indonesia

Jenis atau Bahan Makanan Batas Maksimum Penggunaan

Acar ketimun dalam botol 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat dan kalium benzoat, atau dengan kalium sorbat.

Keju 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya.

Margarin 1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam benzoat atau dengan asam sorbat dan garamnya.

Aprikot yang dikeringkan 500 mg/kg, tunggal atau campuran dengan garamnya.

Marmalad 500 mg/kg, tunggal atau campuran denga kalium

sorbat.

Pekatan sari nanas

1 g/kg, tunggal atau campuran denga asam benzoat atau dengan asam sorbat dan garamnya dan senyawa sulfit, tetapi senyawa sulfit tidak lebih dari 500 mg/kg.

Anggur; Anggur buah dan minuman

beralkohol lain 200 mg/kg.

Jem dan Jeli

1 g/kg, tunggal atau campuran dengan asam sorbet dan garam kaliumnya, dari asam parahidroksibenzoat.

Kecap 600 mg/kg.

Sirop; Saus tomat 1 g/kg.

Minuman Ringan 600 mg/kg.

Saus Tomat 1 g/kg.

Makanan Lain 1 g/kg.


(25)

F.

Pengeringan

Pengeringan adalah proses pemindahan kandungan air dengan bantuan energi panas dari sumber panas yang dipindahkan dari permukaan bahan. Dasar proses pengeringan yaitu terjadinya penguapan air ke udara dari bahan yang dikeringkan. Penguapan dilakukan dengan menurunkan kelembaban udara dalam ruangan dan mengalirkan udara panas ke sekeliling bahan, sehingga kandungan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air udara. Perbedaan tekanan menyebabkan terjadinya uap air dari bahan ke udara (Anonim, 2010).

Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas tertentu sehingga perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Hal tersebut menyebabkan bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Aschtanasia, 2010). Menurut Brennan (2006), pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk. Sasaran pengeringan adalah menurunkan kadar air atau aktivitas air (aw), sehingga dapat menghambat kerusakan, pertumbuhan bakteri, menurunkan aktivitas enzim, serta menurunkan laju perubahan kimia yang tidak diinginkan. Asgar (2006) menyebutkan bahwa pengeringan dapat menurunkan biaya dan memudahkan dalam pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Bahan yang dikeringkan menjadi ringan dan volume menjadi lebih kecil.

Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan alami, dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran oleh sinar matahari langsung. Pengeringan cara ini sering disebut juga pengeringan tradisional. Pengeringan tradisional memiliki keuntungan tidak memerlukan bahan bakar sehingga biaya yang dibutuhkan lebih murah, namun kerugian yang dimiliki pengeringan cara ini yaitu suhu pengeringan dan kelembaban tidak dapat dikontrol, hanya berlangsung bila sinar matahari ada. Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan alat pengering buatan atau semi mekanik dengan sumber panas sesuai keingingan. Pengeringan ini membutuhkan waktu dan kualitas yang lebih baik dari pengeringan alami (BBPPTP, 2008).

Pengeringan produk pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kadar air bahan, suhu maksimum dalam proses penguapan, waktu pengeringan, sumber pemanas. Peristiwa yang terjadi selama proses pengeringan terdiri dari dua proses, yaitu proses perpindahan panas dan proses perpindahan massa. Proses perpindahan panas yaitu proses penguapan air dari bahan atau proses perubahan bentuk cair menjadi bentuk gas. Proses perpindahan massa yaitu proses perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Anonim, 2010).

Pengeringan buatan dilakukan dengan menggunakan bahan bakar sebagai sumber panas. Alat pengeringan terdiri dari berbagai macam, yaitu:

1. Pengering berbentuk rak (tray dryer)

Pengering tipe rak berbentuk persegi dan di dalamnya berisi rak-rak yang digunakan sebagai tempat bagi bahan yang akan dikeringkan. Pengering jenis ini cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran dan sering digunakan untuk bahan yang jumlahnya tidak terlalu besar. Waktu pengeringan umumnya dibutuhkan selama 10-60 jam. Pengeringan ini dapat digunakan dalam keadaan vakum.

2. Pengering berputar (rotary dryer)

Pengering ini beroperasi secara kontinyu, terdiri atas cangkang silinder yang berpurat perlahan, biasanya dimiringkan beberapa derajat dari bidang horizontal untuk membantu perpindahan umpan basah yang dimasukkan pada atas ujung drum.


(26)

Pengeringan berputar cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk padat dan butiran dengan waktu pengeringan selama 10-60 menit.

3. Pengering beku (freeze dryer)

Pengering beku cocok digunakan untuk bahan padatan yang sensitive terhadap panas (bahan teknologis tertentu, bahan farmasi, pangan dengan kandungan flavor tinggi). Pengeringan terjadi di bawah titik triple cairan dengan menyublim air beku menjadi uap yang kemudian dikeluarkan dari ruang pengering dengan pompa vakum mekanis. Penggunaan pengering jenis ini akan menghasilkan produk bermutu tinggi dibandingkan dengan teknik pengeringan jenis lain.

4. Pengering semprot (spray dryer)

Pengering semprot cocok digunakan untuk bahan yang berbentuk larutan yang sangat kental serta berbentuk pasta (susu, zat pewarna, bahan farmasi). Umpan diatomisasi dalam bentuk percikan kemudian disentuhkan dengan udara panas yang dirancang dengan baik.

G.

Pengeringan Tipe Rak

Menurut Taib (1988), pengering rak termasuk alat pengering tipe curah dengan pemanasan langsung. Pengering ini disebut juga dengan “tray dryer’ karena digunakan rak penyangga atau talam sebagai penyangga bahan yang akan dikeringkan dengan udara pemanas dalam ruang tertutup. Mesin pengering ini terdiri dari struktur rangka dimana dinding, atap, dan alas diisolasi untuk mencegah kehilangan panas, serta dilengkapi dengan kipas internal untuk menggerakkan medium pengering melalui sistem pemanas dan mendistribusikannya secara merata melalui satu atau beberapa rak berisi bahan yang akan dikeringkan dalam ruang pengering.

Pengering rak terdiri dari dinding isolator, kipas angin, pemanas udara, dan rak sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Ukuran mesin ini bermacam-macam mulai dari skala perusahaan hingga berisi rak kecil. Udara dialirkan melewati perrnukaan rak dan makanan atau melewati lubang rak dan lapisan makanan atau keduanya. Udara jenuh dialirkan ke luar pengering rak dan digantikan melalui pengatur (Brennan, 2006). Menurut Amelia (2007), alat pengering rak dengan tenaga listrik memiliki dua ruang, yaitu ruang pembangkit dan ruang pengering. Ruang pembangkit terdiri dari filamen pemanas, sedangkan ruang pengering terdiri dari ruang persegi panjang yang merupakan tempat meletakkan tray dan kipas. Tray merupakan tempat bahan yang akan dikeringkan, biasanya terbuat dari bahan logam dan berlubang. Lubang tersebut dibuat untuk mengalirkan udara panas dan uap air. Jumlah tray pada rak tergantung dari keperluan.

Menurut Maroulis dan Saravacos (2003), pengering rak biasanya digunakan untuk mengeringkan produk curah yang berjumlah sedikit. Pemanas digunakan untuk memanaskan udara yang bersirkulasi dengan membawa energi panas. Produk yang dapat dikeringkan dengan mesin ini dapat berupa potongan, bubuk, atau pasta. Pengering tipe rak digunakan untuk mengeringkan bahan yang tidak dapat diaduk secara termal, sehingga diperoleh bahan padat yang kering. Pengeringan bahan dengan menggunakan pengering rak disebabkan karena dua proses yaitu kontak bahan dengan udara panas yang mengalir secara konveksi dan kontak bahan dengan rak yang telah panas secara konduksi, namun yang paling dominan adalah


(27)

pindah panas yang mengalir secara konveksi. Proses yang terjadi selama pengeringan adalah udara dari luar masuk kemudian dipanaskan dengan kompor gas dan udara ini di sirkulasikan ke seluruh bagian pengering rak dengan bantuan sebuah kipas yang berada di bagian bawah (Kusningsih, 2008). Amelia (2007) menyebutkan bahwa proses pemanasan dalam pengering tipe rak terjadi melalui udara panas yang mengalir pada setiap rak. Udara pada alat ini selain sebagai pembawa panas juga berfungsi untuk memindahkan uap air. Arah aliran panas disesuaikan dengan kipas yang terdapat pada alat.

Menurut Rachmawan (2001), prinsip kerja mesin pengering tipe rak adalah udara pengering bergerak menuju dasar rak dengan bantuan kipas kemudian mengalir melewati bahan yang dikeringkan dan akan melepaskan panasnya sehingga terjadi proses penguapan air dari bahan. Semakin ke atas bagian rak, maka suhu akan semakin menurun, sehingga penurunan suhu ini perlu diperhatikan agar pada saat mencapai bagian atas bahan, udara pengering masih memiliki suhu yang memungkinkan untuk penguapan air. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kelembaban udara pengering agar tetap tidak jenuh pada saat mencapai bagian atas bahan sehingga masih mampu menampung uap air yang dilepaskan. Suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan tebal tumpukan bahan juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mesin pengering tipe rak ini agar hasi kering yang diharapkan dapat tercapai.

Gambar 5. Skema Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer) (Anonim, 2010)

Kelebihan alat pengering ini adalah lebih sederhana dibanding alat pengering lainnya. Selain itu alat pengering ini tidak begitu banyak memerlukan areal yang luas, misalnya jika dibandingkan dengan pengering terowongan yang panjangnya bisa mencapai 27 m (Taib, 1988). Pengeringan rak sangat bermanfaat bila laju produksi kecil. Alat ini dapat digunakan untuk mengeringkan segala macam bahan

.

Udara basah keluar

Dinding luar dryer Udara panas

Tray dan plat berlubang

Arah udara Unggun dari bahan yang dipanaskan


(28)

 

III.

METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Febuari sampai Mei 2011. Penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Pilot PlantSoutheast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center) IPB dan analisa dilakukan di Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

B.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi peralatan untuk mengeringkan cabai, yaitu pengering rak (tray dryer), loyang, wadah (panci), alat timbang, talenan, ember, gelas ukur, dan pisau. Peralatan yang digunakan untuk analisa adalah oven, alat timbang, cawan alumunium, desikator, labu ukur 250 ml, labu ukur 100 ml, labu ukur 10 ml, buret, kapas, Erlenmeyer 50 ml, Erlenmeyer 100 ml, Erlenmeyer 250 ml, spektofotometer, kertas saring whatman no 40, blender, soxhlet, penangas air, dan cawan kaca.

Bahan yang digunakan untuk membuat cabai kering adalah cabai merah segar, natrium benzoat dan air. Bahan yang diperlukan untuk analisa yaitu cabai kering, air suling, indikator PP, n-butyl-alkohol, indikator kanji, larutan NaOH 0.1 N, larutan iod 0.01 N, etanol 75%, dan larutan sukrosa 5%.

C.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan taraf perlakuan sebagai berikut:

A0 = Cabai dalam bentuk utuh

A1 = Blanching + cabai dalam bentuk utuh A2 = Blanching + potong pangkal cabai A3 = Blanching + potong ujung cabai

A4 = Blanching + sayat bagian daging secara vertikal

A5 = Blanching + potong pangkal cabai + potong ujung cabai + sayat cabai pada arah longitudinal

1. Pengeringan Cabai

Penelitian diawali dengan pembuatan produk cabai merah kering. Prosedur pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) dengan menggunakan mesin pengring tipe rak (tray dryer) dimulai dengan melakukan sortasi bahan. Sortasi dilakukan untuk memilih cabai yang baik, yaitu tingkat kemasakannya di atas 60%, mulus, dan tidak cacat. Cabai merah segar yang digunakan berasal dari Pasar Anyar, Bogor.


(29)

 

Cabai yang baik kemudian dipetik tangkainya dan dicuci. Pencucian cabai bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa pestisida. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air mengalir.

Setelah dilakukan proses pencucian, dilakukan proses blanching. Cabai yang telah bersih direndam dalam air panas yang telah diberi natrium benzoat. Mengacu pada Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian (2009) mengenai standar prosedur operasional (spo) pengolahan cabe, suhu air panas yang digunakan yaitu sebesar 90°C. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Widyastuti (1998), natrium benzoat yang ditambahkan pada pengeringan cabai rawit dengan menggunakan oven pada suhu 60°C yaitu sebanyak 600 mg/kg cabai atau dengan konsentrasi 0.06%. Perendaman dilakukan selama selama 6 menit. Air panas yang dibutuhkan yaitu sebanyak 1.5 liter untuk 1 kg cabai (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, 2009). Selanjutnya cabai ditiriskan dan kemudian dikeringkan. Proses blanching dilakukan untuk mempercepat waktu pengeringan, mencegah terjadinya browning pada cabai, memperpanjang daya simpan, mencegah cabai menjadi keriput, dan mencegah warna cabai menjadi kusam akibat proses pengeringan.

Proses berikutnya yaitu pembelahan. Pembelahan cabai dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pada tahap ini dilakukan berbagai macam jenis pembelahan pada cabai untuk diketahui kinerja pengeringan cabai merah terbaik.

Proses pengeringan dilakukan dengan pengeringan tipe rak (tray dryer). Pengeringan dilakukan pada suhu 50 °C selama 16 jam. Pengeringan diakhiri setelah kadar air cabai mencapai 7-8% atau apabila cabai kering mudah dipatahkan.


(30)

 

Cara pembuatan cabai kering secara skematis dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Cara Pembuatan Tepung Cabai 2. Analisa Sampel

Analisa dilakukan untuk mengetahui pengaruh pretreatments pada pengeringan cabai merah (Capsicumannum L.) dengan menggunakan mesin pengering tipe rak (tray dryer). Analisa yang dilakukan meliputi pengukuran laju pengeringan, kadar air (AOAC, 1984), kadar vitamin C (Jacobs, 1958), total asam (Ranggana, 1977), total karotenoid (AOAC, 1990), dan uji organoleptik. Prosedur analisa disajikan pada Lampiran 1.


(31)

 

3. Analisa Statistika

Model rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh (laju pengeringan, kadar vitamin C, total asam, dan total karotenoid) dianalisa menggunakan sidik ragam (ANOVA) pada taraf signifikansi α=0.05 dan α=0.01, kemudian dianalisa lanjut dengan Uji Jarak Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Uji Jarak Duncan dilakukan hanya apabila hasil analisis ragam minimal berpengaruh nyata. Model matematis RAL adalah sebagai berikut:

Di mana:

= Hasil pengamatan dari faktor pretreatments pada taraf ke- dan ulangan ke-

= Efek nilai tengah

= Efek dari faktor pretreatments ke- ( , , , , )

= Efek galat dari faktor pretreatments pada taraf ke- pada ulangan ke- ( , )

Data organoleptik yang diperoleh dianalisa menggunakan Uji Kruskal-Wallis pada taraf signifikansi α=0.05 dan α=0.01 menggunakan program Minitab 14. Model statistik Uji Kruskal-Wallis adalah sebagai berikut:

dan

Di mana:

= Banyaknya ulangan pada taraf ke- = Jumlah pengamatan

= Jumlah peringkat (rank) dari taraf ke-


(32)

 


(33)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Karakteristik Cabai Merah (

Capsicum annuum

L.)

Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin C, total asam, dan total karotenoid. Karakteristik awal cabai merah dilakukan untuk mengetahui mutu cabai merah segar yang akan diolah menjadi cabai merah kering, sehingga dapat ditentukan pengolahan yang tepat karena akan mempengaruhi hasil cabai merah kering yang dihasilkan. Hasil analisis proksimat awal disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Proksimat Awal Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Segar

Komposisi Hasil Pengujian

Kadar Air (%wb) 78.79

Kadar Vitamin C (mg/100 g) 14.03

Total Asam (%) 6.91

Total Karotenoid (ppm) 0.27

Kandungan kimia yang terkandung pada buah cabai merah yang digunakan dalam pembuatan cabai kering berbeda-beda, tergantung varietas cabai merah, tanah tempat tumbuh, dan cara pengolahannya. Perbedaan kandungan kimia pada cabai merah akan mempengaruhi cabai merah kering yang dihasilkan, oleh sebab itu perlu diketahui terlebih dahulu sebelum dilakukan proses pengeringan.

Kadar air adalah kandungan air yang dimiliki oleh suatu bahan yang dinyatakan dalam persen. Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme, seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi. Aktivitas metabolisme tersebut dapat menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur, citarasa, dan nilai gizi pada bahan. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi ketahanan dari suatu produk terhadap kerusakan. Kadar air bahan pangan berbanding terbalik dengan ketahanan bahan pangan tersebut terhadap kerusakan. Semakin tinggi kadar air dalam bahan pangan, maka ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan semakin rendah. Semakin rendah kandungan air dalam suatu bahan pangan, maka ketahanan bahan pangan terhadap kerusakan akan semakin tinggi. Kandungan air yang tinggi merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga tingginya kadar air akan mempercepat kerusakan pada bahan pangan.

Persentase kandungan air suatu bahan dapat dinyatakan dalam basis basah (wet basis) dan basis kering (dry basis). Kadar air basis basah adalah perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat bahan pangan, sedangkan kadar air basis kering merupakan perbandingan berat air bahan pangan terhadap berat kering bahan atau padatannya. Perlu dilakukan penurunan kadar air pada bahan pangan untuk mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh serangan mikroorganisme, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air


(34)

keseimbangan dengan udara sekeliling, sehingga bahan pertanian tersebut tahan terhadap serangan mikroorganisme.

Berdasarkan hasil analisis, kadar air cabai merah segar adalah sebesar 78.79% atau sebanyak 78.79 gram air per 100 gram buah cabai merah segar. Kadar air di dalam cabai merah segar berdasarkan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2004) adalah sebesar 90.0%. Kandungan air di dalam cabai merah berbeda-beda tergantung jenis dan varietas cabai merah yang digunakan, selain itu kandungan air dapat berkurang pada suatu bahan pertanian akibat dari respirasi yang dilakukan setelah pemanenan.

Vitamin C merupakan suatu asam organik yang biasa ditemukan di dalam sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan hasil analisis proksimat, vitamin C yang terkandung di dalam cabai merah segar adalah sebesar 14.03 mg/100 gram. Kandungan vitamin C di dalam cabai merah segar berdasarkan Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (2004) adalah sebesar 18 mg/100 gram. Kandungan vitamin C di dalam cabai merah segar berbeda-beda tergantung jenis dan vairetas cabai merah yang digunakan.

Total asam diekspresikan sebagai persen asam dominan yang terkandung pada beberapa jenis tanaman, terutama buah-buahan. Asam-asam ini merupakan hasil antara dalam metabolisme, yaitu dalam siklus Krebs (siklus asam trikarboksilat), siklus asam glioksilat, dan siklus asam shikimat. Jumlah asam di dalam buah biasanya berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah. Rasa asam pada buah juga diakibatkan karena adanya kandungan vitamin C di dalam buah tersebut. Buah yang memiliki kandungan gula yang tinggi biasanya disertai adanya kandungan asam. Berdasarkan hasil analisis proksimat, diketahui total asam yang terkandung di dalam cabai merah segar adalah sebesar 6.91%.

Warna merah pada buah cabai diakibatkan adanya kandungan karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen berwarna merah, oranye, dan kuning, yang biasanya terdapat pada buah-buahan berwarna merah. Berdasarkan hasil analisis proksimat, kandungan karotenoid cabai merah segar adalah sebesar 0.27 ppm. Pembacaan nilai karotenoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 435 nm. Setiap jenis karotenoid memiliki panjang gelombang maksimum karakteristik.

B.

Pengolahan Cabai Merah Kering

Pengeringan cabai merah (Capsicum annuum L.) dilakukan dengan beberapa tahapan pendahuluan. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan cabai merah sebelum dilakukan pengeringan dengan mensin pengering tipe rak (tray dryer) dan diharapkan cabai merah kering yang dihasilkan memiliki hasil yang optimal terutama secara visual.

1. Sortasi

Sortasi bahan pertanian merupakan pengelompokkan atau pemilihan berdasarkan tingkat keseragaman, kematangan, warnam dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena pada saat pemanenan, tingkat keseragaman, kematangan, warna pada bahan pertanian berbeda-beda. Pada penelitian ini, sortasi dilakukan untuk memilih cabai merah yang memiliki tingkat kemasakan diatas 60%, tidak cacat, bebas dari hama dan penyakit. Cabai merah yang masak ditandai dengan buahnya yang padat dan warna kulit yang merah menyala. Proses ini sangat penting karena mempengaruhi kualitas cabai merah kering yang akan dihasilkan. Cabai yang terpilih, kemudian dilanjutkan pada proses


(35)

berikutnya. Cabai merah yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Pasar Anyar, Bogor.

2. Pemotongan Tangkai

Cabai yang telah dipilih kemudian dipotong tangkainya untuk mempermudah perlakuan yang diberikan kepada masing-masing cabai, selain itu untuk mempercepat pengeringan yang dilakukan. Setelah dilakukan pemotongan tangkai buah, cabai merah dikelompokkan menjadi dua belas kelompok dengan bobot kelompok yang. Pada penelitian ini masing-masing kelompok memiliki bobot sekitar 800 gram.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan sampai tidak terdapat lagi kotoran yang menempel pada kulit cabai merah. Pencucian juga dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa pestisida pada cabai merah yang dapat mengurangi kualitas cabai merah kering yang akan dihasilkan. Pada penelitian ini, pencucian dilakukan sebanyak pada masing-masing kelompok cabai merah.

Gambar 8. Proses Pencucian Cabai Merah

4. Blanching

Blanching merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan pada sayuran atau buah-buahan dalam air panas atau uap air yang bertujuan untuk menginaktifkan enzim pada komoditas pertanian agar tidak mengalami proses lebih lanjut. Tujuan lain dari

blanching adalah untuk membersihkan komoditas sayuran dari kotoran dan mengurangi jumlah bakteri; memperlunak bahan; mengeluarkan gas-gas yang terdapat pada ruang sel bahan, sehingga mengurangi pengkaratan kaleng pada bahan yang dikemas oleh kaleng; memantapkan warna; dan membuat tekstur bahan pangan lebih baik. Faktor yang perlu diperhatikan pada proses blanching adalah tipe bahan pangan yang akan digunakan, ukuran dan jumlah bahan yang digunakan, suhu blanching, dan metode pemanasan. Suhu air panas yang digunakan untuk merendam cabai merah adalah sebesar 90°C dan banyaknya air panas yang digunakan adalah sebesar 1,200 ml. Pada penelitian ini, digunakan natrium benzoat sebagai pengawet. Banyaknya natrium benzoat yang ditambahkan adalah sebanyak 480 mg atau sebanyak 0.06%. Penggunaan natrium benzoat pada proses blanching bertujuan untuk membunuh mikroba yang masih terkandung di kulit buah cabai dengan mengganggu permeabilitas membran sel


(36)

mikroba. Perendaman cabai merah dalam air panas yang telah ditambah natrium benzoat dilakukan selama 6 menit.

5. Pembelahan

Pembelahan yang diberikan pada cabai merah bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Pada penelitian ini, pembelahan yang dilakukan pada masing-masing cabai merah berbeda-beda. Tujuan dilakukan pembelahan untuk mempercepat pengeluaran kandungan air pada cabai merah yang akan dikeringkan. Pada penelitian ini perbedaan pembelahan dilakukan untuk mengetahui perlakuan pembelahan yang paling berpengaruh terhadap kinerja pengeringan cabai merah kering yang dihasilkan. Ilustrasi pembelahan cabai merah yang diberikan disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Ilustrasi Pembelahan Cabai Merah

6. Pengeringan

Pengeringan merupakan proses mengurangi kandungan air di dalam bahan pangan sehingga kandungan air di dalam bahan pangan dalam keadaan setimbang dengan udara sekitar. Pengeringan dapat dilakukan secara alami maupun buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan cara menjemur bahan pangan di bawah sinar matahari selama beberapa waktu tertentu. Keuntungan yang diperoleh dari pengeringan alami adalah biaya yang dibutuhkan murah, namun waktu yang dibutuhkan lebih lama dan sangat tergantung kepada keadaan cuaca. Pengeringan dapat juga dilakukan dengan menggunakan bantuan mesin atau dinamakan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan mesin dapat mempercepat waktu pengeringan dan meningkatkan kualitas mutu cabai kering yang dihasilkan. Pengeringan dengan bantuan alat sebaiknya disesuaikan dengan keadaan dan jenis bahan yang akan dikeringkan. Pada penelitian ini, mesin yang digunakan untuk pengeringan adalah mesin pengering tipe rak (tray dryer).


(37)

Gambar 10. Mesin Pengering Tipe Rak (Tray Dryer)

Suhu pengeringan merupakan faktor yang mempengaruhi proses pengeringan. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka energi yang disuplai semakin tinggi dan laju pengeringan akan semakin cepat, sehingga proses pengeringan semakin cepat berlangsung. Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat akan merusak bahan, akibatnya permukaan bahan akan terlalu cepat kering sehingga tidak sebanding dengan pergerakan air pada bahan ke permukaan. Keadaan demikian mengakibatkan pengerasan pada permukaan bahan, namun pada bagian daging masih basah. Hal tersebut terjadi karena air di dalam bahan tidak dapat menguap lagi karena terhalang oleh permukaan terjadi pengerasan. Suhu yang terlalu tinggi selain dapat merusak sifat fisiologis juga dapat merusak kandungan kimiawi pada bahan yang dikeringkan. Pada penelitian ini, suhu pengeringan yang digunakan yaitu sebesar 50 °C. Penetapan suhu sebesar 50 °C ini didasari oleh penelitian terdahulu. Lama pengeringan biasanya dikaitkan dengan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin tinggi suhu pengeringan, maka waktu pengeringan semakin sedikit. Waktu pengeringan ini juga merupakan faktor yang mempengaruhi proses pengeringan. Semakin lama pengeringan, maka kandungan air di dalam bahan akan semakin banyak yang keluar. Lama pengeringan harus diselaraskan dengan suhu pengeringan yang digunakan. Apabila suhu yang digunakan tinggi dan waktu yang digunakan panjang, maka keadaan fisiologis dan kandungan kimiawi bahan akan semakin buruk. Oleh sebab itu, suhu dan waktu pengeringan harus selaras dalam penggunaannya pada proses pengeringan yang dilakukan. Pada penelitian ini, waktu pengeringan yang digunakan adalah 16 jam. Penentuan waktu ini didasari oleh penelitian terdahulu. Cabai merah kering yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 11, Gambar 12, Gambar 13, Gambar 14, Gambar 15, dan Gambar 16.


(38)

Gambar 11. Cabai Merah Kering A0 Gambar 12. Cabai Merah Kering A1

Gambar 13 Cabai Merah Kering A2 Gambar 14. Cabai Merah Kering A3

Gambar 15. Cabai Merah Kering A4 Gambar 16. Cabai Merah Kering A5

C.

Analisis Pengaruh

Pretreatments

Terhadap Parameter yang Diamati

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dilakukan analisa statistika untuk mengetahui pengaruh pretreatments terhadap laju pengeringan, kadar vitamin C, total asam, total karotenoid, organoleptik warna dan rasa pedas yang diamati. Hasil analisa statistik untuk masing-masing parameter yang diamati adalah sebagai berikut.


(39)

1. Laju Pengeringan

Laju pengeringan adalah perpindahan uap air pada bahan yang terjadi karena perbedaan tekanan uap air antara bahan dengan udara atau banyaknya massa air yang dapat dikeluarkan dari bahan per satuan waktu. Laju pengeringan terdiri dari dua tahapan, yaitu laju pengeringan konstan dan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan konstan terjadi ketika bahan masih mengandung banyak kandungan air, sehingga air yang ada di permukaan bahan akan mengering dengan cara penguapan pada permukaan air bebas atau lapisan tipis air. Laju pengeringan menurun terjadi ketika massa air pada bahan berpindah ke permukaan bahan dan kemudian terjadi penguapan air dari permukaan bahan ke medium pengering.

Data laju pengeringan dianalisis dengan menggunakan sidik ragam yang tercantum pada Lampiran 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pretreatments

memberikan pengaruh nyata terhadap parameter laju pengeringan pada taraf signifikansi

α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01.

Hasil analisis keragaman pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi

α=0.01 dianalisis lanjut dengan Uji Jarak Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui variabel pretreatments yang paling berpengaruh diantara variabel lainnya. Berdasarkan Uji Jarak Duncan, diketahui bahwa taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan yang paling berpengaruh nyata diantara taraf perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa taraf perlakuan A5 merupakan taraf perlakuan terbaik dan paling berpengaruh terhadap laju pengeringan. Hal ini disebabkan karena pada taraf perlakuan A5 memiliki luas permukaan yang paling besar diantara perlakuan lainnya, sehingga kontak permukaan dengan udara panas lebih luas. Hal tersebut mengakibatkan air di dalam bahan mudah keluar, sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Rekapitulasi analisis Uji Jarak Duncan disajikan pada Lampiran 2.

Berdasarkan hasul analisa, laju pengeringan taraf perlakuan A0 (kontrol) paling lambat diantara taraf perlakuan lainnya yang diberikan proses blanching. Proses

blanching yang diberikan pada cabai merah dapat melarutkan lapisan lilin buah cabai, sehingga kulit buah menjadi lunak. Akibatnya pengeringan yang terjadi menjadi lebih cepat.

2. Kadar Air

Kadar air cabai merah mengalami penurunan setelah mengalami pengeringan. Kadar air akhir cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 3.14%. Besar kadar air akhir cabai merah kering yang dihasilkan dari penelitian ini berada di bawah batas maksimum kadar air cabai merah kering, yaitu 10%. Keadaan demikian menunjukkan bahwa cabai merah kering yang dihasilkan tergolong baik sehingga memiliki ketahanan yang baik terhadap kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan yang memiliki kontak permukaan dengan udara panas paling besar memiliki kadar air paling kecil karena air pada bahan lebih mudah keluar. Taraf perlakuan A0 yang dinyatakan sebagai kontrol memiliki kandungan air paling besar karena selain cabai tidak dilakukan proses pembelahan, cabai juga tidak diberikan proses blanching yang mampu mempercepat pengeringan sehingga kadar air di dalam bahan akan banyak berkurang. Hasil penelitian kadar air cabai merah kering disajikan pada Lampiran 3.


(40)

Gambar 17. Grafik Kadar Air Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan

3. Kadar Vitamin C

Data kadar vitamin C pada cabai merah kering dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman untuk diketahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap parameter kadar vitamin C yang diamati. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa

pretreatments memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kadar vitamin C cabai merah kering pada taraf signifikansi α=0.05 dan α=0.01. Rekapitulasi analisis keragaman disajikan pada Lampiran 4.

Gambar 18. Grafik Kadar Vitamin C Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan

Kadar vitamin C cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 43.42 mg/100 g. Berdasarkan grafik yang disajikan di atas, kadar vitamin C tertinggi adalah pada taraf

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00

A0 A1 A2 A3 A4 A5

Ni la i Rata-r ata (% ) Perlakuan Kadar Air 40,50 41,00 41,50 42,00 42,50 43,00 43,50 44,00 44,50 45,00

A0 A1 A2 A3 A4 A5

Ni la i R a ta -r a ta (mg/ 100 g) Perlakuan Kadar Vitamin C


(41)

perlakuan A0. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan A0 masih terdapat kandungan vitamin C paling banyak jika dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya setelah mengalami proses pengeringan karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa. Kadar vitamin C terendah setelah dilakukan proses pengeringan terdapat pada taraf perlakuan A3 karena semakin besar udara panas yang diterima oleh bahan, maka vitamin C yang terurai akan semakin besar. Hal inilah yang mengakibatkan nilai vitamin C pada taraf perlakuan A3 kecil. Keadaan yang terjadi pada taraf perlakuan A2 dan A5 yang memiliki luas permukaan lebih besar dari taraf perlakuan A3 memiliki nilai vitamin C yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena waktu yang dibutuhkan air dari dalam bahan untuk ke luar pada proses pengeringan relatif singkat, sehingga penguraian vitamin C dapat diperkecil.

4. Total Asam

Hasil analisis keragaman pada data total asam menunjukkan bahwa

pretreatments pada pengeringan cabai merah memberikan pengaruh tidak nyata terhadap parameter total asam pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi

α=0.01. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan hasil yang seragam terhadap kandungan total asam cabai merah. Hasil analisis keragaman total asam terlampir pada Lampiran 5.

Gambar 19. Grafik Total Asam Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan

Total asam cabai merah kering memiliki rata-rata sebesar 27.56%. Berdasarkan grafik yang disajikan di atas, kandungan total asam tertinggi adalah pada taraf perlakuan A0. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf perlakuan A0 masih terdapat kandungan asam paling banyak jika dibandingkan dengan taraf perlakuan lainnya setelah mengalami proses pengeringan karena tidak adanya kontak bahan terhadap natrium benzoat yang tergolong alkali atau basa yang mampu mengurangi kandungan asam pada cabai. Kandungan total asam cabai merah terendah setelah dilakukan proses pengeringan terdapat pada taraf perlakuan A4 karena terdapat banyak udara panas yang

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00

A0 A1 A2 A3 A4 A5

Ni la i R a ta -r a ta (% ) Perlakuan Total Asam


(42)

diterima yang diakibatkan oleh pembelahan, sehingga kandungan asam terurai dan rusak. Taraf perlakuan A2 dan A5 memiliki nilai total asam yang lebih besar dari taraf perlakuan A4 meskipun kontak luas permukaan taraf perlakuan A2 dan A5 dengan udara panas lebih besar dari taraf perlakuan A4. Hal ini dikarenakan waktu pengeluaran air dari bahan berlangsung lebih cepat, sehingga penguraian asam lebih sedikit.

5. Total Karotenoid

Data total karotenoid yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis keragaman untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diamati. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pretreatments memberikan pengaruh nyata terhadap parameter total karotenoid pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi α=0.01. Rekapitulasi hasil analisis keragaman total karotenoid disajikan pada Lampiran 6.

Gambar 20. Grafik Total Karotenoid Cabai Merah Kering untuk Setiap Perlakuan

Hasil analisis keragaman pada taraf signifikansi α=0.05 dan taraf signifikansi

α=0.01 dianalisis lanjut dengan Uji Jarak Duncan atau DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui taraf perlakuan yang paling paling berpengaruh diantara taraf perlakuan lainnya. Berdasarkan Uji Jarak Duncan, diketahui bahwa taraf perlakuan A3 merupakan taraf perlakuan yang paling berpengaruh nyata diantara taraf perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembelahan yang diberikan pada taraf perlakuan A3 mampu menghindari cabai dari kerusakan yang diakibatkan dehidrasi pada jaringan cabai karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel yang dapat menyebabkan jaringan menjadi kering dan gelap. Pada taraf perlakuan A2 dan A5 memiliki nilai karotenoid yang kecil karena mengalami banyak kekurangan massa air pada saat pengeringan, sehingga warna yang dihasilkan lebih gelap dari taraf perlakuan A3. Nilai karotenoid pada taraf perlakuan A1 dan A4 yang kecil diakibatkan karena pembelahan yang dilakukan membuat massa air yang keluar dari bahan kurang optimal, sehingga

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60

A0 A1 A2 A3 A4 A5

Ni lai Rata-r ata (p pm) Perlakuan Total Karotenoid a ab abc f d e


(1)

Lampiran 6. Hasil Analisis Keragaman Total Karotenoid

Nilai Rata-rata Masing-masing Perlakuan

Ulangan Perlakuan Total

A0 A1 A2 A3 A4 A5

1 0.4199 0.4262 0.4864 0.5026 0.4118 0.4398 2.6867 2 0.4037 0.4091 0.4749 0.4885 0.4061 0.4256 2.6079 Total 0.8236 0.8353 0.9613 0.9910 0.8179 0.8654 5.2946

Rataan 0.4118 0.4177 0.4806 0.4955 0.4090 0.4327

Analisis Keragaman (ANOVA)

Sumber Keragaman (SK)

Derajat Bebas (db)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F-Hitung

F-Tabel

0.05 0.01

Perlakuan 5 0.0141 0.0028 328.8213** 5.0503 10.9670

Ulangan 1 0.0005 0.0005 60.3835 6.6079 16.2582

Galat 5 0.0000 0.0000

Total 11 0.0146

** = berbeda nyata pada taraf α=0.05 dan α=0.01

Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)

p Range LSR Perlakuan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - A0 ab ab

2 3.64 5.70 0.0075 0.0118 A1 bc abc

3 3.74 5.90 0.0077 0.0122 A2 e e

4 3.79 6.01 0.0078 0.0124 A3 f f

5 3.83 6.01 0.0079 0.0124 A4 a a


(2)

 

44

Lampiran 7. Hasil Analisis Organoleptik Warna

Nilai Rata-rata Masing-masing Perlakuan

Ulangan Perlakuan Total

A0 A1 A2 A3 A4 A5

1 4 4 5 4 5 5 27

2 4 5 3 4 4 3 23

3 3 4 3 5 3 3 21

4 2 3 3 4 3 3 18

5 4 3 2 2 3 2 16

6 2 5 4 5 5 3 24

7 5 6 6 6 6 6 35

8 3 4 4 5 4 4 24

9 6 4 4 5 6 5 30

10 4 3 4 5 3 4 23

11 4 4 5 5 5 3 26

12 3 5 4 5 4 4 25

13 4 5 5 5 5 5 29

14 3 4 5 5 4 5 26

15 5 5 6 5 5 5 31

16 5 6 6 7 7 6 37

17 4 5 5 5 5 5 29

18 3 4 4 5 5 3 24

19 5 4 5 3 2 4 23

20 4 5 6 6 5 6 32

21 4 6 5 7 3 2 27

22 4 5 5 6 5 5 30

23 4 5 6 7 2 3 27

24 3 4 4 3 4 3 21

25 5 5 5 6 6 5 32

26 5 6 4 5 4 4 28

27 4 4 3 5 3 4 23

28 5 5 6 6 5 5 32

29 1 2 2 2 2 2 11

30 2 5 2 5 2 2 18


(3)

Analisis Nonparametrik Kruskal Wallis

** = minimal ada satu nilai tengah taraf perlakuan yang tidak sama dengan yang lainnya pada taraf α=0.05 dan α=0.01

. , .


(4)

 

46

Lampiran 8. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Pedas

Nilai Rata-rata Masing-masing Perlakuan

Ulangan Perlakuan Total

A0 A1 A2 A3 A4 A5

1 4 5 5 4 5 5 28

2 4 5 4 5 6 5 29

3 3 4 4 3 2 4 20

4 3 5 4 5 5 3 25

5 5 4 3 4 5 6 27

6 2 2 2 3 5 4 18

7 4 4 5 5 4 4 26

8 4 4 5 5 3 5 26

9 5 5 4 3 4 4 25

10 6 5 6 6 6 6 35

11 4 3 4 5 3 3 22

12 4 6 5 5 6 5 31

13 5 5 5 4 4 4 27

14 6 5 6 6 5 5 33

15 4 3 4 4 4 3 22

16 5 6 5 5 5 6 32

17 5 5 5 3 4 4 26

18 6 2 3 3 4 2 20

19 2 5 5 4 3 4 23

20 6 4 5 4 5 4 28

21 3 5 4 3 5 6 26

22 5 5 6 5 6 5 32

23 3 3 5 6 4 3 24

24 5 2 5 5 5 7 29

25 5 5 5 6 5 4 30

26 4 6 4 4 5 5 28

27 5 5 5 5 4 4 28

28 5 5 6 7 5 7 35

29 5 6 6 5 5 6 33

30 1 5 3 5 5 3 22


(5)

Analisis Nonparametrik Kruskal Wallis

. , .


(6)

 

48

Lampiran 9. Lembar Uji Organoleptik

Lembar Uji Organoleptik Cabai Merah Kering

Nama Panelis : Tanggal Pengujian :

UJI HEDONIK

Nyatakan tingkat kesukaan Anda terhadap warna dan rasa pedas dari produk yang diuji dengan memberikan tanda  pada kolom dengan kode sesuai dengan produk yang diuji, tanpa membandingkan satu produk dan lainnya.

Spesifikasi Nilai

Warna Rasa Pedas

Kode Contoh Kode Contoh

406 212 324 538 147 853 406 212 324 538 147 853

Sangat suka 7

Suka 6

Agak suka 5 Netral 4

Agak tidak suka 3

Tidak suka 2