1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai merupakan komoditas hortikultura di Indonesia yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tanaman cabai tergolong tanaman perdu dari famili terong-terongan yang
memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman cabai
memiliki banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 25 spesies yang sebagian besar tumbuh di daerah asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya
mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabai rawit dan paprika. Supena, 2004.
Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, vitamin B1 dan vitamin C, serta sejumlah kecil
minyak atsiri Ditjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004; Sembiring, 2009. Cabai digunakan untuk keperluan rumah tangga dan juga dapat digunakan untuk
keperluan industri diantaranya, industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat- obatan, industry kosmetik Taychasinpitak dan Taywiya, 2003; Sembiring, 2009.
Cabai termasuk komoditas sayuran yang hemat lahan karena untuk peningkatan produksinya lebih mengutamakan perbaikan teknologi budidaya. Penanaman dan pemeliharaan
cabai yang intensif dan dilanjutkan dengan penggunaan teknologi pascapanen akan membuka lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, dibutuhkan tenaga kerja yang menguasai teknologi
dalam usaha tani cabai yang berwawasan agribisnis dan agroindustri Sembiring, 2009. Tanaman cabai merupakan salah satu sayuran buah yang memiliki peluang bisnis yang
baik. Besarnya kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri menjadikan cabai sebagai komoditas menjanjikan. Permintaan cabai yang tinggi untuk kebutuhan bumbu masakan,
industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk memperoleh keuntungan. Tidak heran jika cabai merupakan komoditas hortikultura yang mengalami fluktuasi harga paling
tinggi di Indonesia. Harga cabai yang tinggi memberikan keuntungan yang tinggi pula bagi petani. Keuntungan yang diperoleh dari budidaya cabai umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan budidaya sayuran lain. Cabai pun kini menjadi komoditas ekspor yang menjanjikan. Cabai merah Capsicum annuum L. merupakan salah satu dari enam jenis komoditas
sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah karena penggunaannya yang
relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Cabai merah Capsicum annuum L. biasanya diekspor dalam
bentuk segar dan bentuk kering serbuk dan utuh Sembiring, 2009. Menurut Zhang 2005, cabai merah Capsicum annuum L. merupakan spesies yang
dibudidayakan secara luas karena spesies ini adalah spesies pertama yang ditemukan oleh Colombus dan diperkenalkan ke seluruh dunia. Cabai merah masuk ke Indonesia sekitar 450-
500 tahun yang lalu dan diabawa oleh bangsa Portugis. Cabai merah memiliki daya adaptasi yang cepat dan menjadi komoditas sayuran penting karena dapat diterima oleh bangsa asli
Indonesia. Seiring peningkatan jumlah penduduk, permintaan cabai merah menjadi meningkat. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura 2001, pada tahun
2000 tercatat bahwa luas areal pertanaman cabai merah adalah sebesar 183,347 ha dengan rata-
2 rata produksi sebesar 5.5 tonha, dan rata-rata produksi cabai merah pada tahun 2001 adalah
sebesar 4.17 tonha. Hal ini menunjukkan keadaan produksi cabai merah tidak stabil setiap tahun yang diakibatkan oleh berbagai faktor seperti iklim, penyakit, dan sebagainya.
Cabai mudah sekali mengalami kerusakan. Kerusakan pada cabai dapat berasal dari cabai itu sendiri maupun dari faktor yang bukan berasal dari cabai tersebut. Keadaan yang
sering terjadi adalah harga cabai merah menjadi rendah ketika musim panen karena petani menjual semua cabainya. Petani tidak berani ambil resiko untuk menyimpan hasil panen
cabainya karena sifat cabai yang mudah rusak Barus, 2009. Oleh sebab itu perlu dilakukan pengolahan pascapanen seperti pengawetan agar kerusakan pada cabai dapat diperkecil dan
menjamin ketersediaan cabai merah pada saat terjadi kelangkaan cabai merah segar, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat khususnya
petani dan pelaku usaha. Deasy 2003 menambahkan bahwa produk diversifikasi hasil olahan yang dapat
meningkatkan umur simpan seperti layaknya melalui pengeringan, dapat menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersediaannya jika dibutuhkan dalam waktu singkat.
Produk cabai kering Indonesia mempunyai prospek pasar yang baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan, produk cabai kering mempunyai pasaran tetap di luar negeri. Produk cabai
kering merupakan bahan dasar pembuatan cabai bubuk sebagai bahan campuran makanan. Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengetahui perlakuan pendahuluan pada
pengeringan cabai dengan menggunakan mesin pengering tipe rak dan mengamati karakteristik yang dihasilkan.
B. Tujuan