BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut maka
diprogramkan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh masyarakat.
Salah satu indikator derajat kesehatan adalah Angka Kematian Bayi AKB. Survey Demografi Kesehatan Indonesia SDKI tahun 2009 diperoleh estimasi AKB
di indonesia adalah 26 per 1000 kelahiran hidup. AKB terendah dimiliki oleh Provinsi DI Yogyakarta sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB
tertinggi adalah Propinsi Sulawesi Barat 74 per 1000 kelahiran hidup. Ada banyak hal yang menyebabkan tingginya AKB yaitu salah satunya adalah
dari faktor status gizi bayi. Menurut hasil penelitian Khairunniyah 2004, pemberian ASI Air Susu Ibu eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Bayi yang
tidak mendapat ASI eksklusif menyebabkan kualitas kesehatan bayi akan menjadi buruk akibat pemberian Makanan Pendamping ASI MP-ASI yang tidak benar.
MP-ASI yang kurang bersih dapat mengganggu sistem pencernaan yang selanjutnya berakibat pada gangguan pertumbuhan dan dapat meningkatkan AKB.
ASI merupakan satu-satunya makanan terbaik bagi bayi sampai berumur 6 bulan karena mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal untuk
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Keunggulan ASI yang berperan dalam pertumbuhan bayi
dilihat dari protein, lemak, elektrolit, enzim, dan hormon dalam ASI, selain itu ASI selalu bersih, segar, warna, bau, rasa, dan komposisi yang tidak dapat ditiru oleh susu
lain. ASI bukan hanya merupakan sumber zat gizi bagi bayi tetapi juga zat anti kuman yang kuat karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergi
membentuk suatu sistem imunologi. Hasil penelitian Rulina 2002, menyebutkan bahwa kasus gizi buruk pada
balita di berbagai propinsi di Indonesia masih tinggi dan 11,7 gizi buruk tersebut dialami oleh bayi berumur kurang dari 6 bulan. Hal ini tidak perlu terjadi jika ASI
diberikan secara baik dan benar, karena menurut penelitian, dengan pemberian ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi selama enam bulan.
Inisiasi menyusui segera dan pemberian ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan adalah dua praktek pemberian ASI yang penting untuk kelangsungan hidup
Edmond et al., 2006 dan pertumbuhan baik bayi Sumarno et al., 2004. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inisiasi menyusui segera setelah persalinan
berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif hingga 6 bulan Leon-Cava et al., 2002.
Menurut ahli gizi anak Felicity Savage King dari The United Nations Children’s Fund UNICEF, mengatakan bahwa pemberian ASI eksklusif akan
berdampak pada sistem endokrin yakni pelepasan hormon prolaktin dan oxytosin yang akan memengaruhi sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional
Universitas Sumatera Utara
dan otak anak. Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena depresi dan masalah emosional lainnya dan juga mempunyai resiko 5 kali
lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas karena diare dan pneumonia dibanding bayi yang diberi ASI eksklusif WHO, 2003. Studi WHO di negara berkembang
menunjukkan bahwa pada bayi yang diberi ASI mendapat lebih dari 2 kali perlindungan terhadap mortalitas dibanding bayi yang tidak diberi ASI pada tahun
pertamanya. Menurut Roesli 2000, pemberian ASI secara eksklusif artinya hanya
memberi ASI pada bayi dan bayi tidak mendapat tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubuk susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui Menteri Kesehatan RI No.
450MenkesSKIV2004 mengenai pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia
6 bulan dan dianjurkan untuk dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan
pemberian makanan tambahan yang sesuai. Memperpanjang pemberian ASI eksklusif sampai usia bayi 6 bulan memberikan berbagai manfaat bagi bayi, antara lain:
1 menurunkan resiko gizi berlebih, 2 meningkatkan kesehatan di masa kanak- kanak, 3 meningkatkan kekebalan tubuh, 4 menekan resiko alergi, bercak kulit,
diare, infeksi saluran nafas, 5 tidak membuat berat badan bayi turun. Di Indonesia, praktek inisiasi menyusui segera setelah persalinan dan
pemberian ASI eksklusif masih rendah. Berdasarkan SDKI 2009 ibu yang memberikan ASI eksklusif dan cakupan ASI eksklusif di Indonesia baru mencapai
Universitas Sumatera Utara
50,7. Proporsi praktek inisiasi menyusui dalam 30 menit setelah persalinan adalah 8.3 Depkes RI, 2005, dalam 1 jam adalah 4-36 BPS dan ORC Macro,
2003, dan dalam 1 hari adalah 27 BPS dan ORC Macro, 2003. Data sebuah studi di Jakarta menunjukkan bahwa proporsi praktek pemberian ASI eksklusif hingga usia
4-6 bulan adalah 8,5 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, 2005; hingga usia 6 bulan adalah 7,8 BPS dan ORC Macro, 2003.
Profil kesehatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 menunjukkan bahwa, cakupan presentasi bayi yang mendapat ASI eksklusif ada peningkatan yang cukup
berarti dibanding tahun 2008 sebesar 10,33 36,72 tahun 2009 dan 26,39 tahun 2008. Menurut profil Kesehatan Kabupaten Karo tahun 2008 dari total jumlah
bayi sebesar 6029, yang mendapat ASI eksklusif hanya 2167 bayi 36. Pada tahun 2009 ditemukan penurunan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif yaitu dari
jumlah bayi sebesar 8453, yang mendapat ASI eksklusif sebesar 883 bayi 10, 45. Pencapaian ini masih jauh dari target pemerintah Indonesia yang menetapkan
sekurangnya 80 ibu menyusui bayinya secara eksklusif, yaitu ASI tanpa makanan ataupun minuman lainnya sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan.
Salah satu pra kondisi yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI eksklusif adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat di bidang kesehatan dan juga dapat
dipengaruhi oleh faktor lain yang meliputi usia ibu, paritas, pendidikan, dan pekerjaan Depkes RI, 1994. Berhasilnya peningkatan penggunaan ASI eksklusif
juga sangat tergantung pada petugas kesehatan yaitu, perawat, bidan, dokter yang
Universitas Sumatera Utara
merupakan ujung tombak dalam promosi ASI eksklusif terhadap ibu-ibu yang bersalin.
Faktor lain yang menyebabkan rendahnya pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui adalah ibu menghadapi banyak hambatan yang berhubungan dengan
pelayanan dari tempat persalinan untuk mempraktekkan pemberian ASI sesuai dengan anjuran yaitu segera setelah melahirkan sampai pada periode 6 bulan pertama
Septiari et al., 2006 dan kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga di rumah Lawrence, 2005.
Hambatan lainnya adalah ibu menyusui yang tidak dibekali pengetahuan yang cukup tentang teknik menyusui yang benar dan manajemen laktasi Giugliani, 2004,
inisiasi praktek menyusui Wolfberg et al.,2004 dan lamanya pemberian ASI Falceto et al., 2003 serta faktor risiko praktek pemberian susu formula
Septiari et al., 2006. Salah satu praktik pelayanan bidan kepada ibu adalah pelayanan dan
pemeliharaan ASI termasuk ASI eksklusif. Perilaku seorang bidan akan memengaruhi kinerjanya dalam melakukan pelayanan ASI kepada ibu. Masih
rendahnya cakupan ASI eksklusif disebabkan banyak faktor, salah satunya karena rendahnya kinerja bidan terutama di wilayah pedesaan. Rendahnya kinerja bidan desa
dalam upaya meningkatkan pencapaian cakupan ASI eksklusif diasumsikan berhubungan dengan faktor internal bidan desa itu sendiri karakteristik. Menurut
Gibson 1997, bahwa ada tiga variabel yang memengaruhi kinerja individu yaitu karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik psikologis.
Universitas Sumatera Utara
Pada kebanyakan kasus, pemberian ASI eksklusif oleh ibu segera setelah lahir tergantung pada pengetahuan, sikap, dan komitmen bidan yang membantu persalinan
ibu tersebut. Penyusuan dini setelah melahirkan yang dianjurkan tidak dilakukan karena menganggap ibu dan bayi masih dalam keadaan kotor, dan kecenderungan
pelayanan bidan belum mengupayakan agar si ibu memberikan ASI eksklusif pada bayi, melainkan langsung memberikan susu botol pada bayi Penny, 1990.
Berbagai alasan yang mengatakan pemberian ASI eksklusif di tempat pelayanan klinikrumah bersalin sangat tergantung bidan. Hal ini disebabkan bidan
adalah orang pertama yang membantu dan memotivasi ibu bersalin melakukan pemberian ASI eksklusif tersebut. Proses terjadinya motivasi biasanya dipengaruhi
oleh faktor dari dalam diri faktor internal dan dari luar dirifaktor eksternal Hicks dan Gullet, 2002. Motivasi bidan dalam pelayanan dan pemeliharaan ASI
dapat dikatakan mempunyai peranan besar, karena persiapan menyusui dari masa kehamilan sudah dapat dibentuk, ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya ke bidan
sudah dapat diberikan informasi mengenai ASI eksklusif. Penyuluhan tentang pentingnya ASI eksklusif oleh bidan seharusnya dimulai dari kunjungan pertama ibu
hamil K1, kunjungan ke empat K4 sampai ibu melahirkan. Perkembangan terbaru tentang ASI eksklusif terdapat di dalam
Undang-Undang Kesehatan RI No 36 tahun 2009 bahwa, setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 enam bulan baik di tempat kerja maupun di
sarana umum. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian Air Susu Ibu eksklusif, akan mendapat sanksi hukuman denda atau kurungan penjara.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan terhadap 30 orang ibu bersalin, hanya 4 ibu 13,3 yang berhasil melaksanakan ASI eksklusif, dengan
alasan bahwa mereka mempunyai ASI yang cukup banyak sehingga anak tidak rewel. Alasan yang lain adalah karena faktor ekonomi kurang sehingga ibu tidak sanggup
membeli susu formula jadi hanya memberikan ASI saja, sedangkan 26 ibu 86,7 tidak berhasil melaksanakan ASI eksklusif karena setelah melahirkan bayi langsung
dipisahkan ke ruang lain selama beberapa jam dan diberi susu formula. Sisa susu formula diberikan untuk dibawa pulang dan ibu dianjurkan untuk menyusui di rumah.
Penyebab lainnya adalah ASI kurang, tidak keluar dan bayinya rewel karena lapar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap 30 orang
bidan desa ditemukan bahwa 23 orang bidan desa akan diberikan hadiah oleh produsen susu formula apabila penjualan susu formula mencapai target berupa
seminar kesehatan gratis, wisata ke dalam dan luar negeri dengan fasilitas akomodasi secara gratis serta diberikan uang saku, sedangkan 7 orang bidan mengatakan hanya
diberikan sekotak susu formula gratis apabila 6 kotak susu terjual dalam sebulan dan juga diberikan jam dinding, agenda dan bermacam souvenir lainnya.
Penghargaan dari produsen susu formula menjadi motivasi bidan desa untuk meningkatkan pemberian susu formula, sedangkan bidan yang berhasil meningkatkan
cakupan ASI eksklusif tidak mendapatkan penghargaan dan pengakuan dari pemerintah.
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis ingin meneliti tentang pengaruh karakteristik dan motivasi terhadap kinerja bidan desa dalam
Universitas Sumatera Utara
pencapaian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Tiga Panah dan Puskesmas
Kutabuluh Kabupaten Karo.
1.2. Permasalahan