utama yang sesuai untuk mendapatkan heat stability yang optimum dan stabil
pada distillat asam stearat berbasis RBDPS. Hal ini dapat dilakukan dengan
memvariasikan :
a. Kecepatan alir umpan feed rate b.
Bilangan iodium umpan feed Iodine value c.
Suhu bagian bawah kolom pemisah main distiller bottom main distiller.
1. 3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan heat stability yang stabil pada asam stearat berbahan baku RBDPS pada kondisi pemisahan yang relatif tetap.
1.4. Hipotesis Penelitian
Penurunan bilangan iodium umpan dapat menurunkan bilangan iodium, warna dan menaikkan stabilitas warna distillat asam stearat yang lebih baik.
Kenaikan perlahan suhu bottom main distiller pada tekanan vakum dapat memisahkan impurities dan menurunkan jumlahnya pada distillat asam stearat,
sehingga bilangan iodium dan warna lebih rendah, tingkat kestabilan warnanya lebih tinggi dan stabil.
Kenaikan kecepatan alir umpan yang perlahan dan seimbang dapat mengendalikan perubahan warna, bilangan iodium dan kestabilan warna distillat
asam stearat yang lebih baik dan stabil. Kombinasi ketiga dan interaksi dua antar dua serta interaksi antar ketiga
perlakuan di atas akan dapat menghasilkan optimasi produk utama distillat asam stearat berbasis RBDPS yang stabil sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.
1.5 Manfaat Penelitian
Jika tujuan penelitian di atas dapat dicapai, maka daya saing mutu asam stearat berbasis RBDPS dapat lebih ditingkatkan, yaitu mutu distillat asam stearat
ditingkatkan sesuai standar mutu juga kapasitas dan tingkat perolehan produk yang sama dalam satu siklus produksi serta kenaikan keuntungan.
Prinsip dasar penelitian ini juga dapat dipergunakan dalam menyelesaikan masalah yang menyangkut heat stability asam lemak atau minyak dan lemak, upaya
Universitas Sumatera Utara
menaikkan kapasitas produksi produk utama dan keuntungan serta mengurangi
jumlah produk samping dengan bahan baku minyak atau lemak yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak, Lemak dan Asam Lemak 2.1.1 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak termasuk salah satu golongan lipida yaitu lipida netral. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya, mengandung
sejumlah kecil komponen selain trigliserida bahan pengotor atau impurities, yaitu asam lemak bebas, hidrokarbon, pigmen yang larut dalam lemak, sterol dan lipida
kompleks seperti fosfatida dan lesitin. Komponen tersebut mempengaruhi warna dan kadar produk serta berperan pada proses ketengikan Thomas, 1985.
Asam lemak bebas merupakan komponen trigliserida yang dapat disabunkan, sedangkan sterol, pigmen dan hidrokarbon merupakan fraksi yang tidak tersabunkan
unsaponiable matter Ketaren, 1986 ; Bernardini, 1985. Minyak dan lemak trigliserida mempunyai sifat fisika-kimia yang berbeda
satu sama lain, karena perbedaan jumlah dari jenis ester di dalamnya. Minyak dan lemak merupakan ester 1 mol gliserol dengan 3 mol asam lemak mengikat asam
lemak yang sama atau yang berbeda, umumnya berantai lurus monokarbosilat beratom karbon genap.
Trigliserida dapat berwujud cair atau padat, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya Thomas, 1985. Semakin banyak asam lemak tidak
jenuh seperti asam oleat, linoleat atau asam linolenat pada suatu trigliserida, maka titik cairnya lebih rendah atau sebaliknya trigliserida yang lebih banyak mengandung
asam palmitat dan stearat, titik cairnya lebih tinggi . Pigmen atau zat warna sebagai salah satu fraksi tidak tersabunkan pada
minyak dan lemak terdapat secara alami. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α- dan β- karoten, xantofil, klorofil dan antosianin. Zat warna ini menyebabkan
minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan Ketaren, 1986.
Beberapa reaksi kimia minyak dan lemak, adalah reaksi hidrolisis, oksidasi dan hidrogenasi. Ketiga reaksi ini diperkirakan saling berkaitan dan terkait dengan
penelitian ini. Reaksi hidrolisa menghasilkan flavour dan bau tengik pada minyak atau lemak dan produk turunannya Thomas, 1985. Reaksi oksidasi menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
oil .
. bau tengik pada minyak dan lemak. Reaksi tingkat lanjut mengakibatkan terurainya
asam lemak menjadi aldehid, keton, alkohol, aromatik dan hidrokarbon, hasil reaksi ini juga menyebabkan bau produk turunannya juga terpengaruh Thomas, 1985.
Secara menyeluruh reaksi oksidasi minyak dan lemak lebih khusus kepada asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh semakin reaktif terhadap oksidasi
dengan bertambahnya ikatan rangkap pada rantai molekul. Reaksi oksidasi tidak hanya merusak asam lemak atau lemak itu sendiri, juga
merusak karotenoid, sehingga berwarna gelap. Hal ini menyebabkan warna asam lemak atau lemak cenderung semakin gelap Thomas, 1985.
Reaksi hidrogenasi merubah ikatan rangkap menjadi ikatan jenuh yang terdapat pada asam lemak maupun bahan pengotor impurities dalam minyak atau
lemak, sehingga menjadi lebih stabil. Reaksi ini juga sangat diperlukan untuk membuat produk - produk asam lemak bermutu premium setelah melalui proses
distillasi atau fraksinasi, sebagai tahap pemurnian akhir asam lemak Patterson, 2000.
2.1.2 Asam lemak
Untuk memperoleh asam lemak dengan rantai karbon di atas C
14
seperti asam palmitat C
16
, asam stearat C
18
, asam oleat C
18-1
asam linoleat C
18 -2
umumnya dipakai minyak kelapa sawit crude palm
Crude Palm Oil CPO termasuk golongan lemak dan merupakan bahan baku pembuatan RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin. Secara umum
pembuatan dan pemurnian RBDPS melalui tahapan pengolahan awal CPO yang mencakup tahap degumming dan pemucatan bleaching, deodorisasi dan fraksinasi
basah atau kering atas fraksi olein dan stearin RBDPS. Pengolahan ini bertujuan untuk menekan kandungan impurities bahan pengotor serendah mungkin, sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan asam stearat berbasis RBDPS C
18
= 37 – 42 bermutu premium pada industri oleokimia
Asam stearat yang diproduksi pada industri oleokimia sangat luas pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, khususnya asam stearat berbasis RBDPS
banyak dimanfaatkan untuk pembuatan : sabun, lilin, krayon, kosmetik, pelumas, penyetabil PVC, monogliserida, bahan pengkilat, obat – obatan, metil stearat,
pengemulsi makanan Thomas, 1985.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu route proses pembuatan dan modifikasi asam lemak yang digunakan untuk pembuatan asam stearat berbasis RBDPS C
18
= 37 – 42 , ditampilkan pada diagram balok Gambar 2.1. Route proses ini juga dapat digunakan
untuk pembuatan asam stearat berbasis CPO C
18
= 50 – 56 dan asam stearat berbasis PKO C
18
= 62 – 70 .
Degumming Splitting
Hidrogenasi Distilasi
Asam Stearat RBDPS
DRBDPS Air Lunak
Air Lunak H
3
PO
4
, 85 SRBDFA
Sweet Water Steam bertekanan
64 bar Katalisator
Ni Residue Acid
Distilat asam Sterat
Gas Hidrogen Fraksi ringan
Gambar 2.1 : Pembuatan dan modifikasi asam stearat berbasis RBDPS C
18
= 37- 42 PT. Flora Sawita Chemindo
Catatan : RBDPS Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ; DRBDPS Degummed RBDPS ; SRBDPSFA Spllited RBDPS Fatty Acid
Jenis asam stearat di atas merupakan sebagian kecil dari jenis asam stearat yang dapat diroduksi sampai saat ini pada industri oleokimia dan masih banyak yang
ragamnya. Asam stearat lainnya dapat dibuat dari bahan baku yang berbeda dengan mutu yang berbeda pula Ritonga, 2004 : 2008. Perbedaan mutu tidak saja
disebabkan oleh perbedaan bahan baku, tetapi juga disebabkan oleh perbedaan tahapan pengolahan yang dilakukan dan kemampuan fasilitas pemurnian. Asam
stearat yang merupakan fraksi tunggal dengan kemurnian di atas 90 dapat dibuat melalui proses fraksinasi sebagai tahap pemurnian lanjut setelah distillasi Ritonga,
2007. Jumlah perolehan asam stearat ini dari bahan baku yang berbeda sangat
dipengaruhi mutu bahan baku dan tingkat kemampuan peralatan pemurnian yang dipergunakan. Secara teori jumlah asam stearat dari bahan baku yang berbeda dapat
ditentukan dari komposisi asam stearat pada bahan baku yang dipergunakan. Bahan pengotor impurities yang terkandung pada bahan baku yang dipergunakan,
merupakan salah faktor penyebab penentu jumlah perolehan asam stearat Ritonga, 2006. Kandungan bahan pengotor yang lebih banyak pada bahan baku, cenderung
Universitas Sumatera Utara
menekan jumlah perolehan asam stearat. Guna mendapatkan asam stearat dengan jumlah yang sesuai dengan komposisinya pada bahan baku dan untuk mendapatkan
asam stearat dengan mutu yang lebih baik, diperlukan pemurnian awal yang sesuai dengan kebutuhan.
Asam lemak kasar berbasis RBDPS yang dihasilkan dari splitting memiliki komposisi dan jenis kandungan yang sama dengan minyak atau lemak yang
dipergunakan sebagai bahan baku, tetapi masih mengandung minyak dan lemak yang
Tabel -2.1. Mutu Bahan Baku RBDPS Asam lemak bebas = 0,2, Bilangan penyabunan = 195 - 210: Bilangan iodium = 34 - 37; Warna = 3,0 R maksimum ; Air
= 0,15 maksimum.
No Nama Asam Lemak Jumlah
Karbon Jumlah ikatan
rangkap Simbol
Komposisi berat
1 Asam laurat
C
12
0 C
12
1 maks
2. Asam miristat
C
14
0 C
14
2 maks
3 Asam palmitat
C
16
0 C
16
57 –
61 4. Asam
stearat C
18
0 C
18
3 – 7 5. Asam
oleat C
18-1
1 C
18
26 –
30 6. Asam
linoleat C
18-2
2 C
18
5 - 7 7. Asam
arakidat C
20
0 C
20
1 maks
Sumber : PT. Flora Sawita Chemindo, 2008
tidak terhidrolisa pada operasi splitting, yang menjadi salah satu bagian fraksi bertitik didih tinggi High Boiling Component. Fraksi bertitik didih rendah pada
asam lemak adalah material-material penyebab bau odor seperti aldehid, keton dan sebagai bahan tak tersabunkan Unsapniable matter Brown,1979.
Asam lemak yang dapat dihasilkan dari hidrolisis RBDPS mengandung fraksi ringan light end beratom karbon C
14
dan lebih rendah. Fraksi berat heavy component beratom karbon C
16
sampai C
20
dengan range komposisi asam lemak hasil hidrolisis RBDPS ditampilkan pada Tabel -2. di atas.
Sifat fisika asam lemak tergantung pada komposisi asam lemak pembentuknya. Jika asam lemak pembentuknya banyak mengandung asam palmitat
C
16
dan asam stearat C
18
maka titik cairnya semakin tinggi. Jika asam lemak pembentuknya banyak mengandung asam oleat C
18-1
, asam linoleat C
18-2
dan asam linolenat C
18-3
maka titik didih dan cairnya akan semakin rendah.
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak dari RBDPS membeku pada suhu kamar, sebab banyak mengandung asam palmitat dan stearat. Asam lemak dari minyak inti kelapa sawit
berwujud cair pada suhu kamar, sebab banyak mengandung asam kaprilat C
8
sampai asam miristat C
14
sampai 63 berat.
2.1.3 Karakteristik
Beberapa karakteristik asam lemak yang penting dapat diperhatikan pada pokok bahasan berikut ini :
2.1.3.1 Titik Didih Boiling Point
Titik didih asam lemak bertambah dengan kenaikan berat molekul asam lemak. Asam lemak tidak jenuh dengan jumlah atom C yang sama dengan asam
lemak jenuh memiliki titik didih yang lebih rendah Lurgi, 1989.
Titik didih beberapa asam lemak dengan jumlah rantai lurus ditampilkan pada Tabel -2.2 Bernardini, 1985.
Tabel 2.2. Titik Didih Asam Lemak Jenuh C.
Tekanan mmHg No
Nama asam lemak Jml atom C
1 2 4 8 16 1
Asam Kaproat C
6
61,7 71,
9 82,8
94,6 107,3
2 Asam Kaprilat
C
8
87,5 97,9
109,1 121,3
134,6 3 Asam
Kaprat C
10
110,3 121,2
132,7 145,5
159,4 4
Asam Laurat C
12
130,2 141,8
154,1 167,4
181,8 5
Asam Miristat C
14
149,2 161,1
177,9 187,6
202,4 6
Asam palmitat C
16
167,4 179
198,2 200,1
221,5 7
Asam stearat C
18
183,6 195,9
209,2 224,0
240,0
2.1.3.2 Titer
Titer adalah titik beku asam lemak. Titer asam lemak bertambah dengan pertambahan berat molekul dan berkurang dengan pertambahan ketidakjenuhan asam
lemak. Nilai titer dapat dikorelasikan dengan tingkat ketidakjenuhan suatu asam lemak dan digunakan secara luas untuk mengidentifikasikan kemurnian asam lemak
Unichema International, 1998. Pada Tabel -2.3 ditampilkan nilai titer beberapa asam lemak Unichema
International, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Tabel -2.3. Titer Beberapa Asam Lemak No
Nama asam lemak Simbol nama
Titer,
o
C 1 Asam
laurat C
12
44,10 2 Asam
miristat C
14
54,20 3 Asam
palmitat C
16
62,80 4 Asam
stearat C
18
69,60 5 Asam
oleat C
18-1
13.5 : 16,3
6 Asam linoleat
C
18-2
- 5,0 7 Asam
aracidat C
20
75,40
2.1.3.3. Warna
Warna dari asam lemak cair merupakan salah satu indikasi mutu dan atau kemurnian asam lemak. Warna dapat diukur secara visual dengan membandingkan
sampel dengan warna standar. Pengukuran warna asam lemak dilakukan dengan pengukuran warna Lovibond Unichema International, 1998.
2.1.3.4. Komposisi Lemak
Komposisi campuran asam lemak beratom karbon C
6-24
dapat ditentukan untuk asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dengan Gas Chromatography
GC Unichema International, 1998.
2.1.3.5. Bilangan Iodium Iodine Value
Bilangan iodium adalah suatu ukuran total dari ketidakjenuhan suatu asam lemak tetapi tidak bisa digunakan untuk menyimpulkan kandungan dari asam lemak
jenuh. Bilangan Iodium ini dinyatakan sebagai jumlah gram iodin yang dise rap per 100 gram sampel iodin diserap Unichema International, 1998.
2.1.3.6. Bilangan Asam Acid Value
Bilangan asam adalah suatu ukuran jumlah asam lemak yang bebas dan didefinisikan sebagai jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan
asam lemak bebas dari satu gram sampel. Penentuan bilangan asam digunakan untuk mengidentifikasi dan kemurnian asam lemak Unichema International, 1998.
2.1.3.7. Bahan Tidak tersabunkan Unsaponiable matter.
Universitas Sumatera Utara
Bahan tidak tersabunkan termasuk semua bahan yang tidak tersabunkan oleh alkali dan hanya larut pada pelarut lemak tertentu. Bahan yang tidak tersabunkan,
adalah alkohol alipatik, sterol, zat warna dan hidrokarbon. Asam lemak secara normal mengandung sejumlah persentase kecil bahan tidak tersabunkan. Jika
terdapat jumlah bahan yang tidak tersabunkan pada asam lemak, mutu asam lemak yang rendah sudah terindikasi Unichema International, 1998 .
2.1.3.8. Stabilitas Warna Heat stability.
Stabilitas warna
atau heat stability dihubungkan dengan kenaikan suhu,
adalah sangat penting pada penggunaan komersil asam lemak. Kondisi yang dibuat pada saat pengukuran stabilitas warna, seperti suhu, lama pemanasan, waktu
mencapai suhu yang diperlukan dan kontak dengan udara mempengaruhi hasil akhir
analisa Unichema International, 1998. Nilai heat stability yang semakin besar
menunjukkan kestabilan warna yang semakin rendah, artinya warna akan cenderung
semakin gelap jika disimpan dan masa simpan yang lebih pendek. Nilai heat stability
yang lebih tinggi menunjukkan kandungan bahan pengotor penyebab warna yang lebih banyak sangat riskan menjadi lebih gelap karena teroksidasi oleh oksigen yang
diudukung oleh suhu dan kenaikannya dan perlu diperbaiki lebih rendah jika
diperlukan melalui refinery, hidrogenasi adanatau distillasi. Penentuan nilai heat stabiltiy dilakukan dalam suatu oil bath pada suhu 205
o
C selama 2 jam tanpa
diblanketing dengan gas nitrogen gas N2. Nilai heat stability dinyatakan dalam satuan warna, misalnya Lovibond.
2.2. Hubungan Bilangan Iodium dan Warna Asam Lemak