Economic Value And Potential Development Of The District Salahutu Twal Pombo Island Central Maluku

(1)

MALUKU TENGAH

KESYA PATTIMUKAY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2 0 14


(2)

District Salahutu TWAL Pombo Island Central Maluku. Supervised by AHYAR ISMAIL and SAHAT SIMANJUNTAK.

The region of the small islands has a high potential both in the natural resources and the environmental services . In the natural resources, this area provides the productive natural resources such as coral reefs , seagrass beds ( seagrass ) , mangrove forests , fisheries and conservation areas . In the environmental services, the small islands provide the beauty of nature that encourages the development of marine tourism industries. On the other hand , the utilization of the potential of the small islands is still not optimal due to the concern and government policy are still oriented to the land ( Bappenas 2012) . TWAL Pombo Island is a nature conservation area. It is used for tourism and outdoor recreation beacause it has a nature beauty and the location is reached easly from the capital city. But, there is still a limited data that shows the potential of Pombo Island. So, there is no maintenance and management to govern this island .. Under these conditions, this study has 3 purposes, there are ( 1 ) to identify of the potential of the Pombo Island as tourism area, it is based on traveler perception , ( 2 ) to estimate of the economic value that can be generated from the tourist island of Pombo , ( 3 ) to analyze a strategy development policy for the Pombo island as tourism area . Descriptive qualtitative method of I the perception of the travelers who are interested in Pombo Island is used to answer the first goal.. calculate the economic value of Pombo Island from the tourist demand side approach by using Travel Cost Method ( TCM ) is used to answer the second goal. . The third objective is done by Identifythe strengths , opportunities , weaknesses and threats that are based on internal and external factors Pombo Island management using SWOT analysis is used to answer the third goal. .

The results show that the Marine Park Nature Pombo Island has the potential to be developed . Based on, the perception of the travelers , the Pombo Island has a high tourism potential with the natural attractions and the tourists expressed very satisfaction with the beauty, and the access road is very adequate and circumstances so easy to achieve . But there is still not supporting facilities, so many travelers advice to build the more facilities for supporting the development of tourism in Pombo Island. . An aggregate value of economic benefits or the sum of WTP can be obtained by multiplying the decree which has been obtained by total visits for the year. So the value of benefits obtained Pombo Island is Rp 33,709,084,750 . visits per year . This value indicates the value or price of ecosystems perceived by visitors . Meanwhile, the results of the SWOT analysis, show that it needs to increase the strengths of the Pombo Island to develop and to attract more visitors/tourists.


(3)

Pombo Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah. Dibimbing oleh

AHYAR ISMAIL sebagai ketua dan SAHAT SIMANJUNTAK sebagai anggota

komisi pembimbing.

Kawasan pulau-pulau kecil memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberi jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dipihak lain, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan pemerintah selama ini lebih berorientasi ke darat (Bappenas 2012). TWAL Pulau Pombo adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan salah satunya untuk pariwisata dan rekreasi alam. Dari tabel diatas terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo yang memiliki potensi untuk pariwisata ini belum terinventaris potensi yang ada dan pengelolaannya baru bersifat rencana, sehingga belum ada penanganan dan pengelolaann kawasan tersebut. Pengembangan pariwisata di kawasan ini perlu untuk dilakukan sebagai pemasukan devisa bagi daerah mengingat keindahan alam pulau dan letaknya yang sangat strategis karena lebih mudah dicapai dari pusat kota. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan (1) Identifikasi potensi wisata di Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan, (2) Estimasi nilai ekonomi wisata yang dapat dihasilkan dari Pulau Pombo, (3) Strategi kebijakan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo. Tujuan pertama dilakukan dengan identifikasi potensi Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan dengan menggunakan metode deskritif kualitatif. Tujuan kedua dijawab dengan menghitung nilai ekonomi Pulau Pombo dari sisi permintaan wisatawan atau dengan menggunakan pendekatan Travel Cost Method (TCM). Tujuan ketiga dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman berdasarkan faktor internal dan eksternal pengelolaan Pulau Pombo dengan menggunakan analisis SWOT.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa Taman Wisata Alam Laut Pulau Pombo sangat berpotensi untuk dikembangkan. Berdasarkan persepsi wisatawan, Pulau Pombo memiliki potensi wisata yang lebih kepada atraksi alam dan wistawan menyatakan sangat puas terhadap keindahan tersebut. Ditambahkan juga bahwa akses dan keadaan jalan sangat memadai sehingga mudah untuk dicapai. Akan tetapi, semua hal tersebut tidak diduung dengan fasilitas penunjang sehingga disarankan oleh wisatawan terhadap pengelolah untuk pengadaan fasilitas pendukung sebagai penunjang daya tarik Pulau Pombo. Nilai manfaat ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan WTP. Untuk itu, nilai tersebut dapat diperoleh dengan mengalikan SK yang telah didapat dengan total kunjungan tahun tersebut. Maka diperoleh nilai manfaat Pulau Pombo adalah sebesar Rp 33.709.084.750.per tahun kunjungan. Nilai ini mengindikasikan nilai atau harga ekosistem yang dirasakan oleh pengunjung. Sementara itu berdasarkan hasil


(4)

ii


(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulsan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar di IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.


(6)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 atau 62 % dari luas teritorialnya dan bentangan garis pantai sepanjang 81.000 km. Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang memiliki kekayaan sumber daya alam dan jasa–jasa lingkungan (enviromental services) yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi (Dahuri, 2001).

Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tinggi dan dapat dijadikan sebagai modal dasar pelaksanaan pembangunan Indonesia di masa yang akan datang. Kawasan ini menyediakan sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Pulau-pulau kecil juga memberi jasa lingkungan yang besar karena keindahan alam yang dimilikinya dapat menggerakkan industri pariwisata bahari. Dipihak lain, pemanfaatan potensi pulau-pulau kecil masih belum optimal akibat perhatian dan kebijakan pemerintah selama ini lebih berorientasi ke darat (Bappenas 2012).

Pada era otonomi daerah saat ini, pemerintah daerah memiliki kesempatan dan peluang untuk tidak hanya mengembangkan potensi-potensi yang ada di daerahnya tetapi potensi-potensi tersebut harus punya value added sehingga mampu menarik pedagang, wisatawan dan investor. Sudah saatnya daerah membangun keunggulan bersaing dengan daerah lain yaitu dengan membuat strategi untuk memasarkan potensi yang ada di wilayahnya baik potensi sumber daya alam, potensi wisata, potensi kelautan dan lain sebagainya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan menaikkan kualitas dan standar hidup masyarakat dalam jangka panjang dengan menarik sumber daya terbaik dari dalam maupun luar daerah sebagai landasan untuk memacu produktivitasnya.

Kabupaten Maluku Tengah memiliki luas wilayah secara keseluruhan 11.595,57 km2 terbagi menjadi 11 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Laut Seram di sebelah Utara, Laut Banda di sebalah Selatan, Kabupaten Buru di sebelah Barat, serta Provinsi Papua di sebelah Timur. Daerah ini juga memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan dan dapat memberikan pemasukan bagi kas daerah tersebut, obyek wisata yang beragam mulai dari pantai, goa, danau, air panas, taman laut, wisata budaya, hingga wisata sejarah berupa rumah yang dahulu pernah ditempati oleh para pahlawan nasional dapat dikunjungi, tetapi yang paling menonjol adalah wisata alam. Salah satu pulau yang memiliki potensi wisata alam di kabupaten ini adalah Pulau Pombo.

Pulau Pombo terletak di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku dan berada di Selat Haruku, diantara Pulau Ambon dan Pulau Haruku dengan koordinat 128°22'09" BT dan 3°31'35" LS. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tahun 1996, kawasan Pulau Pombo memiliki fungsi Suaka Alam (SA) dan Taman Wisata Alam Laut (TWAL). SA memberi arti bahwa Pulau Pombo mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya


(7)

berlangsung secara alami. TWAL memiliki arti bahwa Pulau Pombo juga sangat berpotensi sebagai daerah wisata yang berbasiskan alam. Adapun Munasef (1995) memberikan pengertian TWAL sebagai wilayah laut yang memiliki ciri khas berupa keindahan atau keunikan yang diperuntukkan secara khusus sebagai kawasan konservasi laut, untuk dibina dan dipelihara yang berguna bagi perlindungan plasma nutfah, rekreasi, pariwisata, pendidikan, dan kebudayaan.

Tabel 1 di bawah ini, terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo merupakan taman pulau yang mempunyai kekhasan flora dan fauna beserta ekosistemnya yang perlu dilindungi dan perkembangan kawasan konservasi sumber daya alam dengan kategori kawasan SA. Penetapan kawasan SA dilakukan melalui SK. Menteri Pertanian Nomor : 327/Kpts/Um/7/1973 tanggal 25 Juli 1973 dengan luas 1.000 ha, termasuk daratan, terumbu karang (coral reef) dan lagun. Berdasarkan pasal konservasi suaka alam inilah maka terbentuk Keputusan Menhut No 392/Kpts-VI/1996 30 Juli 1999 yang menetapkan Pulau Pombo sebagai kawasan TWAL. Terlihat juga pada tabel bahwa selain SA dan TWAL, Pulau Pombo saat ini dimanfaatkan juga sebagai sarana penelitian dan laboratorium lapangan studi kelautan, dan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa kawasan Pulau Pombo yang memiliki potensi untuk pariwisata ini belum terinventaris potensi yang ada dan pengelolaannya baru bersifat rencana, sehingga belum ada penanganan dan pengelolaan kawasan tersebut. Kawasan Pulau Pombo, adalah sumber daya laut yang perlu dikembangkan menjadi asset Nasional dan dapat mendorong percepatan tercapainya sasaran Pembangunan Nasional pada umumnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Pengembangan pariwisata di kawasan Pulau Pombo perlu untuk dilakukan sebagai pemasukan devisa bagi daerah mengingat keindahan alam pulaunya dan letak yang sangat strategis karena merupakan satu-satunya pulau kecil yang berada dekat dengan pusat Ibu Kota. Menurut Tahwin (2003), pemerintah dalam hal ini para stakholders kepariwisataan yang menyadari besarnya potensi kepariwisataan di daerah dan berusaha menggali, mengembangkan serta membangun aset obyek dan daya tarik wisata, yang merupakan modal awal untuk bangkitnya kegiatan pariwisata. Ditambahkan olehnya bahwa keputusan ini harus juga ditindaklanjuti dengan memikirkan dan mengusahakan serta membenahi potensi obyek dan daya tarik wisata.

Terkait pemanfaatan untuk pariwisata dan rekreasi alam yang diperuntukkan untuk Pulau Pombo sebagai TWAL, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa tidak adanya pengelolaan untuk arah pengembangan dan pemberdayaan Pulau Pombo yang dilakukan oleh pemerintah setempat melalui instansi.


(8)

Tabel 1. Profil Taman Wisata Alam Pulau Pombo

Status hukum

Ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 327/Kpts/7/1973 tanggal 26 Juli 1973 dan ditetapkan dengan Keputusan Menhut No 392/Kpts-VI/1996 30 Juli 1999.

Luas kawasan Luas kawasan TWA Pulau Pombo 998,00 Ha

Iklim Iklim Pulau Pombo dipengaruhi kawasan perairan di sekitarnya yaitu Laut Banda dan Samudera Indonesia. Musim kemarau terjadi apabila bertiup angin timur yaitu Bulan Mei sampai dengan Bulan September. Musim hujan terjadi pada Bulan November sampai Bulan Maret pada saat bertiup angin barat. Musim pancaroba terjadi pada Bulan April dan Bulan Oktober. Curah hujan rata-rata 30,2 -31,8 mm dengan suhu maksimum 32 oC dan suhu minimum 27 oC dengan kelembaban udara rata-rata 64,7 %.

Tata batas Belum di tata batas

Jumlah

desa/penduduk di dalam dan sekitar kawasan

Terdapat 7 desa yaitu Desa Waai, Haruku, Jailolo, Samet, Horomoi, Pelau, Oma (Data 2006)

Kondisi fisik Terletak di Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Letak Geografis Pulau Pombo adalah 128° 22‟ 29” BT dan 3° 31‟ 35” LS. Keadaan topografi pada umumnya datar dengan kelerengan berkisar 0,5% dengan titik tertinggi mencapai 0-4 m dpl. Daratan TWA P. Pombo tersusun dan terbentuk dari tanah podsolik, berpasir, dan berbatu karang dan barus.

Potensi flora dan fauna

: Potensi fauna di kawasan konservasi ini adalah ikan puri (Stolephorus sp.), momar (Decapterus sp.), komu (Auxis thzard), lema (Rastreliger kanagurta), jenis-jenis lolasi (caesionidae) serta moluska seperti kima (Tridacnidae), bia jalang (Strombus luhuanus), lola (Trochus niloticus), bia kambing (Lambis sp.), bia gengge (Nautilus pompilius), japing-japing (Pinctada margaritifera) dan jenis lain dari Cypreanidae, Strombidae, dan Connidae. Dari jenis-jenis moluska tersebut ada beberapa jenis yang langka atau sudah dilindungi berdasarkan SK. Menhut No. 12/Kpts-II/1987 seperti Kima (Tridacnidae), Lola (Trochus niloticus), Bia gengge (Nautilus pompilius) dan Triton trompet (Charonnia tritonis). Selain itu di pulau Pombo juga pernah ditemukan tempat mendarat Penyu yang diduga jenis Penyu Sisik (Eretmochelys Imbricata).

Potensi wisata dan jasa lingkungan

: Snorkeling dan Diving.

Aksesibilitas : Dari Ambon – Tulehu – Waai – Liang melalui jalan darat dengan jarak tempuh sekitar 30-45 menit. Kemudian dilanjutkan melalui laut dari Tulehu – P. Pombo atau Waai – P. Pombo atau Liang – P. Pombo dengan menggunakan speed boat memakan waktu sekitar 15 menit, pada musim barat. Pada musim timur, biasanya cuacanya buruk sehingga diperlukan waktu lebih lama yaitu antara 20 – 30 menit. Potensi masalah

kawasan

Masih ada nelayan yang menggunakan bom untuk menangkap ikan yang mengakibatkan banyak terumbu karang yang rusak.

Inventarisasi potensi kawasan

Belum ada

Rencana pengelolaan

Ada

Kegiatan yang pernah dilakukan

Transplantasi karang, patroli rutin kawasan

Pos jaga Ada

Personil Polhut Tidak ada

Sumber : Data Balai Konservasi Sumberdaya Alam Maluku 2012

Di sisi lain, pada Tabel 1 di atas terlihat bahwa saat ini Pulau Pombo terancam akan aktivitas perikanan yang dilakukan oleh nelayan lokal dengan cara


(9)

tidak ramah lingkungan, maupun adanya pencemaran laut (sampah kiriman) yang dapat berdampak pada menurunnya kualitas jasa lingkungan (keindahan alam) yang ada di Pulau Pombo atau dengan kata lain sumberdaya yang merupakan potensi pulau tersebut terancam rusak dan bahkan punah akibat aktivitas pemanfaatan bersifat eksploitasi. Dengan demikian beberapa faktor yang menghambat pengembangan pariwisata kawasan Pulau Pombo adalah seperti; a) kurangnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap pengelolaan pulau, b) pertahanan dan keamanan, (c) terbatasnya sarana dan prasarana dasar, dan (d) degradasi lingkungan hidup.

Untuk itu, upaya pengembangan potensi kawasan Pulau Pombo diharapkan dapat dilakukan dengan cara memanfaatan potensi yang ada dikawasan pulau tersebut dan membenahi kekurangan-kekurangan yang ada, serta memanfaatkan berbagai peluang dan mengatasi berbagai kelemahan. Manfaat dari pengembangan potensi wisata sebagai daya tarik pengunjung adalah berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian daerah Kabupaten Maluku Tengah pada umumnya dan masyarakat sekitar Pulau Pombo pada khususnya, serta dapat meningkatkan lapangan pekerjaan. Untuk memasarkan potensi sumber daya yang ada di Kawasan Pulau Pombo, diperlukan dukungan semua pihak baik pemerintah sebagai decision maker, maupun stakeholder terkait yaitu masyarakat, instansi terkait serta pihak swasta, juga pemasaran potensi kelautan dan wisata, terutama wisata alam diperlukan model pemasaran yang tepat sehingga hasilnya bisa optimal.

Berdasarkan hal tersebut di atas, sangatlah diperlukan adanya upaya-upaya pengelolaan guna mendukung status Kawasan Pulau Pombo sebagai TWAL yang juga diperuntukkan sebagai daerah pariwisata. Namun diharapkan pengelolaan dan pembangunan yang dilakukan minimal harus memperhatikan aspek ekologi (kualitas lingkungan tetap terjaga) dan aspek sosial (manfaat yang diperoleh masyarakat setempat).

Secara lebih khusus, kajian ekonomi terhadap Pulau Pombo dititik beratkan pada nilai ekonomi berdasarkan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata tersebut. Hal ini dibatasi untuk menghindari kesalahpahaman dalam mempersepsikan arti dari nilai ekonomi total yang ada di Pulau Pombo tersebut. Selanjutnya, juga akan dilihat bagaimana rumusan kebijakan yang tepat dalam rangka pengelolaan Pulau Pombo agar lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan pada masa mendatang dan dapat meningkatkan kontribusi dalam perekonomian daerah serta menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya.

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam menggerakkan perekonomian Indonesia dan menjadi bagian dari perekonomian global. Berlangsungnya revolusi 3T, transport, telecomunication, tourism, menunjukkan bahwa kegiatan pariwasata telah menjadi salah satu kekuatan yang mampu mempercepat penyatuan dunia dalam integrasi ekonomi dan pergerakan manusia lintas daerah dan bahkan lintas negara. Dunia kepariwisataan merupakan kegiatan multisektor artinya bahwa kegiatan pariwisata terkait dengan sektor-sektor lain seperti perhotelan, perdagangan, transportasi, jasa dan lain sebagainya dan berkaitan pula dengan bidang politik dan keamanan, kebudayaan, sumber


(10)

daya alam, hukum, sosial dan ekonomi sehingga dengan tumbuh dan berkembangnya sektor pariwisata secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan sektor-sektor lain yang terkait akan tumbuh dan berkembang pula.

Sektor pariwisata di Indonesia dalam perkembangan dewasa ini telah menjadi salah satu titik fokus yang dilakukan oleh pemerintah karena sektor pariwisata memiliki andil yang sangat signifikan dalam pembangunan perekonomian baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Nasional. Hasil survei Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir ini, jenis pariwisata di Indonesia yang sedang digemari adalah pariwisata yang berbasis lingkungan (alam) dan pariwisata yang berbasis sejarah. Akan tetapi pengelolaan dan pengembangannya di Indonesia masih sangat kurang memperoleh perhatian.

Kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah merupakan kawasan pulau seperti karang Atol di tengah laut yang ukurannya 2-3 ha dan berpotensi untuk dikembangkan objek wisata alam yang memiliki daya tarik tinggi. Pulau Pombo sebagai salah satu objek wisata sangatlah mendukung adanya pembukaan lapangan usaha, yang juga menjadi penggerak pemasukan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Maluku Tengah, seperti dari perdagangan, restoran dan hotel atau penginapan. Hal ini didukung dengan keindahan panorama alam yang mengelilingi pulau tersebut dimulai dari daratan yang memiliki keindahan flora dan fauna serta jenis burung yang merupakan endemik di daerah tersebut sampai pesisir lautnya yang sangat indah terlihat dengan pasir putih halus sepanjang pesisir serta terumbu karang indah yang terlihat dengan kejernian airnya.

Obyek wisata yang berbasis alam ini di Kabupaten Maluku Tengah sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obyek wisata unggulan dan daya tarik wisata ke Kabupaten Maluku Tengah. Pulau Pombo yang berpotensi untuk pariwisata di Kabupaten Maluku Tengah apabila dikembangkan secara profesional akan sangat mungkin jika Kabupaten Maluku Tengah menjadi primadona kunjungan wisatawan baik secara lokal, regional, nasional maupun internasional dengan melihat pada potensi yang ada. Didukung oleh letak geografis Pulau Pombo yang sangat strategis dan kondisi alam yang sangat indah sangat memungkinkan pariwisata untuk berkembang pesat. Namun potensi tersebut masih kurang didukung oleh berbagai faktor yang ada seperti masih lemahnya pemahaman masyarakat pulau sekitar tentang pariwisata, potensi yang melimpah belum di kelola dengan baik, infrastruktur yang belum terkordinasi dan jumlah serta frekuensi transportasinya masih sangat rendah, seperti menyediakan transportasi untuk kemudahan akses ke Pulau Pombo, tidak tersedianya listrik di Pulau Pombo, kurangnya teknologi informasi seperti internet dan jaringan telepon di Pulau Pombo, serta belum optimalnya pengembangan objek wisata baik sarana maupun prasarana. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sistem pengelolaan yang lebih baik dan menentukan prioritas strategi pengembangan objek wisata tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan peneliti yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana presepsi wisatawan terhadap potensi wisata di Kawasan Pulau Pombo?


(11)

3. Bagaimana strategi dan program pengembangan wisata yang tepat di Kawasan Pulau Pombo dalam upaya pemberdayaan pulau yang berkelanjutan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan permasalahanya tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitian yaitu:

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merancang kebijakan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata yang berkelanjutan dan ramah lingkungan di kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi potensi wisata di kawasan Pulau Pombo berdasarkan presepsi wisatawan.

2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata kawasan Pulau Pombo.

3. Merumuskan strategi dan program pengembangan wisata yang tepat di kawasan Pulau Pombo.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Sebagai suatu referensi bagi penelitian yang berkaitan dengan pengembangan potensi wisata di daerah lainnya.

2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dalam mengembangkan daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo.

3. Sebagai sumber informasi bagi wisatawan dan masyarakat terhadap jenis-jenis daya tarik wisata di kawasan Pulau Pombo.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini berupaya untuk mendeskripsikan potensi yang ada di Pulau Pombo, menghitung nilai ekonomi Pulau Pombo dengan melihat hanya pada surplus konsumen, dan memformulasikan kebijakan pengembangan yang berkelanjutan di Pulau Pombo.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kepariwisataan

Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (Undang-Undang No.10 tahun 2009). Menurut Direktorat Jenderal Pariwisata (2005), wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Sedangkan menurut Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, pariwisata didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan


(12)

dengan objek wisata termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang wisata. Lahirnya kegiatan pariwisata berawal dari faktor manusia dan perilaku itu sendiri. Secara periodik, manusia senantiasa membutuhkan aktifitas-aktifitas baru diluar aktifitas rutinnya yang dapat menumbuhkan kembali kesegaran dan gairah dalam hidupnya.

Selanjutnya menurut Yoeti (1996) merumuskan pengertian pariwisata dengan memberikan batasan yakni “Pariwisata dalam artian modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada perkembangan perniagaan, perdagangan serta penyempurnaan alat-alat pengangkutan”.

Keberhasilan pengembangan pariwisata ditentukan oleh 3 faktor, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yoeti (1996), sebagai berikut :

1. Tersedianya objek dan daya tarik wisata.

2. Adanya fasilitas accessibility yaitu sarana dan prasarana, sehingga memungkinkan wisatawan mengunjungi suatu daerah atau kawasan wisata.

3. Terjadinya fasilitas amenities yaitu sasaran kepariwisataan yang dapat memberikan kenyamanan kepada masyarakat.

Demand pariwisata sangat berkaitan dengan pengguna atau konsumen (wisatawan). Wisatawan diistilahkan sebagai pasar, karena wisatawan merupakan target atau sasaran yang hendak dituju dalam suatu penawaran pariwisata. Faktor permintaan yang datang dari para wisatawan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan pariwisata.

2.1.1. Kawasan Wisata Bahari /Ekowisata

Kawasan diartikan sebagai suatu wilayah yang mempunyai fungsi atau aspek fungsional tertentu. Penerapan pendekatan pembangunan kawasan diharapkan pembangunan dapat lebih interaktif dan responsif secara fungsional sehingga manfaat pembangunan yang akan dikembangkan itu memiliki sektor atau usaha yang potensial dan strategis untuk menunjang pembangunan. Kawasan yang dimaksud menurut Adisasmita (2005) disebut kawasan andalan dan sektornya adalah sektor unggulan.

Menurut Razak (2008) Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan Ekowisata, dilatarbelakangi dengan perubahan pasar global yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal wisatawan dan memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas dalam melakukan perjalanan wisata. Konsep wisata ini disebut wisata minat khusus. Wisatawan minat khusus umumnya memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah pencarian pengalaman baru. Wisatawan cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang. Selanjutnya menurut Razak bahwa wisata pesisir dan bahari adalah proses ekonomi yang memasarkan ekosistem dan merupakan pasar khusus yang menarik dan langka untuk orang yang sadar akan lingkungan


(13)

dan tertarik untuk mengamati alam. Lima faktor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata yaitu :

1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang belum tercemar.

2. Masyarakat; ekowisata bermanfaat ekologi, sosial dan ekonomi pada masyarakat.

3. Pendidikan dan pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki.

4. Berkelanjutan; ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi baik jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Manajemen; ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin

sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang.

Konsep ekowisata telah dikembangkan sejak era tahun 80-an, sebagai pencarian jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif untuk kelestarian keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Konsep ekowisata sebenarnya bermaksud untuk menyatukan dan menyeimbangkan beberapa konflik secara objektif yaitu dengan menetapkan ketentuan dalam berwisata, melindungi sumberdaya alam dan budaya serta menghasilkan keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Razak, 2008).

Dampak positifnya dari kegiatan ekowisata antara lain menambah sumber penghasilan dan devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha, mendorong perkembangan usaha-usaha baru serta diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat maupun wisatawan tentang konservasi sumber daya alam (Dephut, 2008). Selain itu dampak sosial bagi masyarakat sekitar juga berdampak seperti yang dikemukakan Suhandi (2003), bahwa konsep ekowisata yang terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya), peningkatan partisipasi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, telah diperkenalkan dan dikembangkan dengan sukses di banyak negara berkembang. Pengembangan ini selalu konsisten dengan dua prinsip dasar yaitu memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut andil dalam pelestarian alam. Selanjutnya Suhandi (2003) menambahkan bahwa ada enam keuntungan dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu:

1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai objek wisata;

2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan; 3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para

stakeholders;

4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional;

5. Mempromosikan penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan; dan 6. Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di objek


(14)

2.1.2. Sifat atau Karakter Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam Menurut Razak (2008), sifat dan karakter kepariwisataan alam terkait dengan ODTW Alam antara lain :

1. In-situ ; ODTW alam hanya dapat dinikmati secara utuh dan sempurna di ekosistemnya. Pemindahan objek ke ex-situ akan menyebabkan terjadinya perubahan objek dan atraksinya. Pada umumnya wisatawan kurang puas apabila tidak mendapatkan sesuatu secara utuh dan apa adanya.

2. Perishable ; suatu gejala atau proses ekosistem hanya terjadi pada waktu tertentu. Gejala atau proses alam ini berulang dalam kurun waktu tertentu, kadang siklusnya beberapa tahun bahkan ada puluhan tahun atau ratusan tahun. ODTW alam yang demikian membutuhkan pengkajian dan pencermatan secara mendalam untuk dipasarkan.

3. Non Recoverable ; suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat tergantung dari faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Pemulihan secara alami terjadi dalam waktu panjang, bahkan ada sesuatu objek yang hampir tak terpulihkan, bila ada perubahan. Untuk mempercepat pemulihan biasanya dibutuhkan tenaga dan dana yang sangat besar, apabila upaya ini berhasil tetapi tidak akan sama dengan kondisi semula.

4. Non Substitutable ; di dalam suatu daerah atau mungkin kawasan terdapat banyak objek alam, jarang sekali yang memiliki kemiripan yang sama.

2.1.3. Potensi ODTW Alam

Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah atau budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat (Dephut, 2008). ODTW alam yang menarik salah satunya adalah keragaman tipe ekosistem hutan yang membentuk suatu tipe flora dan fauna serta bentangan alam (topografi) yang unik (Razak, 2008). Keseluruhan potensi ODTW alam yang ada merupakan sumberdaya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan.

2.1.4. Industri Pariwisata

Secara umum masyarakat melihat bahwa industri adalah identik dengan bangunan pabrik secara kontinuitas melakukan proses produksi dengan menggunakan mesin-mesin dan berbagai teknologi. Dipihak lain, sangat jauh berbeda ketika mengenal industri pariwisata. G. A. Schmool memberi batasan tentang industri pariwisata sebagai “Tourist is a highly decentralized industry consisting of enterprises different in size, location, function, type organization, range of service provided and method used to market and sell them” (industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan lainnya. Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, bentuk organisasi yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya (Tahwin, 2003).


(15)

Badrudin (2001) mengemukakan batasan pariwisata sebagai suatu industri diberikan secara terbatas, hanya untuk sekedar menggambarkan apa sebenarnya pariwisata itu. Dengan demikian dapat memberikan pengertian yang lebih luas. Jadi sebenarnya, ide memberikan istilah industri pariwisata lebih banyak bertujuan memberikan daya tarik supaya pariwisata dapat dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu Negara, terutama pada Negara-negara sedang berkembang. Industri pariwisata adalah keseluruhan rangkaian dari usaha menjual barang dan jasa yang diperlukan wisatawan, selama ia melakukan perjalanan wisata sampai kembali ke tempat asalnya.

Menurut Badrudin (2001), ada lima unsur industri pariwisata yang sangat penting, yaitu:

a. Attractions (daya tarik)

Attractions dapat digolongkan menjadi site attractions dan event attractions. Site attractions merupakan daya tarik fisik yang permanen dengan lokasi yang tetap yaitu tempat-tempat wisata yang ada di daerah tujuan wisata seperti kebun binatang, keratin, dan museum. Sedangkan event attractions adalah atraksi yang berlangsung sementara dan lokasinya dapat diubah atau dipindah dengan mudah seperti festival-festival,pameran, atau pertunjukan-pertunjukan kesenian daerah. b. Facilities (fasilitas-fasilitas yang diperlukan)

Fasilitas cenderung berorientasi pada daya tarik di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan pasarnya. Selama tinggal di tempat tujuan wisata wisatawan memerlukan tidur, makan dan minum oleh karena itu sangat dibutuhkan fasilitas penginapan. Selain itu ada kebutuhan akan Support Industries yaitu toko souvenir, took cuci pakaian, pemandu, daerah festival, dan fasilitas rekreasi (untuk kegiatan).

c. Infrastructure (infrastruktur)

Daya tarik dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur dasar. Perkembangan infrastruktur dari suatu daerah sebenarnya dinikmati baik oleh wisatawan maupun rakyat yang juga tinggal di sana, maka ada keuntungan bagi penduduk yang bukan wisatawan. Pemenuhan atau penciptaan infrastruktur adalah suatu cara untuk menciptakan suasana yang cocok bagi perkembangan pariwisata.

d. Transportations (transportasi)

Dalam pariwisata kemajuan dunia transportasi atau pengangkutan sangat dibutuhkan karena sangat menentukan jarak dan waktu dalam suatu perjalanan pariwisata. Transportasi baik transportasi darat, udara, maupun laut merupakan suatu unsur utama langsung yang merupakan tahap dinamis gejala-gejala pariwisata.

e. Hospitality (keramahtamahan)

Wisatawan yang berada dalam lingkungan yang tidak mereka kenal memerlukan kepastian jaminan keamanan khususnya untuk wisatawan asing yang memerlukan gambaran tentang tempat tujuan wisata yang akan mereka datangi. Maka kebutuhan dasar akan keamanan dan perlindungan harus disediakan dan juga keuletan serta keramahtamahan tenaga kerja wisata perlu dipertimbangkan supaya wisatawan merasa aman dan nyaman selama perjalanan wisata.


(16)

2.2. Pendekatan Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)

Travel Cost Methode (TCM) dapat dikatakan sebagai metode yang tertua untuk pengukuran nilai ekonomi tidak langsung terhadap sumberdaya alam. Metode ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaaan terhadap rekreasi di alam terbuka, seperti memancing, berburu, dan hiking (Fauzi 2004).

Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat rekreasi, misalnya untuk menyalurkan hobi memancing atau berekreasi di pantai, seseorang akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat tersebut. Dengan mengetahui pola ekspenditure dari konsumen ini, maka akan dapat dikaji barapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumberdaya alam dan lingkungan.

Pendekatan ini juga mencerminkan kesediaan masyarakat untuk membayar barang dan jasa yang diberikan lingkungan dibanding dengan jasa lingkungan dimana mereka berada pada saat tersebut. Banyak contoh sumber daya lingkungan yang dinilai dengan pendekatan ini berkaitan dengan jasa-jasa lingkungan untuk rekreasi di luar rumah yang seringkali tidak diberikan nilai yang pasti. Untuk tempat wisata, pada umumnya hanya dipungut harga karcis yang tidak cukup untuk mencerminkan nilai jasa lingkungan dan juga tidak mencerminkan kesediaan membayar oleh para wisatawan yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Untuk lebih sempurnanya perlu diperhitungkan pula nilai kepuasan yang diperoleh para wisatawan yang bersangkutan (Suparmoko, 2000).

Dalam memperkirakan nilai tempat wisata tersebut tentu menyangkut waktu dan biaya yang dikorbankan oleh para wisatawan dalam menuju dan meninggalkan tempat wisata tersebut. Semakin jauh jarak wisatawan ke tempat wisata tersebut, akan semakin rendah permintaannya terhadap tempat wisata tersebut. Permintaan yang dimaksud tersebut adalah permintaan efektifnya yang dibarengi dengan kemampuan untuk membeli. Para wisatawan yang lebih dekat dengan lokasi wisata tentu akan lebih sering berkunjung ke tempat wisata tersebut dengan adanya biaya yang lebih murah yang tercermin pada biaya perjalanan yang dikeluarkannya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa wisatawan mendapatkan surplus konsumen. Surplus konsumen merupakan kelebihan kesediaan membayar atas harga yang telah ditentukan. Oleh karena itu surplus konsumen yang dimiliki oleh wisatawan yang jauh tempat tinggalnya dari tempat wisata akan lebih rendah dari pada mereka yang lebih dekat tempat tinggalnya dari tempat wisata tersebut (Suparmoko, 2000).

Pendekatan travel cost banyak digunakan dalam perkiraan nilai suatu tempat wisata dengan menggunakan berbagai variabel. Pertama kali dikumpulkan data mengenai jumlah pengunjung, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung tempat wisata untuk mendapatkan data yang diperlukan (Suparmoko, 2000).

Garrod dan Willis (1999) mengemukakan konsep dasar dari metode travel cost adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata tersebut yang merupakan harga untuk akses ke tempat wisata. Itulah yang disebut dengan willingness to pay (WTP) yang diukur berdasarkan perbedaan biaya perjalanan.


(17)

Mereka juga menambahkan beberapa pendekatan yang di gunakan untuk memecahkan permasalahan melalui metode travel cost, yaitu:

1. Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple zonal travel cost approach). Pendekatan TCM melalui zonasi adalah pendekatan yang relatif simpel dan murah karena data yang diperlukan relatif lebih banyak mengandalkan data sekunder dan beberapa data sederhana dari responden pada saat survai. Dalam teknik ini, tempat rekreasi pantai dibagi dalam beberapa zona kunjungan dan diperlukan data jumlah pengunjung per tahun untuk memperoleh data kunjungan per seribu penduduk. Diterapkan dengan mengumpulkan informasi pada jumlah kunjungan ke suatu tempat dari jarak yang berbeda. Karena biaya perjalanan dan waktu akan bertambah sesuai dengan bertambahnya jarak, informasi ini memperkenankan peneliti untuk menghitung jumlah kunjungan “yang dibeli” pada “harga” yang berbeda. Informasi ini digunakan untuk membangun fungsi permintaan terhadap suatu tempat dan memperkirakan surplus konsumen atau manfaat ekonomi layanan rekreasi suatu tempat.

2. Pendekatan Biaya Perjalanan Individu (An individual travel cost approach). Penelitian dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (individual travel cost method) biasanya dilaksanakan melalui survey kuisioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata lain (substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko, 1997). Data tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva permintaan dimana surplus konsumen dihitung. Metode ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi dengan menggunakan berbagai variable (Suparmoko, 2000). Pertama kali dikumpulkan data, mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, pendidikan, dan mungkin juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau informasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi tersebut, biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan, tujuan perjalanam, tingkat pendapatan rata-rata, dan faktor sosial ekonomi lainnya.

TCM berdasarkan pendekatan individual menggunakan data yang sebagian besarnya berasal dari kegiatan survai di lapangan. Metodologi pendekatan individual TCM secara prinsip sama dengan sistem zonasi, namun pada pendekatan ini analisis lebih didasarkan pada data primer yang diperoleh melalui survai dan teknik statistika yang relatif kompleks. Kelebihan dari metode TCM dengan pendekatan individu adalah hasil yang diperoleh relatif akurat daripada metode zonasi (Fauzi 2004).

Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haab dan McConnel (2002) diacu dari Fauzi (2004), antara lain : (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel). Selain itu, menurut Fauzi (2004), TCM harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju sehingga tidak menganalisis aspek kunjungan ganda (multipurpose visit). Selanjutnya, para pengunjung atau individu juga harus dibedakan tempat mereka


(18)

berasal untuk memilah pengunjung yang datang dari wilayah setempat (penduduk di sekitar lokasi wisata).

Untuk melihat total biaya yang dikeluarkan wisatawan dan selanjutnya untuk digunakan sebagai proxy dalam menentukan harga dari sumberdaya alam, dilakukan melalui penetapan fungsi permintaan. Fungsi permintaan ditentukan dengan menggunakan teknik ekonometrik, yaitu regresi sederhana (Ordinary Least Square/OLS). Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif (Fauzi 2004). Secara sederhana, fungsi permintaan di atas dapat ditulis sebagai beriku :

...(1)

dimana :

Vij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j

cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasij Tij = biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Qij = persepsi responden terhadap kualitas lingkungan lokasi yang dikunjungi Sij = karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain

M = pendapatan dari individu i

Dari persamaan (1), dapat disimpulkan bahwa jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi : (i) biaya perjalanan; (ii) biaya waktu; (iii) persepsi terhadap kualitas lingkungan; (iii) karakteristik substitusi; dan (iv) pendapatan. Persamaan (1) merupakan model umum yang dipakai untuk menentukan jumlah kunjungan ke suatu lokasi wisata tertentu. Dalam aplikasinya, tidak semua faktor-faktor atau variabel perubah tersebut sesuai dengan lokasi yang diteliti.

2.2.1. Surplus Konsumen

Setelah mengetahui fungsi permintaan, selanjutnya dapat diukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi.

Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula :

(untuk fungsi permintaan linear)...(2)

Dan

(untuk fungsi permintaan logaritma)...(3)

dimana :

CS = Consumer Surplus atau surplus konsumen N = jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i

Beberapa asumsi dasar yang harus dibangun agar penilaian terhadap sumberdaya alam tidak bias melalui TCM sebagaimana dikemukakan oleh Haad


(19)

dan McConnel (2002) diacu dari Fauzi (2004), yaitu : (i) biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga rekreasi; (ii) waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas; dan (iv) biaya perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multiple travel).

Selain itu, Fauzi (2004) juga mengemukakan bahwa oleh karena TCM harus dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju sehingga tidak menganalisis aspek kunjungan ganda (multipurpose visit). Selanjutnya, para pengunjung atau individu juga harus dibedakan tempat mereka berasal untuk memilah pengunjung yang datang dari wilayah setempat (penduduk di sekitar lokasi wisata).

2.3. Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang (Rangkuti, 2006 :8). Menurut Olsen dan Edie (Bryson 2007:4) perencanaan strategis sebagai upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal seperti itu. Menurut John Bryson (Hessel, 2003 : 3) terdapat sepuluh langkah proses perencanaan strategis yaitu :

1. Memprakarsai dan menyetujui proses perencanaan strategis.

Hal ini bertujuan untuk mencapai persetujuan diantara pihak pengambil keputusan utama baik internal maupun eksternal tentang keseluruhan proses perencanaan strategis.

2. Mengidentifikasi mandat organisasi.

Mengidentifikasi mandat bertujuan organisasi untuk mengidentifikasi dan memperjelas sifat dan arti mandat yang diberikan oleh otoritas eksternal, baik formal maupun informal.

3. Memperjelas visi, misi, tujuan dan nilai-nilai organisasi.

Tahap ini adalah langkah untuk memperjelas apa yang memperjelas apa yang menjadi keinginan organisasi yang akan menghasilkan analisis stakeholders dan pernyataan misi organisasi.

4. Menilai lingkungan internal dan eksternal organisasi.

Menilai lingkungan internal dan eksternal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi kekuatan, peluang, kelemahan dan kekuatan organisasi. 5. Mengidentifikasi isu-isu strategis yang dihadapi organisasi.

Isu strategis merupakan pertanyaan mendasar tentang kebijakan atau tantangan kritis yang mempengaruhi mandat, misi, dan nilai-nilai. Identfikasi isu strategis bertujuan untuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan kebijakan dasar yang dihadapi oleh organisasi.

6. Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu tersebut.

Merupakan langkah untuk menciptakan atau menghasilkan seperangakat strategi yang secara efektif menghubungkan organiasasi dengan lingkungannya.

7. Mereview dan menyetujui strategi dan rencana. 8. Menyusun suatu visi sukses organisasi.

9. Mengembangkan proses implementasi yang efektif. 10.Menilai kembali strategi dan proses perencanaan strategis.


(20)

2.3.1. Strategi Pengembangan Kawasan Wisata

Tujuan pengembangan pariwisata menurut Soekadijo (1996) diantaranya adalah untuk mendorong perkembangan beberapa sektor ekonomi, yaitu antara lain :

1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan, perkembangan serta perbaikan fasilitas pariwisata.

2. Mengubah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata. Misalnya, usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata, perkemahan, dan lain-lain) yang memerlukan perluasan beberapa industri kecil seperti kerajinan tangan.

3. Memperluas pasar barang-barang lokal.

4. Memberi dampak positif pada tenaga kerja, karena pariwisata dapat memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau tempat penginapan, usaha perjalanan, industri kerajinan tangan dan cendera mata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).

Menurut Marpaung (2002) perkembangan kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata. Pada waktu yang sama, ada nilai-nilai yang membawa serta dalam perkembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan, maka perkembangan pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah yang ada.

2.3.2. Pengelolaan dan Pengembangan ODTW Alam

Azas kemanfaatan dari ODTW Alam dapat tercapai melalui pengelolaan dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekowisata, misalnya kepariwisataan, biro perjalanan, pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan lembaga swadaya masyarakat (Dephut, 2008).

Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu industri pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah dan akademisi. Para pelaku ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu (Suhandi, 2003) : 1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri

pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna dan alam.

2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan. 3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan


(21)

4. Pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan.

5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya. Dalam pengelolaan ODTW alam, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesuksesan pengelolaannya diantaranya finansial, pemasaran produk serta aspek koordinasi. Razak (2008) menyebutkan faktor utama yang menjadi persoalan dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata pada umumnya terkendala pada aspek finansial. Biasanya investor bersedia menginvestasikan modalnya untuk pengembangan objek dan daya tarik wisata yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.

Tantangan yang umum dihadapi dalam bidang ekowisata antara lain: pertama, soal pemasaran yang tentunya terkait dengan jejaring atau kemitraan dengan pelaku wisata lain; kedua, kualitas SDM dalam pengelolaan kegiatan ekowisata di tingkat desa atau akar rumput (grassroot); ketiga, yang tak kalah penting adalah menjaga keselarasan antara misi peningkatan taraf sosial-ekonomi masyarakat lokal dengan pelestarian sumberdaya hayati, (Santoso, 2003). Sementara itu, Dephut (2008) menambahkan bahwa kendala dalam pengembangan ODTW alam berkaitan dengan Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi ODTW alam. Efektifitas fungsi dan peran ODTW alam ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait, kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan ODTW alam di kawasan hutan, serta mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam. Strategi pengembangan ODTW alam meliputi pengembangan (Dephut, 2008):

1. Aspek perencanaan pembangunan ODTW alam yang antara lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan dan sistem informasi ODTW alam.

2. Aspek kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

3. Aspek sarana dan prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

4. Aspek pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.

5. Aspek pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.

6. Aspek pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.


(22)

7. Aspek peran serta masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

8. Aspek penelitian dan pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahan pemanfaatan ODTWA.

Pengelolaan ODTW alam dengan sifat dan karakteristik yang khas dan cukup rentan terhadap perubahan, maka didalam pengelolaannya harus sangat dipertimbangkan aspek lingkungan, disamping sarana pendukung. Kemasan ODTW yang hendaknya diciptakan adalah perpaduan kondisi alami dan teknologi sebagai sarana pendukung untuk pelestarian kondisi alami tersebut.

Suhandi (2003) menyatakan pengembangan ekowisata juga tidak bisa terlepas dari dampak-dampak negatif seperti tertekannya ekosistem yang ada di objek ekowisata apabila dikunjungi wisatawan dalam jumlah yang banyak dan konflik kepentingan antara pengelola atau operator ekowisata dengan masyarakat lokal terutama mengenai pembagian keuntungan dan aksesbilitas. Untuk mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai dengan batas-batas kewajaran.

Pengertian obyek wisataadalah sumber daya alam, buatan dan budaya yang berpotensi dan berdaya tarik bagi yang pada umumnya daya tarik wisata menurut Suwontoro (2001) dipengaruhi oleh : 1) Adanya sumber/obyek yang dapat menimbulkan rasa senang, nyaman, dan bersih, 2) Adanya aksesibilitas yang tinggi untuk dapat mengunjungi, 3) Adanya arti khusus yang bersifat langka, 4) Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang hadir. Obyek wisata alam mempunyai daya tarik yang tinggi karena keindahannya, seperti keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya.

Menurut Mariotto (Yoeti, 1996) yang merupakan objek dan atraksi wisata adalah :

1. Benda-benda yang tersedia dan terdapat di alam semesta, yang istilah pariwisata disebut dengan natural amenities

2. Hasil cipta manusia (man made supply) 3. Tata cara hidup (the way of life)

Tersedianya objek wisata dan daya tarik wisata merupakan salah satu syarat yang harus tersedia dalam pengembangan pariwisata. Karena objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung. Jadi, dalam pengembangan potensi pariwisata di Kecamatan Pantai Cermin harus memperhatikan potensi objek wisata yang ada serta daya tarik wisata yang tersedia.

2.4. Konsep Pembagunan Pariwisata Berkelanjutan

Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata di Indonesia, maka kegiatan - kegiatan terencana dan terprogram yang dilakukan oleh pemerintah pada hakeketnya memang bertujuan untuk „berkelanjutan‟ khususnya di bidang pariwisata misalnya, apa yang dimaksud dengan pembagunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembagunan pariwisata agar dilestarikan untuk generasi mendatang (Ardika,


(23)

2003). Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) adalah pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif, maksudnya adalah meningkatkan kesejahteraan, perekonomian dan kesehatan masyarakat.

Peningkatan kulitas hidup dapat dicapai dengan meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi yang sehat, 2) kesejahteraan masyarakat lokal, 3) tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam, 4) kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat, 5) memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.

Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) pembangunan pariwisata yang menekankan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. WTO (1999:42), menekankan ada tiga hal penting dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu:

1. Quality. Sustainable tourism provides a quality experience for visitor, while improving the quality of the host community and protecting the quality of environment.

2. Continuity. Sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources upon which it based and the continuity of the cultural of the host community with satisfying experience for visitors.

3. Balance. Sustainable tourism balances the need of the tourism industry, supporters of environment, and the local community.

Konsep pembagunan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Natori (2001) menekankan yakni: 1) terpeliharanya mutu dan berkelanjutan sumber daya alam dan budaya, 2) meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, 3) terwujudnya keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya, 4) kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan.

Berdasarkan pengertian tersebut konsep pengembangan pariwisata di kawasan Pulau Pombo Kecamatan Salaluhutu Kabupaten Maluku Tengah harus memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan aspek ekonomi agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang ada dapat dimanfaatkan untuk generasi mendatang. 2.5. Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunities, Threats)

SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenght), kelemahan (Weaknes), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats). Menurut Jogiyanto (2005), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumber-sumber daya yang dimiki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi.

Menurut David (2008), semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam areal fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya dalam semua areal bisnis. David menambahkan bahwa kekuatan/kelemahan internal, digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan.


(24)

Kekuatan (Strenght)

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keinggulan lain yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di pasar.

Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja perusahaan. Keterbatasan tersebut dapat berupa fasilitas, sumber daya keuangan, kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat merupakan sumber dari kelemahan perusahaan.

Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber peluang, seperti perubahan teknologi, dan meningkatnya hubungan antara perusahaan dengan pembeli atau pemasok merupakan gambaran peluang dari perusahaan.

Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

2.5.1. Fungsi SWOT

Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang dan ancaman).

Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau minimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.

Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah sebagai kerangka/panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi alternatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

2.5.2. Matriks SWOT

Menurut Rangkuti (2006), matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi.


(25)

Gambar 1. Matriks SWOT Keterangan :

1. Strategi SO (Strength and Opportunity)

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut atau memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi ST (Strength and Threats)

Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weakness and Opportinity)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi WT(Weakness and Threats)

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

3.KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Konsep Pemikiran

Pengembagan suatu kawasan harus berdasarkan potensi yang ada, seperti potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan potensi dalam bentuk daya tarik wisata baik berupa daya tarik wisata alam dan budaya yang dimiliki oleh suatu kawasan. Pengembangan suatu kawasan juga berkaitan erat dengan ilmu ekonomi lingkungan.

Ilmu ekonomi lingkungan menerangkan bahwa kerusakan lingkungan merupakan masalah eksternal yang akan mengarah pada kegagalan pasar karena tidak mungkin untuk membeli dan menjual aset lingkungan dalam pasar karena tidak adanya harga pasar, sehingga barang dan jasa lingkungan tidak diperdagangkan dalam pasar. Dengan demikian produsen dan konsumen mengesampingkan masalah lingkungan dalam membuat keputusannya. Pengenyampingan aset lingkungan ini dalam keputusan mereka menyebabkan terjadinya penggunaan sumberdaya yang bersifat eksploitasi dan tidak efisien,


(26)

sehingga menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Kegagalan pasar menjelaskan bahwa kebanyakan barang-barang lingkungan tidak ada harganya.

Kabupaten Maluku Tengah Kecamatan Salahutu adalah salah satu kawasan kecamatan yang berada di Provinsi Maluku dan memiliki beragam pariwisata. Sebagian besar dari potensi wisata tersebut masih banyak yang belum dikelolah secara baik sehingga tidak dapat memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan masyarakatnya dan penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten Maluku Tengah. Salah satu pariwisata yang belum dimanfaatkan dan dikelolah dengan baik sehingga berdampak pada biota alam, masyarakat dan pemerintah daerahnya adalah Pulau Pombo.

Pulau Pombo adalah taman wisata alam laut yang merupakan salah satu objek wisata yang sangat diminati oleh masyarakat daerah sekitarnya karena keindahan alam yang dimiliki. Pulau Pombo merupakan tidak diketahui secara baik harga pasarnya dan tidak diperhatikan oleh pemerintah sehingga keindahan biota yang dimiliki oleh Pulau Pombo terancam rusak dan punah akbat aktivitas masyarakat yang bersifat open acces. Untuk hal ini maka perlu adanya ketenggasan potensi yang dimiliki dan pemberian nilai moneter, sehingga memiliki basis dalam membandingkan antara perlindungan dan pemanfaatan lingkungan. Nilai ini merupakan persepsi seseorang tentang harga yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu tempat rekreasi atau barang lingkungan. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memilih atau menggunakan barang dan jasa yang diinginkannya (Djijono, 2002).

Penelitian Pengembangan Potensi Wisata kawasan Pulau Pombo sebagai TWAL dapat memberikan suatu solusi untuk memecahan permasalahan atas ketimpangan pengembangan potensi sebagai daya tarik wisata dan menghindari kerusakan potensi yang terjadi akibat aktivitas masyarakat sekitar pulau tersebut, baik sebagai nelayan dalam aktivitas penangkapan biota laut maupun berburuh flora dan fauna yang menjadi daya tarik khas pulau tersebut. Untuk melakukan kajian terhadap masalah ini, maka indentifikasi potensi yang ada pada kawasan Pulau Pombo bedasarkan presepsi wisatawan dengan mendeskripsikan sesuai observasi lapangan perlu untuk dilakukan dengan baik, dan juga dalam penelitian ini di gunakan variabel biaya perjalanan (Travel Cost Metod) sebagai nilai pengganti pasar untuk kawasan Pulau Pombo dari para pengunjung yang terdiri dari biaya transportasi menuju dan meninggalkan kawasan Pulau Pombo, variabel umur pengunjung, variabel pendidikan pengunjung, variabel penghasilan rata-rata perbulan pengunjung, serta beberpa variabel lainya yang dianggap mempengaruhi jumlah pengunjung Pulau Pombo, serta aspek-aspek yang menjadi kendala perlu dikaji terhadap pengembangan potensi wisata yang ada di kawasan Pulau Pombo.

Seperti halnya sebuah kawasan, tentunya memiliki lingkungan yang dapat dipisahkan menjadi lingkungan bagian dari kawasan yang disebut lingkungan internal dan lingkungan bagian luar kawasan yang disebut lingkungan eksternal yang secara terperinci dapat dilihat melalui aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Pulau Pombo tersebut seperti aspek kekuatan, aspek kelemahan, aspek peluang dan aspek ancaman.

Masing-masing aspek tersebut akan membentuk berbagai kriteria dan alternatif kebijakan yang perlu diperhatikan. Selanjutnya dengan analisis SWOT maka dapat dibuatkan kombinasi aspek-aspek yang ada dalam bentuk matrik, dari


(27)

matrik ini dapat dirumuskan berbagai alternatif strategi pengembangan potensi wisata di kawasan Pulau Pombo.

Gambar 2. Kerangka Pikir Ket :

: Hubungan : Langkah

Menurut Kottler (1996) dari alternatif strategi dapat dirumuskan program-program yang merupakan operasionalisasi dari setiap strategi umum. Mengacu

Penentuan Kriteria dan alternatif

Dasar Kebijkan Pengembangan Potensi

TWAL Pulau Pombo

Kabupaten Maluku Tengah

Potensi wisata: TWAL Pulau Pombo

Masalah : - Tidak diperhatikan

pemerintah

- Potensi belum teridentifikasi - Open Acces : eksploitasi,

degradasi lingkungan.

-Presepsi wisatawan terhadap potensi wisata

TWAL Pulau Pombo

Peningkatan dan Pengembangan Potensi Penilaian Ekonomi TWAL

Pulau Pombo

Identifikasi Potensi wisata

TWAL Pulau

Faktor –faktor yang mempengaruhi

kunjungan

Surplus Konsumen

Analisis OLS

Nilai ekonomi manfaat wisata TWAL Pulau Pombo

Aspek –aspek : - Kekuatan - Kelemahan - Peluang - Ancaman

Travel Cost Method

(TCM)

Analisis SWOT Analisis Kualitatif


(28)

kepada pendekatan pariwisata berkelanjutan akhirnya dari strategi umum atau pun program pengembangan dapat dibuat rekomendasi kepada instansi berwenang atau para stakeholder yang bergerak di bidang kepariwisataan dalam usaha menunjang pemerataan pembangunan kepariwisataan di Kawasan Pombo, seperti pada Gambar 2.

4. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Pulau Pombo. Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa kawasan Pulau Pombo merupakan kawasan Taman Wisata Alam Laut yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengumpulan data ke lokasi penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013. (Gambar 3).

Sumber : BPS Kabupaten Maluku Tengah, 2012. Gambar 3. Peta Pulau Pombo

4.2. Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan lokal/domestik yang berkunjung ke kawasan Pulau Pombo saat penelitian, dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi responden. Menurut Supranto (1997) sampel penelitian meliputi sejumlah elemen (responden) yang lebih besar dari persyaratan minimal sebanyak 30 elemen/responden dan semakin besar sampel (semakin besar nilai n=banyaknya elemen sampel) akan memberikan nilai yang lebih akurat.

Untuk menjawab tujuan satu dan dua, pengambilan sampel (responden) dilakukan dengan pertimbangan bahwa populasi yang ada tidak diketahui jumlahnya secara pasti, sehingga berdasarkan rule of thumb diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 responden karena dianggap mendekati kurva sebaran normal. Adapun teknik pengambilan sampel pengunjung yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yaitu sampel yang berada pada lokasi penelitian dan yang mempunyai penghasilan sendiri.

Untuk analisis SWOT, yang menjadi responden adalah stakeholder yang terkait dengan pengelolaan kawasan Pulau Pombo. Pengambilan sampel akan dilakukan dengan bentuk judgment sampling, dimana responden akan dipilih dan disesuaikan berdasarkan kriteria tertentu, yakni pihak yang paham dan mengerti akan perkembangan kawasan Pulau Pombo.Diperlukan 3 responden yang terkait


(29)

dalam pengembangan kawasan Pulau Pombo yakni Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Maluku, dan Camat Kecamatan Salahutu.

4.3. Jenis dan Sumber Data 4.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Data Kualitatif, terdiri atas persepsi dan penilaian responden (wisatawan) terhadap kawasan Pulau Pombo melalui kusioner yang diberikan.

2. Data Kuantitatif, terdiri atas data biaya perjalanan (termasuk biaya akomodasi dan lain-laiannya) serta data pendukung lainnya.

4.3.2. Sumber Data

Data yang dikumpulkan berupa:

1. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik pengunjung, daerah asal, banyaknya kunjungan rekreasi, seluruh biaya rekreasi yang dikeluarkan oleh tiaptiap individu, dan penilaian pengunjung terhadap potensi obyek wisata di Kawasan Pulau Pombo.

2. Data sekunder dikumpulkan dari Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Maluku Tengah dan instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam mengumpulan data primer dilakukan melalui observasi (pengamatan langsung) dan wawancara. Menurut Nazir (1983), pengamatan langsung merupakan cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar atau alat ukur lainnya dengan kriteria-kriteria tertentu.

Adapun yang dimaksutkan dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan melalui tanya jawab dengan responden yang dilakukan dengan menggunakan panduan berupa daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan. 4.5. Matriks Penelitian

Matriks penelitian bertujuan untuk melihat tujuan, alat dan karakteristik data penelitian secara sistematis. Adapun untuk melihat tujuan, alat analisis dan karakteristik data yang dilakukan pada penelitian “Nilai Ekonomi dan Potensi Pengembangan Wisata di Kawasan Pulau Pombo, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku”.


(30)

Tabel 2. Matriks Penelitian

No Tujuan Penelitian Metode Analisis

Teknik Pengumpulan

Data

Responden

1 Mengidentifikasi potensi wisata di kawasan Pulau Pombo berdasarkan persepsi wisatawan

Analisis Kualitatif Observasi,

Wawancara 100

2 Mengestimasi nilai

ekonomi kawasan Pulau Pombo

Travel Cost Method

Wawancara 100

3 Merumuskan strategi kebijakan dan program pengembangan kawasan Pulau Pombo

Analysis SWOT

Wawancara 3

Sumber : Olahan data, 2013.

4.6. Metode Analisis Data

Metode dan analisis data bertujuan untuk menyerderhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikan secara sistematik, kemudian mengolah, menafsirkan, dan memaknai data tersebut. Analisis data merupakan upaya pemecahan permasalahan penelitian untuk memperoleh jawaban atas permasalahan yang diteliti. Permasalahan dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, analisis biaya perjalanan (Travel Cost Method), analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) untuk merancang strategi pengembangannya. Dengan ketiga alat analisis tersebut diharapkan akan dapat memecahkan permasalahan yang akan diteliti.

4.6.1. Analisis Deskriptif Kualitatif

Analisis kualitatif adalah proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata dan laporan terinci secara deskriptif dari pandangan responden tentang potensi wisata kawasan Pulau Pombo.

4.6.2. Analisis Biaya Perjalanan

Sebagaimana dikemukakan oleh Fauzi (2004), TCM dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat dari : (i) perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi; (ii)penambahan tempat rekreasi baru; (iii) perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi; dan (iv) penutupan tempat rekreasi yang ada. Untuk kasus pengukuran nilai ekonomi Kawasan Pulau Pombo, salah satu relevansi penggunaan TCM tercermin dari uraian pada butir (iii) di atas, yaitu perubahan kualitas tempat rekreasi. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi ini, yaitu mencangkup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mencapai suatu tempat rekreasi.

Menurut Fauzi (2004), metode ITCM lebih akurat dibandingkan dengan pendekatan zonasi. Untuk itu dalam menilai kawasan Pulau Pombo secara ekonomi akan digunakan analisis ITCM.

Dalam penelitian ini diteliti nilai ekonomi kawasan yang variabel penelitiannya terbatas pada nilai penggunaan tidak langsung berupa nilai wisata


(31)

alam dan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kesediaan masyarakat membayar manfaat dari keberadaan Pulau Pombo. Variabel nilai wisata alam yang meliputi biaya perjalanan dan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan, merupakan data primer yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada pengunjung TWAL Pulau Pombo.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan fungsi permintaan untuk kunjungan ke TWAL Pulau Pombo dengan menggunakan teknik ekonometrika seperti regresi berganda (OLS). Secara sederhana fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut:

Q = f (X1, X2, X3, X4, X5 , X6 )...(1) Keterangan:

Q : Jumlah kunjungan individu ke TWAL Pulau Pombo (kali/tahun)

X1 : Biaya perjalanan yang dikeluarkan individu dari tempat tinggal ke tempat wisata (berupa biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya parkir dan biaya lain-lain) (Rp)

X2 : Umur pengunjung (Tahun)

X3 : Pendidikan dari para pengunjung (Tahun)

X4 : Penghasilan rata-rata sebulan dari para pengunjung (Rp) X5 : Jenis Kelamin (Dummy)

X6 : Pekerjaan (Dummy)

Selain itu variabel waktu luang per minggu, anggaran rekreasi selama sebulan, kelompok kunjungan, tujuan kunjungan, dan lama perjalanan merupakan variabel yang tidak dimasukkan dalam model.

Tabel 3. Defenisi Dan Skala Pengukuran Variabel

Variabel Defenisi Skala pengukuran

Jumlah Kunjungan Banyaknya kunjungan yang dilakukan individu selama 12 bulan terakhir ke TWAL Pulau Pombo

Dalam frekuensi kekerapan

Travel Cost (Biaya Perjalanan) Biaya yang dikeluarkan pengunjung selama di TWAL

Pulau Pombo (biaya

transportasi, parkir, akomodasi, dll)

Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (Rp)

Umur Umur pengunjung Variabel ini diukur dengan

skala kontinyu (tahun)

Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir

pengunjung

Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (tahun) Penghasilan per Bulan Penghasilan rata-rata per bulan

pengunjung

Variabel ini diukur dengan skala kontinyu (Rp)

Sumber : Olahan data, 2013.

Dari variabel-variabel di atas lebih operasional, fungsi permintaan tersebut dibuat dalam bentuk linear yaitu sebagai berikut :


(1)

72

Lampiran...(Lanjutan)

No Nama Umur

(Tahun) Pekerjaan Pendidikan

Pendapatan (Rp)

Biaya Transportasi

(Rp)

Biaya Konsumsi

(Rp)

Biaya Perjalanan

Total (Rp)

Daerah Asal JK Jenis Kelamin

92 Jhoni 27 2 1 2.400.000 50.000 150.000 200.000 Waai 4 1

93 Hasan 28 1 1 3.500.000 50.000 200.000 250.000 Tulehu 5 1

94 Aldy 28 1 1 3.500.000 100.000 200.000 300.000 Waai 5 1

95 Donny 28 2 1 10.000.000 100.000 200.000 300.000 Waai 6 1

96 Remon Ri 29 2 2 2.550.000 50.000 200.000 250.000 Waai 4 1

97 Alfian 27 1 1 3.250.000 56.500 243.500 300.000 Passo 1 1

98 Harold 28 1 1 3.450.000 56.500 243.500 300.000 OSM 1 1

99 Maikel 27 2 2 2.600.000 50.000 200.000 250.000 Waai 5 1

100 Nanuru 26 1 1 3.150.000 56.500 243.500 300.000 Eri 1 1

TOTAL 6.668.500 17.954.500 24.623.000

Rata-rata 246.230

Ket :

-

Pekerjaan : 1 = PNS; 2 = Swasta; 3 = Wiraswasta

-

Pendidikan : 1 = SMA/sederajat; 2 = Diploma; 3 = S1; 4 = S2

-

JK : Jumlah Kunjungan


(2)

(3)

54

Lampiran 3. Perhitungan Surplus Konsumen (SK)

Individu Jumlah Kunjungan (V) SK/Individu

SK/Individu/ Kunjungan

1 1 0,334001336 0,334001336

2 5 8,3500334 1,67000668

3 3 3,006012024 1,002004008

4 2 1,336005344 0,668002672

5 2 1,336005344 0,668002672

6 3 3,006012024 1,002004008

7 6 12,0240481 2,004008016

8 7 16,36606546 2,338009352

9 4 5,344021376 1,336005344

10 8 21,3760855 2,672010688

11 4 5,344021376 1,336005344

12 4 5,344021376 1,336005344

13 8 21,3760855 2,672010688

14 5 8,3500334 1,67000668

15 7 16,36606546 2,338009352

16 3 3,006012024 1,002004008

17 9 27,05410822 3,006012024

18 6 12,0240481 2,004008016

19 4 5,344021376 1,336005344

20 5 8,3500334 1,67000668

21 5 8,3500334 1,67000668

22 5 8,3500334 1,67000668

23 2 1,336005344 0,668002672

24 2 1,336005344 0,668002672

25 2 1,336005344 0,668002672

26 3 3,006012024 1,002004008

27 2 1,336005344 0,668002672

28 3 3,006012024 1,002004008

29 5 8,3500334 1,67000668

30 5 8,3500334 1,67000668

31 5 8,3500334 1,67000668

32 2 1,336005344 0,668002672

33 2 1,336005344 0,668002672

34 2 1,336005344 0,668002672

35 5 8,3500334 1,67000668

36 2 1,336005344 0,668002672

37 5 8,3500334 1,67000668

38 2 1,336005344 0,668002672


(4)

54

Lampiran...(Lanjutan)

Individu Jumlah Kunjungan (V) SK/Individu

SK/Individu/ Kunjungan

40 5 8,3500334 1,67000668

41 3 3,006012024 1,002004008

42 3 3,006012024 1,002004008

43 2 1,336005344 0,668002672

44 2 1,336005344 0,668002672

45 5 8,3500334 1,67000668

46 5 8,3500334 1,67000668

47 2 1,336005344 0,668002672

48 5 8,3500334 1,67000668

49 2 1,336005344 0,668002672

50 2 1,336005344 0,668002672

51 3 3,006012024 1,002004008

52 4 5,344021376 1,336005344

53 3 3,006012024 1,002004008

54 2 1,336005344 0,668002672

55 5 8,3500334 1,67000668

56 4 5,344021376 1,336005344

57 5 8,3500334 1,67000668

58 4 5,344021376 1,336005344

59 5 8,3500334 1,67000668

60 5 8,3500334 1,67000668

61 5 8,3500334 1,67000668

62 4 5,344021376 1,336005344

63 5 8,3500334 1,67000668

64 4 5,344021376 1,336005344

65 5 8,3500334 1,67000668

66 4 5,344021376 1,336005344

67 2 1,336005344 0,668002672

68 3 3,006012024 1,002004008

69 2 1,336005344 0,668002672

70 3 3,006012024 1,002004008

71 1 0,334001336 0,334001336

72 2 1,336005344 0,668002672

73 2 1,336005344 0,668002672

74 4 5,344021376 1,336005344

75 5 8,3500334 1,67000668

76 5 8,3500334 1,67000668

77 5 8,3500334 1,67000668


(5)

55

Lampiran...(Lanjutan)

Individu Jumlah Kunjungan (V) SK/Individu

SK/Individu/ Kunjungan

79 2 1,336005344 0,668002672

80 2 1,336005344 0,668002672

81 2 1,336005344 0,668002672

82 2 1,336005344 0,668002672

83 2 1,336005344 0,668002672

84 2 1,336005344 0,668002672

85 4 5,344021376 1,336005344

86 3 3,006012024 1,002004008

87 4 5,344021376 1,336005344

88 4 5,344021376 1,336005344

89 2 1,336005344 0,668002672

90 2 1,336005344 0,668002672

91 4 5,344021376 1,336005344

92 4 5,344021376 1,336005344

93 5 8,3500334 1,67000668

94 5 8,3500334 1,67000668

95 6 12,0240481 2,004008016

96 4 5,344021376 1,336005344

97 1 0,334001336 0,334001336

98 1 0,334001336 0,334001336

99 5 8,3500334 1,67000668

100 1 0,334001336 0,334001336

TOTAL (Rp) 5420841,683 1225784,903


(6)