Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin

(1)

1.1 Latar Belakang

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan gizi masyarakat. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan mempopulerkan aneka ragam jenis makanan. Hal ini didukung dengan perkembangan teknologi pengolahan pangan yang semakin maju.

Industri pangan yang saat ini berkembang cukup pesat salah satunya adalah industri frozen dessert. Industri ini merupakan jenis industri pengolahan pangan yang bertujuan meningkatkan nilai ekonomi pangan. Frozen dessert merupakan produk makanan beku pencuci mulut yang digemari masyarakat. Jenis frozen dessert yang sering ditemui antara lain adalah es krim.

Es krim sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang manis dan memiliki tekstur yang lembut. Es krim adalah jenis frozen dessert paling populer dan juga paling tinggi kandungan lemaknya. Meskipun memiliki kandungan lemak yang sangat tinggi, es krim tetap digemari oleh masyarakat di dunia. Salah satu negara pengkonsumsi es krim terbanyak di dunia adalah Amerika. Produksi es krim dunia pada tahun 2003 mencapai lebih dari satu miliar liter dan dikonsumsi oleh miliaran konsumen per tahun (Astawan 2008).

Es krim di Indonesia telah dikenal sejak tahun 1970-an dan hingga saat ini pemasarannya sudah semakin meluas, walaupun untuk sebagian orang es krim masih dianggap sebagai makanan mewah. Es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula dan dengan atau tanpa bahan tambahan pangan lain dan bahan makanan yang diizinkan. Produk es krim yang beredar di pasaran umumnya digolongkan atas tiga kategori yaitu economy, good average dan deluxe. Perbedaan utama dari ketiga jenis es krim tersebut berdasarkan kandungan lemak susu. Komponen es krim secara umum adalah lemak, padatan susu tanpa lemak, gula, bahan penstabil dan bahan pengemulsi (Clarke 2004).

Kandungan lemak susu yang tinggi (high fat) pada es krim membuat konsumen lebih selektif dalam memilih es krim. Kandungan lemak susu pada es krim dapat mencapai 15 %. Apabila dikonsumsi secara berlebihan maka akan


(2)

menimbulkan kegemukan. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi konsumen yang memperhatikan diet rendah lemak. Alternatif produk yang dapat menggantikan produk es krim ini adalah melorin atau es krim imitasi.

Melorin adalah jenis makanan pencuci mulut berbentuk beku seperti es krim yang sebagian atau seluruh lemak susunya diganti dengan lemak nabati dengan kadar lemak rendah. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 % lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es krim (Hubeis et al. 1996).

Produk melorin kurang disukai oleh konsumen karena memiliki tekstur yang kurang lembut tidak seperti es krim pada umumnya. Tantangan dalam memproduksi es krim rendah lemak berhubungan dengan fakta bahwa tidak adanya atau terganggunya jaringan globula lemak. Hal ini dapat mengakibatkan dampak serius bagi tekstur produk, karena kehalusan tekstur es krim ditentukan oleh kandungan lemak susu (Aime et al. 2001).

Formulasi yang tepat dalam pembuatan melorin sangat diperlukan agar didapatkan produk yang disukai konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan zat yang melembutkan dan menstabilkan emulsi yaitu hidrokoloid. Jenis hidrokoloid yang biasa digunakan adalah karagenan, terutama dari jenis iota yang diformulasikan dengan gum memiliki sifat sineresis yang rendah sehingga diharapkan dapat diaplikasikan dalam es krim, jelli, puding, air freshener, dan lain-lain (Sinurat et al. 2006). Sifat-sifat ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan es krim sebagai penstabil. Aplikasi hidrokoloid sebagai penstabil pada es krim dengan sediaan berbentuk tepung telah dilakukan pada beberapa penelitian (Prihantoro 2000).

Karagenan belum diaplikasikan pada pengembangan produk diversifikasi melorin sebagai bahan penstabil. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim (Chan 2010).

Larutan karagenan dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel sehingga mencegah pembentukan kristal es dan memperbaiki rasa pada industri es krim. Oleh karena itu, penting dilakukan untuk menyediakan es krim alternatif


(3)

bagi penggemar es krim yang memperhatikan diet rendah lemak. Parameter mutu yang menentukkan penerimaan produk melorin adalah tekstur dan rasa, sehingga perlu diketahui jenis dan konsentrasi bahan tambahan pangan yang tepat dalam menentukan tingkat tekstur dan rasa yang disukai.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian adalah mencari formula melorin yang tepat dengan kombinasi susu kedelai, nangka serta penambahan bahan penstabil karagenan terhadap karakteristik melorin.


(4)

2.1 Karagenan

Karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dari jenis Chondrus, Euchema, Gigartina, Hypnea, Iradea dan Phyllophora. Karagenan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya (Hall 2009). Jumlah dan posisi sulfat membedakan macam-macam polisakarida Rhodophyceae, polisakarida tersebut harus mengandung 20% sulfat berdasarkan berat kering untuk diklasifikasikan sebagai karagenan (FAO 2007).

Karagenan bukan biopolimer tunggal, tetapi campuran dari galaktan-galaktan linear yang mengandung sulfat dan larut dalam air. Galaktan-galaktan-galaktan tersebut terhubung oleh 3-β-D-galaktopiranosa (G-units) dan 4-α -D-galktopiranosa (D-units) atau 4-3,6-anhidrogalaktosa (DA-units), membentuk unit pengulangan disakarida dari karagenan. Galaktan yang mengandung sulfat diklasifikasikan berdasarkan adanya 3,6-anhidrogalaktosa serta posisi dan jumlah golongan sulfat pada strukturnya (Imeson 2010). Kappa karagenan tersusun dari α(1,3)-D-galaktosa-4-sulfat dan β(1,4)-3,6-anhidro-D-galaktosa. Karagenan juga mengandung D-galaktosa-2-sulfat ester (Hall 2009).

Karagenan komersil memiliki kandungan sulfat 22-38% (w/w). Karagenan dijual dalam bentuk bubuk, warnanya bervariasi dari putih sampai kecoklatan bergantung dari bahan mentah dan proses yang digunakan. Karagenan yang umumnya ada di pasaran terdiri atas 2 tipe, yaitu refined karagenan dan semirefined karagenan. Semirefined karagenan dibuat dari spesies rumput laut Euchema yang banyak terdapat di Indonesia dan Filipina. Semirefined karagenan mengandung lebih banyak bahan yang tidak larut asam (8-15%) dibandingkan refined karagenan (2%) (Fahmitasari 2004). Struktur molekul karagenan dapat dilihat pada Gambar 1.


(5)

Gambar 1 Struktur molekul karagenan (a) kappa karagenan, (b) iota karagenan dan (c) lambda karagenan (Hall 2009).

2.2 Sifat Dasar Karagenan

Sifat dasar karagenan terdiri dari tiga tipe karagenan yaitu kappa, iota dan lambda karagenan. Tipe karagenan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karagenan. Sifat-sifat karagenan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan gel dan stabilitas pH.

2.2.1 Kelarutan

Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe karagenan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karagenan bersifat hidrofilik sedangkan gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karagenan mudah larut pada semua kondisi karena tidak memiliki unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung gugus sulfat yang tinggi. Karagenan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya gugus 2-sulfat yang dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang bersifat kurang hidrofilik. Karagenan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa (Imeson 2010).

Karakteristik daya larut karagenan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis potasium lebih sukar larut. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada


(6)

saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

2.2.2 Stabilitas pH

Karagenan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Kondisi proses produksi karagenan dapat dipertahankan pada pH 6 atau lebih. Hidrolisis asam akan terjadi jika karagenan berada dalam bentuk larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan karagenan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3 (Imeson 2000). Kappa dan iota karagenan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh pH, temperatur dan waktu.

2.2.3 Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karagenan, temperatur, jenis karagenan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain. Jika konsentrasi karagenan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas larutan karagenan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karagenan bersifat kental.

Adanya garam-garam yang terlarut dalam karagenan akan menurunkan muatan bersih sepanjang rantai polimer. Penurunan muatan ini menyebabkan penurunan gaya tolakan (repulsion) antar gugus-gugus sulfat, sehingga sifat hidrofilik polimer semakin lemah dan menyebabkan viskositas larutan menurun. Viskositas larutan karagenan akan menurun seiring dengan peningkatan suhu


(7)

sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan.

2.2.4 Pembentukan gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

Kappa-karagenan dan iota-karagenan merupakan fraksi yang mampu membentuk gel dalam air. Karagenan memiliki kemampuan membentuk gel pada saat larutan panas menjadi dingin. Proses pembentukan gel bersifat thermoreversible, artinya gel dapat mencair pada saat pemanasan dan membentuk gel kembali pada saat pendinginan (Gliksman 1983; Imeson 2000).

Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer karagenan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat. Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut sineresis (Fardiaz 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karagenan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6 -anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat

akan mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karagenan dan iota karagenan akan membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan Cs+. Potensi membentuk gel dan viskositas larutan karagenan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karagenan (Angka dan Suhartono 2000).


(8)

Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe karagenan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid.

2.2.5 Sifat fungsional karagenan

Karagenan berperan sangat penting sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain (Imeson 2010). Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

Penambahan karagenan (0,01-0,05%) pada es krim berfungsi sebagai stabilisator yang sangat baik. Penambahan karagenan dapat mencegah pengendapan coklat pada susu coklat dan pemisahan es krim serta meningkatkan kekentalan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium (Winarno 1996). Karagenan dapat berfungsi sebagai pengikat, melindungi koloid, penghambat sineresis dan flocculating agent. Karagenan termasuk senyawa hidrokoloid yang banyak digunakan untuk meningkatkan sifat-sifat tektur dan kestabilan suatu cairan produk pangan (Distantina et al. 2009).

2.3 Nangka

Nangka merupakan tanaman asli India yang kini telah menyebar ke seluruh dunia, terutama Asia Tenggara. Nangka adalah nama sejenis pohon, sekaligus buahnya. Pohon nangka termasuk ke dalam suku Moraceae. Dalam bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai Jackfruit. Menurut Iswanto (2008), nangka dengan nama latin Artocarpus heterophyllus memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Artocarpus


(9)

Gambar 2 Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) (Anonim 2011). Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) memiliki tinggi 10-15 m, batangnya tegak, berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun nangka (Artocarpus heterophyllus) tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Buah berwarna kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat muda.

Daging buah nangka yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum manis yang keras, berdaging terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit, endokrap yang liat keras keputihan, dan eksokrap yang lunak.

Tanaman nangka merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini. Hampir semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan. Daging buah nangka yang tebal seringkali diekstrak, dibersihkan, dan dijual dalam keadaan ekstrak segar. Beberapa produk olahan daging buah nangka yang umum dijumpai adalah: jus, wajik, pasta, dodol, keripik, sirop, dan produk awetan dalam kaleng. Saat ini juga telah dikembangkan penelitian mengenai proses pembuatan bubuk konsentrat nangka yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sari buah, selai, jeli, atau bahan pemberi flavor pada es krim dan berbagai jenis makanan lainnya. Kandungan gizi buah nangka dapat dilihat pada Tabel 1.


(10)

Tabel 1 Komposisi kimia dan zat gizi daging buah nangka per 100 g bahan

Komposisi Satuan Konsentrasi (%)

Air (%bb) % 83,10

Protein (%bk) G 1,60

Lemak (%bk) G 0,02

Karbohidrat (%bk) G 7,30

Serat kasar (%bk) G 5,60

Vitamin A µg 18,00

Vitamin B1 Mg 0,06

Vitamnin C Mg 7,90

Kalsium Mg 37,00

Fosfor Mg 26,00

Besi Mg 1,70

Abu G 2,20

Energi Mg 37,00

Sumber : Departement of Agricultural Malaysia 2001 2.4 Susu Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue, permen dan daging nabati serta sebagai bahan industri bukan makanan seperti : kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil (BPPT 2002).

Tabel 2 Komposisi kedelai per 100 garam bahan

Komponen Kadar 100%

Protein 35-45

Lemak 18-32

Karbohidrat 12-30

Air 7

Sumber: BBPT 2002

Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan isoflavon (Koswara 2006).


(11)

Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak

mengandung kolesterol. Kandungan asam lemak tak jenuh diantaranya seperti

asam linoleat, asam linolenat dan asam oleat (Winarsih 2010). Susu kedelai memiliki manfaat lain yaitu untuk mengatasi keluhan menopause pada wanita. Kandungan protein dalam susu kedelai dipengaruhi oleh varietas kedelai. Susu kedelai dapat digunakan untuk meningkatkan nilai gizi protein pada nasi dan makanan serealia lainnya (BPPT 2002).

2.5 Sistem Koloid

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan dan suspensi. Koloid merupakan sistem heterogen, suatu larutan didispersikan ke dalam suatu media yang homogen. Ukuran zat yang didispersikan berkisar dari satu nanometer (nm) hingga satu micrometer (µm). Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan zat disebut medium dispersi. Fase terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus) sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Contoh dari sistem koloid ini adalah sabun, susu, santan, jeli, selai , mentega dan mayonaise (Purba 2006).

2.6 Produk Emulsi

Emulsi merupakan sistem yang tidak stabil terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran, sistem ini dibuat stabil dengan adanya suatu zat pengemulsi (Pakki et al. 2008). Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi di dalam air.

Emulsifier merupakan bahan pembentuk pasta kental yang dibuat dari bahan alami (Chan 2010). Penambahan bahan pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase sehingga mempermudah terbentuknya


(12)

emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan viskositas fase kontinu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muctadi 1990). Pengemulsi yang sering digunakan diantaranya adalah turunan trigliserida, asam lemak dan gliserol, baik dalam bentuk monogliserida, digliserida dan garam asam lemak. Bahan pengemulsi ini dapat dijumpai pada produk-produk pangan yang mengandung campuran minyak atau lemak dengan air. Contoh produk emulsi yaitu margarin, spread, es krim, desserts beku, cake, pudding dan lainnya.

2.7 Es Krim

Es krim merupakan salah satu produk olahan susu yang dibuat dengan cara membekukan dan mencampur bahan baku secara bersama-sama. Bahan yang digunakan biasanya adalah kombinasi susu dengan satu atau lebih bahan tambahan seperti gula dan madu dengan atau tanpa stabilizer. Dari sistem tersebut terbentuk sistem emulsi beku. Oleh karena itu, mutu es krim yang dihasilkan akan sangat dipengaruhi oleh cara pengolahan dan bahan termasuk stabilizer yang digunakan (Sinurat et al. 2007). Mutu dan jumlah protein di dalam es krim cukup tinggi. Protein tersebut sebagian besar berasal dari susu dan sisanya berasal dari bahan penstabil.

Marshall dan Arbuckle (2000) mengklasifikasikan beberapa jenis es krim komersial menjadi nonfat ice cream, lowfat ice cream, light ice cream, reduced fat ice cream, soft serve ice cream, economy ice cream, deluxe ice cream, sherbet, dan ice. Komposisi dari beberapa jenis es krim tersebut sangat bervariasi, menurut Mc Sweeney & PF Fox (2009) komposisi es krim paling baik adalah 12 % lemak, padatan susu tanpa lemak 11 %, gula 15 %, bahan penstabil dan pengemulsi 0.3 % dan total padatan 38.3 %. Menurut SNI 01-3713-1995, syarat mutu es krim adalah sebagai berikut.


(13)

Tabel 3 Syarat Mutu Es Krim (SNI 01-3713-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan: 1.1penampakan 1.2bau 1.3rasa - - - Normal Normal Normal

2 Lemak % b/b Minimum 5,0

3 Gula dihitung sebagai sukrosa % b/b Minimum 8,0

4 Protein % b/b Minimum 2,7

5 Jumlah padatan % b/b Minimum 3,4

6 Bahan tambahan makanan 4.1 pewarna tambahan 4.2 pemanis buatan

4.3 pemantap dan pengemulsi

- - -

Negatif

7 Cemaran logam 7.1 timbal (Pb) 7.2 Tembaga (Cu)

Mg/kg Mg/kg

Maksimum 1,0 Maksimum 20,0

8 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maksimum 0,5

9 Cemaran mikroba 9.1 Angka lempeng total 9.2 MPN Coliform 9.3 Salmonella 9.4 Listeria SPP

Koloni/g APM/g Koloni/25 g Koloni/25 g

Maksimum 2,0 x 105

< 3 Negative Negative Sumber : BSN 1995

2.8 Melorin

Melorin atau es krim imitasi adalah adalah jenis makanan pencuci mulut berbentuk beku seperti es krim dan berkadar lemak rendah yang berasal dari lemak nabati (CFR 2010). Melorin biasanya menjadi pilihan camilan dingin dan manis. Hal ini disebabkan karena melorin hampir menyerupai es krim, yang membedakan hanya komposisinya. Produk ini mengandung tidak kurang dari 6 % lemak, dengan formula, proses pembuatan dan sifat-sifat yang sama seperti es krim (Hubeis et al. 1996).

Melorin mengandung kadar lemak yang rendah. Lemak yang terkandung hanya berasal dari sari buah dan sari kedelai. Lemak nabati yang digunakan dalam melorin dapat berasal dari minyak kelapa, sari kedelai, minyak biji kapas, minyak jagung atau tanaman lainnya (Yunita 1995).


(14)

2.9 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan merupakan senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan (Cahyadi W 2008).

2.9.1 Stabilizer dan Emulsifier

Stabilizer merupakan bahan aditif yang ditambahkan dalam jumlah kecil untuk mempertahankan stabilitas emulsi sekaligus memperbaiki kelembutan produk, mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan keseragaman produk, memberikan ketahanan agar tidak meleleh atau mencair dan memperbaiki sifat produk. Bahan penstabil dalam pembutan es krim memiliki fungsi sebagai membantu menahan terjadinya pengkristalan es krim pada saat penyimpanan dan menstabilkan pengadukan dalam proses pencampuran bahan baku es krim (Chan 2010).

Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat stabil (Fennema 2008). Zat-zat yang termasuk dalam bahan penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin, karagenan dan karboksi metal selulosa (CMC).

2.9.2 Essence

Penambahan aroma dalam makanan sangat penting karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap makanan. Essence digolongkan sebagai bahan tambahan pangan yang dapat memberikan, menambah, mempertegas aroma dan rasa. Terdapat dua jenis essence yaitu essence alami dan buatan. Essence alami diekstrak dari senyawa aroma yang terdapat pada bahan pangan (ester volatil), sedangkan essence buatan berasal dari sintesis senyawa yang menimbulkan aroma. Penambahan essence buatan bertujuan untuk mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan lebih lama (Jufebryanti 2007).


(15)

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik, Laboraturium Mikrobiologi Hasil Perairan dan Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Pangan dan Gizi serta Laboratorium Pusat Antar Universitas, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian penambahan karagenan dalam proses pembuatan melorin antara lain: susu kedelai, air, gula, buah nangka, essence nangka dan karagenan (0,00%; 0,02%; 0,04%; 0,06%; 0,08% dan 0,10%), aquades, H2S04 pekat, NaOH 60%, N2S2O3 5%, HCl 0,02 N, dan H2BO3 4%. Alat

yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah baskom, pisau, talenan, gelas ukur, toples, panci, timbangan digital, blender, soft ice cream maker, refrigerator, freezer, kertas saring, aluminium foil, viscometer brookfield, refraktometer, gelas piala, oven, desikator, labu Kjedahl, pipet dan pH meter.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan dan tahap penelitian utama.

3.3.1 Tahapan penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mencari formula terbaik yang diberi perlakuan dengan formulasi nangka dan susu kedelai dengan penentuan perbedaan konsentrasi susu kedelai dan nangka. Formula terbaik ini didapatkan dari uji oragnoleptik dengan 30 panelis semi terlatih dan akan diambil 1 formula melorin terbaik.


(16)

3.3.2 Tahapan penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat konsentrasi bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Pengaruh terhadap mutu melorin ditentukan dari tingkat penerimaan panelis berdasarkan uji organoleptik serta analisis laboratorium terhadap beberapa sifat fisik dan kimia produk melorin.

Bahan penstabil yang digunakan adalah karagenan. Jenis bahan penstabil tersebut dipilih karena karakteristik yang dimilikinya. Karagenan berperan penting dalam mengontrol pembentukan kristal-kristal es dalam produk makanan beku, mudah dilarutkan dan mempunyai daya ikat air yang tinggi. Tingkat konsentrasi penstabil yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 4 Formula melorin dengan penambahan karagenan Konsentrasi Bahan Penstabil

Melorin control 0,00%

Melorin penambahan karagenan

0,02% 0,04% 0,06% 0,08% 0,10%

Uji organoleptik digunakan untuk menentukan sampel melorin yang paling disukai. Uji yang dilakukan adalah uji hedonik (uji kesukaan) dengan sembilan skala numerik menggunakan 30 orang panelis semi terlatih (Lampiran 1). Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) dan Tukey Test sebagai uji lanjut untuk menentukan sampel produk yang berbeda nyata. Untuk mengetahui parameter mutu organoleptik yang paling penting bagi produk melorin, diterapkan uji pembobotan (Bayes).

Setiap sampel juga dianalisis secara fisik dan kimiawi antara lain derajat pengembangan, waktu leleh, total padatan terlarut (TPT), stabilitas emulsi, nilai pH dan viskositas. Sebagai pelengkap, sampel produk terpilih dengan nilai parameter mutu yang telah diketahui dianalisis kandungan gizinya dengan analisis kimia yang mencakup analisis kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, dan kadar serat pangan.

Penelitian utama terdiri atas proses pembuatan melorin dengan penambahan bahan penstabil yaitu karagenan dengan 1 formulasi yang terbaik (hasil dari uji


(17)

organoleptik). Proses pembuatan melorin yang akan ditambahkan karagenan sebagai bahan penstabil dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Alur proses pembuatan melorinadalah sebagai berikut :

1) Buah nangka dipilih yang matang, masih segar, tidak rusak/cacat dan tidak busuk. Buah yang telah dipilih dicuci dengan air bersih yang mengalir kemudian ditiriskan.

2) Buah nangka yang telah dicuci, dibelah dan dipotong ukuran sedang. 3) Potongan-potongan buah nangka dihancurkan dengan menggunakan

blender dengan penambahan sedikit air (buah:air = 2:1).

4) Sementara menunggu pemblenderan buah nangka, karagenan dengan masing-masing perlakuan dipanaskan dengan 50 ml air sampai mendidih.

5) Kemudian air (sesuai perbandingan yang telah ditetapkan) dipanaskan dan gula dicampur bersama hingga larut. Setelah itu, dimasukkan susu kedelai dan bahan penstabil (karagenan) dicampurkan bersama buah sambil terus diaduk-aduk selama 10 menit.

6) Bahan yang telah disatukan tersebut, kemudian didinginkan pada suhu 4 oC selama 24 jam.

7) Setelah itu, bahan-bahan yang telah disatukan dan didinginkan (nangka, susu kedelai,bahan penstabil dan gula) diaduk dan dihomogenkan di dalam ice cream maker selama 15 menit.

8) Melorin yang telah dihomogenkan, kemudian dikemas dalam cup. 9) Selanjutnya, melorin, dibekukan di dalam freezer dengan suhu -20 oC

selama ± 24 jam.


(18)

Gambar 3 Diagram alir penelitian pendahuluan formulasi melorin Buah nangka

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah Air, Susu kedelai, Gula,

Pelembut (vx), Esens

Pencampuran

12,5% nangka 10% susu kedelai

15% nangka 10% susu kedelai

12,5% nangka 12,5% susu kedelai

15% nangka 12,5% susu kedelai

Pemasakan 90-95 °C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan SoftIce Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC


(19)

Gambar 4 Diagram alir penelitian utama penambahan bahan penstabil pada

...melorin terpilih

Buah nangka

Pencucian dan Pemotongan

Pemblenderan

Bubur buah Air, Susu kedelai, Gula,

Pelembut (vx), Esens

Pencampuran 15% nangka; 12,5% susu

kedelai

Penambahan Bahan Penstabil (Karagenan)

0% 0,02%

Pemasakan 90-95 °C selama 10 menit

Pendinginan cepat (aging) 4 oC selama 24 jam

Penghomogenan SoftIce Maker selama 15 menit

Pemasukan dalam cup es krim

Pengerasan dalam frezeer -20 oC

Melorin

0,06%


(20)

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Uji sensori (Rahayu 2001)

Uji sensori dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji sensori dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan adalah skala numerik dengan 9 skala. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS). Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk mencari perbandingan terbaik antara nangka, susu kedelai dan gula untuk ditambahkan pada melorin.

3.4.2. Analisis fisika

Analisis fisika yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis padatan total terlarut, viskositas, pengukuran overrun, pengukuran waktu leleh dan stabilitas emulsi.

(1). Total padatan terlarut (Faridah et al. 2008)

Total padatan terlarut dari melorin diukur dengan menggunakan alat Refraktometer ABBE. Sampel yang akan diukur diteteskan pada prisma refraktometer. Nilai yang terbaca pada skala batas gelap dan terang menunjukkan besarnya total padatan terlarut pada produk tersebut dalam satuan % Brix.

(2). Viskositas (Andrawulan dan Palupi 1991)

Viskositas diukur dengan menggunakan alat BrookfieldViscometer. Sampel sebanyak 100 ml ditempatkan ke dalam gelas piala 100 ml. Dengan menggunakan spindle 2 dan speed 30 rpm, dilakukan pengukuran viskositas sampel. Pengukuran selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil. Skala yang terbaca menunjukan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan cP (centiPoise).

(3). Pengukuran Overrun (Marshall dan Arbuckle 2000)

Pengembangan volume melorindinyatakan sebagai nilai overrun dan dihitung berdasarkan perbedaan volume es krim dengan volume adonan pada massa yang sama atau perbedaan massa es krim dan massa adonan pada volume yang sama. Nilai overrun dihitung dengan rumus :


(21)

Overrun = � � � −�( � � )

�( � � ) � %

Keterangan :

Wadonan = berat adonan melorin sebelum dibekukan

Wes krim = berat melorin setelah dibekukan

(4). Pengukuran waktu leleh (Roland et al. 1999)

Pengukuran waktu leleh dilakukan terhadap melorin yang telah dikeraskan selama 24 jam. Waktu leleh diukur dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 7,5 g melorin ditempatkan pada saringan dan ditampung oleh gelas, lalu dibiarkan mencair seluruhnya pada suhu (25 ± 1) oC. Pengamatan dilakukan pada suhu dan kelembaban yang sama.

(5). Stabilitas emulsi (AOAC 2005)

Sampel ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu di bawah 0 oC selama 1 jam. Sampel dimasukkan kembali ke dalam oven bersuhu 45 oC selama 1 jam dan dibiarkan bobotnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan emulsi. Jika terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Stabilitas emulsi (%) = x 100%

Keterangan:

Berat fase yang tersisa = (berat emulsi pengovenan kedua + cawan) - berat cawan Berat total bahan emulsi = (berat bahan emulsi + cawan) - berat cawan

3.4.3. Analisis kimia

Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kadar abu, kadar air, protein, lemak, karbohidrat by difference, kadar serat pangan, dan pH.


(22)

1). Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Sampel basah sebanyak 4 g ditempatkan dalam wadah porselin kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105 oC selama 8 jam. Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC selama 3 jam lalu ditimbang. Untuk menghitung kadar abu digunakan rumus sebagai berikut :

Kadar abu = ( )

( ) %

2). Analisis kadar air (AOAC 2005)

Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama 3-4 jam pada suhu 105-110 oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air = − %

Keterangan :

A = Berat sampel mula-mula (g)

B = Berat sampel setelah dikeringkan (g) 3). Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel sebanyak 0,1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian ditambahkan K2SO4 (1,9 g), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa tablet kjeldahl.

Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40 % sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes


(23)

dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi dengan menggunakan

HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

4). Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel diekstrak dengan pelarut heksana. Kemudian pelarut yang digunakan diuapkan sehingga tersisa lemak dari sampel. Lemak tersebut kemudian ditimbang dan dihitung presentasenya. Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi Soxhlet.

Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

% Lemak = 100%

) (

) (

x g l Beratsampe

g Beratlemak

% 100 007 . 14

% x

mgsampel xNHClx blanko

mlHCl

Nitrogen  


(24)

5). Analisis kadar karbohidrat by fifference (AOAC 2005)

Kadar karbohidrat dihitung dengan menghitung sisa (by difference) yaitu dengan rumus sebagai berikut :

Kadar karbohidrat (%) = 100% - (% air + % abu + % protein + % lemak)

6). Kadar serat pangan

Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel dan penetuan kadar serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF).

 Persiapan sampel

a) Sampel homogen diekstrak lemaknya dengan proteleum benzene pada suhu kamar selama 15 menit, jika kadar lemak sampel melebihi 6-8%. Penghilangan lemak dari sampel bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati.

b) Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 25 ml buffer natrium fosfat dan dibuat menjadi suspense. Penambahan buffer dimaksudkan untuk menstabilkan enzim termamyl.

c) Sebanyak 100 µ L termamlyn dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 oC selama 15 menit, sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan adalah untuk memecah pati dengan menggelatinisasi terlebih dahulu.

d) Labu diangkat dan didinginkan, kemudian ditambahkan 200 ml air destilata dan pH larutan diatur sampai menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 4 M. Selanjutnya ditambahkan 100 mg pepsin. Pengaturan pH hingga 1,5 dimaksudkan untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum.

e) Erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC dan diagitasi selama 60 menit.

f) Sebanyak 20 ml air destilata ditambahkan dan pH diatur menjadi 6,8 dengan NaOH. Pengaturan menjadi pH 6,8 ditujukan untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.


(25)

g) Ditambahkan 100 mg enzim pankreatin ke dalam larutan. Labu ditutup dan diinkubasi pada suhu 40 oC selama 60 menit sambil diagitasi.

h) Selanjutnya pH diatur dengan HCl menjadi 4,5

i) Larutan disaring melalui crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (serta tepat diketahui). Kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml air destilata dan diperoleh residu serta filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat makanan tidak larut, sementara filtrat digunakan untuk menentukan serat pangan larut.

 Penentuan serat pangan tidak larut (IDF)

a) Residu dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton kemudian dikeringkan pada suhu 105 oC, sampai berat tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1).

b) Residu diabukan di dalam tanur pada suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (II).

 Penentuan serat pangan larut (SDF)

a) Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml

b) Sebanyak 400 ml etanol 95% hangat (60 oC) ditambahkan dan diendapankan selama 1 jam.

c) Larutan disaring dengan crubible kering (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering, kemudian dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95% dan aseton 2 x 10 ml.

d) Endapan dikeringkan pada suhu 105 oC selama satu malam (sampai berat konstan) dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).

e) Residu diabukan pada tanur suhu 500 oC selama paling sedikit 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2).


(26)

 Penentuan serat pangan total (TDF)

Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan nilai serat pangan tidak larut (IDF) dan serat pangan larut (SDF). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tanpa penambahan sampel. Nilai blanko yang dipergunakan perlu diperiksa ulang, terutam bila menggunakan enzim dari kemasan baru.

 Rumus perhitungan nilai IDF dan SDF Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai IDF (%) = � −� −

� %

Nilai TDF (%) = Nilai IDF (%) + Nilai SDF (%)

Keterangan :

W= Berat sampel (g)

B= Berat blanko bebas serat (g)

D= Berat setelah analisis dan dikeringkan (g) I= Berat setelah diabukan (g)

7). Analisis pH (Apriyantono et al. 1989)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Melorin diukur sebanyak 10 ml kemudian dihomogenasi dengan 90 ml air destilat. Kemudian pH homogenasi diukur dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7.

3.4.4 Pengujian Total Plate Count (TPC) (SNI 01-2332.03-2006)

Prinsip kerja dari uji mikrobiologi ini adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam melorindengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo.Pembuatan larutan sampel dilakukan dengan mencampurkan 10 ml sampel dalam 90 ml larutan garam fisiologis sampai homogen.

Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan sampel dengan menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan diaduk hingga homogen sehingga terbentuk seri pengenceran 10-1. Pengenceran yang dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10-3. Pemipetan


(27)

dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.

Media agar PCA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan supaya merata (metode cawan tuang), lalu didiamkan hingga media agar PCA dingin dan padat.Cawan petri yang berisi agar PCA kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 35oC dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. Masa inkubasi berakhir, kemudian dihitung jumlah koloni bakteri yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 25-250.

3.4.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut :

Ŷij = µ + αi + εij

Dimana :

Ŷij = respon yang diamati

µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya αi = pengaruh perlakuan α pada taraf ke-i

εij = galat (error) dari perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis yang diuji pada pembuatan melorin dengan penambahan konsentrasi karagenan adalah sebagai berikut :

H0 = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Hi = Penambahan konsentrasi karagenan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap karakteristik melorin yang dihasilkan.

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal Wallis, yaitu :

a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter.

b) Menghitung total ranking dan rataan untuk setiap perlakuan dengan formula:


(28)

�= 12 ( + 1)

��

−3( + 1)

�′ =

Pembagi = 1− T

n−1 n(n + 1), dimana T = t−1 t(t + 1)

Keterangan:

n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i

T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi


(29)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi formulasi melorin terbaik yang akan digunakan pada penelitian utama. Formulasi melorin dilakukan dengan pengujian berbagai perbandingan komposisi nangka dan susu kedelai. Karakterisasi karagenan dilakukan terlebih dahulu untuk mengetahui standar mutu karagenan yang digunakan.

4.1.1 Karakterisasi karagenan

Karagenan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari CV Dinar. Karagenan tersebut dianalisis terlebih untuk mengetahui mutu karagenan yang akan dipakai dalam penelitian utama. Hasil analisis karakterisasi karagenan meliputi kadar air, kadar abu, viskositas dan kekuatan gel dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis karakteristik karagenan

Parameter Hasil uji Standar*

Kadar Air 14,75 ± 0,12 Max. 12

Kadar Abu 14,00 ± 0,67 15-40

Viskositas Gel strength

350,00 ± 0,00 385,63 ± 13,87

Min. 5 cPs - Keterangan: * = FAO 2007

Tabel 5 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan mutu karagenan telah memenuhi standar mutu karagenan komersil, terutama untuk parameter kekuatan gel dan viskositas. Karagenan yang digunakan merupakan hasil ekstraksi campuran antara rumput laut jenis Euchemacottonii dan Euchemaspinosum.

Viskositas karagenan hasil penelitian dari kombinasi kappa dan iota karagenan berada di atas standar viskositas yang ditetapkan oleh FAO dan EU, yaitu minimal 5 cPs. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan sulfat yang ada pada karagenan. Kandungan sulfat dapat menyebabkan larutan menjadi kental. Adanya sulfat akan menyebabkan terjadinya gaya tolak menolak antar kelompok ester yang bermuatan sama dengan molekul air yang terikat dalam karagenan. Viskositas larutan terutama disebabkan oleh sifat karagenan sebagai


(30)

polielektrolit. Gaya tolakan antar muatan negatif sepanjang rantai polimer, yaitu

gugus sulfat, akan mengakibatkan rantai molekul menegang (Warkoyo 2007). Hasil analisis kekuatan gel karagenan adalah 385,63 (g/cm2). Konsistensi gel dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jenis dan tipe karagenan, kosentrasi dan adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid. Hal lain yang dapat mempengaruhi gel karagenan yaitu letak gugus sulfat pada struktur molekulnya. Kadar gugus sulfat tersebut dapat mempengaruhi kekuatan gel dari karagenan karena tingginya kadar sulfat dapat menyebabkan terputusnya ikatan 3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga kekuatan gelnya menurun. Ester sulfat terkandung dalam karagenan berkisar 25% untuk kappa karagenan, serta 32% untuk iota karagenan, sedangkan lambda karagenan mengandung 35% ester sulfat (Imeson 2010).

Kadar abu karagenan hasil analisis adalah sebesar 14,00%. Kadar abu yang didapat lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh FAO (2007) yang berkisar antara 15-40%. Menurut Winarno (1996), tingginya kadar abu karagenan dipengaruhi oleh adanya garam dan mineral lain yang menempel pada rumput laut seperti natrium, kalsium dan kalium.

Nilai kadar air karagenan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 14.75%. Kadar air suatu produk sangat penting karena terkait dengan daya simpan produk dan kualitasnya. Kadar air hidrokoloid yang diinginkan rata-rata di bawah 20% untuk standar pasaran internasional (Angka dan Suhartono 2000).

4.1.2 Karakteristik sensori

Penelitian pendahuluan meliputi karakteristik sensori produk melorin. Karakteristik sensori dilakukan untuk menentukan formula terbaik (yang mempunyai daya terima tertinggi) dari produk melorin yang meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan mouthfeel. Penilaian sensori menjadi parameter utama dalam menentukan formula terbaik untuk penelitian utama.

(1) Warna

Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima konsumen. Penerimaan warna suatu bahan pangan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2008). Warna melorin yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan ini berkisar antara


(31)

kuning pucat sampai kuning. Hasil pengujian sensori parameter warna melorin menunjukkan nilai antara 5,80-6,83. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 12,5% (perlakuan C), sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 10% dan 15% (perlakuan B). Nilai rataan parameter warna melorin dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Nilai rataan parameter warna melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A :12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka pada melorin memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap warna melorin yang dihasilkan (Lampiran 2). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 3) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi susu kedelai dan buah nangka pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C. Namun perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.

Warna kuning pada melorin dihasilkan dari buah nangka yang digunakan. Warna kuning disebabkan oleh salah satu faktor seperti tingkat kematangan. Nangka akan berwarna kuning keemasan ketika matang. Pigmen warna kuning ini dsebabkan pigmen yang tergabung dalam kelompok xanthofil. Xanthofil terdiri dari beberapa macam dan yang paling umum adalah zeaxanthin. Zeaxanthin adalah bagian utama karatenoid yang merupakan kelompok pigmen berwarna

6,23 a,b

6,83 b

5,80 a

6,60 a,b

5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2 6.4 6.6 6.8 7

A B C D

n il ai rat aan war n a Perlakuan


(32)

kuning, orange, merah orange (Astawan & Andreas 2008). Semakin tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan maka warna es krim yang dihasilkan menjadi lebih kuning sehingga meningkatkan kesukaan panelis.

(2) Aroma

Aroma merupakan salah satu daya tarik bagi panelis dalam menentukan nilai kesukaan terhadap suatu produk. Timbulnya aroma atau bau ini karena zat bau tersebut bersifat volatil (mudah menguap). Oleh karena itu penilaian sensori tingkat kesukaan aroma perlu dilakukan dalam penelitian ini. Nilai rataan parameter aroma melorin dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Nilai rataan parameter aroma melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan berkisar antara 4,83-7,00. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka mempengaruhi aroma pada melorin. Gambar 5 menunjukkan bahwa perbedaan kosentrasi susu kedelai dan nangka memberikan pengaruh nyata terhadap aroma melorin yang dihasilkan.

6,10 b 6,60 b,c

4,83 a

7,00 c

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

A B C D

Nil ai rat aan a rom a Perlakuan


(33)

Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 4) yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan A berbeda nyata terhadap perlakuan C dan perlakuan D, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan B.

Aroma es krim lebih banyak dipengaruhi oleh sumber lemak yang digunakan. Lemak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lemak nabati, yaitu susu kedelai. Susu kedelai memiliki asam lemak yang menyebabkan bau langu. Asam lemak pada kedelai mempunyai sifat tidak larut air panas dan air dingin serta sedikit menguap. Asam lemak tak jenuh pada kedelai yang tinggi berpengaruh terhadap bau langu karena enzim lipoksidase. Enzim lipoksidase akan menghidrolisis atau menguraikan lemak kedelai menjadi senyawa penyebab bau langu yang tergolong pada kelompok heksanal dan heksanol. Senyawa

tersebut dalam konsentrasi rendah sudah dapat menyebabkan bau langu (Winarsih 2010). Penambahan buah nangka dalam melorin selain sebagai

penambah energi, juga untuk menutupi bau langu dari susu kedelai. Semakin tinggi konsentrasi buah nangka yang ditambahkan, maka aroma langu dari susu kedelai dapat tertutupi, sehingga tingkat kesukaan panelis meningkat.

(3) Tekstur

Tekstur es krim dibentuk oleh rongga-rongga udara yang terdispersi di dalam kristal-kristal es (sistem koloid berupa buih padatan) sehingga es krim mempunyai konsistensi dan rasa yang unik. Tekstur es krim yang ideal adalah halus dan partikel padatan terlalu kecil untuk dirasakan mulut.

Hasil pengujian sensori terhadap parameter tekstur menunjukkan nilai rataan berkisar antara 5,93-6,43. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi susu kedelai dan nangka masing-masing 15% dan 10% (6,43). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 10 % (perlakuan B) (5,93). Hasil pengujian Kruskall wallis yang dilakukan menunjukkan perbedaan konsentrasi antara susu kedelai dan nangka tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur melorin. Nilai rataan parameter tekstur dapat dilihat pada Gambar 7.


(34)

Gambar 7 Nilai rataan parameter tekstur melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Salah satu bahan yang mempengaruhi mutu es krim adalah lemak. Lemak sangat berperan dalam kelezatan tekstur es krim. Penggunaan susu kedelai sebagai substitusi penggunaan lemak susu menyebabkan melorin memiliki tekstur tidak menyerupai es krim. Hal ini disebabkan melorin dalam penelitian ini tidak menggunakan lemak hewani sebagai sumber lemak. Melorin merupakan produk dengan sifat-sifat menyerupai es krim, namun menggunakan sumber lemak selain lemak susu dengan kadar minimal 6% (Hubeis et al. 1996). Lemak susu merupakan bahan baku utama untuk membuat es krim. Marshall et al. (2003), menyatakan bahwa lemak susu berperan dalam pembentukan tekstur es krim yang lembut, sebagai sumber citarasa dan kalori, meningkatkan nilai gizi dan mencegah pembentukan kristal es yang besar selama pembekuan es krim.

(4) Rasa

Rasa adalah turunan dari sebagian komponen yang terkait dalam air liur selama makanan dicerna secara mekanis di mulut. Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indra pengecap. Suatu produk dapat diterima oleh konsumen apabila memiliki rasa yang sesuai dengan yang diinginkan. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa

6,03a

5,93a 6,37

a 6,43a

1 2 3 4 5 6 7

A B C D

Nil ai rat aan t ek st u r Perlakuan


(35)

kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008).

Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara 5,00-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall wallis pada perbedaan konsentrasi susu kedelai dan nangka memberikan pengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Nilai rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Nilai rataan parameter rasa melorin. Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil uji lanjut Multiple Comparisons (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata terhadap perlakuan C; perlakuan B dan perlakuan A. Hal ini disebabkan rasa melorin tersebut sangat dipengaruhi oleh nangka dan susu kedelai yang digunakan. Penggunaan kombinasi yang tepat antara susu kedelai dan nangka akan menghasilkan rasa melorin yang disukai oleh panelis. Daging buah nangka memiliki cairan nektar yang manis. Menurut Sinurat (2007), panelis lebih menyukai aroma dan rasa yang intesitasnya kuat daripada yang lemah.

5,97 b

5,40 a,b

5,00 a

6,73 c

0 1 2

3

4 5 6 7

8

A B C D

Nil

ai

rat

aan

ras

a


(36)

(5) Mouthfeel

Mouthfeel merupakan salah satu parameter penting yang terdapat dalam es krim. Parameter ini menjadi pertimbangan oleh konsumen menilai suatu produk. Nilai rataan parameter mouthfeel dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) A : 12,5 % nangka; 10 % susu kedelai

B : 15 % nangka; 10 % susu kedelai C : 12,5 % nangka; 12,5 % susu kedelai D : 15 % nangka; 12,5 % susu kedelai

Hasil pengujian sensori pada parameter mouthfeel berkisar antara 6,36-6,73. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi nangka 15% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan D). Nilai rataan terendah dimiliki oleh konsentrasi nangka 12,5% dan susu kedelai 12,5% (perlakuan C). Hasil pengujian Kruskall Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan perlakuan konsentrasi nangka dan susu kedelai tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap mouthfeel yang dihasilkan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut. Mouthfeel dan rasa adalah contoh salah satu parameter yang penting dirasakan oleh panelis terlatih. Zat yang mudah menguap disebabkan oleh reaksi transfer proton yang terkumpul pada spektrometri untuk menentukan efek hidrokoloid pada bagian komponen rasa (Escamilla et al. 2007). Ketika pelelehan terjadi di dalam mulut, partikel-partikel es yang berukuran lebih besar tertinggal sebentar di dalam mulut dan menciptakan sensasi dingin (Aime et al. 2001).

6,47a

6,37a 6,43a 6,73a

1 2 3 4 5 6 7 8

A B C D

Nil

ai

rat

aan

m

ou

th

fe


(37)

4.2 Penelitian Utama

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi terbaik bahan penstabil yang digunakan terhadap mutu melorin. Bahan penstabil yang digunakan adalah karagenan. Karagenan yang digunakan sebelumnya telah dianalisis. Tahap ini meliputi uji sensori, uji fisik, uji kimia dan uji mikrobiologi terhadap melorin.

4.2.1 Uji sensori (1) Warna

Warna produk es krim harus menarik dan menyenangkan konsumen, seragam, serta dapat mewakili citarasa yang ditambahkan. Nilai rataan parameter warna melorin dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Nilai rataan parameter warna.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02% STK : karagenan 0,04% SSU : karagenan 0,06% NNT : karagenan 0,08% CDR : karagenan 0,1%

Hasil pengujian sensori parameter warna melorin menunjukkan nilai rataan antara 6,10-6,50. Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,08% dan 0,1%, sedangkan nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0% (kontrol). Hasil uji Kruskalwallis (Lampiran 6)

6,50a

6,37a

6,20a

6,13a 6,10a 6,10a

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

6.00

7.00

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil

ai

rat

aan

war

n

a


(38)

yang dilakukan dalam penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna yang dihasilkan.

Panelis tidak dapat membedakan warna antara perlakuan, karena tidak digunakan pewarna khusus. Panelis umumnya menilai bahwa produk melorin berwarna kuning, dimana warna ini didominasi oleh perpaduan nangka dan susu kedelai. Hidrokoloid yang ditambahkan tidak mengandung bahan-bahan volatil yang dapat menimbulkan aroma dan warna pada bahan pangan, akan tetapi hidrokoloid dapat memberikan efek sinergis pada penambahan citarasa ke dalam emulsi (Phillips & Williams 2000).

(2) Aroma

Aroma atau bau dapat dikenali bila berbentuk uap, umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan berbagai ramuan atau campuran empat bahan utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 2008). Nilai rataan parameter aroma melorin dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Nilai rataan parameter aroma.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02% STK : karagenan 0,04% SSU : karagenan 0,06% NNT : karagenan 0,08% CDR : karagenan 0,1%

6,67 a 6,67a

6,60a 6,57a

6,50a 6,47a

1 2 3 4 5 6 7

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil

ai

rat

aan

ar

om

a


(39)

Hasil pengujian sensori terhadap parameter aroma menunjukkan nilai rataan berkisar antara 6,47-6,67. Nilai rataan aroma tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0% (GSR) dan 0,02% (IPG). Nilai rataan aroma terendah dimiliki oleh konsentrasi karagenan 0,1% (CDR). Hasil pengujian Kruskall wallis (Lampiran 6) yang dilakukan penambahan konsentrasi karagenan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma melorin.

Gambar 11 dapat diketahui bahwa nilai rataan tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penambahan bahan penstabil, yang memerangkap sebagian komponen aroma di dalam adonan, terutama bila adonan tersebut mempunyai kekentalan yang lebih tinggi. Namun secara umum aroma yang dihasilkan berasal dari penambahan buah nangka dan essens, sehingga penggunaan karagenan terhadap aroma tidak tampak. (3) Rasa

Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain (Winarno 2008). Rasa dari suatu makanan merupakan gabungan dari berbagai macam rasa bahan yang digunakan dalam makanan tersebut.

Hasil pengujian sensori parameter rasa menunjukkan nilai rataan antara 6,27-6,67. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,06% (SSU).

Hasil pengujian Kruskall wallis menunjukkan penambahan karagenan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa melorin yang dihasilkan. Penambahan karagenan terhadap rasa tampaknya kurang dikenali oleh panelis. Konsentrasi karagenan yang ditambahkan termasuk rendah sehingga tidak berhasil dikenali oleh panelis. Nilai rataan parameter rasa dapat dilihat pada Gambar 12.


(40)

Gambar 12 Nilai rataan parameter rasa.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02% STK : karagenan 0,04% SSU : karagenan 0,06% NNT : karagenan 0,08% CDR : karagenan 0,1%

Rasa yang dihasilkan ditimbulkan oleh gula, nangka dan susu kedelai. Rasa es krim juga dipengaruhi oleh essens yang ditambahkan. Penambahan essens bertujuan mencegah hilangnya flavor akibat pemasakan pada suhu tinggi dan waktu pemasakan lebih lama (Jufrebriyanti 2007). Selain itu, rasa es krim dipengaruhi pula oleh suhu produk saat disantap (Marshall dan Arbuckle 2000). Es krim akan terasa lebih manis dengan meningkatnya suhu produk saat disantap. (4) Tekstur

Tekstur suatu produk es krim dibentuk oleh kristal-kristal es yang terdispersi didalam gelembung-gelembung udara sehingga es krim mempunyai konsistensi dan rasa yang unik. Nilai rataan tingkat kesukaan panes terhadap tekstur dapat dilihat pada Gambar 13.

6,60a 6,67a

6,40a

6,27a 6.57 a

6,53a

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil

ai

rat

aan

r

as

a


(41)

Gambar 13 Nilai rataan parameter tekstur.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

Yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02% STK : karagenan 0,04% SSU : karagenan 0,06% NNT : karagenan 0,08% CDR : karagenan 0,1%

Nilai rataan penilaian sensori terhadap parameter tekstur berkisar 5,30-6,47. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan kosentrasi karagenan 0,04% dan nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0% (kontrol). Hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 7) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,04% (STK) namun tidak berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,06% (SSU); 0,08% (NNT) dan konsentrasi 0,1% (CDR).

Tekstur produk es krim ditentukan oleh padatan dalam adonan, konsentrasi gula dan kekentalan. Gula akan menghalangi pembekuan produk, karena molekul gula akan menarik molekul air sehingga mengganggu pembentukan kristal-kristal es. Gula dapat membantu mencegah pembentukan kristal es yang besar, sehingga tekstur yang dihasilkan lebih lembut (Clarke 2004).

Faktor lain yang mempengaruhi tekstur es krim adalah penambahan bahan penstabil dan pengemulsi (Aime et al. 2001). Penambahan bahan penstabil ke

5,30a

5,97a,b

6,47b

6,10a,b

5,90a,b 5,93a,b

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil ai rat aan t ek st u r Kode


(42)

dalam adonan es krim akan mencegah pembentukan kristal es yang besar, memberikan ketahanan agar tidak cepat meleleh atau mencair dan memperbaiki tekstur produk (Soukoulis et al. 2008). Tekstur es krim dipengaruhi oleh viskositas. Semakin tinggi viskositas maka semakin rendah nilai overrun sehingga, mengakibatkan tekstur melorin menjadi keras dan menurunkan palatabilitas panelis.

(5) Mouthfeel

Mouthfeel adalah sensasi yang ditimbulkan ketika es krim masuk ke dalam mulut. Apakah waktu meleleh dimulut cepat dan partikel es terasa lembut. Nilai rataan mouthfeel berkisar antara 5,47-7,10. Rataan nilai tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0%, sedangkan rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1%.

Hasil pengujian Kruskall Wallis terhadap parameter mouthfeel menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan hasil uji lanjut multiple comparisons (Lampiran 8) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% (GSR) berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,06% (SSU); konsentrasi karagenan 0,08% (NNT) dan konsentrasi 0,1% (CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG) dan 0,04% (STK).

Penambahan karagenan berfungsi mengikat molekul air di dalam es krim sehingga partikel es menjadi lebih kecil dan tidak terlalu terdeteksi oleh lidah saat es krim dimakan. Hal ini menunjukkan semakin tingggi konsentrasi karagenan yang ditambahkan, maka nilai parameter mouthfeel juga cenderung semakin meningkat. Nilai rataan mouthfeel dapat dilihat pada Gambar 14.


(43)

Gambar 14 Nilai rataan parameter mouthfeel.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda(a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02% STK : karagenan 0,04% SSU : karagenan 0,06% NNT : karagenan 0,08% CDR ; karagenan 0,1%

Faktor-faktor yang mempengaruhi mouthfeel es krim antara lain jenis dan jumlah bahan pengemulsi dan penstabil yang digunakan, proses pengadukan, serta suhu dan waktu pembekuan (Marshall dan Arbuckle 2000). Konsentrasi karagenan yang tinggi menyebabkan adonan es krim lebih kental dan lebih tahan terhadap pelelehan sehingga ketika didalam mulut es krim tidak langsung cepat meleleh. Walaupun menghasilkan perubahan tekstur dan mouthfeel yang diinginkan penambahan hidrokoloid akan menyebabkan berkurangnya rasa dalam es krim (Escamilla FJ et al. 2007).

4.2.2 Uji Fisik

1. Total padatan terlarut

Total padatan terlarut (TPT) merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Total padatan terlarut umumnya

5,47a

6,07a,b 6,17a,b 6,40

b,c 6,83

b,c 7,10c

1 2 3 4 5 6 7 8

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil ai rat aan m ou th fe el Kode


(44)

dinyatakan dalam satuan persen gula sukrosa. Nilai rataan TPT dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Nilai rataan TPT melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

Yang berbeda (a,b,c,d,e) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02 % STK : karagenan 0,04 % SSU : karagenan 0,06 % NNT : karagenan 0,08 % CDR : karagenan 0,10 %

Berdasarkan Gambar 15, nilai rataan total padatan terlarut berkisar antara 14,8 %-17,85 %. Nilai rataan total padatan terlarut tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG). Nilai rataan terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0% (GSR).

Hasil pengujian Anova (Lampiran 9) menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter TPT. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 10) yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,04% (STK); 0,06% (SSU); 0,08% (NNT) dan konsentrasi 0,1% (CDR). Penambahan konsentrasi karagenan 0,08% (NNT) tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 0,1% (CDR). Penambahan konsentrasi karagenan akan meningkatkan nilai total padatan terlarut. Padatan

14,80a

17,85e

16,20d

15,25b 15,85c 16,00c

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil ai rat aan T P T % B rix Kode


(45)

terlarut yang terkandung dalam suatu produk mempengaruhi sifat fisik dan kimia produk diantaranya titik beku, titik didih, viskositas dan kelarutan.

2. Viskositas

Viskositas merupakan hambatan suatu fluida untuk mengalir. Viskositas adalah salah satu sifat penting dan berkaitan dengan daya buih serta proses pemerangkapan udara. Viskositas adalah karakteristik fisik es krim yang memiliki pengaruh utama terhadap kualitas sensori secara umum dan terhadap penilaian tekstur (Aime et al.2001).

Berdasarkan Gambar 16 dapat diketahui bahwa Nilai rataan viskositas tertinggi diperoleh melorin dengan konsentrasi karagenan 0,1% (CDR). Nilai terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi 0,06% (SSU). Nilai rataan viskositas dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Nilai rataan viskositas melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

Yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02 % STK : karagenan 0,04 % SSU : karagenan 0,06 % NNT : karagenan 0,08 % CDR : karagenan 0,10 %

Hasil pengujian Anova terhadap viskositas menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata pada melorin.

21,25b

20,00a

19,00a 19,25a

21,75b 30,25c 0 5 10 15 20 25 30 35

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil ai rat aan vis k os it as (c P s) Kode


(46)

Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 11) yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); 0,04% (STK): 0,06% (SSU) dan konsentrasi 0,1% (CDR). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,08% (NNT).

Viskositas merupakan salah satu sifat penting dari karakteristik es krim, untuk mendapatkan tekstur yang diinginkan. Nilai viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komposisi (keberadaan lemak dan penstabil), jenis dan kualitas bahan baku, proses serta penanganan adonan (pasteurisasi, homogenisasi, dan aging), konsentrasi dan suhu. Nilai viskositas dari suatu es krim terutama dipengaruhi oleh lemak dan alat penstabil (stabilizer) (Innocente et al. 2002).

Salah satu fungsi bahan penstabil adalah meningkatkan viskositas. Konsentrasi bahan penstabil yang digunakan dalam penelitian ini dalam konsentrasi rendah, sehingga nilai viskositas yang dihasilkan juga rendah. Hidrokoloid merupakan zat yang dapat larut dalam air, memiliki molekul yang tinggi dan polisakarida yang berat,selain itu memiliki variasi fungsi dalam sistem makanan seperti meningkatkan viskositas, membentuk struktur gel, mengontrol kritaliasai, menghambat sineresis, memperbaiki tekstur, enkapsulasi dan lain-lain (Dickinson 2003; Sahin & Ozdemir 2004).

3. Overrun/ Derajat Pengembangan

Overrun atau derajat pengembangan merupakan persentase rasio pengembangan produk. Nilai rataan overrun berkisar antara 45,07-66,95. Nilai rataan tertinggi dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi karagenan 66,95%, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh melorin dengan konsentrasi 0%.

Hasil pengujian Anova menunjukkan perbedaan konsentrasi karagenan memberikan pengaruh yang nyata terhadap overrun melorin. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Lampiran 12) menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi karagenan 0% (CDR) berbeda nyata terhadap melorin dengan konsentrasi karagenan 0,02% (IPG); konsentrasi karagenan 0,04% (STK) dan konsentrasi 0,06% (SSU). Namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi karagenan 0,08% (NNT) dan 0,1% (CDR). Nilai rataan overrun dapat dilihat pada Gambar 17.


(47)

Gambar 17 Nilai rataan overrun melorin.

Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript

yang berbeda(a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) GSR : kontrol

IPG : karagenan 0,02 % STK : karagenan 0,04 % SSU : karagenan 0,06 % NNT : karagenan 0,08 % CDR : karagenan 0,10 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan penstabil yang digunakan maka adonan semakin kental dan tegangan permukaan menjadi lebih tinggi, sehingga produk sukar mengembang. Penggunaan berbagai jenis konsentrasi bahan penstabil memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai overrun .

Menurut Arbuckle dan Marshall (2000) nilai overrun yang baik untuk produk es krim berkisar antara 28,00%-30,00%. Jika kekentalan adonan

meningkat maka daya pengembangan (overrun) akan menurun (Sofjan et al. 2004). Nilai overrun pada kebanyakan industri es krim dan makanan

beku pencuci mulut (frozen dessert) lain dipasaran adalah 90-95%, kecuali es krim khusus yang memiliki overrun lebih rendah (Smith JC & Yiu 2004). Nilai ini dapat dicapai dengan proses pembekuan yang optimal.

4. Waktu Leleh

Waktu leleh adalah waktu yang dibutuhkan oleh es krim sampai meleleh sempurna pada suhu ruang. Pengukuran waktu leleh dilakukan pada suhu ruang (±25 °C). Kecepatan pelelehan ini sebagai salah satu parameter untuk mengetahui

45,07a

64,15b 66,95b

63,55b

58,31a,b 58,16a,b

0 10 20 30 40 50 60 70 80

GSR IPG STK SSU NNT CDR

Nil ai rat aan ov er ru n Kode


(1)

Lampiran 14 Uji lanjut Multiple comparison uji pH pH

Tukey HSD

Konsentrasikaragenan

N Subset for alpha = .05

1 2 1

0 % 2 6.6350

0.02 % 2 6.6600

0.04 % 2 6.7350 6.7350

0.1 % 2 6.8000

0.08 % 2 6.8400

0.06 % 2 6.8450

Sig. .165 .119

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Lampiran 15 Uji lanjut Multiple comparison uji stabilitas emulsi s.emulsi

Tukey HSD

Perlakuan

N Subset

1 1

0% 2 81.2500

0,02% 2 81.2750

0,04% 2 83.0000

0,06% 2 86.6500

0,08% 2 87.1250

0,1% 2 96.4000

Sig. .058

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 15.533. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.


(2)

Lampiran 16 Penilaian Indeks kinerja (metode Bayes) terhadap parameter sensori Indeks kepentingan

Parameter analis nilai kepentingan

Warna 4

Aroma 5

Teksttur 4

Rasa 4

Mouthfeel 5

x/y warna rasa aroma tekstur mouthfeel

warna 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80

rasa 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00

aroma 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80

tekstur 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80

mouthfeel 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00

Pengkalian dengan matriks sekawan (matriks AxA = B)

1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.00 0.80 1.00 1.00 0.80 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00 1.25 1.00 1.25 1.25 1.00

Hasil perkalian Matriks AxA= Matriks B 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 6.25 6.25 6.05 6.25 5.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 6.25 6.25 5.00 6.25 5.00

Pengkalian dengan matriks sekawan (matriks BxB = C)

5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 6.25 5.00 7.25 6.25 5.00 6.25 5.00 7.25 6.25 5.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 5.00 4.00 5.00 5.00 4.00 6.25 5.00 6.25 6.25 5.00 6.25 5.00 6.25 6.25 5.00


(3)

Hasil perkalian matriks BxB = matriks C 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 161.25 129.00 166.25 161.25 129.00 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 156.25 125.00 161.25 156.25 125.00 Pembobotan

Penjumlahan nilai bobot 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181 161.25 129.00 166.25 161.25 129.00 746.75 0.233 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181 125.00 100.00 129.00 125.00 100.00 579.00 0.181 156.25 125.00 161.25 156.25 125.00 723.75 0.226

3207.500

Perangkingan

Parameter 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

Warna 6 5 4 3 2 1

Aroma 6 5 4 3 2 1

tekstur 1 4 6 5 2 3

Rasa 5 6 2 1 4 3

Mouthfeel 1 2 3 4 5 6

Total nilai 3.80 4.33 3.78 3.23 3.044 2.86


(4)

Lampiran 17 Total kadar serat pangan

Sampel Berat

sampel SMTL (%) SML (%) TSM (%) Rataan sd

0,02% 1.6268 1.2540 1.9363 3.1903 3.1669 0.03

1.5206 1.2627 1.8808 3.1435

Blanko 0.0035 0.0027

0.0037 0.0035

0.0036 0.0031

Keterangan:

SMTL = Serat makanan tak larut SML = serat makanan larut TSM = Total serat makanan

Lampiran 18 Perhitungan angka kecukupan gizi (AKG) melorin

Sampel Karbohidrat Kadar Protein Kadar Lemak Serat Pangan

Melorin 13,00% 0,51% 0,06% 3,17%

*Kebutuhan kalori total 2000 kkal/hari

a. Karbohidrat : 50-60%

Kebutuhan kalori karbohidrat = 60/100x2000kkal =1200 kkal Kebutuhan karbohidrat perhari =1200 kkal/4 = 300 gram/hari

b. Protein : 10-20 %

Kebutuhan kalori protein = 12/100 x 2000 kkal =240 kkal Kebutuhan Protein Perhari = 240 kkal/4 = 60 gram/hari

c. Lemak : kurang dari 30% dari total kalori

Kebutuhan Kalori lemak = 28/100 x 2000 kkal = 560 kkal Kebutuhan lemak perhari = 560 kkal/9 =62,22 gram

d. AKG serat makanan perhari 20 %

Kecukupan serat makanan = 10-14g/1000 kkal Tingkat penyediaan 19-30 g/kap/hari

Presentasi AKG untuk melorin dengan penambahan karagenan

- % AKG Karbohidrat = 13,00/1,33/300 x 100% = 3,26 % = 3%

- % AKG Protein = 0,51/1,33/60 x 100 % = 0,64% = 1 %

- % AKG lemak = 0,06/1,33/62,22 x 100 % = 0,07% = 0%


(5)

Lampiran 19 Dokumentasi kegiatan


(6)

CENDRAWASIH SYAFRILIANA PRIASTAMI. C34070065. Karagenan sebagai Bahan Penstabil pada Proses Pembuatan Melorin. Dibawah Bimbingan. WINI TRILAKSANI dan PIPIH SUPTIJAH.

Industri pangan yang saat ini berkembang cukup pesat salah satunya adalah

frozen dessert yang merupakan produk makanan beku pencuci mulut. Jenis frozen dessert yang sering ditemui antara lain adalah es krim yang digemari masyarakat.

Kandungan lemak susu yang tinggi (high fat) pada es krim membuat konsumen

lebih selektif dalam memilih es krim. Alternatif produk yang dapat menggantikan produk es krim ini adalah melorin atau es krim imitasi. Formulasi yang tepat dalam pembuatan melorin sangat diperlukan agar didapatkan produk yang disukai konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan zat yang melembutkan dan menstabilkan emulsi yaitu hidrokoloid jenis karagenan. Larutan karagenan dapat mengentalkan dan menstabilkan partikel-partikel sehingga mencegah pembentukan kristal es dan memperbaiki rasa pada industri es krim.

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari formula yang tepat dan mempelajari pengaruh penambahan konsentrasi susu kedelai dan nangka terhadap karakteristik melorin serta mempelajari pengaruh penambahan karagenan terhadap karakteristik melorin serta mendapatkan konsentrasi bahan penstabil yang paling tepat untuk memperoleh produk melorin dengan karakteristik terbaik.

Karakteristik formula awal melorin dengan nilai sensori yang paling disukai adalah melorin dengan konsentrasi susu kedelai 12,5% dan nangka 15%. Hasil perangkingan pada penelitian utama dengan metode Bayes menghasilkan melorin terpilih dengan penambahan karagenan 0,02% yang memiliki warna menarik, tekstur kompak dan rasa yang disukai oleh panelis. Hasil uji fisik total padatan

terlarut 17,85% Brix, viskositas 20,00 cPs, overrun 64,15%, waktu leleh

17,5 menit dan stabilitas emulsi 81,28%. Hasil pengujian proksimat kadar air 86,15%, abu 0,3%, protein 0,51%, lemak 0,06% dan karbohidrat 13,00%. Melorin memiliki kandungan serat yang cukup tinggi yaitu 3,17%.