2.1.2.6 Teori Belajar Ausubel
Teori Ausubel dikenal dengan belajar bermakna. Teori ini membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima,
peserta didik hanya menerima kemudian menghafalkan. Sedangkan pada belajar menemukan, konsep ditemukan oleh peserta didik sehingga mereka tidak
menerima pelajaran begitu saja Suherman, 2003: 32. Bagi Ausubel, menghafal berlawanan dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, peserta didik
menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih di mengerti. Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu peserta didik untuk
menanamkan pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep- konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik yang berkaitan dengan konsep
yang akan dipelajari. Jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana peserta didik mampu mengerjakan permasalah autentik sangat
memerlukan konsep awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata Trianto, 2007: 26.
2.1.3 Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah suatu proses yang konstruktif, bukanlah suatu proses yang mekanis sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Proses
pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007
dituliskan bahwa pembelajaran adalah sebagai berikut.
1 Proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, atau
2 Usaha sengaja, terarah, dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang termasuk guru dan penulis buku pelajaran agar orang lain termasuk peserta
didik, dapat memperoleh pengalaman yang bermakna. Menurut Suherman 2003: 68 pembelajaran matematika di sekolah tidak
dapat terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak, maka terdapat beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1 Pembelajaran matematika adalah berjenjang; 2 Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral;
3 Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif; 4 Pembelajaran matematika mengikuti kebenaran konsistensi.
Pembelajaran disekolah merupakan proses interaksi yang dilakukan antara peserta didik yang satu dengan lainnya maupun peserta didik dengan guru pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran tersebut merupakan sarana pembentukan pola pikir peserta didik agar dapat berpikir kritis, sistematis, dan kreatif pada saat
peserta didik memecahkan masalah matematika.
2.1.4 Model Pembelajaran Problem-Based Learning
Barrows sebagaimana dikutip oleh Barrett 2005: 2, menjelaskan “Problem-Based Learning is the learning that results from the process of working
towards the understanding of a resolution of a problem. The problem is ecountered first in the learning process
”. Berdasarkan pendapat tersebut diketahui bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang dihasilkan
dari proses bekerja menuju pemahaman masalah, dimana masalah diberikan pada awal proses pembelajaran.
Pada saat pembelajaran PBL, peserta didik menemukan sendiri konsep atau pengetahuan yang diperoleh pada saat pemecahan masalah yang diberikan
pada awal pelajaran. Permasalahan nyata yang diberikan pada awal pelajaran tersebut membuat peserta didik tertantang untuk segera memecahkan masalah,
sehingga peserta didik akan menggali pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang diberikan. Permasalahan nyata yang diberikan akan membuat
pembelajaran lebih bermakna karena peserta didik dapat memperoleh pengetahuan atau pemahaman materi berdasarkan masalah yang mereka temui
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Arends 2008: 56, peserta didik perlu memahami bahwa maksud
pelajaran PBL adalah untuk belajar tentang cara menyelidiki permasalahan- permasalahan penting dan menjadi pelajar-pelajar yang mandiri. Sedangkan
Menurut Fogarty, sebagai mana dikutip oleh Chen 2013: 235 menyatakan bahwa “PBL as a course model that focuses on real world problems”, yang
artinya PBL sebagai model pembelajaran yang fokus pada masalah dunia nyata. “Learning begins with a problem”, belajar dimulai dengan masalah.
Dalam pembelajaran berbasis masalah PBL, peserta didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan masalah dunia nyata. PBL
merupakan proses aktif dan berulang yang melibatkan peserta didik untuk mengidentifikasi apa yang mereka ketahui, dan yang lebih penting, apa yang
mereka tidak ketahui. Motivasi mereka untuk memecahkan masalah menjadi motivasi mereka untuk menemukan dan menerapkan pengetahuan.
Barbara Duch mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk
“belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah-masalah yang diberikan ini digunakan
untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu peserta didik pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum
peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Sumber : www.udel.eduinstwhy-pbl.html
Terdapat lima strategi penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem-Based Learning menurut Daryanto 2014: 29 yaitu:
1 Permasalahan sebagai kajian 2 Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman
3 Permasalahan sebagai contoh 4 Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses
5 Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik
Peran guru, peserta didik dan masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah menurut Daryanto 2014: 29 dijelaskan sebagai berikut.
Tabel 2.1 Gambaran Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru Sebagai Pelatih Peserta Didik Sebagai
Problem Solver Masalah
Sebagai Awal
Tantangan dan Motivasi
- Asking about
thingking bertanya tentang pemikiran
- Memonitor pembelajaran - Probbing menantang peserta
didik untuk berpikir - Menjaga peserta didik agar
terlibat - Mengatur dinamika kelompok
- Menjaga berlangsungnya
proses - Peserta yang aktif
- Terlibat langsung
dalam pembelajaran - Membangun
pembelajaran - Menarik untuk
dipecahkan - Menyediakan
kebutuhan yang ada
hubungannya dengan
pelajaran yang dipelajari
Adapun tahap-tahap dalam model Problem-Based Learning menurut Arends, 2008: 57 sebagai berikut.
Tabel 2.2 Sintaks model Problem-Based Learning FASE-FASE
PERILAKU GURU Fase 1
Memberikan orientasi tentang
permasalahannya kepada peserta didik
Guru membahas
tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan berbagai
kebutuhan logistik
penting, dan memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.
Fase 2 Mengorganisasikan
peserta didik untuk meneliti
Guru membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang
terkait dengan permasalahannya.
Fase 3 Membantu investigasi
mandiri dan kelompok Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan
informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4 Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti
laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada
orang lain.
Fase 5 Menganalisa
dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah Guru membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Sanjaya 2014: 220 menjelaskan bahwa model PBL mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut.
1 Kelebihan 1 Meningkatkan minat, motivasi dan aktivitas pembelajaran peserta didik.
2 Menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3 Membantu peserta didik mentransfer pengetahuan peserta didik untuk memahami masalah dunia nyata.
4 Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
5 Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
6 Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
2 Kelemahan 1 Memerlukan waktu yang panjang dibandingkan dengan model
pembelajaran yang lain. 2 Ketika peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari dapat dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
2.1.5 Model Pembelajaran Konvensional