Teori Tempat Sentral Central Place Theory

Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Menurut Perroux, dalam Dawkins 2003 pembangunan adalah jumlah dari perubahan pola sosial dan mentalitas di mana perangkat produksi ditambah dengan populasi. Konsep pembangunan identik dengan memperoleh kapasitas untuk memanfaatkan perangkat produksi dalam mencapai apa yang dianggap menjadi tingkat pertumbuhan yang memuaskan, dan perangkat produksi memasok produk yang melayani penduduk. Pengembangan wilayah terdiri dari dua kata yaitu pengembangan dan wilayah. Pengembangan dapat berarti sebagai suatu usaha-usaha tertentu untuk mengubah kondisi yang ada menjadi suatu kondisi yang lebih baik. Wilayah bagian permukaan bumi yang memiliki satu kesatuan tertentu yang lebih besar daripada kota dan lebih kecil daripada negara Muta’ali 2011. Menurut Rustiadi, et al 2009, beberapa pihak lebih senang menggunakan istilah pengembangan daripada pembangunan untuk beberapa hal yang spesifik. Secara umum istilah pembangunan dan pengembangan di Indonesia memang sengaja dibedakan karena istilah pengembangan dianggap mengandung konotasi pemberdayaan, kedaerahan, kewilayahan dan lokalitas. Sedang Jayadinata 1999 membedakan istilah pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada. Pengembangan ialah memajukan atau memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang sudah ada. Selanjutnya Rustiadi et al. 2009 menyatakan bahwa ada juga yang berpendapat bahwa pengembangan lebih menekankan proses meningkatkan dan memperluas. Dalam artian pengembangan tidak membuat sesuatu dari nol, melainkan dari sesuatu yang sudah ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan dan diperluas. Oleh karena itu dalam konteks kewilayahan, isitilah pengembangan wilayah lebih banyak dipakai daripada pembangunan wilayah. Dari beberapa pandangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan lebih bersifat fisik dan dimulai dari nol, sedang pengembangan dapat bersifat fisik atau non fisik dan tidak dimulai dari nol. Sekalipun kedua konsep tersebut pembangunan dan pengembangan secara harfiah berbeda namun tujuan dilaksanakannya pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Jayadinata 1999. Menurut Mubyarto 2000, hakekat pengembangan atau pengembangunan wilayah pada dasarnya adalah: 1. Meningkatkan kelompok masyarakat termiskin di perdesaan; 2. Meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam upaya pembangunan perdesaan yang mampu menaikkan produktivitas kelompok masyarakat miskin; 3. Meningkatkan kemampuan pemerintah pusat dalam memberikan dukungan kepada upaya-upaya pembangunan perdesaan oleh pemerintah daerah yang akan menaikkan pendapatan masyarakat miskin di perdesaan. Sedang Muta’ali 2011 menyebutkan bahwa pengembangan wilayah merupakan perencanaan mengenai bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki, baik sumberdaya manusia tenaga kerja, sumberdaya alam, maupun kesempatan-kesempatan interregional yang dikaitkan dengan prospek-prospek dan kecenderungan ekonomi dalam jangka panjang. Lebih lanjut disebutkan pembangunan wilayah juga bertujuan untuk memperkecil kesenjangan antar wilayah disparitas wilayah. Di sini peran pengembangan wilayah adalah untuk menyeimbangkan pertumbuhan dan perkembangan antar wilayah. Perekonomian Wilayah Pada dasarnya struktur ekonomi suatu wilayah merupakan faktor yang sangat penting dan mendasar yang membedakan keadaan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Untuk mengetahui kemakmuran suatu wilayah maka perlu diketahui seberapa besar pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu wilayah. Perekonomian wilayah menelaah pola penyebaran dan keterkaitan kegiatan-kegiatan ekonomi dipandang dari ruang dan waktu. Dasar pemikiran dalam ilmu ekonomi wilayah regional economics adalah teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro. Dalam konteks ini, ekonomi wilayah mampu menawarkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan ekonomi perkotaan, transportasi, dan sumberdaya sumberdaya alam, sumberdaya manusia. Arsyad 1999 menjelaskan bahwa secara regional pembangunan ekonomi adalah suatu proses mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan pertumbuhan kegiatan ekonomi dan wilayah tersebut. Dijelaskan lebih lanjut bahwa untuk terlaksananya pembangunan ekonomi didaerah tersebut harus ada proses pembentukan institusi- institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan- pengembangan perusahan baru. Dikatakan juga keragaman perekonomian suatu wilayah dapat diketahui melalui berberapa indikator pembangunan ekonomi, dengan syarat tersedianya statistik pendapatan regional secara berkala. Dari data statistik tersebut nantinya akan diketahui 1 tingkat pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam PDRB berdasarkan harga konstan, dimana akan menunjukan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah, baik secara menyeluruh maupun persektor, 2 tingkat kemakmuran daerah, untuk mengetahui tingkat memakmuran suatu daerah perlu dilakukan perbandingan dengan daerah lain, sedangkan untuk mengetahui perkembangannya melalui perkembangan perkapita secara berkala, 3 tingkat inflasi dan deflasi. Peningkatan pendapatan yang diterima oleh masyarakat apabila diikuti dengan laju inflasi yang tinggi mengakibatkan kemampuan daya beli dari pendapatan yang diterima akan menurun dan sebaliknya untuk deflasi. Dalam hal ini deflasi dapat diketahui berdasarkan PDRB harga konstan dan PDRB harga berlaku, dan 4 gambaran struktur perekonomian, yang dapat diketahui melalui sumbangan dari masing-masing sektor pembangunan terhadap PDRB Arsyad 1999. Desentralisasi dan Otonomi Daerah Berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah di revisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, telah mengubah tatanan sistem pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, dan sekaligus mempengaruhi pola pembangunan nasional dan daerah secara keseluruhan. Berlakunya undang-undang Pemerintahan Daerah tersebut dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, menjadikan kedua konsep tersebut bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kedua konsep dalam pelaksanaan pemerintahan di Indonesia tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat disimpulkan pengertian desentralisasi berbeda dengan otonomi. Dalam desentralisasi harus ada pendistribusian wewenang atau kekuasaan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah. Sedang otonomi berarti adanya kebebasan menjalankan atau melaksanakan sesuatu oleh unit politik atau bagian wilayahteritori dalam kaitannya dengan masyarakat politik atau negara Saragih 2003. Dengan kata lain, desentralisasi adalah berkurangnya atau diserahkannya sebagian atau seluruh wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah-daerah sehingga daerah yang menerima kewenangan bersifat otonom untuk menentukan caranya sendiri berdasarkan prakarsa sendiri secara bebas. Memasuki era otonomi daerah dan desentralisasi, salah satu implikasi dari pelaksanaan asas otonomi daerah dan desentralisasi dalam sistem pemerintah Indonesia adalah pemekaran wilayah. Perbincangan diseputar wacana pemekaran wilayah kabupatenkota dan provinsi, menjadi salah satu tema politik yang menggelembung dimasyarakat. Perdebatan seputar diskursus tentang pemekaran wilayah bahkan sudah sangat mengkristal dan mewacana dengan cepat, tajam, dan menimbulkan friksi politik yang keras dikalangan berbagai pemerhati otonomi daerah dan desentralisasi. Maka tak heran isu pemekaran wilayah terus menggelinding bagaikan bola salju, khususnya dalam zona politik elite pusat maupun elite lokal di daerah. Desentralisasi Penerapan asas desentralisasi dalam suatu negara merupakan jawaban atas ketidakpuasan dengan sistem sentralisasi. Namun demikian penerapan desentralisasi tidak secara otomatis sistem sentralisasi menjadi hilang, melainkan kedua sistem ini selalu beriringan dalam pelaksanaannya. Antara desentralisasi dan sentralisasi tidak dapat di dikotomikan karena kedua sistem ini merupakan sistem atau manajemen kekuasaan pemerintahan. Menurut Smith 1985 menyatakan bahwa ‖decentralization involves the delegation of power to lower levels in a territorial hierarchy whether hierarchy is one of goverment within a state or o ffices a large scala organization.‖ Bahwa desentralisasi merupakan pendelegasian wewenang ke tingkat yang lebih rendah dalam suatu hirarki wilayah apakah hirarki itu dalam suatu pemerintahan, negara atau instansi atau dalam suatu organisasi yang besar. Dari sisi teori, desentralisasi mengandung berbagai macam pengertian, menurut Kaho 1998 dalam Safi’i 2008 menyatakan bahwa desentralisasi adalah suatu system dalam mana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri. Institusi ini berkewajiban untuk melaksanakan wewenang sesuai kehendak dan inisiatif programnya sendiri. Leemans 1970 dalam Kuncoro 2004, misalnya, membedakan dua macam desentralisasi: representative local government dan field