Tabel 35 Indeks Gravitasi KabupatenKota Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya dan daerah sekitarnya hinterland tahun 2009-2013
Kabupaten Kota
Nilai Indeks Gravitasi KabupatenKota Priangan Timur Tahun
Kota Tasikmalaya
Kab. Tasikmalaya
Kab. Garut
Kab. Ciamis
Kota Banjar
Kab. Pangandaran
Kota Tasikmalaya
2009 141
14,1 78,6
1,18 0,70
2010 156
15,4 87,0
1,28 0,77
2011 173
17,3 101
1,41 0,86
2012 190
19,1 113
1,57 0,95
2013 213
21,4 128
1,78 1,07
Rata-rata 174,6
17,46 101,52
1,44 0,87
Kab. Tasikmalaya
2009 141
10,1 39,8
1,27 0,82
2010 156
10,9 43,4
1,36 0,89
2011 173
12,0 49,8
1,47 0,98
2012 190
13,1 54,8
1,62 1,07
2013 213
14,3 60,4
1,79 1,17
Rata-rata 174,6
12,08 49,64
1,50 0,99
Kab. Garut 2009
14,1 10,1
7,39 0,49
0,85 2010
15,4 10,9
8,02 0,52
0,93 2011
17,3 12,0
9,28 0,57
1,02 2012
19,1 13,1
10,3 0,63
1,12 2013
21,4 14,3
11,4 0,70
1,23 Rata-rata
17,46 12,08
9,28 0,58
1,03 Kab. Ciamis
2009 78,6
39,8 7,39
9,30 2,30
2010 87,0
43,4 8,02
9,97 2,52
2011 101
49,8 9,28
11,4 2,90
2012 113
54,8 10,3
12,7 3,21
2013 128
60,4 11,4
14,1 3,56
Rata-rata 101,52
49,64 9,28
11,49 2,90
Kota Banjar 2009
1,18 1,27
0,49 9,30
0,47 2010
1,28 1,36
0,52 9,97
0,51 2011
1,41 1,47
0,57 11,4
0,55 2012
1,57 1,62
0,63 12,7
0,61 2013
1,78 1,79
0,70 14,1
0,68 Rata-rata
1,44 1,50
0,58 11,49
0,56 Kab.
Pangandaran 2009
0,70 0,82
0,85 2,30
0,47 2010
0,77 0,89
0,93 2,52
0,51 2011
0,86 0,98
1,02 2,90
0,55 2012
0,95 1,07
1,12 3,21
0,61 2013
1,07 1,17
1,23 3,56
0,68 Rata-rata
0,87 0,99
1,03 2,90
0,56
Sumber: Analisis Gravitasi, data diolah dari BPS data diolah dari BPS Kota Tasikmalaya, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Pangandaran, 2009-2013.
Tabel 35 menunjukkan terjadi peningkatan indeks gravitasi antar kabupatenkota se Priangan Timur dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013
walaupun intensitasnya berbeda-beda. Peningkatan indeks gravitasi ini seiring dengan kemajuan dan perkembangan masing-masing kabupatenkota. Besarnya
nilai indeks gravitasi menunjukkan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah yang kuat antar wilayah tersebut. Peningkatan nilai indeks gravitasi mengindikasikan
interaksi ekonomihubungan dan daya tarik wilayah antara dua wilayah semakin erat. Hubungan dan daya tarik antara dua wilayah yang erat mengindikasikan
meningkatnya mobilitas penduduk, tenaga kerja, perdagangan maupun sumber- sumber ekonomi lainnya sangat tinggi dan sebaliknya.
Gambar 30 memperlihatkan model gravitasi kabupatenkota se Priangan Timur, dimana Kota Tasikmalaya sebagai pusat pelayanan dan pusat
pertumbuhan. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dari hasil analisis gravitasi menunjukkan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya yang
sangat kuat adalah terhadap Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, hal ini karena dua kota ini berbatasan langsung dengan Kota Tasikmalaya. Terhadap
Kabupaten Garut, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran interaksi ekonomi dan
daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya sangat lemah. Model gravitasi interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap daerah-daerah
sekitarnya hinterland dapat dilihat pada Gambar 30.
Sumber : data diolah 2015, Peta Propinsi Jawa Barat dari www.google.com
dan Bappeda Propinsi Jawa Barat 2013.
Gambar 30 Model Gravitasi KabupatenKota se Priangan Timur meliputi Kota Tasikmalaya dan wilayah sekitarnya hinterland
Gambar 30 memperlihatkan model gravitasi wilayah Priangan Timur, dimana interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya terhadap
daerah sekitarnya hinterland dari tahun 2009-2013 menunjukkan peningkatan jika dilihat dari nilai indeks gravitasi dari tahun ke tahun. Peningkatan interaksi
ekonomi dan daya tarik wilayah sering dengan perkembangan Kota Tasikmalaya yang pesat. Sebagaimana dalam analisis skalogram, berbagai daya tarik wilayah
disebabkan oleh tersedianya fasilitas-fasilitas pelayanan yang lebih baik seperti pendidikan, kesehatan, sentra-sentra perbelanjaan mall, pertokoan, transportasi
dan sentra-sentra industri. Perbandingan rata-rata indeks gravitasi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya tahun 2009-2013 dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36 Perbandingan Analisis Nilai Indeks Gravitasi KabupatenKota Sultra Kepulauan dan Priangan Timur Tahun 2009-2013
Rata-Rata Nilai Indeks Gravitasi KabKota Sultra Kepulauan
Rata-Rata Nilai Indeks Gravitasi KabKota Priangan Timur
Kabupaten Kota
Gravitasi Tahun
Kota Baubau
Kab. Buton
Kab. Buton
Utara Kab.
Wakato bi
Kab. Muna
Kab. Bomba
na Kabupaten
Kota Gravitasi
Tahun Kota
Tasikma laya
Kab. Tasikma
laya Kab.
Garut Kab.
Ciamis Kota
Banjar Kab.
Pangandaran 2011-2013
Kota Baubau
2009- 2013
291,60 75,08
9,25 113,48
3,97 Kota
Tasikmalaya 2009-
2013 174,6
17,46 101,52 1,44
0,87 Kab.
Buton 2009-
2013 291,60
9,13 5,23
42,00
2,95 Kab.
Tasikmalaya 2009-
2013 174,6
12,08 49,6
4 1,50
0,99 Kab.Buton
Utara 2009-
2013 75,08
9,13 1,30
6,27 1,00
Kab. Garut 2009-
2013 17,46
12,08 9,28
0,58 1,03
Kab. Wakatobi
2009- 2013
9,25 5,23
1,30 3,88
0,67 Kab. Ciamis
2009- 2013
101,52 49,64
9,28 11,49
2,90 Kab.
Muna 2009-
2013 113,48
42,00
6,27 3,88
5,84 Kota Banjar
2009- 2013
1,44 1,50
0,58 11,4
9 0,56
Kab. Bombana
2009- 2013
3,97 2,95
1,00 0,67
5,84 Kab.
Pangandaran 2011-
2013 0,87
0,99 1,03
2,90 0,56
Sumber: Hasil analisis Gravitasi 2015, data diolah dari BPS Kota Baubau Kab: Buton, Buton Utara, Wakatobi, Muna dan Kab. Bombana; Kota Tasikmalaya, Kab. Tasikmalaya, Kab.
Garut, Kab. Ciamis, Kota Banjar, Kab. Pangandaran dan Prop. Jawa Barat, 2009-2014.
KOTA SUKABUMI
Kab. Pangandaran Kab. Ciamis
Kab. Garut Kota Banjar
KabKota Priangan Timur Pusat Pertumbuhan Kota Tasikmalaya
Kota Kabupaten
Ibukota Kabupaten Interaksi wilayah
Kab. Tasikmalaya Kota Tasikmalaya
Tabel 36 memperlihatkan dari hasil analisis gravitasi tahun 2009-2013 menunjukkan untuk wilayah Sultra Kepulauan rata-rata interaksi ekonomi dan
daya tarik wilayah yang kuat antara Kota Baubau dengan Kabupaten Buton sebesar 291,60 satuan gravitasi, dan Kota Baubau dengan Kabupaten Muna
sebesar 113,48 satuan gravitasi. Besarnya indeks gravitasi tersebut karena Kabupaten Buton dan Kabupaten Muna berbatasan serta mempunyai jarak yang
dekat dengan Kota Baubau. Sedang dengan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Bombana rata-rata interaksi
ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Baubau sangat lemah.
Sedang pada wilayah Priangan Timur rata-rata interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah Kota Tasikmalaya yang kuat yaitu dengan Kabupaten Tasikmalaya
sebesar 174,60 satuan gravitasi dan dengan walaupun interaksi ekonomi yang masih terjadi antara Kota Tasikmalaya dengan Kabupaten Ciamis sebesar 101,52
satuan gravitasi. Sebaliknya dengan daerah lainnya yaitu Kabupaten Garut, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran rata-rata interaksi ekonomi dan daya tarik
wilayah Kota Tasikmalaya sangat lemah. Demikian halnya dengan interaksi ekonomi dan daya tarik wilayah antar kabupatenkota baik wilayah Sultra
Kepulauan maupun wilayah Priangan Timur tidak memperlihat ada kabupaten atau kota sebagai alternatif lain yang memiliki interaksi ekonomi dan daya tarik
yang besarkuat.
Berdasarkan model gravitasi Gambar 29 dan Gambar 30 berikut ini disajikan perbandingan model gravitasi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya
dengan daerah sekitarnya hinterland terlihat pada Gambar 31.
Sumber : data diolah 2015, Peta Propinsi Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat dari
www.google.com dan Bappeda Propinsi Jawa Barat 2013.
Gambar 31 Perbandingan Model Gravitasi KabupatenKota Sultra Kepulauan dan Priangan Timur tahun 2009-2013.
Perkembangan ekonomi Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah-daerah sekitarnya. Interaksi ekonomi dan daya tarik
wilayah Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya karena didukung tersedianya berbagai fasilitas-fasilitas, sarana prasarana dan jasa layanan. Tersedianya fasilitas
pendidikan yang lebih banyak di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya mulai dari tingkat menengah sampai perguruan tinggi. Adanya kecenderungan masyarakat
untuk mencari kualitas pendidikan yang lebih baik dengan sarana dan prasarana yang lengkap disertai dengan teknologi yang lebih baik dari daerah-daerah
sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri. Tersedianya fasilitas kesehatan dengan teknologi yang lebih baik, tersedinya fasilitas hiburan dan rekreasi, fasilitas dan
Kota Baubau
Kota Tasikmalay
a Kab. Wakatobi
Kab. Buton Utara
Kab. Muna Kab. Bombana
Kab. Buton Kab. Garut
Kab. Ciamis Kab.
Tasikmalaya Kab.
Pangandaran Kota Banjar
Kota Kendari Kota Bandung
Kota Cirebon
Pusat Pertumbuhan Hinterland
Interaksi Ekonomi Daya Wilayah
Pusat Pertumbuhan Hinterland
Interaksi Ekonomi Daya Wilayah
layanan perdagangan seperti sentra-sentra atau pusat perbelanjaan, perkembangan industri manufaktur, tersedianya lapangan udara, berkembangnya lembaga-
lembaga keuangan makro dan mikro, fasilitas tranportasi, kesempatan berusaha dan memperoleh pekerjaan, upah minum regional yang lebih besar dibandingkan
daerah-daerah sekitarnya mendorong mobilitas dan pergerakan penduduk dan sumber-sumber ekonomi lainnya daerah-daerah sekitarnya hinterland ke Kota
Baubau dan Kota Tasikmalaya.
Analisis Pemekaran Wilayah : Persepsi Masyarakat Tentang Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dan Manfaat Kebijakan Pemekaran Wilayah
Proses desentralisasi dan otonomi daerah dengan implikasi pemekaran wilayah tidak lain bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membuka daerah terisolir dan mengurangi ketimpangan pembangunan antara wilayah serta memberikan dampak
positif bagi pengembangan wilayah yaitu mempercepat perkembangan ekonomi kabupaten kota yang baru dibentuk. Pemekaran wilayah dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk pengembangan wilayah, diharapkan dapat memperkecil kesenjangan antar wilayah regional disparity, serta dapat menyeimbangkan
pertumbuhan dan perkembangan antar wilayah
Muta’ali 2011. Dalam perekonomian makro indikator pertumbuhan dan pembangunan
maupun kesejahteraan suatu negara dan daerah selalu dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik BrutoProduk Domestik Regional Bruto
PDBPDRB, PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan berbagai indikator lainnya. Semakin baiktinggi pertumbuhan ekonomi, PDBPDRB,
PDRB perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia berarti kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat semakin baik. Namun ternyata indikator dan angka-
angka tersebut hanya merupakan representase dari pembangunan yang telah dilaksanakan, karena pada kenyataannya jika kita melihat kondisi dilapangan,
ternyata bahwa angka-angka tersebut tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan masyarakat.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dengan titik berat pada desentralisasi dan otonomi daerah merupakan jembatan untuk memperbaiki perekonomian suatu daerah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan desentralisasi dan otonomi daerah akan mengurangi ketimpangan pembangunan dan meningkatkan pemerataan pembangunan yang
selama ini dirasakan sebagai salah satu penyebab kurang berkembangnya daerah- daerah yang berada di luar Pulau Jawa. Kondisi tersebut menjadi pemicu dan
mendorong bertambahnya jumlah kabupatenkota di Indonesia lihat Tabel 1.
Penerapan undang-undang otonomi daerah tersebut disikapi oleh daerah dengan berbagai usulan pemekaran wilayahdaerah. Agar berbagai usulan
pemekaran sesuai yang diharapkan maka Pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah sebagai dasar landasan hukum dan petunjuk operasional pemekaran
wilayah. Peraturan pertama sebagai petunjuk operasional pemekaran wilayah yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Peraturan ini diberlakukan sejak tahun 2001-2007. Daerah yang dimekarkan
berdasarkan peraturan ini sebanyak 125 kabupatenkota. Namun sejak Nopember 2008 sampai sekarang pemekaran wilayah sudah berdasarkan
pada Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Jumlah kabupatenkota yang dimekarkan berdasarkan
peraturan ini sebanyak 44 daerah sampai dengan tahun 2013. Untuk mengevaluasimengkritisi faktor-faktor pembentukan daerah otonom baru
DOBpemekaran wilayah dan mengetahui persepsi masyarakat manfaat kebijakan pemekaran wilayah di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya, berikut ini
disajikan hasil analisis factor pembentuk DOB sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif dengan Distribusi Frekwensi
Hasil penelitian pada 2 dua kota hasil pemekaran yaitu Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya dengan menggunakan responden yang berasal dari DPRD
legislatif, birokrasi eksekutif terdiri dari walikota, wakil walikota, sekretaris daerah, dinasbadankantor, kecamatan tokoh masyarakat, pengusaha lokal dan
perguruan tinggiakademisi berjumlah 105 responden masing-masing terdiri dari Kota Baubau 51 responden dan Kota Tasikmalaya 54 responden. Namun dari 105
responden dan daftar pertanyaankuisioner yang diberikan terdapat beberapa responden yang tidak mengembalikantidak mengisi daftar pertanyaankuesioner
tersebut, sehingga hasil tabulasi data responden yang tercatat adalah Kota Baubau sebanyak 40 responden dan Kota Tasikmalaya 46 responden. Dalam penelitian ini
data diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan daftar pertanyaankuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin
dicapai, hasil penelitian mencakup beberapa pertanyaan kunci dan pertanyaan- pertanyaan pendukung untuk menguatkanmenolak setiap jawaban atau
pernyataan responden.
Hasil persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya terhadap pertanyaan “Apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah pemekaran dari aspek
pendapatan masyarakat” dengan 3 tiga pilihan. Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Baubau terhadap aspek pendapatan masyarakat menunjukkan
tidak ada responden yang memberikan jawaban “semakin miskin” 0,0, 3 tiga re
sponden 3,5 menjawab “tetap saja” dan 37 responden 43,0 menjawab semakin meningkatbaik.
Tabel 37 Persepsi Responden terhadap Aspek Pendapatan Masyarakat Kota
Semakin Miskin
Tetap Saja Semakin
Meningkat Total
Frek Frek
Frek Frek
Bau-Bau 0.0
3 3.5
37 43.0
40 46.5
Tasikmalaya 0 0.0
3 3.5
43 50.0
46 53.5
Total 0.0
6 7.0
80 93.0
86 100.0
Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Tasikmalaya terhadap aspek pendapatan masyarakat menunjukkan tidak ada responden yang memberikan
jawaban “semakin miskin” 0,0, 3 tiga responden 3,5 menjawab “tetap saja” dan 41 responden 47,7 menjawab semakin meningkatbaik Tabel 37.
Hasil persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya terhadap pertanyaan “Apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah pemekaran, dari aspek
pelayanan kesehatan, pendidikan, pemerintahan ” dengan 3 tiga pilihan. Hasil
penelitian persepsi masyarakat terhadap aspek pelayanan di Kota Baubau menunjukkan tidak ada responden yang memberikan jawaban “semakin buruk”
0,0, 5 lima responden 5,8 menjawab “tetap saja” dan 35 responden 40,7 menjawab “semakin baik”.
Tabel 38 Persepsi Responden terhadap Aspek Pelayanan Kota
Semakin Buruk
Tetap Saja Semakin Baik
Total Frek
Frek Frek
Frek Bau-Bau
0.0 5
5.8 35
40.7 40
46.5 Tasikmalay
a 0.0
5 5.8
41 47.7
46 53.5
Total 0.0
10 11.6
76 88.4
86 100.0
Demikian halnya hasil penelitian terhadap persepsi masyarakat di Kota Tasikmalaya terhadap aspek pelayanan menunjukkan tidak ada responden yang
memberikan jawaban “semakin buruk” 0,0, 5 lima responden 5,8 menjawab “tetap saja” dan 41 responden 47,7 menjawab “semakin baik”
Tabel 38. Hasil persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya terhadap
pertanyaan “Apakah ada perbedaan sebelum dan sesudah pemekaran, dari aspek infrastruktur pendidikan, kesehatan, pemerintah, jalan dan jembatan
” dengan 3 tiga pilihan. Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Baubau terhadap
aspek infrastruktur menunjukkan tidak ada responden yang memberikan jawaban “semakin buruk” 0,0, 2 dua responden 2,3 menjawab “tetap saja” dan 38
responden 44,2 menjawab “semakin baik”. Tabel 39 Persepsi Responden terhadap Aspek Infrastruktur
Kota Semakin
Buruk Tetap Saja
Semakin Baik Total
Frek Frek
Frek Frek
Bau-Bau 0.0
2 2.3
38 44.2
40 46.5
Tasikmalay a
0.0 2
2.3 44
51.2 46
53.5 Total
0.0 4
4.7 82
95.3 86
100.0 Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Tasikmalaya aspek
infrastruktur menunjukkan tidak ada responden yang memberikan jawaban “semakin buruk” 0,0, 2 dua responden 2,3 menjawab “tetap saja” dan 44
responden 51,2 menjawab “semakin baik” Tabel 39. Hasil persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya terhadap
pertanyaan “Menurut BapakIbu apakah dengan pemekaran wilayah, perkembangan kota lebih maju
?” dengan 3 tiga pilihan. Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Baubau terhadap aspek perkembangan kota menunjukkan 39
responden 45,3 menjawab “ya atau semakin maju” tidak ada responden yang memberikan jawaban “tidak majuberkembang” atau 0,0, 1 satu responden
1,2 menjawab “sama saja”.
Tabel 40 Persepsi Responden terhadap Aspek Perkembangan Kota Kota
Ya Tidak
Sama Saja Total
Fre k
Frek Frek
Frek Bau-Bau
39 45.3
0.0 1
1.2 40
46.5 Tasikmalay
a 45
52.3 0.0
1 1.2
46 53.5
Total 84
97.7 0.0
2 2.3
86 100.0
Sedang hasil penelitian persepsi pada masyarakat Kota Tasikmalaya terhadap aspek perkembangan kota menunjukkan 45 responden 52,3
menjawab “ya atau semakin maju” tidak ada responden yang memberikan jawaban “tidak majuberkembang” atau 0,0, 1 satu responden 1,2
menjawab “sama saja” Tabel 40.
2. Analisis Hierarchy Process AHP
Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya masing-masing dimekarkan dari Kabupaten Buton dan Kabupaten Tasikmalaya tahun 2001. Pemekaran kedua kota
tersebut merupakan produk Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 sebagai penjabaran dan
pelaksanaan dari pasal 8 yang berbunyi Tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan diktum tersebut selanjutnya terbitlah Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007. Untuk mengetahui sampai sejauhmana efektifitas pelaksanaan peraturan tersebut, maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui persepsi masyarakat stakeholder akan manfaat pemekaran dan mengevaluasi 11 sebelas faktor-faktor pembentukan daerah
otonom baru berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007 dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process AHP.
a. Persepsi Masyarakat tentang Perbandingan Antar Elemen Faktor
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah menyebutkan bahwa dalam proses pembentukan daerah otonom baru terdapat 11 sebelas faktor dan
35 tiga puluh lima indikator sebagai penilaian syarat teknis dalam pembentukan daerah otonom baru. Ke 11 sebelas faktor tersebut di urutkan berdasarkan
tingkat prioritas dalam pembentukan daerah otonom baru sebagai berikut: 1 Kependudukan, 2 Kemampuan ekonomi, 3 Potensi Daerah, 4 Kemampuan
Keuangan, 5 Sosial Budaya, 6 Sosial Politik, 7 Luas Daerah, 8 Pertahanan, 9 Keamanan, 10 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat, 11 Rentang Kendali.
Berdasarkan urutan rangking tersebut dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process dilakukan analisis berdasarkan hasil persepsi masyarakat.
Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya terhadap perbandingan antar 11 sebelas elemen faktor dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dengan metode analysis hierarchy process
dapat dilihat pada Gambar 32. Hasil analisis persepsi masyarakat Kota Baubau tentang perbandingan antar sebelas elemen faktor dalam pembentukan daerah
otonom baru, menunjukkan prioritas pertama dari sebelas elemen faktor adalah
keamanan KM dengan score 0,18 diikuti faktor tingkat kesejahteraan TK score 0,126, rentang kendali RK score 0,117, pertahanan PH score 0,097,
kemampuan keuangan KK score 0,077, kemampuan ekonomi score 0,076, potensi daerah PD score 0,074, luas daerah LD score 0,072, kependudukan
KP score 0,062, sosial politik SP score 0,061, dan sosial budaya SB score 0,058 Gambar 32.
Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 2015
Gambar 32 Hasil Analisis Persepsi Masyarakat Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya Perbandingan Prioritas antar Elemen Faktor dalam
Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2007
Keterangan:
KP :
Kependudukan LD
: Luas daerah
KE :
Kemampuan ekonomi PH
: Pertahanan
PD :
Potensi daerah KM
: Keamanan
KK :
Kemampuan keuangan TK
: Tingkat kesejahteraan
SB :
Sosial budaya RK
: Rentang kendali
SP :
Sosial politik
Gambar 32 menunjukkan hasil analisis persepsi masyarakat Kota Tasikmalaya terhadap perbandingan antar 11 sebelas elemen faktor dalam
pembentukan daerah otonom baru. Prioritas pertama dari 11 sebelas elemen faktor adalah tingkat kesejahteraan TK score 0,138, diikuti prioritas kedua faktor
keamanan KM dengan score 0,120, kemampuan keuangan KK score 0,104, kemampuan ekonomi score 0,102, pertahanan PH score 0,092, rentang kendali
RK score 0,088, potensi daerah PD score 0,088, sosial politik SP score 0,072, sosial budaya SB score 0,066, luas daerah LD score 0,065, dan kependudukan
KP score 0,063.
Hasil persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya dengan metode Analisis Hierarchy Process menunjukkan, terdapat perbedaan dalam
menentukan prioritas dari 11 sebelas elemen faktor dalam pembentukan DOB. Pada Prioritas Pertama, masyarakat Kota Baubau menganggap bahwa faktor
“keamanan” KM menjadi prioritas dan sangat penting dalam proses pemekaran wilayah. Hal ini karena masyarakat melihat proses pemekaran wilayah yang
terjadi selama ini dimulai dari tahap proses pembentukan, pengusulan, penetapan ibukota sampai dengan proses pilkada sangat sering diwarnai dengan berbagai
macam tindak kekerasan yang terjadi, sehingga sangat beralasan jika masyarakat
sangat menginginkan proses pemekaran maupun pasca pemekaran suatu daerah otonom baru dalam suasana dan situasi yang kondusif. Jika situasi dan kondisi
yang aman, maka tujuan dan harapan dari pemekaran wilayah dapat berjalan dengan baik. Masyarakat Kota Tasikmalaya menganggap bahwa faktor
“keamanan” KM sebagai prioritas kedua. Hal ini tentunya beralasan bahwa proses pemekaran yang terjadi selama ini di Jawa secara umum mengindikasikan
situasi yang kondusif dibandingkan di luar Pulau Jawa.
Sebaliknya p ada masyarakat Kota Tasikmalaya menganggap faktor “tingkat
kesejahteraan” sebagai prioritas pertama dari sebelas elemen faktor dalam pembentukan daerah otonom baru. Argumen ini tentunya didasarkan pada kondisi
pemekaran yang terjadi di Kota Tasikmalaya dan umumnya di pulau Jawa, proses pemekaran berjalan dalam suasana yang kondusif, sehingga oleh masyarakat
berasumsi bahwa tingkat kesejahteraan menjadi tujuan yang utama dalam proses pemekaran. Sebaliknya persepsi masyarakat Kota Baubau memandang “tingkat
kesejahteraan TK sebagai prioritas kedua. Persepsi ini didasarkan pada kondisi bahwa tingkat kesejahteraan akan terwujud sebagaimana dengan tujuan
pemekaran wilayah yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah pemekaran, jika situasi dalam keadaan kondusif.
Masyarakat Kota Baubau melihat bahwa “rentang kendali” RK sebagai prioritas ketiga. Sedang masyarakat Kota Tasikmalaya berasumsi prioritas ketiga
adalah “kemampuan keuangan” KK. Perbedaan persepsi masyarakat Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya didasari latar belakang kondisi wilayah. Persepsi
masyarakat Kota Baubau memandang “rentang kendali” sebagai prioritas ketiga
dan tolok ukur pemekaran wilayah, karena dengan “rentang kendali” dapat memperpendek jarak pelayanan kepada masyarakat dan akan mampu menjangkau
masyarakat sampai pada daerah-daerah yang terpencil. Sedang persepsi masyarakat Kota Tasikmalaya berasumsi bahwa “kemampuan keuangan” menjadi
tolok ukur untuk menjadi daerah otonom baru. Hal ini tentu beralasan karena dari sisi wilayah dan infrastruktur daerah-daerah di Pulau Jawa cenderung lebih bagus
sehingga oleh masyarakat melihat bahwa untuk menjadi suatu daerah otonom baru perlu didukung oleh kemampuan keuangan suatu daerah untuk mendukung
keberlanjutan daerah otonom dimaksud serta pencapaian tujuan dari pembentukan daerah otonom baru.
Dari 11 sebelas faktor-faktor pembentukan daerah otonom baru menunjukkan bahwa ada perbedaan persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota
Tasikmalaya jika dilihat dari urutan prioritas. Berdasarkan persepsi masyarakat Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya menunjukkan ada perbedaan prioritas 11
sebelas faktor-faktor pembentukan daerah otonom baru dengan prioritas berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 78 Tahun 2007. Perbandingan perbedaan prioritas 11 sebelas faktor-faktor pembentukan daerah otonom baru
dapat dilihat pada Tabel 41.
Tabel 41 Perbandingan Prioritas 11 sebelas Faktor-Faktor Pembentukan Daerah Otonom Baru DOB menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dan Persepsi Masyarakat Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya
Priori tas
Peraturan Pemerintah Nomor
78 Tahun 2007 Priori
tas Persepsi masyarakat
Kota Baubau dengan AHP
Priori tas
Persepsi masyarakat Kota
Tasikmalaya dengan AHP
1 Kependudukan
KP 1
Keamanan KM 1
Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat TK 2
Kemampuan ekonomi KE
2 Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat TK
2 Keamanan KM
3 Potensi
Daerah PD
3 Rentang
Kendali RK
3 Kemampuan
Keuangan KK 4
Kemampuan Keuangan KK
4 Pertahanan PH
4 Kemampuan
ekonomi KE 5
Sosial Budaya SB 5
Kemampuan Keuangan KK
5 Pertahanan PH
6 Sosial Politik SP
6 Kemampuan
ekonomi KE 6
Rentang Kendali
RK 7
Luas Daerah LD 7
Potensi Daerah PD 7
Potensi Daerah PD 8
Pertahanan PH 8
Luas Daerah LD 8
Sosial Politik SP 9
Keamanan KM 9
Kependudukan KP 9
Sosial Budaya SB 10
Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat TK 10
Sosial Politik SP 10
Luas Daerah LD 11
Rentang Kendali
RK 11
Sosial Budaya SB 11
Kependudukan KP Sumber: PP. No. 78 Tahun 2007 dan data primer diolah, 2015
Tabel 41 memperlihatkan perbedaan prioritas 11 sebelas faktor dalam pembentukan daerah otonom baru berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2007 dengan hasil analisis hirarki proses AHP Persepsi masyarakat Kota Baubau dan masyarakat Kota Tasikmalaya.
b. Persepsi Masyarakat tentang Perbandingan Aktor terhadap Faktor
Hasil penelitian persepsi masyarakat di Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya tentang perbandingan aktor terhadap faktor dalam penerapan pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 dengan metode Analysis Hierarchy
Process dapat dilihat pada Gambar 33. Berdasarkan hasil penelitian persepsi masyarakat Kota Baubau tentang pengaruh aktor terhadap sebelas elemen faktor,
menunjukkan dari lima aktor dalam proses pembentukan daerah otonom prioritas pertama aktor yang sangat berpengaruh terhadap elemen faktor adalah eksekutif
EK dengan score 0,307 diikuti aktor legislatif LG score 0,221, tokoh masyarakat TM score 0,177, investor INV score 0,151 dan prioritas kelima
perguruan tinggi PT score 0,145 Gambar 33.