Gambar 04 : Sigaru yang baru disadap diikat kuat dengan tali rafia, tampak ada 3
ikatan tali agar uratnya isi batang tidak keluar dan pecah. Petani baru saja melepaskan kulit sigaru dengan menggunakan balatu parang kecil.
Namun perlu diperhatikan bahwa petani harus hati-hati dalam menyadap dan melepaskan kulitnya. Untuk menyadap sigaru dipotong ujung batangnya dan dari
situlah nira keluar dan ditampung di jerigen.
Sumber : Dokumen Pribadi.
3.1.3. Pengetahuan Lokal Untuk Pemilihan Bambu Penyalur Koro dan Sumbu Bambu.
I nforman menyebutkan bahwa “bambu yang bagus adalah bambu yang
tidak banyak mengandung banyak air, kadar bambu dan rumpun bambu”. Untuk
proses memasak tuo nifarö diperlukan bambu yakni sebagai sumbu bambu dan koro. Dalam artian ini, sumbu bambu adalah tiang bambu yang menghubungkan
dengan koro yakni bambu penyalur. Kedua bambu ini sangat penting dan harus harus melewati proses
pengeringan. Proses pengeringan ini diartikan sebagai proses peseleksian dimana
tidak semua jenis bambu bisa digunakan sebagai sumbu bambu dan koro. Sumbu
bambu berfungsi menjadi tiang bagi koro untuk menyuling tuak. Apabila bambu yang baru ingin dijadikan sebagai penyuling, harus dilakukan percobaan selama 2
bulan, dengan proses penyulingan tuo nifarö. Percobaan ini membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang, serta kerugian yang lumanyan banyak karena
proses penyulingan tuak terus-menerus dilakukan dalam percobaan, dan tuak itu terbuang sia-sia selama 2 bulan
disini tuak menjadi bahan percobaan.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dari melakukan percobaan agar petani bisa mengetahui kualitas dari bambu tersebut. Semakin sering digunakan, maka semakin bagus dan tidak
pecah. Apabila bambunya pecah pada proses “percobaan” maka bambu tersebut
tidak layak digunakan. Dan satu hal yang perlu diketahui bahwa, apabila petani tidak rutin untuk memasak tuak, maka bambu bisa rusak pecah. Contohnya saja
lewat dari 3 hari tuak tidak disuling maka, bambu akan pecah, itu sebabnya sumbu bambu dan koro yang sudah digunakan untuk penyulingan, harus terus menerus
digunakan agar bambu tidak pecah. Cara penyeleksian bambu yakni bambu yang diambil harus dicocokkan
dulu ukuran lubang antara sumbu bambu dan koro. Petani sudah mengetahui perkiraan antara ukuran lubang koro dan sumbu bambu. Apabila ada
ketidakcocokan antara ukuran maka, petani memotong dan membereskan bambu agar ukurannya sesuai. Kemudian bambu dikeringkan di sinar matahari selama
seharian dan dibersihkan, digodok, dan dijemur kembali di sinar matahari selama setengah hari. Setelah itu, barulah petani memasang sumbu bambu dan koro
secara berdampingan. Setelah pemasangan selesai, petani memasak tuak dan melakukan proses penyulingan pada koro. Melalui percobaan ini petani bisa
mengetahui kualitas bambu. Untuk percobaan hari pertama menurut pengalaman bapatalu Ama Risda koro dan sumbu bambu agak membengkak, namun lama-
kelamaan bambu tersebut terbiasa dalam menyuling dan tidak membengkak lagi dihari selanjutnya.
Ukuran sumbu bambu berukuran kira-kira sekitar 1,5 meter dan koro bambu penyalur kira-kira memiliki panjang kurang lebih 6 meter. Ukuran
lubang pada koro dan sumbu bambu harus disesuaikan agar keduanya bisa
Universitas Sumatera Utara
menyatu. Ukuran lubang pada bagian atas koro dan sumbu bambu yakni 3cm, dan memiliki diameter 1,5 cm. Ukuran lubang sumbu bambu sekitar 3 cm ukuran atas
dan bawah. Bagian atas sumbu bambu sengaja dibolongi sebagai titik temu antara sumbu bambu dan koro.
Ukuran lubang diameter koro bagian atas sekitar 3 cm dan ukuran lubang koro bagian bawah sekitar 1,5 cm. Ukuran atas bawah koro memang sengaja
berbeda karena bagian atas sebagai penyatu antara koro dan sumbu bambu. Dan bagian bawah sebagai penyuling tuak, itu sebabnya dibutuhkan ujung bawah
lingkarannya lebih kecil. Ukuran lubang lingkaran antara sumbu bambu dan lubang atas koro harus
bisa disesuaikan, agar seimbang. Tujuannya agar tuak yang dimasak tidak keluar dari sumbu bambu dan koro. Apabila lingkaran lubang atas koro berukuran 3 cm,
maka lubang lingkaran sumbu bambu juga harus berukuran 3 cm. Ada mitos yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan bambu yang
bagus pada saat akömita terang bulan, dan pada hitungan minggu ke 6, dan jangan diambil pada hitungan minggu ke 10, karena akan ada penyakit bambu.
Ikan-ikan kecil mugu-mugu menyerang bambu, sehingga bambu rusak dan tidak bagus.
Sebagian petani percaya bahwa mitos ini memang benar dan seiring dengan pengalaman, informan berpendapat bahwa bambu yang bagus ialah bambu
yang tidak banyak mengandung banyak air, kadar bambu dan tergantung pada rumpun bambu.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 05 : tampak dari kiri koro yakni bambu penyalur, dan sebelah kanan
sumbu bambu yakni tiang penyangga bambu.
Sumber : Dokumentasi Pribadi 3.2. Peralatan yang digunakan untuk membuat Tuo Nifarö
1. Parangpisau balatu untuk menyadap sigaru.
2. Kayu bakartungku untuk memasak.
3. Korek api
4. Kaleng minyak bekas blek.
5. Koro bambu penyambung.
6. Sumbu Bambu
7. Jeringen.
8. Saringan.
9. Pisang untuk melemdaun talas.
10. Batok kelapa.
11. Penumbuk.
12. Botol kaca kosong.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1. Cara Membuat Tuo Nifarö.