Teknik Analisis Data METODOLOGI PENELITIAN
43
meneriakkan man jadda wajada, namun setelah beberapa jam, kepalaku terangguk-angguk. Tidak kuat lagi, aku menggelar tikar, dan terkapar di
sebalah kasur Randai. Aku melompat dari tidur begitu TOA di mushalla sebelah rumah kembali berdengung. Suara azan subuh. Mumpung Randai
masih terkapar, segera setelah salat subuh aku kebut lagi tulisanku dengan penuh semangat. Tampang Bang Togar yang sok terbayang
bayang. Aku tidak akan mengizinkan dia merendahkanku karena tidak berhasil setor tulisan tepat waktu.
Tinggal 15 menit lagi aku sudah harus ada di kos Bang Togar, tanpa mandi dan sarapan, serabutan aku sambar si hitam. Fuadi, 2012:71.
2. Al-’afwu pemaaf
Sikap pemaaf ditunjukkan Alif Fikri ketika ia dengan harus memaafkan sikap Bang Togar yang tegas dan keras, karena ia juga sangat ingin bisa menjadi
penulis terkenal. Aku mengambil koran dari ransel dan menunjuk-nunjuk tulisannya yang
dimuat. ”Aku ingin bisa menulis seperti ini. Kali ini kalau aku malas, maka taruhanku adalah putus sekolah dan mati kelaparan di sini. Apa pun
akan aku hadapi un tuk bisa terus kuliah.”
”yakin tahan? Aku akan didik kau keras seperti dulu, bahkan akan lebih keras. Siap kau” tanyanya dengan nada mengancam.
”Siap, Bang,” kataku mantap. Alu tidak punya pilihan lain untuk
menjawab. Fuadi, 2012:140. 3.
Sopan santun Sopan santun tokoh utama di buktikan dengan mencium lebih lama tangan
ayah dan amaknya selesai sholat berjama’ah. Hanya tangan mereka yang lebih lama aku cium selepas sholat
berjama’ah. Ayah dan amak jelas senang sekali melihat anak bujangnya akan kuliah. Fuadi, 2012:71.
Sopan santun digambarkan tokoh utama dengan menyebu kata punten sambil melewati warga yang duduk di depan rumah mereka.
Aku baru pulang dari kampus di sore yang rintik-rintik. Awan kelabu
44
bertumpuk-tumpuk di atas sana, tapi masih segan mencurahkan hujan. Sambil berlari-lari kecil, aku melintas gang sempit, menyebut kata punten
beberapa kali setiap melewati warga yang duduk santai di depan rumah mereka. Fuadi, 2012:85.
Sopan santun tokoh utama digambarkan dengan mengucapkan kata minta maaf kepada seseorang yang ia sentuh kakinya ketika ia sedang berteduh di
sebuah toko pakaian. Suatu hari sepulang kuliah aku lewat di trotoar Pasar simpang yang
selalu riuh. Tiba-tiba hujan mengguyur lebat dan aku harus berteduh di emper sebuah toko pakaian. Hujan di musim ini bisa datang dan pergi
dalam sekejap. Aku merapatkan badan ke beberapa celana jins yang digantung, supaya tidak kena tempias hujan. Aku mundur dan kakiku
menyentuh orang yang duduk di sebelahku. Aku minta maaf dan aku tertegun. Orang itu tidak duduk menunggu hujan, tapi dia sedang bekerja.
Fuadi, 2012:106 Sopan santun selanjutnya tokoh utama di nyatakan dengan sopan santun
ketika pada malam hari ia mengetuk pintu kamar Asto temannya karena ingin menanyakan tentang lowongan mengajar di tempat privat di daerah Ciumbuleuit.
Ooh, aku ingat. Asto, teman kosku, baru saja bercerita bahwa dia punya murid privat di Ciumbuleuit. Aku lihat lampu kamarnya masih nyala. Aku
ketok pintu kamarnya. Fuadi, 2012:109 Sopan santun selanjutnya digambarkan tokoh utama dengan bertutur kata
sopan kepada orang tua ketika ia menjajaki dagangannya kepada pembeli. ”Terima kasih Bu. Bulan depan saya kunjungi lagi, ”kataku pamit.
Fuadi, 2012:119 Selanjutnya sikap sopan santun Alif Fikri ditunjukkan dengan tutur
katanya kepada bang togar yang mengatakan vakumnya dari menulis karena menjengguk ayahnya yang sakit keras dan akhirnya ayahnya Alif meninggal.
”maaf, Bang, sebelumnya aku harus pulang menjenguk Ayah yang sakit keras. Beliau akhirnya dipanggil duluan, meninggal”. Fuadi, 2012:138