Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGARUH LIKUIDITAS, LABA DAN ARUS KAS DAPAT

MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN MANUFKATUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH:

Tablita S A H 080503042

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Likuiditas, Laba, dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulis ilmiah. Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 21 April 2015

080503042 Tablita S A H


(3)

ABSTRAK

PENGARUH LIKUIDITAS, LABA, DAN ARUS KAS DAPAT MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh likuiditas, laba, dan arus kas terhadap prediksi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 75 perusahaan yang menjadi objek penelitian selama 3 tahun pengamatan dengan 225 unit analisis. Data yang digunakan adalah laporan keuangan yang telah diaudit yang dipublikasikan melalui websit Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba memiliki pengaruh yang signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress. Dan penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas dan arus kas tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial distress pada perusahaan manufaktur.


(4)

ABSTRACT

The purposes of this research is to know the influence of the liquidity, the profit, and the cash flow toward financial distress. The research is on manufactur company listed on Indonesia Stock Exchange between 2010 to 2012.

Sampling method that used is purposive sampling an there are 75 companies as research objects for 3 years observation with 225 analysis unit. Data that used in this resarch is financial statement from each company that published on website logistic regression.

The result of this research shows that profit has signigicant influence toward financial distress. And the liquidity and cash flow do not influence significanly toward financial distress.


(5)

`KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan syukur bagi Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Likuiditas, Laba dan Arus Kas dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi serta doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa untuk kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Alm. Timbul Hutapea, MBA dan Sondang M. Sitorus, S.Pd yang tidak pernah lelah memberikan kasih sayang, doa, nasehat serta semangat yang tulus hingga saat ini.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec.Ac., Ak., CA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS., Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi dan bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM., Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, SE, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.


(6)

4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak yang juga selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan perbaikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Mutia Ismail, S.E, M.M, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Saudara penulis, Remulus W. P. Hutapea, S.Pd, Romulus C. P. Hutapea, Felix Theo Y. Hutapea. Sahabat-sahabat penulis yang selalu mendoakan dan mendukung, (Ester, Oka, Rika, Mika, Gaby, Gina, Novi, Ucha, Sondang, Firman, Rio dan P3MI Kasih Karunia lainnya). Sahabat-sahabat di angkatan 2008 yang selalu mendukung, Rio, Angga, Henry, Prima, Adrian, Dian, Lenny, Anna, Vivi, Sunaryo. Adik-adik junior 2010, Sri, Laras, Nana.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini juga masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 21 April 2015 Penulis,

NIM : 080503042


(7)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian. ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... . 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ... 9

2.1.1 Teori Agensi ... 9

2.1.2 Financial Distress …... ... 12

2.1.3 Likuiditas ... 15

2.1.3.1 Laporan Keuangan ... 16

2.1.3.2 Analisis Laporan Keuangan ... 16

2.1.3.3 Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk Memprediksi Financial Distress ... 17

2.1.4 Laba ... 18

2.1.5 Arus Kas ... 23

2.1.6 Hubungan Antara Rasio Likuiditas, Laba Dan Arus Kas dengan Financial Distress ... 30

2.2 Peneliti Terdahulu…. ... 32

2.3 Kerangka Konseptual ... 35

2.4 Hipotesis Penelitian ... 37

2.4.1 Likuiditas terhadap Financial Distress ... 37

2.4.2 Laba terhadap Financial Distress ... 38

2.4.3 Arus Kas terhadap Financial Distress ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Tempat dan Waktu penelitian ... 40

3.3 Batasan Operasional ... 40

3.4 Definisi operasional …. ... 41

3.5 Skala Pengukuran Variabel ... 43

3 6 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.7 Jenis Data ... 48

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.9 Metode Analisis Data ... 49

3.9.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 49

3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 50

3.9.2.1 Uji Normalitas ... 50

3.9.2.2 Uji Heteroskedastisitas ... 50

3.9.2.3 Uji Multikolinieritas ... 51

3.9.3 Pengujian Hipotesis ... 52


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum ... 55

4.2 Hasil Penelitian ... 56

4.2.1 Uji Statistik Deskriptif ... 56

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 57

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 57

4.2.2.2 Uji Heteroskedastisitas ... 58

4.2.2.3 Uji Multikolinieritas ... 59

4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 61

4.2.3.1 Analisis Regresi Logistik ... 61

4.2.3.1.1 Uji Kelayakan Model Penelitian (Goodnes of Fit) ... 61

4.2.3.1.2 Uji Koefesien secara Parsial ... 63

4.2.3.1.3 Koefesien Determinasi ... 66

4.2.3.1.4 Tabel Klasifikasi ... 66

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 67

4.3.1 Likuditias ... 68

4.3.2 Laba ... 69

4.3.3 Arus Kas ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... ... 75

5.2 Keterbatasan Penelitian... ... 76

5.3 Saran... ... 77

DAFTAR PUSTAKA... ... 78


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ... 34

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Sampel Penelitian ... 46

Tabel 3.3 Tabel Spesifikasi Perusahaan Berdasarkan Kriteria Financial Distress ... 48

Tabel 4.1 Hasil Deksriptif Statistik Variabel Penelitian N=75 ... 56

Tabel 4.2 Uji Multikolinieritas ... 60

Tabel 4.3 Hasil Uji Likelihood ... 62

Tabel 4.4 Nilai Chi-Square ... 63

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Analisis Regresi Logistik ... 64

Tabel 4.6 Model Summary ... 66


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 35

Gambar 4.1 Pengujian Normalitas ... 58


(11)

ABSTRAK

PENGARUH LIKUIDITAS, LABA, DAN ARUS KAS DAPAT MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN

MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh likuiditas, laba, dan arus kas terhadap prediksi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 75 perusahaan yang menjadi objek penelitian selama 3 tahun pengamatan dengan 225 unit analisis. Data yang digunakan adalah laporan keuangan yang telah diaudit yang dipublikasikan melalui websit Hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan regresi logistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa laba memiliki pengaruh yang signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress. Dan penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas dan arus kas tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi financial distress pada perusahaan manufaktur.


(12)

ABSTRACT

The purposes of this research is to know the influence of the liquidity, the profit, and the cash flow toward financial distress. The research is on manufactur company listed on Indonesia Stock Exchange between 2010 to 2012.

Sampling method that used is purposive sampling an there are 75 companies as research objects for 3 years observation with 225 analysis unit. Data that used in this resarch is financial statement from each company that published on website logistic regression.

The result of this research shows that profit has signigicant influence toward financial distress. And the liquidity and cash flow do not influence significanly toward financial distress.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dalam beberapa tahun ini perkembangan ekonomi dunia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan ini disebabkan oleh semakin kuat dan meluasnya globalisasi di seluruh dunia. Bisnis yang berpengalaman dan kuat akan semakin mendapat keuntungan karena pengaruh meluasnya globalisasi. Namun di sisi lain, sebagai bisnis yang baru tumbuh ataupun bisnis berskala nasional akan sulit dalam bersaing dengan perusahaan lainnya, sehingga berdampak perushaan berskala kecil akan mengalami krisis keuangan dalam perusahaan mereka.

Dalam perkembangan globalisasi, terdapat beberapa dampak buruk yang dapat dirasakan, salah satunya adalah global financial crisis yang terjadi di tahun 2008, berakibat pada melemahnya aktivitas bisnis secara umum. Sebagian besar negara di seluruh dunia mengalami kemunduran dan bencana keuangan karena pecahnya krisis keuangan publik di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan negara lainnya. Di samping itu, di lingkungan dalam negeri, ada beberapa dampak atas terjadinya krisis keuangan tersebut, salah satunya adalah terdapat beberapa perusahaan yang menjadi de-listing akibat krisis tersebut. Perusahaan bisa di de-listing dari Bursa Efek Indonesia (BEI) disebabkan karena perusahaan tersebut berada pada kondisi financial distress atau sedang mengalami kesulitan keuangan (Pranowo, 2010). Menurut Brigham dan Daves (2003), kesulitan keuangan terjadi atas serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang kurang tepat dan kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta kurangnya upaya


(14)

pengawasan kondisi keuangan perusahaan sehingga dalam penggunaannya kurang sesuai dengan apa yang dibutuhkan.

Suatu perusahaan dapat dikategorikan sedang mengalami financial distress saat perusahaan tersebut memiliki kinerja yang menunjukkan laba operasinya negatif, laba bersih negatif, nilai buku ekuitas negatif, dan perusahaan yang melakukan merger (Brahmana, 2007). Financial distress merupakan suatu keadaan dimana arus kas operasi tidak cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya seperti hutang dagang ataupun biaya bunga.

Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produknya yang berakibat pada turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun berjalan. Lebih lanjut lagi, dari kerugian yang terjadi tersebut akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran dividen kepada para pemegang saham, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Apabila hal tersebut terus terjadi secara berkelanjutan, maka tidak menutupi kemungkinan bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Kondisi yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya apabila perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi seperti yang telah dijelaskan di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu diperlukan berbagai cara untuk


(15)

mencegah suatu perusahaan agar tidak terjebak pada kondisi financial distress, salah satunya adalah melakukan prediksi financial distress di suatu perusahaan. Dengan mengetahui kondisi financial distress diharapkan perusahaan dapat melakukan tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan sedini mungkin (Alimilia, 2004).

Dalam penelitian ini konsep financial distress yang dipakai adalah konsep financial distress berdasarkan Classens et al (2000) penentuan perusahaan yang mengalami financial distress adalah dari interest coverage ratio yakni rasio antara laba operasi dibandingkan dengan beban bunga, jika interest coverage ratio kurang dari satu perusahaan termasuk dalam kategori perusahaan yang mengalami financial distress. Interest Coverage Ratio dirancang untuk menghubungkan biaya keuangan perusahaan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar biaya tersebut. Rasio ini berfungsi sebagai ukuran kemampuan perusahaan membayar bunga dan menghindari kebangkrutan. Secara umum, semakin tinggi rasio, semakin besar kemungkinan perusahaan dapat membayar bunga tanpa kesulitan.

Hal ini juga sesuai dengan Brigham dan Gapenski (1997) mengatakan bahwa semakin besar pembiayaan dari hutang, dan semakin besar beban bunga tetap, semakin besar probabilitas bahwa penurunan earning akan mengarah kepada kesulitan keuangan. Jadi hutang dapat pula menyebabkan kesulitan keuangan.

Salah satu hal yang berpengaruh terhadap financial distress adalah financial ratios, dimana bisa dilihat di dalam laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan. Adapun dalam hal ini financial ratios digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress. Menurut Aksoy dan Ugurlu (2006),


(16)

rasio keuangan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya terjadi. Pada umumnya penelitian tentang kebangkrutan, kegagalan, maupun financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan sebagai prediksi dalam memprediksi kondisi perusahaan di masa yang akan datang (Iramani, 2007). Indikator ini diperoleh dari analisis rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan, dimana informasi tersebut sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat oleh manajer perusahaan (Almilia, 2006). Rasio keuangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rasio likuiditas. Rasio ini menunjukkan mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus dipenuhi, atau mengenai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Rasio likuiditas biasanya diukur dengan menggunkan current ratio (CR), yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar Platt dan Platt (2002).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) menunjukkan bahwa liquidity ratio (current assets/current liabilities) signifikan berpengaruh negatif terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan dapat memenuhi kewajiban pendeknya, maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Di sisi lain, hasil berbeda diperoleh Alifiah, et al (2012), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa liquidity ratio yang diukur dengan menggunakan current ratio (CR) dan quick ratio (QR) tidak


(17)

terlalu berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Di lain pihak, di luar dugaan Jiming dan Wei Wei pada penelitiannya yang dilakukan di China (2011) dimana menyatakan bahwa cash to current liabilities ratio memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya financial distress. Berdasarkan adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, maka dalam penelitian ini digunakan variabel rasio likuiditas untuk membuktikan bagaimana sebenarnya pengaruh rasio likuiditas terhadap prediksi financial distress di suatu perusahaan.

Laporan laba rugi bertujuang untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan di periode waktu tertentu, dimana tujuan utama dari perusahaan adalah mendapatkan laba. Laporan laba rugi menggambarkan keberhasilan atau kegagalan operasi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan membandingkan antara pendapatan perusahaan dengan biaya, maka dapat mengungkapkan laba rugi perusahaan. Manfaat laba rugi secara lebih lanjut adalah untuk mengetahui kemampuan perusahan dalam melakukan pembagian deviden kepada para investor. Laba bersih suatu perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian deviden kepada investor perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan sedikit atau bahkan mengalami kerugian, maka pihak investor tidak mendapatkan deviden. Jika hal ini terjadi secara berturut-turut, akan mengakibatkan investor bertindak untuk menarik investasinya karena menganggap perusahan tersebut mengalami kondisi permasalahan keuangan atau financial distress. Kondisi ini jika berkelanjutan nantinya akan berakhir pada kondisi kebangkrutan. Dengan demikian, laba dapat dijadikan indikator oleh pihak investor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Maka atas dasar


(18)

ini peneliti ingin membuktikan secara empiris mengenai kemampuan informasi laba dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.

Arus kas juga memberikan informasi yang relevan mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam periode waktu tertentu. Dalam menjalani operasi usahanya perusahaan akan mengalami arus masuk kas (cash inflows) dan arus keluar kas (cash outflows). Jika arus kas masuk lebih besar daripada arus kas keluar situasi ini disebut positive cash flows, dan jika sebaliknya saat arus kas masuk lebih sedikit daripada arus kas keluar maka akan terjadi negative cash flows.

Informasi arus kas dibutuhkan pihak kreditor untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran hutangnya. Jika arus kas perusahaan jumlahnya besar, maka pihak kreditor menerima keyakinan pengembalian kredit yang diberikan. Jika arus kas perusahaan bernilai kecil, maka kreditor tidak mendapatkan keyakinan atas kemampuan perusahaan dalam membayar hutang. Jika kondisi ini terjadi secara terus menerus, kreditor selanjutnya tidak akan mempercayakan kreditnya kembali kepada perusahaan karena perusahaan dianggap mengalami permasalahan keuangan atau financial distress. Dengan demikian maka aru kas dapat dijadikan indikator bagi pihak kreditor untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan. atas dasar ini, maka peneliti ingin membuktikan secara empiris mengenai kemampuan arus kas dalam memberikan informasi dan memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan.

Penelitian yang dilakukan Setyaningrum (2002) dalam Atmini (2005) memprediksi kekuatan dan arti penting arus kas dalam memprediksi kebangkrutan. Sedangkan Casey dan Bartczak (1984) dalam Atmini (2005)


(19)

menunjukkan bahwa arus kas merupakan prediksi yang buruk terhadap financial distress. Gentry et al(1985) dalam Atmini (2005) mendukung penelitian bahwa arus kas memasukkan berbagai aliran dana seperti dividen dan pengeluaran modal sedangkan Azis dan Lawson (1989) mengatakan bahwa model berbasis arus kas lebih efektif dalam memprediksi peringatan kebangkrutan lebih awal.

Melalui uraian di atas, diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi investor dan kreditor serta pihak internal perusahaan dalam mendeteksi kondisi keuangan perusahaan. Dan perusahaan juga dapat mengetahui kondisi keuangannya sehingga dapat melakukan antisipasi kondisi kesulitan keuangan perusahaannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka akan dianalisis laporan keuangan perusahaan untuk memprediksi tingkat financial distress perusahaan dengan judul “Pengaruh Rasio Likuiditas, Laba, dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Apaka likuiditas berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

2. Apaka laba berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

3. Apaka arus kas berpengaruh terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?


(20)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh rasio likuiditas, laba dan arus kas dapat memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian sebagai berikut :

1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memebrikan manfaat dan menambah wawasan peneliti mengenai pengaruh rasio likuiditas, laba dan arus kas dapat memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Bagi pihak manajemen sebagai yang dapat dipertimbangkan dan dicermati oleh perusahaan khususnya mengetahui bagaimana pengaruh rasio likuiditas, laba dan arus kas dapat memprediksi kondisi financial distress.

3. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingn untuk mengkaji masalah yang sama di masa mendatang.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) merupakan suatu bentuk yang menunjukkan hubungan kontraktual antara seorang atau beberapa orang sebagai principal dan seorang atau beberapa orang sebagai agent. Dimana agent melakukan pelayanan bagi kepentingan principal dan pendelegasian wewenang dalam pembuatan keputusan dari principal kepada agent. Pada perekonomian modern, manajemen dan pengendalian perusahaan semakin terpisah dari kepemilikan, dimana manajer bertanggung jawab terhadap pemilik yang kemudian berimbas dengan pendanaan perusahaan baik dari investor ataupun kreditor.

Sistem pemisahan ini bertujuan untuk menciptakan efisiensi dan efektivits dengan mempekerjakan agen profesional dalam mengelola perusahaan. Pengendalian perusahaan dikuasai oleh agent yang bertugas untuk menjalankan aktivitas perusahaan, sehingga agent dituntut untuk selalu melakukan transparansi dalam melaksanakan kendali perusahaan di bawah principal yang berperan sebagai pemilik perusahaan. Salah satu bentuk pertanggungjawabannya adalah dengan mengajukan laporan keuangan yang disusun untuk melaporkan kondisi keuangan perusahaan pada periode waktu tertentu.

Agent ditunjuk oleh principal untuk mengelola perusahaan dimana di dalamnya terkandung pendelegasian wewenang dari principal terhadap agent


(22)

dalam mengambil keputusan perusahaan atas nama principal. Dengan demikian, agent harus memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan principal. Ketimpangan informasi ini sering disebut asimetri informasi (Pembayun, 2012). Asimetri informasi adalah informasi yang tidak seimbang dimana disebabkan adanya distribusi indormasi yang tidak sama antara principal dan agent yang berakibat pada timbulnya dua permasalahan karena adanya kesulitan principal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan agent (Emirzon, 2007).

Adapun permasalahan yang terjadi menurut Jensen dan Meckling (1976) antara lain :

a. Moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul apabila agent tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat

mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agent yang benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau apakah terjadi sebuah kelalaian tugas.

Teori keagenan menekankan pentingnya pendelegasian wewenang dari principal kepada agent, dimana agent memiliki kewajiban untuk mengelola perusahaan sesuai dengan kepentingan principal. Pendelegasian wewenang dari principal kepada agent juga mengartikan bahwa agent mempuyai kekuasaan dan memegang kendali suatu perusahaan dalam kelangsungan hidupnya, maka dari itu agent dituntut selalu transparan dalam kegiatan pengelolaan perusahaan. Melalui laporan keuangan, agent dapat menunjukkan salah satu bentuk


(23)

pertanggungjawabannya atas kinerja yang telah dilakukannya terhadap perusahaan. (Wahyuningtyas, 2010).

Melalui informasi yang terkandung dalam laporan keuangan, para stakeholder perusahaan dapat menilai kondisi perusahaan tersebut. Di samping itu, pada laporan keuangan dapat diketahui pula seberapa besar aset, hutang, dan laba yang dimiliki suatu perusahaan. Apabila laporan keuangan menunjukkan rasio hutang yang tinggi yang dimiliki oleh perusahaan, maka hal ini mencerminkan bahwa perusahaan akan mempunyai kewajiban yang lebih besar di masa mendatang yang harus dilunasi. Perusahaan juga memiliki kemungkinan dalam rasio hutang dikarenakan dari kesalahan tindakan agent dalam pengelolaan perusahaan, atau yang lebih buruk lagi agent secara sengaja melakukan tindakan yang hanya mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kepentingannya dengan principal. Dengan tingginya rasio hutang milik perusahaan, maka akan meningktkan perusahaan tersebut terjebak dalam suatu kesulitan keuangan.

Pada laporan keuangan juga terlihat seberapa besar penjualan yang berhasil dilakukan oleh perusahaan, dimana bisa dibandingkan dengan target penjualan yang telah ditetapkan. Jika target dari penjualan tercapai, maka laba yang dicetak oleh perusahaan juga akan meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa manajer telah berhasil dalam melakukan pengelolaan perusahaan dan menjalankan perannya sebagai agent. Atas keberhasilan tersebut, maka dapat menarik perhatian principal maupun investor baru untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Kenaikan investasi dan laba perusahaan akan menjauhkan perusahaan dari ancaman financial distress atau kesulitan keuangan. Sebaliknya, jika tidak berhasil, hal ini mengarahkan perusahaan menuju keadaan financial


(24)

distress yang juga dapat menciptakan keraguan dari pihak investor dan kreditor untuk memberikan danaya karena tidak adanya kepastian atau return dana yang telah diberikan.

2.1.2 Financial Distress

Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan yang krisis atau tidak sehat. Kondisi financial distress dapat terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan, dimana kebangkrutan ini dapat diartikan sebagai suatu keadaan saat perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban debitur karena perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk melanjutkan kehidupan perusahaannya lagi. Model financial distress perlu dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress dengan sejak dini perusahaan diharapkan dapat melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi terjadinya keadaan perusahaan dalam mengarah pada kebangkrutan (Purwanti, 2005).

Menurut Mamduh (2007:278), financial distress dapat digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan. Financial distress merupakan suatu penurunan kinerja atau laba (Wruck, 1990 dalam Parulian, 2007) dan apabila selama dua tahun berturut-turut mengalami laba operasi negatif maka perusahaan dikategorikan dengan financial distress (Elloumi dan Gueyie, 2001 dalam Parulian, 2007). Dan terdapat definisi perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan yaitu perusahaan yang


(25)

memiliki interest coverage ratio (rasio laba usaha terhadap biaya bunga) kurang dari satu (Classens et al., 1999 dalam Wardhani, 2006). Financial distress adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi (Platt dan Platt, 2002 dalam Atmini, 2005). Kondisi ini biasanya ditandai dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun dan penundaanpembayaran tagihan dari bank. Jika kondisi financial distress ini sejak awal diketahui, maka diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk ke tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan atau likuidasi.

Menurut Brahmana (2007), financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan perusahaannya yang bermula dari kegagalan dalam mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan. Lebih lanjut, dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan pembayaran dividen, sehingga total ekuitas secara keseluruhan pun akan mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi, maka tidak mustahil bahwa suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang dimilikinya. Kondisi seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang pada akhirnya jika perusahaan tidak mampu keluar dari kondisi tersebut di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami kepailitan.


(26)

Kondisi financial distress suatu perusahaan dapat diprediksi dan harus diperhatikan oleh banyak pihak. Dan pihak-pihak yang menggunaan model tersebut meliputi (Purwanti, 2005) :

1. Pemberi pinjaman

Penelitian yang berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberi suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.

2. Investor

Prediksi financial distress memiliki model yang dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.

3. Pembuat peraturan

Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.

4. Pemerintah

Prediksi financial distress juga penting bagi pemerinta dan antitrust regulation.

5. Auditor

Model prediksi financial distress dapat menjadi alat berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

6. Manajemen

Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan) sehingga karena adanya model prediksi financial distress, maka diharapkan agar perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.

Financial distress terjadi saat perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam akibat. Dan salah satu penyebab kesulitan keuangan perusahaan, yakni karena adanya serangkaian kesalahan yang terjadi di dalam perusahaan, pengambilan keputusan yang kurang tepat oleh manajer, dan kelemahan lain yang saling berhubungan yang dapat menyumbang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen perusahaan, serta penyebab lainnya adalah karena kurangnya tindakan pengawasan terhadap


(27)

kondisi keuangan, sehingga penggunaan dana perusahaan kurang sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan (Brighman & Daves, 2003). Hal ini memberi kesimpulan bahwa tidak ada jaminan perusahaan besar untuk dapat terhindar dari masalah kesulitan keuangan, hal ini dikarenakan financial distress berkaitan dengan kondisi keuangan perusahaan dimana setiap perusahaan pasti akan berurusan dengan keuangan untuk mencapai target laba dan kelangsungan hidup perusahaan. Pada penelitian ini mendefinisikan perusahaan yang mengalami financial distress menggunaan ineterst coverage ratio. Interest coverage ratio merupakan suatu rasio yang menunjukkan seberapa kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran bunga hutang yang dimilikinya. Dan suatu perusahaan dianggap sedang mengalami financial distress jika memiliki interest coverage ratio (ICR) yang kurang dari 1, sedangkan secara idealnya harus memiliki ICR lebih dari 1,5 agar dapat dikatakan bahwa perusahaan dalam keadaan baik. Untuk menghitung ICR adalah :

ICR =

2.1.3 Likuiditas

Rasio ini menunjukkan mengenai kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Likuiditas bisa muncul akibat dari keputusan masa lalu perusahaan mengenai pendanaan dari pihak ketiga, baik yang berbentuk aset maupun yang berbentuk kas. Dari keputusan tersebut, akan menghasilkan kewajiban sejumlah pembayaran di masa yang akan datang. Likuiditas ini berkaitan dengan seberapa besar kemampuan


(28)

perusahaan dalam melunasi kewajiban-kewajiban keuangannya yang sudah jatuh tempo tersebut.

2.1.3.1 Laporan Keuangan

Laporan keuangan menurut SAK No.1 adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.

Menurut Indra (2010:297), tujuan umum laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas suatu entitas yang berguna bagi sejumlah pemakai untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang dipakai suatu enitas dalam aktivitasnya guna mencapai tujuan.

2.1.3.2 Analisis Laporan Keuangan

Terdapat empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan (Foster, 1986 dalam Luciana, 2003) yaitu:

1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu.

2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.

3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan dengan rasio keuangan.

4. Untuk mengkaji hubungan empiris antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel tertentu (seperti kebangkrutan atau financial distress)

Tujuan pokok analisis keuangan adalah memprediksi kinerja perusahaan pada periode-periode yang akan datang. Laporan ini biasanya memberikan indikator-indikator bagaimana kondisi perusahaan pada periode-periode


(29)

berikutnya. Hasil analisis laporan keuangan akan memberikan informasi tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan, sehingga diketahui kinerja perusahaan.

Hasil analisis laporan keuangan ini tercermin dalam rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang dihasilkan dari analisis laporan keuangan inilah yang merupakan indikator yang digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress.

2.1.3.3 Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk Memprediksi Financial Distress Pengertian rasio keuangan menurut James Van Horne (2000) merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kesehatan suatu perusahaan.

Menurut Brigham dan Daves (2003), tanda-tanda potensi financial distress biasanya terbukti dalam analisis rasio jauh sebelum perusahaan benar-benar gagal. Hal ini diperkuat oleh Whitaker (1999:2), yang menyatakan bahwa financial distress bukan hanya masalah pada saat perusahaan default tetapi juga dimulai ketika terjadinya peningkatan kemungkinan atau probabilitas perusahaan mengalami default. Menurut Etty (2001) dalam Brahmana (2007), rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kesulitan keuangan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benarbenar bangkrut.

Menurut Lukman (2004:40), likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan aktiva lancar yang tersedia.


(30)

Likuiditas dapat muncul akibat dari keputusan masa lalu perusahaan mengenai pendanaan oleh pihak ketiga, baik yang berupa aset maupun yang berbentuk kas. Dari keputusan tersebut, maka muncullah kewajiban sejumlah pembayaran di masa yang akan datang. Likuiditas berkaitan dengan besarnya kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban keuangan perusahaan yang telah jatuh tempo. Menurut Toto (2008:20), ketidakmampuan membayar kewajiban secara tepat waktu akan langsung dirasakan oleh kreditor, terutama kreditor yang berhubungan dengan operasional perusahaan (supplier). Menurut Luciana (2003), hal ini telah mengindikasikan adanya sinyal distress yang menyebabkan adanya penundaan pengiriman dan masalah kualitas produk. Apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil. Adapun rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan current ratio (CR) yang menurut Wild (2010:44) , yaitu total aktiva lancar dibagi dengan total kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan.

Current Ratio = 2.1.4 Laba

Menurut APB Statement, laba merupakan suatu kelebihan penghasilan di atas biaya selama satu periode akuntansi ( Harahap, 2002). Sedangkan Committee on Technology mendefinisikan laba sebagai jumlah yang berasal dari pengurangan harga pokok produksi, biaya lain dan kerugian kerugian dari penghasilan atau penghasilan operasi.


(31)

Dan FASB Statement mengartikan accounting income atau laba akuntansi sebagai perubahan dalam equity (net asset) dari suatu entity selama periode tertentu yang diakibatan oleh transaksi atau peristiwa yang berasal dari bukan pemilik. Pada income juga termasuk seluruh perubahan dalam equity selain dari pemilik dan pembayaran kepada pemilik (Harahap, 2002).

Secara umum, laba merupakan kenaikan kemakmuran pada suatu periode yang dapat dinikmati (didistribusi atau ditarik) asalkan kemakmuran awal masih tetap dipertahankan. Laba atau keuntungan dapat pula didefinisikan dengan dua cara. Dalam ilmu ekonomi murni, laba diartikan sebagai peningkatan kekayaan seorang investor sebagai hasil penanam modalnya, setelah dikurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penanaman modal tersebut (termasuk biaya kesempatan). Sementara itu, laba dalam akuntansi didefinisikan sebagai selisih antara harga penjualan dengan biaya produksi. Perbedaan diantara keduanya ialah dalam hal pendefinisian biaya (Rahmat, 2009).

Laba merupakan perbedaan antara pendapatan pada suatu periode dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan laba tersebut (Ediningsih, 2004). Dalam akuntansi, perbandingan ini mengandung dua tahap proses pengukuran secara fundamental yaitu pengakuan pendapatan yang sesuai dengan prinsip realisasi dan pengakuan biaya. Penyajian informasi laba melalui laporan tersebut fokus pada kinerja perusahaan yang penting, dibanding dengan pengukuran kinerja yang didasarkan dengan gambaran meningkatnya atau menurunnya modal bersih. Sedangkan menurut Harnanto (2003), laba merupakan selisih dari pendapatan di atas biaya-biayanya dalam jangka waktu (periode) tertentu. Laba


(32)

sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kenaikan deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan dan unsur prediksi.

Dalam akuntansi, laba ialah perbedaan antara harga dan biaya untuk transaksi pasar apapun yang dicatat perusahaan dalam hal biaya komponen barang yang diserahkan dan/atau jasa dan setiap operasi atau biaya lainnya. Laba akuntansi secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang berasal dari transaksi suatu periode dan berhubungan dengan biaya historis (Belkaoui, 2000). Dalam metode historical cost (biaya hostoris), laba diukur berdasarkan selisih aktiva bersih awal dan akhir periode yang masing-masing diukur dengan biaya historis sehingga hasilnya akan sama dengan laba yang dihitung sebagai selisih pendapatan dan biaya. Menurutnya, SFAC No. 1 mengasumsikan bahwa laba akuntansi merupakan ukuran yang baik dari kinerja suatu perusahaan dan bahwa laba akuntansi dapat digunakan untuk meramalkan arus kas di masa depan.

Laba akuntansi dengan berbagai interpretasi diharapkan dapat digunakan antara lain sebagai berikut (Suwardjono, 2005) :

1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi (rate of return on invested capital).

2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen. 3. Dasar penentuan besar pengenaan pajak.

4. Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu negara.

5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakaan tarif dalam perusahaan publik.

6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang. 7. Dasar kompensassi dan pembagian bonus.

8. Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. 9. Dasar pembagian dividen.


(33)

Jika dikaji secara mendalam, akuntansi bukan merupakan definisi sesungguhnya dari laba, melainkan hanya merupakan penjelasan tentang cara untuk menghitung laba. Karakteristik dari pengertian laba akuntansi semacam itu mengandung beberapa keunggulan. Beberapa dari keunggulan laba akuntansi menurut Muqodim (2005) ialah :

a. Terbukti teruji sepanjang sejarah bahwa laba akuntansi bermanfaat bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

b. Laba akuntansi telah diukur dan dilaporkan secara obyektif dapat diuji kebenarannya karena didasarkan pada transaksi yang didukung oleh bukti.

c. Berdasarkana prinsip realisasi dalam mengakui pendapatan laba akuntansi memenuhi dasar konservatisme.

d. Laba akuntansi bermanfaat untuk tujuan pengendalian, terutama berkaitan dengan pertanggungjawaban manajemen.

Laba atau rugi sering dimanfaatkan sebagai ukuran untuk menilai prestasi perusahaan atau sebagai dasar ukuran penilaian yang lain, seperti laba per lembar saham. Unsur-unsur yang menjadi bagian pembentuk laba adalah pendapatan dan biaya. Dengan mengelompokkan unsur-unsur pendapatan dan biaya, akan dapat diperoleh hasil pengukuran laba yang berbeda antara lain : laba kotor, laba operasional, laba sebelum pajak, dan laba bersih.

Laba akuntansi diharapkan dapat digunakan sebagai: pengukur efisiensi, pengukur kinerja entitas dan manajemen, dasar penentuan pajak, sarana alokasi sumber ekonomik, penentuan tarif jasa publik, optimalisasi kontrak utang-piutang, basis kompensasi, motivator, dan dasar pembagian dividen. Dalam penyajian laba. Pos-pos operasi dalam arti luas (transaksi nonpemilik) pada umumnya dilaporkan melalui statement laba-rugi, sedangan pos-pos yang merupakan transaksi modal dilaporkan melalui statement laba ditahan atau statement perubahan ekuitas.


(34)

Laba merupakan selisih antara pendapatan dan biaya secara akrual. Dapat dikatakan juga bahwa laba merupakan alat pengukur kembalian atas investasi daripada hanya sekedar perubahan kas. Laba atau rugi termasuk beban pajak penghasilan atas laba atau rugi sebelum pajak. Adapun komponen tersebut adalah penjualan barang atau jasa, harga pokok penjualan, biaya-biaya operasi, penghasilan dan biaya di luar operasi, pos-pos luar biasa dan pajak penghasilan. Komponen laporan laba rugi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penjualan

Penjualan adalah pendapatan yang diperoleh ari penyerahan barang atau jasa kepada langganan dalam periode tertentu. Dalam laporan laba rugi penjualan dilaporkan baik penjualan kotor maupun penjualan bersih.

b. Harga pokok penjualan

Harga pokok penjualan adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh atau mendapatkan barang yang dijual.

c. Biaya operasi

Biaya operasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka untuk membiayai aktivitas perusahaan, baik administrasi maupun penjualan. d. Pendapatan dan biaya di luar operasi

Pendapatan dan biaya di luar operasi adalah semua pendapatan yang diperoleh atau beban yang timbul dari aktivitas-aktivitas di luar usaha utama perusahaan.

e. Pos-pos luar biasa

Pos-pos luar biasa adalah laba atau rugi yang timbul di luar usaha utama yang bersifat insidentil. Ciri-ciri laba rugi biasa adalah bersifat tidak


(35)

normal dan tidak sering terjadi, misalnya laba dari pembatalan hutang kepada pemegang saham, kerugian kebakaran, dan sebagainya.

f. Pajak penghasilan

Pajak penghasilan ini dihitung dari laba bersih sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Dalam laporan laba rugi, pajak penghasilan diperkurangkan dari laba bersih sebelum pajak.

Pada penelitian ini laba yang digunakan adalah laba sebelum pajak/earning before tax (EBT) pada seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam perhitungannya menggunakan rasio laba terhadap total aset. Laba sebelum pajak digunakan dengan alasan untuk menghindari pengaruh penggunaan tarif pajak yang berbeda antar periode yang dianalisis. Dan laba sebelum pajak tidak termasuk exraordinary items dan discountinued operations dengan alasan untuk menghilangkan elemen yang mungkin menyebabkan pertumbuhan laba meningkat dalam satu periode yang tidak akan timbul dalam periode yang lain (Machfoedz, 1994).

2.1.5 Arus Kas

Setiap perusahaan memerlukan kas dalam menjalankan aktivitas perusahaannya baik sebagai alat tukar dalam memperoleh barang atau jasa maupun sebagi investasi dalam perusahaan tersebut. Kas merupakan alat pertukaran dan alat pembayaran yang diterima untuk pelunasan hutang, dan dapat diterima sebagai setoran dengan jumlah sebesar nilai nominalnya, juga simpanan bank atau tempat lain yang dapat diambil sewaktu-waktu.

Kas menggambarkan daya beli dan dapat ditransfer segera dalam perekonomian pasar kepada setiap individu dan organisasi dalam memperoleh


(36)

barang dan jasa yang diperlukan. Kas juga menjadi sangat penting karena baik perorangan, perusahaan, dan bahkan pemerintah harus memperhatikan posisi likuiditas yang memadai, yaitu mereka harus memiliki sejumlah uang yang mencukupi untuk membayar kewajiban pada saat jatuh tempo agar entitas bersangkutan dapat beroperasi.

Kas terdiri dari saldo kas yang di tangan perusahaan dan ternasuk rekening giro. Setoran kas adalah aset yang dimiliki untun memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan untuk investasi dan dengan cepat dapat dijadikan menjadi kas. Kas dapat dikatakan merupakan satu-satunya pos yang paling penting dalam neraca. Karena berlaku sebagai alat tukar dalam perekonomian, kas terlihat secara langsung atau tidak langsung dalam hampir semua transaksi usahan.

Hal ini sesuai dengan sifat-sifat kas yaitu :

a. Kas terlalu sering terlibat dalam hampir semua transaksi perusahaan.

b. Kas merupakan harta yang siap dan mudah untuk digunakan dalam transaksi serta ditukarkan dengan harta lain, mudah dipindahkan dan beragam tanpa tanda pemilik.

c. Jumlah uang kas yang dimiliki oleh perusahaan harus dijaga sedemikian rupa sehingga tidak terlalu banyak dan tidak kurang.

Pengelolahan kas dapat dikriteriakan sebagai berikut: a. Diakui secara umum sebagai alat pembayaran yang sah. b. Dapat digunakan setiap saat bila dikehendaki.

c. Penggunaannya secara bebas.


(37)

Variabel arus kas dalam penelitian ini dilihat pada laporan arus kas suatu perusahaan dalam laporan keuangan tahunannya. Laporan arus kas tersebut banyak memberikan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dan kondisi likuiditas perusahaan di masa yang akan datang. Laporan arus kas ini memberikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas suatu perusahaan pada suatu periode tertentu dengan mengklasifikasikan transaksi pada kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan.

Dalam penyajian laporan arus kas ini memisahkan antara transaksi arus kas dalam tiga kategori yaitu :

1. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan operasional. 2. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan investasi. 3. Kas yang berasal dari atau digunakan untuk kegiatan pendanaan.

Untuk menentukan arus kas apa saja yang masuk dalam golongan operasional, investasi, dan pendanaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kegiatan operasional

Kegiatan operasional untuk perusahaan dagang terdiri dari membeli barang dagangan, menjual barang dagangan tersebut serta kegiatan antara lain yang terkait dengan pembelian dan penjualan barang. Untuk perusahaan jasa, kegiatan operasional antara lain adalah menjual jasa kepada pelanggannya. Semua transaksi yang berkaitan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi dikelompokkan dalam golongan ini. Demikian juga arus kas masuk lainnya yang berasalh dari kegiatan operasional, misalnya:

a. Penerimaan dari langganan. b. Penerimaan deviden.


(38)

c. Penerimaan dari piutang bunga. d. Penerimaan refund dari supplier. Arus kas keluar misalnya berasal dari:

a. Kas yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa yang akan dijual. b. Bunga yang dibayar atas utang perusahaan.

c. Pembayaran pajak penghasilan. d. Pembayaran gaji.

2. Kegiatan investasi

Kegiatan investasi merupakan kegiatan membeli atau menjual kembali investasi pada surat berharga jangka panjang dan aktiva tetap. Jika perusahaan membeli investasi/aktiva tetap akan mengakibatkan arus keluar dan jika menjual investasi/aktiva tetap akan mengakibatkan adanya arus kas masuk ke perusahaan. Transaksi ini berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi atau non kas lainnya yang digunakan oleh perusahaan. Arus kas masuk terjadi jika kas diterima dari hasil atau pengembalian investasi yang ilakukan sebelumnya, misalnya dari hasil penjualan.

Arus kas yang diterima misalnya berasal dari: a. Penjualan aktiva tetap.

b. Penjualan surat berharga yang berupa investasi. c. Penagihan pinjaman jangka panjang.

d. Penjualan aktiva lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi. Arus kas keluar dari kegiatan ini misalnya berasal dari:

a. Pembayaran untuk mendapatkan aktiva tetap. b. Pembelian investasi jangka panjang.


(39)

c. Pemberian pinjaman kepada pihak lain.

d. Pembayaran untuk aktiva yang digunakan dalam kegiatan produktif, seperti hak paten.

3. Kegiatan pendanaan

Kegiatan pendanaan adalah kegiatan menarik uang dari kreditor jangka panjang dan dari pemilik serta pengemblian uang kepada mereka. Arus kas dalam kelompok ini terkait dengan bagaiman kegiatan kas diperoleh untuk membiayai perusahaan termasuk operasinya. Dalam kategori ini, arus kas masuk merupakan perolehan dari kegiatan mendapatkan dana untuk kepentingan perusahaan. Sedangkan arus kas keluar adalah pembayaran kembali kepada pemilik dan kreditor atas dana yang diberikan sebelumnya.

Dalam PSAK No. 2, perusahaan diwajibkan untuk melaporkan arus kas dari aktifitas operasi dengan menggunakan salah satu metode di bawah ini:

1. Metode Langsung

Metode langsung mengungkapkan kelompok utama dari penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto. Dalam metode ini setiap perkiraan yang berbasis akrual pada laporan laba rugi diubah menjadi perkiraan pendapatan dan pengeluaran kas sehingga menggambarkan penerimaan dan pembayaran akrual dari kas. Jadi, metode langsung memfokuskan pada arus kas daripada laba bersih akrual, oleh karena itu dianggap lebih informatif dan terperinci. Dijelaskan oleh IAI dalam PSAK No. 2, dengan metode langsung ini, informasi mengenai kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto dapat diperoleh baik:


(40)

b. Dengan menyesuaikan penjuala, beban pokok penjualan, dan pos-pos lain dalam laporan laba rugi untuk perubahan persediaan, piutang usaha dan hutang usaha dalam periode berjalan, pos bukan kas lainnya, dan pos lain yang berkaitan dengan arus kas investasi dan pendanaan.

2. Metode Tidak Langsung

Dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan mengoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi dari masa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan. Jadi, pada dasarnya metode tidak langsung ini merupakan rekonsiliasi laba bersih yang diperoleh perusahaan. metode ini memberikan suatu rangkaian hubungan antara laporan arus kas dengan laporan laba rugi dan neraca. Dalam PSAK No. 2 juga diatur mengenai penerimaan arus kas bersih dalam aktifitas operasi dalam metode tidak langsung. Dalam metode ini, arus kas bersih diperoleh dari aktifitas operasi ditentukan dengan menyesuaikan laba atau rugi bersih dari pengaruh:

a. Perubahan persediaan dan piutang usaha serta hutang usaha dalam periode berjalan.

b. Pos bukan kas seperti penyusutan, penyisihan, pajak ditanggukan, keuntungan dan kerugian, valuta asing yang belum direalisasi, laba perusahaan asosiasi yang belum dibagikan dan hak minoritas dalam laba/rugi konsolidasi.


(41)

Perbedaan antara kedua metode ini terletak pada penyajian arus kas yang berasal dari kegiatan operasional dirinci menjadi arus kas masuk dan arus kas keluar, arus kas masuk dan keluar dirinci lebih lanjut dalam beberapa jenis penerimaan atau pengeluaran kas. Sementara itu dengan metode tidak langsung, arus kas dari operasional ditentukan dengan cara mengoreksi laba bersih yang dilaporkan di laporan laba rugi dengan beberapa hal seperti biaya penyusutan, kenaikan harta lancar dan hutang lancar serta laba/rugi karena pelepasan investasi.

IAI dalam PSAK NO. 2 menganjurkan perusahaan memilih menggunakan metode langsung karena metode ini menghasilkan informasi yang berguna dalam mengestimasi arus kas masa depan yang tidak dapat dihasilkan dengan metode tidak langsung. Namun, penyusunan laporan arus kas dengan metode ini lebih sulit dan memerlukan waktu yang lebih lama. Jadi, kedua metode di atas dapat ditetapkan dan akan memberikan hasil yang lama. Jadi, kedua metode di atas dapat ditetapkan dan akan memberikan hasil yang sama. Pemilihan antara keduanya tergantung kebijaksanaan dari masing-masing perusahaan. Bentuk laporan dengan metode tidak langsung lebih sering digunakan karena dalam penyusunannya lebih mudah dan sederhana dibanding dengan metode langsung.

Laporan arus kas berfungsi untuk melaporkan arus kas masuk maupun arus kas keluar perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini memberikan informasi yang berguna mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dari aktivitas operasi, melakukan investasi, melunasi kewajiban, dan membayar deviden. Laporan ini digunakan oleh pihak manajemen untuk mengevaluasi kegiatan operasional yang telah berlangsung dan merencanakan aktivitas investasi da pembiayaan di masa yang akan datang.


(42)

Menurut Hery (2009), laporan arus kas diperlukan untuk hal-hal sebagai berikut:

1. Kadangkala ukuran laba tidak menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya.

2. Seluruh informasi mengenai kinerja perusahaan selama periode tertentu dapat diperoleh lewat laporan ini.

3. Dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi arus kas perusahaan di masa mendatang.

2.1.6 Hubungan Antara Rasio Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dengan Financial Distress

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial distress jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar. Laba merupakan pendapatan yang diperoleh perusahaan setelah mengurangi biaya yang dikeluarkan. Laba bersih setelah operasi akan dipergunakan perusahaan untuk membiayai aktivitasnya. Kesehatan perusahaan sangat bergantung pada laba dan arus kas yang dimilikinya. Jika laba yang tinggi tentu arus kas perusahaan baik. Untuk mengukur tingkat keehatan perusahaan dapat dilakukan dengan financial distress. Perusahaan mengalami kondisi financial distress jika perusahaan mengalami kerugian atau dalam penelitian ini memperoleh laba operasi negatif.

Laba merupakan selisih antara pendapatan dan beban. Jika pendapatan lebih besar daripada beban, maka perusahaan akan mendapatkan laba. Demikian pula sebaliknya jika pendapatan lebih kecil daripada biaya maka perusahaan akan mengalami kerugian.

Perusahaan mengalami kondisi financial distress jika perusahaan mengalami kerugian atau dalam penelitian ini memperoleh laba operasi bersih


(43)

negatif maka perusahaan mengalami kesulitan keuangan atau kondisi financial distress.

Laporan arus kas dapat membantu para pemakainya untuk melihat bagaimana saldo kas dan setara kas dalam neraca perusahaan berubah dari awal hingga akhir periode akuntansi dan apa artinya perubahan tersebut bagi perusahaan, apakah menunjukkan prestasi positif atau negatif. Laporan laba rugi perusahaan menggunakan prestasi positif dan negatif. Laporan laba rugi perusahaan menggunakan dasar akrual yang memungkinkan pelaporan pendapatan dan beban sebelum ada arus kas masuk atau keluar, maka laporan arus as dalam hal ini dapat digunakan sebagai laporan pengimbang laporan laba rugi. Fungsi dari laporan laba rugi adalah untuk mengukur profitabilitas dari perusahaan pada suatu periode tertentu dengan cara menghubungkan seluruh biaya dan pendapatan terkait.

Oleh karena itu, peniliaian yang tepat atas prestasi suatu perusahaan tidak hanya memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tetapi juga memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas positif dari kegiatan operasinya. Jika perusahaan profitable namun mengalami defisit arus kas, dapat merupakan indikasi bahwa perusahaan mengalami masalah keuangan dan dikhawatirkan tidak mampu mengembalikan pinjaman kepada kreditor maupun membayar dividen kepada investor. Kondisi financial distress juga dapat terjadi jika perusahaan memiliki arus kas positif namun laba yang diperoleh negatif. Kondisi tersebut menjadikan investor tidak mempercayakan investasinya kembali kepada perusahaan krena dari kondisi laba negatif menjadikan tidak adanya pembagian dividen.


(44)

Laporan arus kas berfokus pada pengukuran keuangan daripada ukuran laba dan biasanya lebih cocok digunakan untuk mengevaluasi dan memproyeksikan likuiditas dan solvabilitas peruahaan. Dalam hal ini tidak mengidentifikasikan laporan mana yang lebih unggul, tetapi penggunaannya tergantung pada apa yang hendak diukur. Dengan demikian, laporan arus kas digunakan untuk mendukung dan melengkapi laporan laba rugi tapi bukan sebagai pengganti laporan laba rugi.

Karena laporan arus kas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laporan keuangan lainnya, maka penggunaannya secara bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih tepat untuk mengevaluasi sumber dan penggunakan kas perusahaan dalam seluruh kegiatan perusahaan. Dengan demikian dapat membantu para pemakai laporan keuangan untuk mengevaluasi struktur dan kinerja keuangan suatu perusahaan.

2.2 Peneliti Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu terkait masalah kondisi financial distress yang dijadikan referensi dalam penelitian ini adalah :

1. Wahyuningtyas (2010) melakukan penelitian penggunaan laba dan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress ( Studi Kasus Pada Perusahaan Bukan Bank Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2005-2008). Variabel independen adalah laba dan arus kas sedangkan variabel independen adalah kondisi financial distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi financial distress yang terjadi pada seluruh perusahaan bukan bank. Penelitian ini membuktikan bahwa arus kas tidak


(45)

berpengaruh dalam meprediksi kondisi financial distress yang terjadi pada seluruh perusahaan bukan bank.

2. Atmini (2005) melakukan penelitian manfaat laba dan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan textile mill product and apparel and other textile product yang trdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen adalah laba dan arus kas, sedangkan variabel dependen adalah kondisi financial distress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model laba merupakan model yang lebih baik dari pada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Model arus kas tidak siginifikan atau tidak cukup kuat untuk memprediksi kondisi financial distress.

3. Hafifah et al (2013) dalam penelitian “Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Indicators terhadap Kondisi Financial Distress”melakukan penelitian analisis rasio keuangan dalam mempredisi kondisi keuangan financial distress perushaan manufkatur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, rasio likuiditas, profitabilitas, dan operating capacity memiliki pengaruh negatif terhadap prediksi financial distress. Sedangkan variabel leverage berpengaruh positif terhadap prediksi financial distress. 4. Widarjo et al (2009) dalam penelitian “Pengaruh Rasio Keuangan

terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Otomotif” mengungkapkan bahwa arus kas tidak signifikan, yang artinya model tidak cukup kuat digunakan sebagai model prediksi. Profitabilitas juga


(46)

merupakan berpengaruh negatif terhadap financial distress. Demikian halnya dengan rasio leverage dan pertumbuhan penjualan.

Berdasarkan uraian yang terdapat di atas, penelitian terdahulu dapat disajikan pada tabel di bawah ini, antara lain sebagai berikut :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama, Tahun dan Judul

Penelitian

Variabel Hasil Penelitian

Wahyuningtyas (2010) “Penggunaan laba dan arus kas untuk memprediksi kondisi financial distress.

Variabel Independen : Laba dan arus kas.

Variabel Dependen : kondisi financial distress

Laba memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi financial distress yang terjadi pada seluruh perusahaan bukan bank. Dan arus kas tidak berpengaruh secara signigikan dalam memprediksi kondisi financial distress yang terjadi pada seluruh perusahaan bukan bank.

Atmini (2005)

“Manfaat laba dan arus kas

untuk memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan textile mill product and apparel and other tectille product yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.”

Variabel Independen : Laba dan arus kas.

Variabel Dependen : kondisi financial distress

Model laba merupakan model yang lebih baik daripada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Penelitian menunjukkan bahwa arus kas tidak berpengaruh secara signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress.

Oktita Earning Hafifah dan Agus Purwanto (2013)

“Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Indicators

terhadap Kondisi Financial Distress

Variabel Independen : Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikian manajerial, kepemilikian institusional, ukuran komite audit, likuiditas, leverage, profitabilitas, operating capacity.

Variabel Dependen : kondisi financial distress

Ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, komisaris independen, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komite audit, rasio likuiditas, profitabilitas, dan operating capacity memiliki pengaruh negatif terhadap prediksi financial distress. Sedangkan variabel leverage berpengaruh positif terhadap prediksi financial distress.

Wahyu Widarjo dan Doddy Setiawan (2009)

“Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress

Perusahaan Otomotif”

Variabel Independen :

Rasio likuiditas, rasio profitabilitas, Rasio leverage, Pertumbuhan Penjualan

Variabel Dependen : financial distress

Likuiditas yang diukur dengan current ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress, begitu juga dengan rasio profitabilitas, leverage dan pertumbuhan penjualan.


(47)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang dapat menggambarkan hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Variabel Independen Variabel Dependen

Kerangka konseptual financial distress merupakan tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan dan apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan. Financial distress berawal ketika perusahaan mengalami kerugian operasional yang terus menerus sehingga menyebabkan defisiensi modal. Financial distress ini dapat dilihat dengan berbagai cara, seperti kinerja perusahaan yang semakin menurun, ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya, adanya penghentian pembayaran dividen, masalah arus kas yang dihadapi perusahaan, kesulitan likuiditas, adanya pemberhentian tenaga kerja, dan kondisi-kondisi lainnya yang mengindikasikan kesulitan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan. Untuk mendeteksi financial distress suatu perusahaan dapat dilakukan dengan

Current Ratio (X1) Laba Bersih

(X2)

Arus Kas (X3)

Financial Distress (Y)


(48)

menggunakan rasio keuangan perusahaan. Secara umum rasio likuiditas, laba dan arus kas berlaku sebagai indikator yang signifikan.

Rasio likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan aktiva lancar yang tersedia. Apabila perusahan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil.

Laba merupakan selisis lebih antara pendapatan dan beban. Jika pendapatan lebih besar daripada beban, maka perrusahaan akan mendapatkan laba. Deminikain pula sebaiknya jika pendapatan lebih kecil daripada biaya maka perusahaan akan mengalami kerugian. Perusahaan mengalami kondisi financial distress jika perusahaan mengalami ekrugian atau dalam penelitian ini memperoleh laba operasi negatif.

Laporan arus kas dapat membantu para pemakainya untuk melihat bagaimana saldo kas dan setara kas dalam neraca perusahaan berubah dari awal hingga akhir periode akuntansi dan apa artinya perubahan tersebut bagi perusahaan, aakah menunjukkan prestasi positif atau negatif. Oleh karena itu, penialian yang tepat atas prestasai suatu perusahaan tidak hanya memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba tetapi juga memperhatikan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan arus kas positif dari kegiatan operasinya. Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Kondisi financial distress terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan. Jika perusahaan profitable namun mengalami defisit arus kas, dapat merupakan indikasi bahwa perusahaan


(49)

mengalami masalah keuangan dan dikhawatirkan tiak mampu mengembalikan pinjaman kepada kreditor maupun membayar dividen keada investor. Kondisi financial distress juga dapat terjadi jika perusahaan memiliki arus kas positif namun laba yang diperoleh negatif. Kondisi tersebut menjadikan investor tidak mempercayakan investasinya kembali kepada perusahaan karena dari kondisi laba negatif menjadikan tidak adanya pembagian dividen.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis merupakan instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris. Hipotesis merupakan suatu rumusan yang menyatakan adanya hubungan tertentu antardua variabel atau lebih. Hipotesis ini bersifat sementara, yang maksudnya dapat diganti dengan hipoteis lain yang lebih tepat dan benar.

2.4.1 Likuiditas terhadap Financial Distress

Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih. Menurut teori keagenan, keputusan hutang piutang perusahaan ada di bawah kenali agent. Oleh sebab itu, adanya kewajiban keuangan yang jatuh tempo pada saat ini adalah akibat dari keputusan agent yang pada masa lalu memutuskan untuk melakukan pinjaman atau kredit pada pihak luar perusahaan. Jika suatu perusahaan mempunyai total kewajiban yang jatuh tempo terlalu banyak, maka perlu dilakukan penelusuran apakah ada kesalahan pada agent dalam mengelola


(50)

perusahaan, karena jika keadaan tersebut tidak cepat ditangani maka akan mendekatkan perusahaan pada kondisi financial distress.

Prediksi financial distress sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan financial ratios. Dan rasio likuiditas merupakan bagian dari financial ratios. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas diproxykan dengan current ratio (CR), yaitu aset lancar dibagi dengan kewajiban lancar (Almilia dan Kristajadi, 2003).

Dalam penelitian terdahulu Widarjo et al (2009) mengungkapkan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Hafifah et al (2013), dimana hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa rasino likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress di suatu perusahaan. berdasarkan argumen di atas, hipotesis yang dapat dirumuskan : H1 = Rasio Likuiditas tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress di suatu perusahaan.

2.4.2 Laba terhadap Financial Distress

Salah satu kegunaan dari informasi laba yaitu untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembagian dividen kepada para investor. Laba bersih suatu perusahaan digunakan sebagai dasar pembagian deviden kepada investornya. Jika laba bersih yang diperoleh perusahaan sedikit atau bahkan mengalami rugi maka para investor tidak akan mendapatkan deviden. Hal ini jika terjadi berturut-turut akan mengakibatkan para investor menarik investsinya karena mereka menganggap perusahaan tersebut mengalami kondisi permasalahan keuangan atau financial distress. Kondisi ini ditakutkan akan terus menerus terjadi yang nantinya akan berakhir pada kondisi kebangkrutan.


(51)

Dalam penelitian terdahulu Atmini (2005) mengungkapkan bahwa model laba merupakan model yang lebih baik daripada model arus kas dalam memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. sejalan dengan penelitian Wahyuningtyas (2010) yang menyatakan bahwa laba sebelum pajak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memprediksi kondisi financial distress. Dari penjelasan tersebut, maka dibentuklah hipotesis berikut ini:

H2 = Laba berpengaruh terhadap kondisi financial distress di suatu perusahaan.

2.4.3 Arus kas terhadap Financial Distress

Karena laporan arus kas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan laporan keuangan lainnya, maka penggunaannya secara bersama-sama akan memberikan hasil yang lebih tepat untuk mengevaluasi sumber dan penggunaan kas perusahaan dalam seluruh kegiatan perusahaan. Dengan demikian dapat membantu para pemakai laporan keuangan untuk mengevaluasi struktur dan kinerja keuangan suatu perusahaan.

Dan didukung penelitian bahwa arus kas memasukkan berbagai aliran dana seperti dividen dan pengeluaran modal (Gentry et al, 2005 dalam Atmini, 2005). Arus kas merupakan prediksi yang buruk terhadap financial distress (Casey et al, 1984 dalam Atmini, 2005). Hal ini juga sejalan dengan Wahyuningtyas (2010) bahwa arus kas tidak berpengaruh terhadap prediksi financial distress.Dari penjelasan tersebut maka dibentuklah hipotesis berikut ini: H3 = Arus kas tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress di suatu perusahaan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Menurut Erlina (2011:66) desain penelitian merupakan rencana induk yang berisi metode dan prosedur untuk mengumpulkan dan menganalisis infoormasi yang dibutuhkan, menetapkan sumber-sumber informasi, teknik yang digunakan, metode sampling dengan analisis data untuk dapat menjawab pertanayaan-opertanyaan penelitian. Jenis penelitian yang dilakukan penulis ialah penelitian deskriptif kuantitatif.

Penelitian deksriptif kuantitatif ialah penelitian yang bertujuan untuk menguraikan atau menggambarkan tentang sifat-sifat (karakteristik) dari suatu keadaan atau objek penelitian, yang dilakukan melalui pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta pengujian statistik.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti melakukan penelitian pada perusahaan manufkatur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mealui media internet dengan situs www.idx.co.id . Waktu penelitian dimulai dari September-November 2013.

3.3 Batasan Operasional

Penulis memberi bataasan penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai : 1. Faktor-faktor yang diteliti yang diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi


(53)

2. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, dan melaporkan laporan keuangan selama periode tersebut.

3. Periode penelitian yang diamati adalah tahun 2010 sampai dengan tahun 2012.

3.4 Definisi Operasional

Menurut Jogiyanto (2004 : 62) “definisi operasional menjelaskan karakteristik dari objek (properti) kedalam elemen-elemen yang dapat dikonservasi yang menyebabkan konsep dapat diukur dan dioperasionalkan di dalam riset”. Variabel dependen disebut juga dengan variabel terikat atau variabel tidak bebas, variabel output, kriteria atau konsekuen, dan menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Variabel tidak bebas ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel sebab atau variabel bebas (Erlina, 2011:36). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel independen (X) adalah variable yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen (terikat) dan yang mempunyai hubungan positif maupun negatif bagi variabel terikat lainnya (Erlina dan Mulyani, 2007). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Likuiditas (X1)

Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya


(54)

secara tepat waktu. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah current ratio. Current ratio dapat diukur dengan :

Current ratio = b. Laba ( )

Laba merupakan selisih lebih dari pendapatan dengan beban. Dan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak/earning before tax (EBT) pada seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam perhitungannya menggunakan rasio laba terhadap total aset, yakni :

Rasio Laba terhadap Total Aset = c. Arus Kas ( )

Arus kas adalah laporan penerimaan dan pengeluarn kas pada periode waktu tertentu. Arus kas sendiri diambil dari angka arus kas yang disajikan dalam laporan keuangan pada sleuruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dalam perhitungannya menggunakan rasio arus kas terhadap total aset yaitu : Rasio Arus Kas terhadap Total Aset =

2. Variabel terikat (dependent variable), merupakan variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen (Erlina, 2008). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah financial distress, dimana variabel dependen disimbolkan dengan “Y”.


(55)

Pengukuran variabel dependen dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari Classens et al (1999) dalam Wardhani (2006), yang menyatakan bahwa perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan (financial distess) yaitu perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (rasio laba usaha terhadap biaya bunga kurang dari 1(satu). Jika nilai interest coverage ratio (ICR) kurang dari 1 (satu), berarti perusahaan tidak sanggup memenuhi pembayaran bunganya, karena laba lebih kecil daripada beban bunga. Untuk menghitung ICR yakni :

ICR =

Variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan variabel dummy, sehingga dalam pengukurannya yaitu perusahaan yang mengalami financial distress diberi skor 1 (satu), sedangkan perusahaan yang tidak mengalami financialdistress diberi skor 0 (nol).

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Berdasarkan pada permasalahan penelitian dan pengembangan hipotesis, maka variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan dan diukur sebagai berikut :


(1)

194

2011

0

1,78

0,0244

0,0354

195

2012

1

2,25

0,0201

0,0683

196

SKBM

2010

0

1,88

0,0310

0,0262

197

2011

0

3,40

0,0374

0,0438

198

2012

0

4,00

0,0467

0,0181

199

SIAP

2010

0

1,87

0,0478

0,0898

200

2011

1

2,08

0,0280

0,0137

201

2012

0

1,32

0,0260

0,0080

202

SPMA

2010

0

1,15

0,0298

0,0042

203

2011

0

1,22

0,0286

0,0191

204

2012

0

2,65

0,0322

0,0244

205

SCCO

2010

0

1,26

0,0714

0,0874

206

2011

0

1,29

0,0996

0,1987

207

2012

0

1,46

0,1511

0,1751

208

AISA

2010

0

1,29

0,0486

0,0080

209

2011

0

1,89

0,0516

0,1768

210

2012

0

1,27

0,0839

0,0264

211

TRST

2010

0

1,23

0,0892

0,0394

212

2011

0

1,40

0,0874

0,0270

213

2012

0

1,30

0,0369

0,0202

214

ULTJ

2010

0

2,00

0,1011

0,1909

215

2011

0

1,48

0,0719

0,1113

216

2012

0

2,02

0,1892

0,2214

217

UNIC

2010

0

1,87

0,0176

0,0536

218

2011

0

1,60

0,0309

0,0444

219

2012

0

1,67

0,0192

0,0496

220

UNVR

2010

0

0,85

0,5224

0,0365

221

2011

0

0,68

0,5318

0,0321

222

2012

0

0,67

0,5396

0,0192

223

VOKS

2010

1

1,47

0,0151

0,0330

224

2011

0

1,48

0,0896

0,0845


(2)

Lampiran 4 Uji Asumsi Klasik

Variables Entered/Removedb

Model Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Arus Kas, Laba,

Likuiditasa

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Financial Distress

Model Summaryb

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,275a ,076 ,063 ,249

a. Predictors: (Constant), Arus Kas, Laba, Likuiditas b. Dependent Variable: Financial Distress


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,152 ,031 4,880 ,000

Likuiditas -,003 ,016 -,019 -,219 ,827

Laba -,441 ,130 -,236 -3,383 ,001

Arus Kas -,150 ,209 -,064 -,717 ,474

a. Dependent Variable: Financial Distress

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value -,34 ,20 ,07 ,071 225

Residual -,140 ,891 ,000 ,248 225

Std. Predicted Value -5,854 1,766 ,000 1,000 225

Std. Residual -,563 3,572 ,000 ,993 225

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1,126 3 ,375 6,041 ,001a

Residual 13,736 221 ,062

Total 14,862 224

a. Predictors: (Constant), Arus Kas, Laba, Likuiditas

b. Dependent Variable: Financial Distress

Coefficient Correlationsa

Model Arus Kas Laba Likuiditas

1 Correlations Arus Kas 1,000 -,228 -,623

Laba -,228 1,000 -,094

Likuiditas -,623 -,094 1,000

Covariances Arus Kas ,044 -,006 -,002

Laba -,006 ,017 ,000


(4)

Lampiran 4 Regresi Logistik

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 225 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 225 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 225 100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Non Financial Distress 0

Financial Distress 1

a. Dependent Variable: Financial Distress

Model Dimension

Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) Likuiditas Laba Arus Kas

1

dimension1

1 3,213 1,000 ,02 ,01 ,03 ,02

2 ,369 2,950 ,00 ,05 ,89 ,12

3 ,305 3,246 ,54 ,00 ,07 ,34

4 ,113 5,334 ,44 ,93 ,01 ,52


(5)

Iteration Historya,b,c

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients Constant

Step 0 1 129,327 -1,716

2 116,227 -2,345

3 115,433 -2,550

4 115,427 -2,570

5 115,427 -2,570

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 115,427

c. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Financial Distress

Percentage Correct Non Financial

Distress

Financial Distress

Step 0 Financial Distress Non Financial Distress 209 0 100,0

Financial Distress 16 0 ,0

Overall Percentage 92,9

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Likuiditas 4,090 1 ,043

Laba 15,886 1 ,000

ArusKas 6,009 1 ,014


(6)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -2,570 ,259 98,144 1 ,000 ,077

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 79,319 3 ,000

Block 79,319 3 ,000

Model 79,319 3 ,000

Iteration Historya,b,c,d

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant Likuiditas Laba ArusKas

Step 1 1 122,366 -1,393 -,014 -1,766 -,600

2 95,742 -1,452 -,042 -6,268 -1,080

3 74,196 -,880 -,020 -18,844 -,508

4 58,729 -,391 ,020 -37,199 ,947

5 47,183 ,269 ,073 -66,068 2,969

6 39,776 ,939 ,169 -105,728 4,669

7 36,761 1,425 ,294 -145,515 5,689

8 36,143 1,707 ,382 -171,492 5,726

9 36,107 1,795 ,407 -179,203 5,510

10 36,107 1,802 ,409 -179,728 5,479

11 36,107 1,802 ,409 -179,730 5,479

12 36,107 1,802 ,409 -179,730 5,479

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 115,427

d. Estimation terminated at iteration number 12 because parameter estimates changed by less than ,001.


Dokumen yang terkait

PREDIKSI FINANCIAL DISTRESS MENGGUNAKAN LABA DAN ARUS KAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

12 49 50

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

2 11 78

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 0 10

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 0 2

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 2 9

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 0 23

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 2 3

Pengaruh Laba dan Arus Kas Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Period Tahun 2012-2014

0 0 4

Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Likuiditas, Laba, Dan Arus Kas Dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8