Kultur Non Fisik SMP Negeri 1 Sleman
                                                                                73 “Kalau  kita  kan  dalam  seminggu  itu  hari  Jumat  itu  ada  kegiatan  krida,
krida itu nanti bisa untuk olah raga, kebersihan, terus nanti untuk  apa  ya, nata-nata  kelas.  Pokoknya  dalam  seminggu  itu  kita  ada  kegiatan  bersih-
bersih bersama-
sama...” HW, 18 Maret 2016 Dalam waktu satu minggu, hari Jumat ada kegiatan Krida. Kegiatan Krida
ini biasanya digunakan untuk olah raga, kebersihan, dan penataan kelas. Sehingga secara  rutin  setiap  kurun  waktu  satu  minggu  siswa  diberikan  waktu  untuk
membersihkan lingkungan kelas, dan kegiatan tersebut di luar kegiatan piket. Selanjutnya, hal serupa juga diungkapkan oleh siswa AS sebagai berikut.
“Tiap Jumat itu ada jumat bersih, terus tempat sampahnya tu udah dibagi menjadi  3,  terus  mmm  apa  ya  mungkin  kalo  apa  ya  tiap  ada  acara-acara
gitu mesti ada acara bersih- bersih gitu.” AS, 18 Maret 2016
Gambar 5. Tempat sampah dibedakan menjadi 3 jenis Setiap  hari  Jumat  ada  kegiatan  Jumat  bersih,  kemudian  tempat  sampah
yang disediakan oleh sekolah sudah tempat sampah yang dipisah menjadi 3 jenis. Selanjutnya  setiap  sekolah  mengadakan  acara  biasanya  juga  dilakukan  kegiatan
bersih-bersih bersama.
74 Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan budaya
bersih  telah  dilaksanakan  dengan  baik  oleh  siswa  dengan  adanya  regu  piket  dan Jumat bersih.
Selain  pembentukan  regu  piket  dan  Jumat  bersih,  sekolah  ini  memiliki program yang dinamakan tumit langkung. Tumit langkung itu sendiri memiliki arti
tujuh  menit  untuk  kebersihan  lingkungan.  Seperti  yang  disampaikan  oleh  ibu EHA selaku pelaksana teknis harian kepala sekolah, menyatakan bahwa:
“Tumitlangkung  itu  juga  ada  di  kurikulum,  tu  itu  tujuh,mit  itu  menit, langkung  itu  ee  tujuh  menit  digunakan  untuk  kebersihan  lingkungan
sebelum KBM dimulai, jadi misalnya ada apa nampak kok ada apa ada apa yuk  kita  bersihkan,  itu  dilaksanakan  kapan  saja  dimanapun,  jadi  tidak
harus  oo  sekarang  bersih-bersih  tujuh  menit  tidak,  itu  diterapkan  kapan
saja oleh kita dan itu sudah tercantum di dalam kurikulum.” Tumitlangkung tercantum di dalam kurikulum. Tu itu tujuh, mit itu menit,
sehingga  tumitlangkung  diartikan  sebagai  tujuh  menit  untuk  membersihkan lingkungan.  Kegiatan  tersebut  dilaksanakan  sebelum  kegiatan  belajar  mengajar
dimulai.  Pada  saat  guru  memasuki  kelas  biasanya  guru  meminta  siswa  untuk memperhatikan  keadaan  di  sekitar  tempat  duduknya  terlebih  dahulu,  apabila
terlihat  ada  sampah  atau  kotoran  yang  nampak,  siswa  diminta  untuk membersihkannya terlebih dahulu baru pelajaran dimulai.
Selanjutnya  menurut  bapak  AI  selaku  guru  PKn  mengenai  tumitlangkung adalah sebagai berikut.
“...ada  program  namanya  tumitlangkung  setiap  hari  anak-anak  harus melimpahkan  waktu  tujuh  menit  untuk  kebersihan  kelas  dan  lingkungan.
Tumitlangkung,  Tujuh  Menit  Untuk  Kelas  dan  Lingkungan.  Ini  program yang sudah kita canangkan sejak 4 tahun yang lalu. Karena memang belum
semua anak mengetahui, sehingga secara tersirat bahwa itu adalah sebuah budaya,  bahwa  anak  tahu  saya  harus  meluangkan  waktu  tujuh  menit,  nah
karena mereka infaq waktunya agak kurang maka kadang kita jadikan satu
75 setiap hari Jumat ada waktu untuk membersihkan kelas dan lingkungan.”
AI, 19 Maret 2016
Ada  program  yang  namanya  tumitlangkung,  jadi  setiap  hari  anak-anak diwajibkan  untuk  melimpahkan  waktunya  selama  tujuh  menit  untuk  kebersihan
kelas  dan  lingkungan  mereka.  Program  ini  telah  dijalankan  selama  4  tahun  dan karena pemahaman setiap siswa itu berbeda-beda sehingga tidak semua siswa itu
mengerti  bahwa  untuk  secara  teknis  pelaksanaan  program  tersebut  merupakan sebuah  budaya.  Namun,  karena  sering  kurangnya  waktu  untuk  membersihkan
lingkungan,  maka  sekolah  mengadakan  kegiatan  Jumat  bersih  untuk  memenuhi waktu para siswa membersihkan kelas dan lingkungan.
Kemudian pemaparan mengenai tumitlangkung juga disampaikan oleh ibu guru SS, bahwa:
“...ada  program  yang  namanya  tumit  langkung,  tumitlangkung  itu  tujuh menit  untuk  membersihkan  lingkungan.  Tumitlangkung,  dulu  bersama-
sama,  tapi  karena  tujuh  menit  itu  juga  lama  mengurangi  jam  efektif belajar, kalo saya secara pribadi saya memberlakukan tidak tumitlangkung
tetapi titiklangkung
, tujuh detik gitu ya hehehe…tujuh detik membersihkan lingkungan.
” SS, 19 Maret 2016 Ada  program  yang  namanya  tumitlangkung,  yaitu  tujuh  menit  untuk
membersihkan  lingkungan.  Pada  awalnya  program  ini  dilaksanakan  secara bersama-sama,  akan  tetapi  karena  tujuh  menit  itu  juga  mengurangi  jam  efektif
belajar,  maka  untuk  saya  pribadi  memberlakukan  titiklangkung  atau  tujuh  detik untuk membersihkan lingkungan.
Budaya bersih di SMP Negeri 1 Sleman dapat terlaksana berkat partisipasi dari
berbagai elemen
warga sekolah.
Pembentukan budaya
terebut diselenggarakan  melalui  Jumat  bersih  dan  kegiatan  tumitlangkung.  Lingkungan
76 sekolah  yang  bersih  tentu  saja  akan  menimbulkan  suasana  belajar  yang  nyaman
dan mampu memberikan semangat yang positif bagi segenap warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman.
Berdasarkan  hasil  pengamatan  peneliti,  Budaya  bersih  telah  cukup terlaksana  dengan  baik  di  lingkungan  SMP  Negeri  1  Sleman  dengan  kondisi
sekolah  yang  bersih  dan  tidak  ditemukannya  sampah  yang  berserakan  di sembarang  tempat.  Selain  itu  tempat-tempat  sampah  juga  disediakan  di  berbagai
sudut  sekolah  sehingga  warga  sekolah  tidak  akan  kesulitan  apabila  hendak membuang  sampah.  Namun  di  beberapa  tempat,  terdapat  barang-barang  seperti
kursi  dan  meja  yang  telah  rusak  dibiarkan  menumpuk  di  sudut  sekolah.  Hal  ini mengindikasikan  bahwa  SMP  Negeri  1  Sleman  memerlukan  gudang  untuk
menyimpan barang sekolah yang sudah tidak dapat digunakan kembali.
2 Budaya Berprestasi
Budaya berprestasi telah ditunjukkan oleh warga sekolah, khususnya siswa yang memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk terus mencetak prestasi. SMP
Negeri 1 Sleman telah cukup banyak mencetak prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik seperti nilai ujian nasional yang masuk ke dalam 5 besar di
kabupaten Sleman. Berbagai  cara  dilakukan  sekolah  untuk  memotivasi  siswa,  seperti  yang
disampaikan oleh bapak guru AI dalam wawancara, sebagai berikut: “...disini  ada  sarapan  pagi.  Sarapan  pagi  itu  bukan  makan  bersama  lho.
Jadi  setiap  hari  Senin-Kamis  itu  anak-anak  kita  berikan  ulangan  harian, jadi  setiap  malam  anak  harus  belajar,  karena  mau  tidak  mau,  suka  tidak
suka besok pagi harus ada ulangan, disamping ulangan yang diadakan guru bukan ulangan yang merupakan sarapan pagi. Terus ada lagi kalo dulu, itu
77 pengganti  Ulangan  Sabtu  Bersama  USB,  sekarang  diganti  sarapan
pagi...” AI, 19 Maret 2016 Di  sekolah  ini  terdapat  program  sarapan  pagi.  Sarapan  pagi  itu  sendiri
bukan makan bersama, akan tetapi setiap hari Senin sampai dengan Kamis anak- anak diberikan ulangan harian. Sehingga mau tidak mau siswa harus belajar setiap
hari karena pagi hari saat mereka di sekolah mereka akan diberikan soal ulangan. Jaman  dulu  sarapan  pagi  ini  dinamakan  USB  atau  Ulangan  Sabtu  Bersama,
dimana  soal  evaluasi  yang  diberikan  hanya  diberikan  setiap  hari  Sabtu  saja,  dan sekarang diganti menjadi sarapan pagi.
Hal  mengenai  sarapan  pagi  juga  didukung  dengan  pernyataan  bapak  AN sebagai petugas perpustakaan, yaitu:
“Cara  menanamkannya  ya  anak-anak  dari  guru-guru  ya  ada,  kalau  nilai anak  turun  itu  ada  pendampingan,  lalu  ketika  anak  sama  kita  itu  ya  saya
berikan arahan. Sarapan pagi itu jam 7 pagi itu udah ada soal” AN, 4 Mei 2016
Menanamkan  budaya  berprestasi  salah  satunya  adalah  apabila  ada  anak yang  nilainya  turun  maka  kemudian  dilakukan  pendampingan.  Sarapan  pagi  itu
setiap jam 7 sudah disediakan soal untuk siswa. Program  sarapan  pagi  tersebut  disusun  dari  materi  pelajaran  yang  belum
dipahami  siswa  secara  baik  sehingga  dibuat  soal-soal  sebagai  latihan  siswa  dan selanjutnya  dievaluasi  untuk  diberikan  pembahasan  soal,  sehingga  siswa  dapat
memahami materi tersebut. Selain program tersebut, pemberian motivasi didalam kelas  juga  dilakukan  oleh  guru.  Motivasi  tersebut  biasanya  berbentuk  pujian
maupun  berupa  barang.  Seperti  yang  dijelaskan  oleh  SS  selaku  guru  Bahasa Indonesia :
78 “...kalau  berprestasi  akan  diberi  reward  sehingga  mereka  terpacu  untuk
selalu  berkompetisi  akhirnya  berprestasi.  Pemberian  apa..  reward meskipun  reward  itu  kalau  dari  gurunya  itu  dari  financial  kurang
sebanding dengan upaya mereka,tapi minimal ketika anak berprestasi kan yang  pertama  bangga  terhadap  diri  sendiri,  dan  bisa  membawa  efek
imbasnya  itu  ke  orang  lain.  Yang  kedua  minimal  karena  anak  itu berprestasi  kan  ya  secara  lisan  ya  ada  pujian  ucapan  selamat
...”  SS,  19 Maret 2016
Siswa  yang  berprestasi  biasanya  akan  mendapatkan  reward,  hal  tersebut memberikan  semangat  positif  bagi  para  siswa  untuk  senantiasa  berkompetisi
mencetak  prestasi.  Pemberian  reward  tersebut  meskipun  dari  pihak  guru  itu nilainya  kurang  sebanding  dengan  usaha  yang  dilakukan  oleh  siswa  akan  tetapi
paling  tidak  hal  tersebut  mampu  memberikan  efek  kepada  siswa  yang  lain. Reward  yang  diberikan  dapat  berbentuk  apapun,  minimal  dengan  memberikan
selamat dan tepuk tangan sebagai bukti apresiasi atas prestasi yang telah diperoleh Didukung dengan pernyataan ibu EHA, bahwa:
“...rewardnya itu berupa reward sesuatu juga bisa berupa diumumkan, itu juga reward lho. Anak-anak yang waktu ulangan harian yang mendapatkan
nilai  tertinggi  adalah  ....  tepuk  tangan,  itu  juga  bentuk  reward,  itu  yang akademik,  kalau  yang  non  akademik  memberikan  peluang  memberikan
kebebasan  kepada  anak  untuk  bisa  memilih  mana  yang  disenengi,  terus misal  dia  menyenangi  sesuatu  guru  memberikan  dorongan  memberikan
motivasi memberikan apa ya istilahnya menemani lah minimal sampai dia
meraih sesuatu.” EHA,2 April 2016
Gambar 6. Piala hasil kejuaraan siswa
79 Reward  itu  sesuatu  yang  diberikan  dapat  juga  berupa  pengumuman.
Misalnya  apabila  siswa  memperoleh  nilai  tertinggi  maka  sekolah  akan mengumumkannya baik pada saat upacara bendera maupun pada saat guru berada
di kelas. Untuk yang non akademik sekolah memberikan kebebasan kepada anak untuk  dapat  memilih  apa  yang  disukai.  Tugas  seorang  guru  adalah  memberikan
dorongan, memberikan motivasi, dan paling tidak menemani siswa hingga meraih sesuatu.
Dengan  adanya  reward  yang  diberikan,  baik  itu  hanya  berupa  ucapan selamat ternyata cukup mampu membuat rasa percaya diri siswa untuk senantiasa
menjadi  siswa  yang  berprestasi.  Namun,  untuk  meraih  prestasi  yang  diinginkan, siswa  membutuhkan  bimbingan  yang  tepat.  Penyelenggaraan  classmeeting  antar
siswa  juga  dirasa  cukup  efektif  untuk  melatih  dan  memotivasi  siswa  untuk memiliki  jiwa  berkompetisi  antara  siswa,  meskipun  saat  ini  untuk
menyelenggarakan  classmeeting  itu  sendiri  pun  dirasa  memiliki  kendala dikarenakan  biaya  operasionalnya  yang  cukup  besar,  sedangkan  sekolah  hanya
memiliki dana BOS yang mana dana tersebut sudah di kategorikan dalam masing- masing  kebutuhan  pokok  sekolah.  Seperti  yang  dikemumukakan  oleh  ibu  guru
KT, yaitu: “Biasanya di sekolah ini akan  ada lomba, atau  classmeeting  gitu itu kan
dilaksanakan pada saat itu kan dilaksanakan satu semester sekali biasanya sebelum  ulangan  umum  atau  setelah  ulangan  itu  ada  kegiatan
classmeeting, berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, ada lomba bidang olah
raga, atau dalam bidang seni...” KT, 19 Maret 2016
80 Sekolah  biasanya  mengadakan  lomba  atau  classmeeting  yang  diadakan
satu tahun sekali. Lomba-lomba yang diadakan biasanya berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, lomba bidang olah raga, dan lomba di bidang seni.
Disampaikan  pula  oleh  AS,  siswa  kelas  9  dalam  wawancara  sebagai berikut.
“...sekolah  ngadain  lomba-lomba  gitu  yang  buat  ningkatin  kreatifitas siswanya.  Antar
siswa bisa antar kelas. Lomba antar sekolah juga.” AS, 18 Maret 2016
Sekolah  mengadakan  lomba-lomba  untuk  meningkatkan  kreatifitas  siswa. Lomba-lomba  tersebut  dilaksanakan  baik  antar  siswa,  antar  kelas,  maupun  antar
sekolah.  Dengan  berbagai  macam  lomba  yang  diadakan  oleh  sekolah,  dengan begitu  diharapkan  siswa  mampu  meningkatkan  kreatifitas  dan  kemampuan
mereka secara terus menerus. Selanjutnya, sebagai tambahan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti
berikut  ini  merupakan  beberapa  prestasi  terakhir  yang  diperoleh  SMP  Negeri  1 Sleman yaitu:
1. Juara  I  MSQ  Tingkat  SMP  Musabaqah  Tilawatil  Qur’an  Korwil  Sleman
Tengah Tahun 2016 2.
Juara  III  MHQ  Putri  Tingkat  SMP  Musabaqah  Tilawatil  Qur’an  Korwil Sleman Tengah Tahun 2016
3. Juara  Umum  Tingkat  SMP  Musabaqah  Tilawatil  Qur’an  Korwil  Sleman
Tengah Tahun 2016 4.
Juara  I  Bulu  Tangkis  Ganda  Campuran  O2SN  SMP  Se  Kabupaten  Sleman Tahun 2016
81 5.
Juara  III  Lomba  Tata  Upacara  Bendera  TUB  Tingkat  SMP  MTs  Tahun 2016
6. Juara I Lomba Tangkas Trampil Perkoperasian Tingkat SLTP Se Kabupaten
Sleman  Tahun  2016  yang  diselenggarakan  oleh  Dinas  Perindagkop Kabupaten Sleman
Dengan  adanya  pemberian  motivasi  dan  berbagai  macam  kegiatan  yang diadakan  oleh  sekolah  diharapkan  siswa  memiliki  jiwa  berkompetisi  yang  tinggi
untuk senantiasa melakukan hal yang terbaik dalam bidang akademik maupun non akademik.  Dukungan  penuh  dari  semua  pihak,  serta  bimbingan  yang  tepat  oleh
guru  kepada  siswa  tentu  akan  menciptakan  suasana  kompetisi  yang  sehat  dan sportif.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, budaya berprestasi telah terlaksana dengan baik ditunjukkan dengan adanya banyak piagam, serta piala penghargaan
yang  diraih  dan  dipajang  di  lobi  sekolah.  Untuk  itulah  masyarakat  sekitar sangatlah  antusias  untuk  menyekolahkan  anak-anak  mereka  di  SMP  Negeri  1
Sleman.
3 Budaya Religius
SMP  Negeri  1  Sleman  merupakan  sekolah  yang  warga  sekolahnya menganut berbagai  agama  yaitu Islam, Katholik, serta Kristen. Perbedaan agama
yang  terdapat  di  sekolah  ini  tidak  menyebabkan  perpecahan,  akan  tetapi  dapat menumbuhkan  suasana  kekeluargaan  dan  toleransi  antar  agama.  Pihak  sekolah
telah  menyediakan  ruang  agama  untuk  warganya  yaitu  dengan  adanya  masjid untuk  warga  sekolah  yang  beragama  Islam,  dan  ruang  agama  yang  dapat
82 digunakan  untuk  kegiatan  keagamaan  Katholik  dan  Kristen.  Ruang  agama
tersebut  dapat  digunakan  secara  bergantian,  akan  tetapi  jika  ruang  agama  tidak mencukupi  maka  kegiatan  keagamaan  tersebut  dapat  dilakukan  di  aula  sekolah.
Penanaman  budaya  religius  terhadap  siswa,  khususnya  siswa  yang  beragama Islam  dilakukan  melalui  adanya  pelajaran  agama,  selain  itu  sholat  dhuha  dan
sholat zhuhur berjamaah juga menjadi salah satu cara untuk menanamkan budaya religius  terhadap  siswa.  Hal  ini  sesuai  dengan  yang  dikatakan  oleh  ibu  EHA
sebagai pelaksana teknis Kepala Sekolah bahwa: “...pagi  itu  ambil  air  wudhu  sholat  itu  yang  kelas  3  tanpa  disuruh,  terus
yang  kedua  di  pelajaran  agama  itu  sudah  ditanamkan,  agama  itu  kan  di kurikulum 2013 itu 3 jam ya, 3 jam itu waktunya tidak terpisah, berturut-
turut. Itu 1 jam nya biasanya tanpa disuruh anak-anak sudah sholat dhuha berjamaah. Terus ada program sholat zhuhur berjamaah, terus ada program
pengajian  per  kelas.  Misalnya  tanggal  berapa  itu  yang  pengajian  kelas  3 paralel, nanti bulan apa itu 8 paralel, terus kelas 7 paralel bulan berikutnya.
Ada  juga  setiap  setahun  sekali  itu  pengajian  akbar  tidak  disini  tetapi  di
masjid situ.” EHA, 2 April 2016
Gambar 7. Slogan untuk melaksanakan sholat Setiap  pagi  tanpa  disuruh  biasanya  siswa  kelas  3  pergi  ke  masjid  untuk
mengambil  air  wudhu  dan  melaksanakan  sholat  dhuha.  Kemudian  pelajaran agama di  dalam kurikulum 2013 mendapat  alokasi waktu  3 jam, biasanya  dalam
waktu  3  jam  tersebut  digunakan  para  siswa  untuk  sholat  dhuha  berjamaah.
83 Selanjutnya  selain  kegiatan  sholat  dhuha,  terdapat  pula  kegiatan  yang  rutin
dilaksanakan  yaitu  sholat  zhuhur  berjamaah  dan  pengajian  per  kelas.  Untuk kegiatan yang lebih besarnya dalam waktu satu tahun terdapat kegiatan pengajian
akbar yang dilaksanakan bersama masyarakat sekitar lingkungan sekolah. Budaya religius ditanamkan melalui kebiasaan berdoa sebelum dan setelah
memulai pelajaran. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai doa bersama dibimbing dari  pusat  dengan  menggunakan  speaker  serta  tadarus  setiap  hari  Jumat  dan  doa
bersama  bagi  siswa  non  muslim.  Hal  ini  disampaikan  oleh  ibu  SS  selaku  guru Bahasa Indonesia bahwa:
“...nanti kalau hari Jumat 10 menit sesudah itu ada tadarus ya, tadarus itu 15  menit,  baru  diawali  KBM.  Nanti  yang  non  muslim  ke  aula  entah
Kristen  atau  Katolik  nanti  ke  aula  dipandu  oleh  guru  agama  mereka  baik Kristen  maupun  Katolik.  Saya  perhatikan  dari  kegiatan  mereka,  yang
pertama  ada  yang  sudah  diberi  tugas  ya,  untuk  yang  besok  siapa  besok siapa  itu  ada  yang  baca,  nah  dari  kitab  suci  itu  kemudian  ada  yang
menafsirkan atau tafsir yang saya dengar di aula itu seperti itu.” SS, 19 Maret 2016
Setiap  hari  Jumat  selama  15  menit  siswa  yang  beragama  muslim  tadarus bersama,  kemudian  dilanjutkan  dengan  kegiatan  belajar  mengajar.  Untuk  siswa
yang non muslim ke aula sekolah untuk melakukan doa bersama didampingi oleh guru agama masing-masing.
Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh MIH siswa kelas VII, bahwa: “...setiap  Jumat  pagi  ya  ada  tadarus  untuk  yang  muslim  lalu  ada  acara
rohanian  bagi  yang  non  muslim  dan  itu  berjalan  setiap  hari  J umat pagi.”
MIH, 18 Maret 2016 Setiap  Jumat  pagi  dilaksanakan  tadarus  untuk  siswa  muslim  dan  acara
rohanian untuk siswa no muslim. Meskipun mayoritas siswa di sekolah ini adalah muslim namun perlakuan sekolah terhadap agama Katholik maupun Kristen tetap
84 sama.  Dengan  di  sediakannya  tempat  ibadah  dan  kegiatan  yang  rutin  dilakukan
bersama. Perbedaan agama yang ada di lingkungan sekolah membuat warga sekolah
memiliki  sikap  toleransi  dan  saling  menghargai  antar  umat  beragama.  Sikap seperti  ini  terwujud  dengan  adanya  jalinan  persahabatan  antar  agama  dan  saling
menghormati satu sama lain. Berdasarkan  hasil  pengamatan  peneliti,  budaya  religi  di  SMP  Negeri  1
Sleman  telah  terlaksana  dengan  baik.  Hal  ini  terlihat  dengan  dilaksanakannya sholat  berjamaah  pada  saat  sholat  zhuhur  dan  dhuha  tiba.  Selain  itu  kegiatan
keagamaan yang lain juga dilaksanakan beriringan dalam sebuah keharmonisan.
4 Budaya Disiplin
Budaya  kedisiplinan  di  SMP  Negeri  1  Sleman  telah  menjadi  kesepakatan setiap  warga  sekolah.  Kedisiplinan  tidak  hanya  menjadi  tanggung  jawab  siswa,
tetapi kepala sekolah, guru dan karyawan. Adapun seperti yang diungkapkan oleh ibu SN melalui wawancara yaitu:
“Kalau  yang  masalah  kedisiplinan  itu  iya  ada  buku  saku,  itu  nanti maksimal  point  nya  100  ya.  Kalau  untuk  siswa  yang  dikeluarkan  belum
pernah  ada  kayaknya  ya,  paling  cuma  pelanggaran  tata  tertib  biasa  gitu. Kalau untuk guru dan karyawan itu ada DP3. Pokoknya penilaian disiplin
pegawai  itu  dinilai  langsung  sama  kepala  sekolah.  Karena  disini  itu termasuk  lingkungan  yang  punya  komitmen  sama  disiplin  yang  tinggi  ya
mbak ya...” SN, 22 Maret 2016 Untuk  masalah  kedisiplinan  sekolah  mengadakan  buku  saku,  dengan
maksimal point 100. Namun sejauh ini untuk siswa yang dikeluarkan dari sekolah belum  ada.  Selanjutnya  untuk  guru  dan  karyawan  ada  DP3.  Penilaian  biasanya
dilakukan  langsung  oleh  kepala  sekolah.  Namun  untuk  secara  keseluruhan,
85 lingkungan kerja yang ada di SMP Negeri 1 Sleman merupakan lingkungan yang
punya komitmen dan disiplin yang tinggi. Begitu  juga  yang  disampaikan  oleh  ibu  EHA  selaku  pelaksana  teknis
Kepala Sekolah, yaitu: “Kedisiplinan  misalnya  terlambat  itu  dia  tidak  boleh  masuk  begitu  saja,
harus  ada  surat  ijin,  terus  biasanya  terlambat  pas  upacara,  dia  tidak  bisa ikut  barisan  di  kelasnya,  jadi  ada  barisan  siswa  telat,  nah  dari  situ  kan
sudah  dibedakan  dengan  yang  lainnya,  itu  untuk  melatih  kedisiplinan... ...Ada  buku  saku,  dimana  di  dalam  buku  saku  itu  berisi  larangan  dan
himbauan.  Himbauannya  apa,  larangannya  apa,  kalau  larangannya  itu  dia melanggar berarti harus  ada  point, misalnya tidak boleh membawa hp itu
nanti dicatet point
nya berapa.” EHA, 2 April 2016
Gambar 8. Buku saku siswa Apabila siswa terlambat tidak boleh masuk begitu saja, biasanya harus ada
surat ijin dari guru piket terlebih dahulu. kemudian apabila siswa terlambat pada saat  upacara  bendera,  siswa  tidak  ikut  barisan  kelasnya  melainkan  menjadi  satu
dengan  barisan  siswa  yang  telat  berangkat  upacara  bendera.  Terdapat  pula  buku saku,  dimana  di  dalamnya  berisi  larangan  dan  himbauan  yang  apabila  siswa
melanggar peraturan yang ada maka akan mendapatkan point.
86 Dalam  pelaksanaannya  budaya  disiplin  tersebut  telah  tertuang  di  dalam
aturan tata tertib baik dari siswa, guru, maupun karyawan SMP Negeri 1 Sleman. Selain  itu  budaya  disiplin  juga  dituangkan  ke  dalam  slogan-slogan  yang  ada  di
lingkungan  sekolah  sebagai  media  motivasi  warga  sekolah  untuk  berperilaku disiplin. Hal ini tentu saja dapat memotivasi siswa untuk datang ke sekolah tepat
waktu,  tidak  terlambat  saat  masuk  kelas,  serta  tidak  membawa  handphone  ke sekolah  kecuali  untuk  kepentingan  pelajaran.  Adapun  seperti  yang  diungkapkan
oleh bapak guru AI sebagai berikut. “...karena  kedisiplinan  kan  tidak  sekedar  datang  dan  pulang  tepat  pada
waktunya tapi disiplin-disiplin  yang lain, termasuk disiplin melaksanakan tugas,  disiplin  berpakaian,  disiplin  keseragaman,  maka  disini  berlaku
point.  Jadi  anak-anak  yang  tidak  disiplin  maka  dia  mendapatkan  point sesuai dengan nilai point yang telah ditetapkan oleh sekolah bersama osis.
Misalnya tidak seragam sepatunya kena point 10, terlambat masuk sekolah 10
...” Sistem  point  juga  diterapkan  dalam  menanamkan  nilai-nilai  kedisiplinan
bagi  para  siswa.  Bagi  siswa  yang  tidak  mematuhi  aturan  tata  tertib  seperti terlambat  masuk  sekolah,  memakai  sepatu  warna  selain  hari  Jumat,  serta
pelanggaran aturan tata tertib yang lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh  siswa AS, sebagai berikut.
“Kalo yang datang terlambat ya biasanya dapat  point. Biasanya 25. Kalo sudah 100 nanti ditaruh di BK, biasanya kalo sudah 75 itu biasanya ditaruh
di BK terus di bimbing.” AS, 18 Maret 2016 Setelah  siswa  melakukan  pelanggaran  beberapa  kali  biasanya  guru
memanggil  siswa  ke  BK  untuk  diberikan  bimbingan  lebih  lanjut.  Hal  serupa mengenai sistem point juga disampaikan oleh siswa MIH, yaitu:
87 “Kalo di upacara itu ada aturannya, sepatu harus hitam, baju harus putih,
dan  memakai  seragam  harus  yang  lengkap.  Jikalau  ada  siswa  yang  tidak nanti  akan  ditarik  ke  belakang  lalu  pada  saat  akhir  upacara  mereka  akan
menulis  di  buku  point,  dari  guru  BK.  Kalau  sudah  ngumpul  pointnya  itu kan  kita  maksimal  100  point  nanti  misalkan  sudah  100  sekolah  akan
mengembalikan siswa kepada orangtua. Itu tapi enggak dalam 3 tahun itu enggak, nanti setiap tahun ada pemutihan lagi, misal kelas 7 sudah 75 nanti
kelas 8 sudah
0 lagi gitu.” MIH, 18 Maret 2016 Pada  saat  upacara  siswa  wajib  memakai  sepatu  hitam  dan  seragam
lengkap. Apabila ada siswa yang melanggar siswa tersebut akan dicatatkan  point nya  ke  dalam  buku  saku.  Setiap  siswa  memiliki  point  maksimal  melakukan
pelanggaran  sebanyak  100.  Namun,  sebelum  mencapai  point  tersebut  dilakukan pemanggilan dari orangtua siswa.
Pernyataan tersebut didukung dengan keterangan dari ibu guru KT selaku guru PKn sebagai berikut.
“Kita  juga  ada  buku  saku,  buku  saku  itu  di  dalamnya  ada  item  yang menyangkut tata tertib siswa yang didalamnya itu ada point tertentu kalau
siswa melanggar. Point maksimal itu 100 nanti ada pemanggilan orangtua. Bahkan  sebelum  point  100  pun    itu  udah  dilakukan  pemanggilan
orangtua.” KT, 19 Maret 2016
Gambar 9. Skor Pelanggaran dalam Buku Saku
88 Lingkungan belajar yang kondusif dapat tercipta melalui kedisiplinan yang
ditegakkan oleh seluruh warga sekolah. Setiap upacara hari Senin, kepala sekolah memberikan  himbauan  kepada  warga  sekolah  untuk  berperilaku  disiplin  dan
sesuai  aturan.  Beliau  memberikan  contoh  dengan  datang  ke  sekolah  lebih  awal, menyambut para siswa untuk bersalaman setiap pagi di gerbang sekolah bersama
dengan para guru. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sekolah ini dengan
kepala  sekolah,  guru,  karyawan  dan  siswa  nampak  bahwa  budaya  disiplin  telah tertanam  dan  terwujud  dengan  baik,  meskipun  dalam  pelaksanaannya  masih
terdapat  beberapa  pelanggaran-pelanggaran  kecil  dan  beberapa  warga  sekolah yang  belum  bisa  mentaati  aturan  sekolah  sepenuhnya.  Sekolah  senantiasa
berusaha untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan adanya aturan dan sanksi yang  jelas  serta  pemberian  arahan  kepada  seluruh  warga  sekolah  setiap  upacara
maupun didalam kelas untuk para siswa.
5 Budaya Kerjasama
Dalam  upaya  meraih  tujuan  sekolah,  kerjasama  sangatlah  diperlukan khususnya  untuk  warga  sekolah  agar  kebijakan  yang  diterapkan  demi
meningkatkan  kualitas  sekolah  dapat  terlaksana  dengan  baik.  Upaya  penanaman nilai kerjasama oleh sekolah kepada siswa secara tidak langsung telah terlaksana
melalui  kegiatan  pembelajaran  setiap  harinya.  Dengan  kurikulum  2013  yang digunakan  di  sekolah,  kerjasama  menjadi  salah  satu  aspek  yang  terdapat  dalam
pembelajaran  kurikulum  2013.  Seperti  yang  disampaikan  oleh  ibu  EHA  sebagai
89 pelaksana  teknis  kepala  sekolah  dan  merangkap  sebagai  guru  Biologi  di  SMP
Negeri 1 Sleman, yaitu: “Kalau kerjasama itu sebenarnya sudah ada di keseharian siswa ya, karena
K13  itu  tu  penilaiannya  kan  tidak  hanya  penilaian  secara  biasa,  ada penilaian keterampilan ada penilaian sikap, nah sub dari penilaian sikap itu
salah  satunya  ada  nilai  kerjasama.  Jadi  kerjasama  itu  diterapkan  dalam KBM, setiap guru itu memiliki nilai kerjasama siswa. Sudah diterapkan di
kurikulum 2013.” EHA, 2 April 2016
Gambar 10. Siswa sedang melakukan diskusi kelompok Kerjasama secara tidak langsung telah tertanam dalam kegiatan sehari-hari
siswa  di  sekolah.  Sekolah  telah  menggunakan  kurikulum  2013  dan  keterampilan menjadi salah satu sub penilaian sikap siswa.
Pernyataan  tersebut  didukung  dengan  hasil  wawancara  dengan  bapak  AI selaku guru di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut.
“Secara  tidak  langsung,  di  kegiatan-kegiatan  kepramukaan  kegiatan- kegiatan  yang  lain  kan  mengutamakan  kerjasama.  Bahkan  di  media
pembelajaran kita sekarang kan harus menanamkan itu, apa sih kurikulum 13  kerjasama  merupakan  tujuan  yang  harus  tercapai,  karena  mesti  ada
diskusi, ada kerjasama, ada kerja kelompok. Kalo ada kerja kelompok, ada kerj
a bareng itu kan juga kerjasama begitu.” AI, 19 Maret 2016 Penanaman  budaya  kerjasama  telah  menjadi  bagian  dari  kurikulum  2013
itu  sendiri.  Guru  sebagai  tonggak  proses  belajar  mengajar  menanamkan  nilai kerjasama  tersebut  dengan  membentuk  kelompok  belajar.  Meskipun  dalam
90 beberapa  kasus  masih  terdapat  anak  yang  tidak  dapat  bekerjasama  dengan  baik
atau  terlibat  dalam  kegiatan  kelompok.  Selain  melalui  kegiatan  pembelajaran, kerjasama  juga  dapat  ditanamkan  melalui  kegiatan  luar  sekolah,  yaitu  outbound.
Kegiatan outbound di SMP Negeri 1 Sleman biasanya ditujukan untuk siswa kelas 9 sebelum menempuh  ujian nasional sebagai sarana pelepas penat  siswa.  Seperti
yang disampaikan oleh ibu SN, bahwa: “Kerjasama itu kalau disini untuk siswa outbound ada, tapi paling khusus
untuk  yang  kelas  3  aja  mbak,  menjelang  ujian  kaya  gitu  untuk  melepas penat.” SN, 22 Maret 2016
Selain  melalui  pembelajaran  dan  outbound,  nilai  kerjasama  juga ditanamkan melalui classmeeting. Dalam classmeeting siswa dituntut untuk dapat
bekerjasama mengikuti  lomba-lomba agar kelas  mereka memperoleh  gelar juara. Berikut merupakan hasil wawancara dengan MIH selaku anggota OSIS:
“...classmeeting  juga  udah,  itu  setiap  akhir  semester  1  itu  pasti  akan diadakan  classmeeting  oleh  OSIS  itu  berupa  sepakbola,  voly,  tenis  meja,
terus  bulu  tangkis,  eee..  seputaran  itu.  Sama  dulu  itu  pernah  lomba berkelompok lomba membuat nah.. itu poster poster yang ditempelkan itu
ber...  apa  tulisan  anti  narkoba  itu  bentuk  asli  dari  kerjasama  antar kelompok  di  kelasnya.  Itu  yang  ngadain  OSIS  juga.  Yang  di  pigura  itu,
diatas yang pake pewarna. Ditentuin masing-masing kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok” MIH, 18 Maret 2016 Setiap  akhir  semester  satu  diadakan  lomba  antar  kelas  atau  classmeeting
dan lomba-lomba yang diadakan berupa lomba olah raga, dan kesenian. Selain itu diadakan  juga  lomba  membuat  poster  secara  berkelompok  dan  hasilnya  di
pasangkan pigura dan diletakkan di lingkungan sekolah. Mengenai  kegiatan  classmeeting  juga  disampaikan  oleh  siswa  kelas  7
yaitu:
91 “Kerjasama. Classmeeting itu biasanya sebelum classmeeting itu mulai itu
kita ada apa ya istilahnya rapat kelas untuk bagi-bagi misalnya kamu ikut lomba ini kamu ikut lomba ini, ya gitu...” HW, 18 Maret 2016
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di sekolah, budaya kerjasama  sudah  cukup  terlihat  terlaksana  dengan  baik  di  sekolah.  Terbukti
dengan  adanya  kegiatan  kelompok  siswa  yang  mengerjakan  tugas  kesenian  di sekolah dan diskusi kelompok juga telah terlihat pada saat pembelajaran biologi.
6 Budaya Sopan Santun
Budaya berperilaku  yang diharapkan berkembang di sekolah adalah sikap sopan  santun,  saling  menghormati,  jujur,  toleransi,  serta  dapat  saling  bekerja
sama.  Budaya  berperilaku  sopan  santun  di  sekolah  ditunjukkan  dengan  interaksi warga sekolah satu sama lainnya dengan adanya budaya senyum, salam, dan sapa.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan ibu guru KT dalam wawancara, yaitu: “Ada 3S, itu guru-guru sudah dijadwal untuk salaman didepan setiap pagi.
Kalau  ketemu  itu  walaupun  saya  tidak  mengajar  minimal  salaman  dan memberikan  salam.  Itu  kalau  ketemu  langsung  lho,  kalau  jauh  tidak  juga
tidak  apa  apa.  Tapi  anak-anak  disini  sudah  terbiasa  kalau  ketemu  sama
guru pasti salaman.” KT, 19 Maret 2016
Gambar 11. Siswa hendak bersalaman dengan guru Setiap guru sudah memiliki jadwal untuk bersalaman di depan setiap pagi
menyambut  siswa  yang  berangkat  sekolah.  Pada  saat  berada  di  lingkungan
92 sekolah  biasanya  anak-anak  memberikan  salam  dan  bersalaman  dengan  guru
maupun staf karyawan yang mereka temui. Pelaksanaan  program  3S  juga  disampaikan  dalam  pernyataan  bapak  AI,
sebagai berikut. “Selalu  3S  tadi,  sopan  santun  salam  sapa  ini  kan  selalu  kita  tanamkan.
Setiap  ketemu  dengan  siapapun  tidak  hanya  dengan  gurunya  anak-anak wajib memberikan salam dan sapa. Bahkan mungkin setiap murid ketemu
saya  mesti  bersalaman,  setiap  murid  ketemu  guru  bersalaman,  saling mengucapkan  selamat  pagi,  assalamualaikum,  selamat  siang,  dll.  Dan  ini
wajib, kalo diam guru harus menegur, itu akan menjadi sebuah k
ebiasaan.” AI,19 Maret 2016
Budaya bertegur sapa, memberikan salam, dan bersalaman sudah  menjadi kebiasaan  para  siswa  dalam  kesehariannya  di  lingkungan  sekolah.  Selanjutnya
kedua  pernyataan  tersebut  didukung  dengan  hasil  wawancara  terhadap  siswa. Seperti yang disampaikan MIH selaku anggota OSIS, bahwa:
“Untuk  sopan  kami  dari  OSIS  udah  pernah  mengeluarkan,  ee..  apa  ya kayak  peraturan  kalo  misalkan  ada  di  lingkungan  sekolah  itu  kita  harus
menerapkan  3S.  Entah  itu  terhadap  guru,  teman  sebaya,  tukang  kebun, semua warga sekolah harus menerapkan 3S dan itu kalo untuk siswa baru
diadakan  pas  MOS,  diberitahu  pas  masa  orientasi  siswa  itu  mereka diberitahu jadi tata krama di SMP Negeri 1 Sleman itu seperti ini, dan jika
anda  melanggar  itu  akan  mendapatkan  sebuah  sa
nksi,  begitu.”  MIH,  18 Maret 2016
Dukungan  OSIS  sebagai  organisasi  sekolah  dalam  menanamkan  budaya sopan  santun  juga  dilaksanakan  pada  saat  pertama  kali  siswa  masuk  ke  SMP
Negeri  1  Sleman.  OSIS  memberikan  penyuluhan  dan  pengarahan  kepada  siswa baru untuk menerapkan 3S di lingkungan sekolah.  Begitu juga disampaikan oleh
HW dan AS sebagai siswa kelas 7 dan kelas 9, sebagai berikut.
93 “Kesopanan,  kita  kan  menerapkan  ee...  senyum,  sapa,  salam.  Setiap  ada
guru kita harus senyum,  harus nyapa, sama harus  ngucapin salam. Begitu juga  sama  temen-temen  sebaya  kita  ataupun  kakak  kelas  kita  harus  tetep
harus senyum, sapa, salam.” HW, 18 Maret 2016 “Kalo kesopanan disini tu sama guru itu tu kaya apa ya dianggap orang tua
sendiri  menurutku  sih,  jadi  tiap  kita  pulang  tu  sering  mbak  itu  bajunya kurang  apa  gitu  hehe..  Ada  3S.  Senyum,  salam,  sapa.”  AS,  18  Maret
2016
Pelaksanaan 3S di dalam sekolah telah cukup efektif dibiasakan oleh pihak sekolah. Tidak hanya siswa kepada guru, tetapi juga sebaliknya guru kepada siswa
juga  melaksanakan  3S  setiap  harinya.  Ditambah  dengan  adanya  kegiatan bersalaman  setiap  pagi  didepan  pintu  gerbang  masuk.  Seperti  yang  disampaikan
oleh ibu SN selaku staf tata usaha di SMP Negeri 1 Sleman ini, bahwa: “Setiap pagi itu ada 3S mbak, senyum sapa salam. Setiap jam 06.15 guru
sudah  stand  by  di  pintu  masuk  gerbang  sekolah  untuk  menyalami  anak- anak  setiap  pagi.  Kalau  untuk  yang  selain  itu  apa  ya,  paling  kalau  siswa
bertemu  dengan  guru  atau  karyawan  ya  biasanya  salaman  gitu  sama mengucapkan sa
lam gitu aja sih.” SN, 22 Maret2016 Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di sekolah ini nampak
bahwa budaya berperilaku sopan santun  sudah  menjadi  kebiasaan warga sekolah disini.  Hal  tersebut  terlihat  pada  saat  siswa  bertemu  dengan  guru  atau  staf
karyawan  mereka  langsung  mengucapkan  salam  kemudian  bersalaman.  Antar warga  sekolah  telah  terjalin  interaksi-interaksi  komunikatif  yang  akrab  namun
tetap  menghormati  satu  sama  lain.  Kepala  sekolah  selalu  mengingatkan  warga sekolah  untuk  membudayakan  berperilaku  sopan  santun,  baik  pada  saat  pertama
siswa masuk sekolah maupun pada saat ada acara tertentu atau pada saat upacara bendera.  Selanjutnya  untuk  guru  dan  karyawan  selalu  di  himbau  agar  mampu
94 berkomunikasi serta beriteraksi dengan baik membiasakan sopan santun sehingga
dapat menjadi teladan bagi siswa.
7 Budaya Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan peran sertanya di lingkungan sekolah, rasa tanggung jawab  menjadi  penting  untuk  dimiliki  oleh  setiap  warga  sekolah  SMP  Negeri  1
Sleman. Hal tersebut menjadi penting dikarenakan tanpa adanya tanggung jawab dari  masing-masing  individu  maka  kegiatan  yang  ada  di  sekolah  ini  tidak  akan
berjalan dengan baik. Akan terjadi ketimpangan dan tidak terlaksananya kegiatan yang direncanakan jika rasa tanggung jawab tersebut tidak dimiliki oleh masing-
masing  individu  di  SMP  Negeri  1  Sleman.  Untuk  siswa,  rasa  tanggung  jawab tersebut dapat tercermin dari dikerjakan atau tidaknya tugas-tugas yang diberikan
oleh guru, atau dapat juga tercermin dari bagaimana siswa merawat dan  menjaga kebersihan lingkungan belajarnya.
Dalam  menanamkan  rasa  tanggung  jawab  tersebut  ada  beberapa  cara menanamkannya kepada siswa, anatara lain sebagai berikut.
“Ee nilai tanggung jawab dari konsepnya itu anak kan punya beban nggih beban yang harus mereka selesaikan di tunaikan, itu baik dari segi pribadi
maupun dari segi sekolah kan di pembelajaran tadi kan ada nilai sikap ya,
nilai  tanggung  jawab,  ada  disiplin,  ada  kejujuran,  per  aspek.”  SS,  19 Maret 2016
95 Gambar 12. Pengerjaan tugas kelompok
Penanaman  rasa  tanggung  jawab  juga  dapat  ditanamkan  dalam  kegiatan pembelajaran sehari-hari, seperti dengan adanya pemberian tugas sekolah. Dalam
pemberian  tugas  tersebut  siswa  diberikan  batasan  waktu  pengumpulan  tugas. Seperti yang diterapkan oleh ibu KT dalam mata pelajaran PKn, yaitu:
“Tanggung  jawab  kan  merupakan  suatu  tugas  yang  harus  diselesaikan. Tanggung jawab dalam hal misal tugas, kalau saya misalnya biasanya saya
sama  anak-anak  membuat  komitmen  dulu  tugas  ini  diselesaikan  berapa hari,  terus  dikumpulkan  kapan.  Misalnya  pas  hari  Sabtu  ada  tugas
dikumpulkan hari Rabu ya hari Rabu. Bagi  yang mengumpulkan pas hari Rabu  atau  yang  sebelum  hari  Rabu  saya  beri  nilai  plus,  nanti  biasanya
kalau  melebihi  hari  Rabu  nilainya  saya  kurangi  gitu..
.  ”  KT,  19  Maret 2016
Dalam  pembelajaran  sehari-hari  saat  pemberian  tugas,  guru  dan  siswa membuat  kesepakatan  pengumpulan  tugas,  apabila  siswa  mengumpulkan  tugas
melebihi waktu yang telah ditentukan maka nilai tersebut tidak akan sama dengan siswa yang mengumpulkan tugas tepat waktu. Cara tersebut dirasa cukup mampu
memupuk  rasa  tanggung  jawab  siswa  terhadap  diri  mereka  sendiri.  Selain menggunakan  metode  di  atas,  sekolah  telah  merencanakan  program  pembagian
wilayah, dimana wilayah tersebut akan dibangun taman dan masing-masing kelas
96 akan  bertanggung  jawab  merawat  dan  mengelola  satu  taman.  Seperti  yang
disampaikan oleh bapak AI sebagai berikut. “...sekolah  ini  akan  kita bagi  menjadi  21  area,  jadi  setiap  kelas  kita  beri
tanggung jawab untuk mengelola area tertentu, taman atau apa.. sementara tanggung  jawabnya  adalah  tanggung  jawab  kelas  dan  area  lingkungan
kelas  yang  sudah,  tapi  kedepannya  nanti  sudah  menjadi  wacana  tapi insyaallah dalam waktu dekat kita laksanakan yaitu tanggung jawab kelas
terhadap l
ingkungan sekolah...” AI, 19 Maret2016 Pembagian  wilayah  tersebut  ditujukan  selain  untuk  memperindah
lingkungan  sekolah,  dapat  juga  sebagai  ajang  kompetisi  siswa  untuk  dapat mengelola  taman  bagian  mereka  dengan  baik.  Penanaman  rasa  tanggung  jawab
dari  lingkungannya  sendiri  juga  disampaikan  oleh  MIH  selaku  siswa  kelas  8, bahwa:
“Kalo tanggung jawab sekiranya itu sudah dibilangin  ya sama  guru wali kelasnya,  kan  setiap  siswa  mempunyai  bangku  masing-masing,  oh  kamu
bangku  yang  ini  kamu  yang  ini  dan  kamu  yang  ini.  Nah  jikalau  siswa merusak atau tidak mau menjaga nah maka nanti siswa diberi sanksi kaya
siswa  mempergunakan  di  lab,  mereka  memecahkan  gelas  ukur  atau merusakkan  alat-alat  mereka  harus  diberikan  sanksi.  Mereka  akan  diberi
sanksi kalau misalkan mereka terus akan apa yaa... dari guru itu menegur siswa kamu gini gini gini, mungkin dari situ sudah melatih tanggung jawab
ya  untuk  dalam  hal  menjaga  barang  tersebut,  dengan  bertanggung  jawab untuk menggunakan...
” MIH, 18 Maret 2016 Sebelum  pembelajaran  dimulai  biasanya  guru  memberikan  motivasi  atau
arahan  kepada  siswa.  Setiap  siswa  memiliki  tanggung  jawab  masing-masing dalam  menjaga  lingkungan  belajarnya  yang  dimulai  melalui  bangku  mereka
masing-masing.  Apabila  siswa  merusak  barang  milik  sekolah  maka  siswa diberikan sanksi untuk mengganti barang yang sudah ia rusakkan. Dengan begitu
siswa  akan  belajar  untuk  lebih  berhati-hati  dan  mau  menjaga  serta  merawat
97 fasilitas  yang  ada  di  sekolah.  Begitu  pula  dengan  yang  disampaikan  oleh  HW
siswa kelas 7, yaitu: “Tanggung jawab... kalau misalnya kita dikasih tugas, tapi nanti ada yang
nggak  ngerjain,  biasanya  kan  mereka  ngerjainnya  pagi-pagi  sebelum masuk  itu,  kadang-kadang  malah  nyontek  temennya  nah  itu  waktu  itu
pernah  diadain  motivasi.  Motivasi  kaya  kita  tu  tetep  jadi  orang  yang bertanggung  jawab  gitu  lho.  Jangan  cuma  bisanya  ngandelin  temennya.
Jadi  kita  harus  tetep  berusaha  supaya  kita  bisa  ngerjain  tugas  itu  sendiri,
gitu” HW, 18 Maret 2016 Sistem  reward  and  punishment  menjadi  salah  satu  upaya  sekolah,  dalam
hal ini lebih terkhusus oleh guru untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa.  Hal  mengenai  pemberian  hukuman  jika  terjadi  pelanggaran  disampaikan
oleh AS selaku siswa kelas 9, sebagai berikut. “Kalo  tanggung  jawab  setiap  pelanggaran  ada  sanksi,  setiap  kebijakan
sekolah ada sanksinya. Kalo nggak ngerjain PR ada hukumannya biasanya suruh  maju  ke  depan  njelasin.  Terus  sekarang  tu  kelas  9  kan  suruh  bawa
buku terus to, jadi kalo nggak bawa dendanya 5.000, nanti dikumpulin ke kas kelas. Untuk belanja peralata
n kelas” AS, 18 Maret 2016 Selanjutnya, penanaman nilai tanggung jawab untuk staf dan karyawan di
SMP  Negeri  1  Sleman  dilakukan  dengan  adanya  evaluasi  program  untuk mengetahui sejauh mana program  yang telah dibentuk terlaksana dan bagaimana
perkembangannya. Hal tersebut disampaikan oleh SN, bahwa: “Untuk  tanggung  jawab  sendiri  kami  biasanya  ada  evaluasi  program
masing-masing,  sudah  sejauh  mana  berjalan,  kalau  terhambat  apa  penyebabnya gitu.” SN, 22 Maret 2016
Berdasarkan  hasil  pengamatan  peneliti,  nilai  tanggung  jawab  di lingkungan  SMP  Negeri  1  Sleman  sudah  cukup  baik.  Hal  tersebut  dapat  terlihat
ketika siswa diberikan tugas di luar kelas siswa tidak lantas bermain sendiri atau
98 bermalas-malasan,  akan  tetapi  mereka  tetap  mengerjakan  dan  menyelesaikan
tugas yang telah diberikan oleh guru mata pelajaran pada saat itu.
8 Minat Membaca
SMP  Negeri  1  Sleman  telah  memiliki  perpustakaan  yang  cukup  luas  dan memiliki  fasilitas  yang  cukup  lengkap.  Namun  dalam  mengembangkan  minat
membaca  siswa,  sekolah  memiliki  program  khusus  selain  kunjungan  rutin  ke perpustakaan.  Sekolah  menerapkan  program  membaca  setiap  pagi  15  menit
sebelum mata pelajaran dimulai.  Disampaikan ibu EHA dalam wawancara selaku Plt kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut.
“Ada  programnya  itu  program  membaca,  15  menit  setiap  hari  Senin sampai  hari  Kamis,  setiap  hari  Senin  sampai  Kamis  15  menit  pada  pukul
07.00  sampai  07.15  itu  sudah  dijadwal,  selain  itu  guru  memberikan kesempatan kepada siswa untuk eksplorasi itu memperluas
pengetahuan...” EHA, 2 April 2016
Ada  program  membaca  yang  dilaksanakan  setiap  hari  Senin  sampai dengan  Kamis  15  menit  awal  dari  pukul  07.00  sampai  pukul  17.15  siswa
diberikan  waktu  untuk  membaca  buku  dan  mengeksplorasi  pengetahuan  mereka. Disampaikan pula oleh ibu KT pada saat wawancara, yaitu:
“Ini  baru  saja  ada  kegiatan  membaca  sebelum  pelajaran  dimulai  ada kegiatan membaca15 menit. 15 menit sebelum pelajaran dimulai itu setiap
hari, tapi baru berjalan beberapa bulan ini.” KT, 19 Maret 2016
Kegiatan membaca yang dilakukan 15 menit sebelum pelajaran dimulai ini telah terlaksana dalam waktu beberapa bulan terakhir. Kedua pernyataan tersebut
didukung dengan hasil wawancara siswa yaitu:
99 “...Jadi  dari  hari  Senin,  Selasa,  Rabu,  Kamis  itu  15  menit  sebelum
pembelajaran  akan  dimulai  baca  buku,  tapi  guru  wali  kelasku  kan menyarankan  buku  yang  mungkin  banyak  memiliki  manfaat  kaya
ensiklopedia, atau buku lainnya” MIH, 18 Maret 2016 Kebijakan  tersebut  diterapkan  untuk  membiasakan  siswa  membaca  buku
setiap  harinya.  Karena  pada  dasarnya  suatu  kebiasaan  itu  pada  awalnya  harus  di paksakan  diterapkan  terlebih  dahulu  sebelum  sedikit  demi  sedikit  tanpa  disuruh
pun siswa sudah dengan sadar diri membaca buku baik itu fiksi maupun non fiksi. Seperti yang disampaikan oleh bapak AI dalam wawancara sebagai berikut.
“...kemarin itu sudah kita coba, 15 menit awal itu kita berikan waktu anak- anak  silahkan  membaca  dan  membuat  sebuah  rangkuman  dari  hasil
membacanya  itu  kemudian  kita  presentasikan  apa  yang  kamu  baca.  Dan kemarin  bukan  buku  materi  pelajaran  tapi  lebih  banyak  buku  tentang
cerita-cerita  fiksi  atau  apa  gitu,  novel.  Yang  penting  anak-anak  membaca
dulu” AI, 19 Maret 2016 Dengan diterapkannya kebijakan tersebut kini keadaan perpustakaan mulai
ramai, dan koleksi koleksi yang dimiliki perpustakaan pun diperbaharui sehingga menambah minat membaca siswa.
Gambar 13. Grafik peningkatan perpustakaan
100 Hal  tersebut  didukung  dengan  hasil  pengamatan  peneliti,  bahwa  setiap
harinya perpustakaan ini selalu ramai dikunjungi siswa baik itu untuk peminjaman buku  atau  untuk  penggunaan  komputer  sebagai  media  pencari  informasi.  Selain
itu petugas perpustakaan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman begitu ramah dengan pengunjung  sehingga  dapat  meningkatkan  minat  siswa  untuk  berkunjung  ke
perpustakaan ini.
9 Ekstrakurikuler
Kegiatan  ekstrakurikuler  merupakan  salah  satu  media  yang  dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi dan bakat yang
ada di dalam dirinya. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menjadi sarana siswa dalam memanfaatkan waktu dan mengembangkan prestasinya di bidang non
akademik. Oleh karena itu sekolah selalu berusaha untuk memaksimalkan fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada agar siswa dapat berkegiatan dengan nyaman
di sekolah. Berikut merupakan ekstrakurikuler yang ada di SMP Negeri 1 Sleman: Osis,  PMR,  KIR,  Tonti,  Marching  Band,  Pramuka,  Batik,  Voly,  Basket,  Sepak
Bola, Pencak Silat, Aero Modeling, Atletik, Karawitan, Musik, dan Paduan Suara. Kegiatan  ekstrakurikuler  ini  lebih  difokuskan  kepada  siswa  kelas  VII  dan  VIII,
sedangkan  kelas  IX  lebih  disarankan  untuk  mengurangi  segala  kegiatan  non akademik dan mulai diarahkan untuk persiapan Ujian Nasional.
101