Kultur Non Fisik SMP Negeri 1 Sleman

73 “Kalau kita kan dalam seminggu itu hari Jumat itu ada kegiatan krida, krida itu nanti bisa untuk olah raga, kebersihan, terus nanti untuk apa ya, nata-nata kelas. Pokoknya dalam seminggu itu kita ada kegiatan bersih- bersih bersama- sama...” HW, 18 Maret 2016 Dalam waktu satu minggu, hari Jumat ada kegiatan Krida. Kegiatan Krida ini biasanya digunakan untuk olah raga, kebersihan, dan penataan kelas. Sehingga secara rutin setiap kurun waktu satu minggu siswa diberikan waktu untuk membersihkan lingkungan kelas, dan kegiatan tersebut di luar kegiatan piket. Selanjutnya, hal serupa juga diungkapkan oleh siswa AS sebagai berikut. “Tiap Jumat itu ada jumat bersih, terus tempat sampahnya tu udah dibagi menjadi 3, terus mmm apa ya mungkin kalo apa ya tiap ada acara-acara gitu mesti ada acara bersih- bersih gitu.” AS, 18 Maret 2016 Gambar 5. Tempat sampah dibedakan menjadi 3 jenis Setiap hari Jumat ada kegiatan Jumat bersih, kemudian tempat sampah yang disediakan oleh sekolah sudah tempat sampah yang dipisah menjadi 3 jenis. Selanjutnya setiap sekolah mengadakan acara biasanya juga dilakukan kegiatan bersih-bersih bersama. 74 Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan budaya bersih telah dilaksanakan dengan baik oleh siswa dengan adanya regu piket dan Jumat bersih. Selain pembentukan regu piket dan Jumat bersih, sekolah ini memiliki program yang dinamakan tumit langkung. Tumit langkung itu sendiri memiliki arti tujuh menit untuk kebersihan lingkungan. Seperti yang disampaikan oleh ibu EHA selaku pelaksana teknis harian kepala sekolah, menyatakan bahwa: “Tumitlangkung itu juga ada di kurikulum, tu itu tujuh,mit itu menit, langkung itu ee tujuh menit digunakan untuk kebersihan lingkungan sebelum KBM dimulai, jadi misalnya ada apa nampak kok ada apa ada apa yuk kita bersihkan, itu dilaksanakan kapan saja dimanapun, jadi tidak harus oo sekarang bersih-bersih tujuh menit tidak, itu diterapkan kapan saja oleh kita dan itu sudah tercantum di dalam kurikulum.” Tumitlangkung tercantum di dalam kurikulum. Tu itu tujuh, mit itu menit, sehingga tumitlangkung diartikan sebagai tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai. Pada saat guru memasuki kelas biasanya guru meminta siswa untuk memperhatikan keadaan di sekitar tempat duduknya terlebih dahulu, apabila terlihat ada sampah atau kotoran yang nampak, siswa diminta untuk membersihkannya terlebih dahulu baru pelajaran dimulai. Selanjutnya menurut bapak AI selaku guru PKn mengenai tumitlangkung adalah sebagai berikut. “...ada program namanya tumitlangkung setiap hari anak-anak harus melimpahkan waktu tujuh menit untuk kebersihan kelas dan lingkungan. Tumitlangkung, Tujuh Menit Untuk Kelas dan Lingkungan. Ini program yang sudah kita canangkan sejak 4 tahun yang lalu. Karena memang belum semua anak mengetahui, sehingga secara tersirat bahwa itu adalah sebuah budaya, bahwa anak tahu saya harus meluangkan waktu tujuh menit, nah karena mereka infaq waktunya agak kurang maka kadang kita jadikan satu 75 setiap hari Jumat ada waktu untuk membersihkan kelas dan lingkungan.” AI, 19 Maret 2016 Ada program yang namanya tumitlangkung, jadi setiap hari anak-anak diwajibkan untuk melimpahkan waktunya selama tujuh menit untuk kebersihan kelas dan lingkungan mereka. Program ini telah dijalankan selama 4 tahun dan karena pemahaman setiap siswa itu berbeda-beda sehingga tidak semua siswa itu mengerti bahwa untuk secara teknis pelaksanaan program tersebut merupakan sebuah budaya. Namun, karena sering kurangnya waktu untuk membersihkan lingkungan, maka sekolah mengadakan kegiatan Jumat bersih untuk memenuhi waktu para siswa membersihkan kelas dan lingkungan. Kemudian pemaparan mengenai tumitlangkung juga disampaikan oleh ibu guru SS, bahwa: “...ada program yang namanya tumit langkung, tumitlangkung itu tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Tumitlangkung, dulu bersama- sama, tapi karena tujuh menit itu juga lama mengurangi jam efektif belajar, kalo saya secara pribadi saya memberlakukan tidak tumitlangkung tetapi titiklangkung , tujuh detik gitu ya hehehe…tujuh detik membersihkan lingkungan. ” SS, 19 Maret 2016 Ada program yang namanya tumitlangkung, yaitu tujuh menit untuk membersihkan lingkungan. Pada awalnya program ini dilaksanakan secara bersama-sama, akan tetapi karena tujuh menit itu juga mengurangi jam efektif belajar, maka untuk saya pribadi memberlakukan titiklangkung atau tujuh detik untuk membersihkan lingkungan. Budaya bersih di SMP Negeri 1 Sleman dapat terlaksana berkat partisipasi dari berbagai elemen warga sekolah. Pembentukan budaya terebut diselenggarakan melalui Jumat bersih dan kegiatan tumitlangkung. Lingkungan 76 sekolah yang bersih tentu saja akan menimbulkan suasana belajar yang nyaman dan mampu memberikan semangat yang positif bagi segenap warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, Budaya bersih telah cukup terlaksana dengan baik di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman dengan kondisi sekolah yang bersih dan tidak ditemukannya sampah yang berserakan di sembarang tempat. Selain itu tempat-tempat sampah juga disediakan di berbagai sudut sekolah sehingga warga sekolah tidak akan kesulitan apabila hendak membuang sampah. Namun di beberapa tempat, terdapat barang-barang seperti kursi dan meja yang telah rusak dibiarkan menumpuk di sudut sekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa SMP Negeri 1 Sleman memerlukan gudang untuk menyimpan barang sekolah yang sudah tidak dapat digunakan kembali. 2 Budaya Berprestasi Budaya berprestasi telah ditunjukkan oleh warga sekolah, khususnya siswa yang memiliki semangat dan motivasi tinggi untuk terus mencetak prestasi. SMP Negeri 1 Sleman telah cukup banyak mencetak prestasi baik di bidang akademik maupun non akademik seperti nilai ujian nasional yang masuk ke dalam 5 besar di kabupaten Sleman. Berbagai cara dilakukan sekolah untuk memotivasi siswa, seperti yang disampaikan oleh bapak guru AI dalam wawancara, sebagai berikut: “...disini ada sarapan pagi. Sarapan pagi itu bukan makan bersama lho. Jadi setiap hari Senin-Kamis itu anak-anak kita berikan ulangan harian, jadi setiap malam anak harus belajar, karena mau tidak mau, suka tidak suka besok pagi harus ada ulangan, disamping ulangan yang diadakan guru bukan ulangan yang merupakan sarapan pagi. Terus ada lagi kalo dulu, itu 77 pengganti Ulangan Sabtu Bersama USB, sekarang diganti sarapan pagi...” AI, 19 Maret 2016 Di sekolah ini terdapat program sarapan pagi. Sarapan pagi itu sendiri bukan makan bersama, akan tetapi setiap hari Senin sampai dengan Kamis anak- anak diberikan ulangan harian. Sehingga mau tidak mau siswa harus belajar setiap hari karena pagi hari saat mereka di sekolah mereka akan diberikan soal ulangan. Jaman dulu sarapan pagi ini dinamakan USB atau Ulangan Sabtu Bersama, dimana soal evaluasi yang diberikan hanya diberikan setiap hari Sabtu saja, dan sekarang diganti menjadi sarapan pagi. Hal mengenai sarapan pagi juga didukung dengan pernyataan bapak AN sebagai petugas perpustakaan, yaitu: “Cara menanamkannya ya anak-anak dari guru-guru ya ada, kalau nilai anak turun itu ada pendampingan, lalu ketika anak sama kita itu ya saya berikan arahan. Sarapan pagi itu jam 7 pagi itu udah ada soal” AN, 4 Mei 2016 Menanamkan budaya berprestasi salah satunya adalah apabila ada anak yang nilainya turun maka kemudian dilakukan pendampingan. Sarapan pagi itu setiap jam 7 sudah disediakan soal untuk siswa. Program sarapan pagi tersebut disusun dari materi pelajaran yang belum dipahami siswa secara baik sehingga dibuat soal-soal sebagai latihan siswa dan selanjutnya dievaluasi untuk diberikan pembahasan soal, sehingga siswa dapat memahami materi tersebut. Selain program tersebut, pemberian motivasi didalam kelas juga dilakukan oleh guru. Motivasi tersebut biasanya berbentuk pujian maupun berupa barang. Seperti yang dijelaskan oleh SS selaku guru Bahasa Indonesia : 78 “...kalau berprestasi akan diberi reward sehingga mereka terpacu untuk selalu berkompetisi akhirnya berprestasi. Pemberian apa.. reward meskipun reward itu kalau dari gurunya itu dari financial kurang sebanding dengan upaya mereka,tapi minimal ketika anak berprestasi kan yang pertama bangga terhadap diri sendiri, dan bisa membawa efek imbasnya itu ke orang lain. Yang kedua minimal karena anak itu berprestasi kan ya secara lisan ya ada pujian ucapan selamat ...” SS, 19 Maret 2016 Siswa yang berprestasi biasanya akan mendapatkan reward, hal tersebut memberikan semangat positif bagi para siswa untuk senantiasa berkompetisi mencetak prestasi. Pemberian reward tersebut meskipun dari pihak guru itu nilainya kurang sebanding dengan usaha yang dilakukan oleh siswa akan tetapi paling tidak hal tersebut mampu memberikan efek kepada siswa yang lain. Reward yang diberikan dapat berbentuk apapun, minimal dengan memberikan selamat dan tepuk tangan sebagai bukti apresiasi atas prestasi yang telah diperoleh Didukung dengan pernyataan ibu EHA, bahwa: “...rewardnya itu berupa reward sesuatu juga bisa berupa diumumkan, itu juga reward lho. Anak-anak yang waktu ulangan harian yang mendapatkan nilai tertinggi adalah .... tepuk tangan, itu juga bentuk reward, itu yang akademik, kalau yang non akademik memberikan peluang memberikan kebebasan kepada anak untuk bisa memilih mana yang disenengi, terus misal dia menyenangi sesuatu guru memberikan dorongan memberikan motivasi memberikan apa ya istilahnya menemani lah minimal sampai dia meraih sesuatu.” EHA,2 April 2016 Gambar 6. Piala hasil kejuaraan siswa 79 Reward itu sesuatu yang diberikan dapat juga berupa pengumuman. Misalnya apabila siswa memperoleh nilai tertinggi maka sekolah akan mengumumkannya baik pada saat upacara bendera maupun pada saat guru berada di kelas. Untuk yang non akademik sekolah memberikan kebebasan kepada anak untuk dapat memilih apa yang disukai. Tugas seorang guru adalah memberikan dorongan, memberikan motivasi, dan paling tidak menemani siswa hingga meraih sesuatu. Dengan adanya reward yang diberikan, baik itu hanya berupa ucapan selamat ternyata cukup mampu membuat rasa percaya diri siswa untuk senantiasa menjadi siswa yang berprestasi. Namun, untuk meraih prestasi yang diinginkan, siswa membutuhkan bimbingan yang tepat. Penyelenggaraan classmeeting antar siswa juga dirasa cukup efektif untuk melatih dan memotivasi siswa untuk memiliki jiwa berkompetisi antara siswa, meskipun saat ini untuk menyelenggarakan classmeeting itu sendiri pun dirasa memiliki kendala dikarenakan biaya operasionalnya yang cukup besar, sedangkan sekolah hanya memiliki dana BOS yang mana dana tersebut sudah di kategorikan dalam masing- masing kebutuhan pokok sekolah. Seperti yang dikemumukakan oleh ibu guru KT, yaitu: “Biasanya di sekolah ini akan ada lomba, atau classmeeting gitu itu kan dilaksanakan pada saat itu kan dilaksanakan satu semester sekali biasanya sebelum ulangan umum atau setelah ulangan itu ada kegiatan classmeeting, berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, ada lomba bidang olah raga, atau dalam bidang seni...” KT, 19 Maret 2016 80 Sekolah biasanya mengadakan lomba atau classmeeting yang diadakan satu tahun sekali. Lomba-lomba yang diadakan biasanya berkaitan dengan lomba kebersihan kelas, lomba bidang olah raga, dan lomba di bidang seni. Disampaikan pula oleh AS, siswa kelas 9 dalam wawancara sebagai berikut. “...sekolah ngadain lomba-lomba gitu yang buat ningkatin kreatifitas siswanya. Antar siswa bisa antar kelas. Lomba antar sekolah juga.” AS, 18 Maret 2016 Sekolah mengadakan lomba-lomba untuk meningkatkan kreatifitas siswa. Lomba-lomba tersebut dilaksanakan baik antar siswa, antar kelas, maupun antar sekolah. Dengan berbagai macam lomba yang diadakan oleh sekolah, dengan begitu diharapkan siswa mampu meningkatkan kreatifitas dan kemampuan mereka secara terus menerus. Selanjutnya, sebagai tambahan berdasarkan hasil pengamatan dari peneliti berikut ini merupakan beberapa prestasi terakhir yang diperoleh SMP Negeri 1 Sleman yaitu: 1. Juara I MSQ Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016 2. Juara III MHQ Putri Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016 3. Juara Umum Tingkat SMP Musabaqah Tilawatil Qur’an Korwil Sleman Tengah Tahun 2016 4. Juara I Bulu Tangkis Ganda Campuran O2SN SMP Se Kabupaten Sleman Tahun 2016 81 5. Juara III Lomba Tata Upacara Bendera TUB Tingkat SMP MTs Tahun 2016 6. Juara I Lomba Tangkas Trampil Perkoperasian Tingkat SLTP Se Kabupaten Sleman Tahun 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Perindagkop Kabupaten Sleman Dengan adanya pemberian motivasi dan berbagai macam kegiatan yang diadakan oleh sekolah diharapkan siswa memiliki jiwa berkompetisi yang tinggi untuk senantiasa melakukan hal yang terbaik dalam bidang akademik maupun non akademik. Dukungan penuh dari semua pihak, serta bimbingan yang tepat oleh guru kepada siswa tentu akan menciptakan suasana kompetisi yang sehat dan sportif. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, budaya berprestasi telah terlaksana dengan baik ditunjukkan dengan adanya banyak piagam, serta piala penghargaan yang diraih dan dipajang di lobi sekolah. Untuk itulah masyarakat sekitar sangatlah antusias untuk menyekolahkan anak-anak mereka di SMP Negeri 1 Sleman. 3 Budaya Religius SMP Negeri 1 Sleman merupakan sekolah yang warga sekolahnya menganut berbagai agama yaitu Islam, Katholik, serta Kristen. Perbedaan agama yang terdapat di sekolah ini tidak menyebabkan perpecahan, akan tetapi dapat menumbuhkan suasana kekeluargaan dan toleransi antar agama. Pihak sekolah telah menyediakan ruang agama untuk warganya yaitu dengan adanya masjid untuk warga sekolah yang beragama Islam, dan ruang agama yang dapat 82 digunakan untuk kegiatan keagamaan Katholik dan Kristen. Ruang agama tersebut dapat digunakan secara bergantian, akan tetapi jika ruang agama tidak mencukupi maka kegiatan keagamaan tersebut dapat dilakukan di aula sekolah. Penanaman budaya religius terhadap siswa, khususnya siswa yang beragama Islam dilakukan melalui adanya pelajaran agama, selain itu sholat dhuha dan sholat zhuhur berjamaah juga menjadi salah satu cara untuk menanamkan budaya religius terhadap siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh ibu EHA sebagai pelaksana teknis Kepala Sekolah bahwa: “...pagi itu ambil air wudhu sholat itu yang kelas 3 tanpa disuruh, terus yang kedua di pelajaran agama itu sudah ditanamkan, agama itu kan di kurikulum 2013 itu 3 jam ya, 3 jam itu waktunya tidak terpisah, berturut- turut. Itu 1 jam nya biasanya tanpa disuruh anak-anak sudah sholat dhuha berjamaah. Terus ada program sholat zhuhur berjamaah, terus ada program pengajian per kelas. Misalnya tanggal berapa itu yang pengajian kelas 3 paralel, nanti bulan apa itu 8 paralel, terus kelas 7 paralel bulan berikutnya. Ada juga setiap setahun sekali itu pengajian akbar tidak disini tetapi di masjid situ.” EHA, 2 April 2016 Gambar 7. Slogan untuk melaksanakan sholat Setiap pagi tanpa disuruh biasanya siswa kelas 3 pergi ke masjid untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dhuha. Kemudian pelajaran agama di dalam kurikulum 2013 mendapat alokasi waktu 3 jam, biasanya dalam waktu 3 jam tersebut digunakan para siswa untuk sholat dhuha berjamaah. 83 Selanjutnya selain kegiatan sholat dhuha, terdapat pula kegiatan yang rutin dilaksanakan yaitu sholat zhuhur berjamaah dan pengajian per kelas. Untuk kegiatan yang lebih besarnya dalam waktu satu tahun terdapat kegiatan pengajian akbar yang dilaksanakan bersama masyarakat sekitar lingkungan sekolah. Budaya religius ditanamkan melalui kebiasaan berdoa sebelum dan setelah memulai pelajaran. Setiap pagi sebelum pelajaran dimulai doa bersama dibimbing dari pusat dengan menggunakan speaker serta tadarus setiap hari Jumat dan doa bersama bagi siswa non muslim. Hal ini disampaikan oleh ibu SS selaku guru Bahasa Indonesia bahwa: “...nanti kalau hari Jumat 10 menit sesudah itu ada tadarus ya, tadarus itu 15 menit, baru diawali KBM. Nanti yang non muslim ke aula entah Kristen atau Katolik nanti ke aula dipandu oleh guru agama mereka baik Kristen maupun Katolik. Saya perhatikan dari kegiatan mereka, yang pertama ada yang sudah diberi tugas ya, untuk yang besok siapa besok siapa itu ada yang baca, nah dari kitab suci itu kemudian ada yang menafsirkan atau tafsir yang saya dengar di aula itu seperti itu.” SS, 19 Maret 2016 Setiap hari Jumat selama 15 menit siswa yang beragama muslim tadarus bersama, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan belajar mengajar. Untuk siswa yang non muslim ke aula sekolah untuk melakukan doa bersama didampingi oleh guru agama masing-masing. Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh MIH siswa kelas VII, bahwa: “...setiap Jumat pagi ya ada tadarus untuk yang muslim lalu ada acara rohanian bagi yang non muslim dan itu berjalan setiap hari J umat pagi.” MIH, 18 Maret 2016 Setiap Jumat pagi dilaksanakan tadarus untuk siswa muslim dan acara rohanian untuk siswa no muslim. Meskipun mayoritas siswa di sekolah ini adalah muslim namun perlakuan sekolah terhadap agama Katholik maupun Kristen tetap 84 sama. Dengan di sediakannya tempat ibadah dan kegiatan yang rutin dilakukan bersama. Perbedaan agama yang ada di lingkungan sekolah membuat warga sekolah memiliki sikap toleransi dan saling menghargai antar umat beragama. Sikap seperti ini terwujud dengan adanya jalinan persahabatan antar agama dan saling menghormati satu sama lain. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, budaya religi di SMP Negeri 1 Sleman telah terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat dengan dilaksanakannya sholat berjamaah pada saat sholat zhuhur dan dhuha tiba. Selain itu kegiatan keagamaan yang lain juga dilaksanakan beriringan dalam sebuah keharmonisan. 4 Budaya Disiplin Budaya kedisiplinan di SMP Negeri 1 Sleman telah menjadi kesepakatan setiap warga sekolah. Kedisiplinan tidak hanya menjadi tanggung jawab siswa, tetapi kepala sekolah, guru dan karyawan. Adapun seperti yang diungkapkan oleh ibu SN melalui wawancara yaitu: “Kalau yang masalah kedisiplinan itu iya ada buku saku, itu nanti maksimal point nya 100 ya. Kalau untuk siswa yang dikeluarkan belum pernah ada kayaknya ya, paling cuma pelanggaran tata tertib biasa gitu. Kalau untuk guru dan karyawan itu ada DP3. Pokoknya penilaian disiplin pegawai itu dinilai langsung sama kepala sekolah. Karena disini itu termasuk lingkungan yang punya komitmen sama disiplin yang tinggi ya mbak ya...” SN, 22 Maret 2016 Untuk masalah kedisiplinan sekolah mengadakan buku saku, dengan maksimal point 100. Namun sejauh ini untuk siswa yang dikeluarkan dari sekolah belum ada. Selanjutnya untuk guru dan karyawan ada DP3. Penilaian biasanya dilakukan langsung oleh kepala sekolah. Namun untuk secara keseluruhan, 85 lingkungan kerja yang ada di SMP Negeri 1 Sleman merupakan lingkungan yang punya komitmen dan disiplin yang tinggi. Begitu juga yang disampaikan oleh ibu EHA selaku pelaksana teknis Kepala Sekolah, yaitu: “Kedisiplinan misalnya terlambat itu dia tidak boleh masuk begitu saja, harus ada surat ijin, terus biasanya terlambat pas upacara, dia tidak bisa ikut barisan di kelasnya, jadi ada barisan siswa telat, nah dari situ kan sudah dibedakan dengan yang lainnya, itu untuk melatih kedisiplinan... ...Ada buku saku, dimana di dalam buku saku itu berisi larangan dan himbauan. Himbauannya apa, larangannya apa, kalau larangannya itu dia melanggar berarti harus ada point, misalnya tidak boleh membawa hp itu nanti dicatet point nya berapa.” EHA, 2 April 2016 Gambar 8. Buku saku siswa Apabila siswa terlambat tidak boleh masuk begitu saja, biasanya harus ada surat ijin dari guru piket terlebih dahulu. kemudian apabila siswa terlambat pada saat upacara bendera, siswa tidak ikut barisan kelasnya melainkan menjadi satu dengan barisan siswa yang telat berangkat upacara bendera. Terdapat pula buku saku, dimana di dalamnya berisi larangan dan himbauan yang apabila siswa melanggar peraturan yang ada maka akan mendapatkan point. 86 Dalam pelaksanaannya budaya disiplin tersebut telah tertuang di dalam aturan tata tertib baik dari siswa, guru, maupun karyawan SMP Negeri 1 Sleman. Selain itu budaya disiplin juga dituangkan ke dalam slogan-slogan yang ada di lingkungan sekolah sebagai media motivasi warga sekolah untuk berperilaku disiplin. Hal ini tentu saja dapat memotivasi siswa untuk datang ke sekolah tepat waktu, tidak terlambat saat masuk kelas, serta tidak membawa handphone ke sekolah kecuali untuk kepentingan pelajaran. Adapun seperti yang diungkapkan oleh bapak guru AI sebagai berikut. “...karena kedisiplinan kan tidak sekedar datang dan pulang tepat pada waktunya tapi disiplin-disiplin yang lain, termasuk disiplin melaksanakan tugas, disiplin berpakaian, disiplin keseragaman, maka disini berlaku point. Jadi anak-anak yang tidak disiplin maka dia mendapatkan point sesuai dengan nilai point yang telah ditetapkan oleh sekolah bersama osis. Misalnya tidak seragam sepatunya kena point 10, terlambat masuk sekolah 10 ...” Sistem point juga diterapkan dalam menanamkan nilai-nilai kedisiplinan bagi para siswa. Bagi siswa yang tidak mematuhi aturan tata tertib seperti terlambat masuk sekolah, memakai sepatu warna selain hari Jumat, serta pelanggaran aturan tata tertib yang lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh siswa AS, sebagai berikut. “Kalo yang datang terlambat ya biasanya dapat point. Biasanya 25. Kalo sudah 100 nanti ditaruh di BK, biasanya kalo sudah 75 itu biasanya ditaruh di BK terus di bimbing.” AS, 18 Maret 2016 Setelah siswa melakukan pelanggaran beberapa kali biasanya guru memanggil siswa ke BK untuk diberikan bimbingan lebih lanjut. Hal serupa mengenai sistem point juga disampaikan oleh siswa MIH, yaitu: 87 “Kalo di upacara itu ada aturannya, sepatu harus hitam, baju harus putih, dan memakai seragam harus yang lengkap. Jikalau ada siswa yang tidak nanti akan ditarik ke belakang lalu pada saat akhir upacara mereka akan menulis di buku point, dari guru BK. Kalau sudah ngumpul pointnya itu kan kita maksimal 100 point nanti misalkan sudah 100 sekolah akan mengembalikan siswa kepada orangtua. Itu tapi enggak dalam 3 tahun itu enggak, nanti setiap tahun ada pemutihan lagi, misal kelas 7 sudah 75 nanti kelas 8 sudah 0 lagi gitu.” MIH, 18 Maret 2016 Pada saat upacara siswa wajib memakai sepatu hitam dan seragam lengkap. Apabila ada siswa yang melanggar siswa tersebut akan dicatatkan point nya ke dalam buku saku. Setiap siswa memiliki point maksimal melakukan pelanggaran sebanyak 100. Namun, sebelum mencapai point tersebut dilakukan pemanggilan dari orangtua siswa. Pernyataan tersebut didukung dengan keterangan dari ibu guru KT selaku guru PKn sebagai berikut. “Kita juga ada buku saku, buku saku itu di dalamnya ada item yang menyangkut tata tertib siswa yang didalamnya itu ada point tertentu kalau siswa melanggar. Point maksimal itu 100 nanti ada pemanggilan orangtua. Bahkan sebelum point 100 pun itu udah dilakukan pemanggilan orangtua.” KT, 19 Maret 2016 Gambar 9. Skor Pelanggaran dalam Buku Saku 88 Lingkungan belajar yang kondusif dapat tercipta melalui kedisiplinan yang ditegakkan oleh seluruh warga sekolah. Setiap upacara hari Senin, kepala sekolah memberikan himbauan kepada warga sekolah untuk berperilaku disiplin dan sesuai aturan. Beliau memberikan contoh dengan datang ke sekolah lebih awal, menyambut para siswa untuk bersalaman setiap pagi di gerbang sekolah bersama dengan para guru. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di sekolah ini dengan kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa nampak bahwa budaya disiplin telah tertanam dan terwujud dengan baik, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa pelanggaran-pelanggaran kecil dan beberapa warga sekolah yang belum bisa mentaati aturan sekolah sepenuhnya. Sekolah senantiasa berusaha untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan adanya aturan dan sanksi yang jelas serta pemberian arahan kepada seluruh warga sekolah setiap upacara maupun didalam kelas untuk para siswa. 5 Budaya Kerjasama Dalam upaya meraih tujuan sekolah, kerjasama sangatlah diperlukan khususnya untuk warga sekolah agar kebijakan yang diterapkan demi meningkatkan kualitas sekolah dapat terlaksana dengan baik. Upaya penanaman nilai kerjasama oleh sekolah kepada siswa secara tidak langsung telah terlaksana melalui kegiatan pembelajaran setiap harinya. Dengan kurikulum 2013 yang digunakan di sekolah, kerjasama menjadi salah satu aspek yang terdapat dalam pembelajaran kurikulum 2013. Seperti yang disampaikan oleh ibu EHA sebagai 89 pelaksana teknis kepala sekolah dan merangkap sebagai guru Biologi di SMP Negeri 1 Sleman, yaitu: “Kalau kerjasama itu sebenarnya sudah ada di keseharian siswa ya, karena K13 itu tu penilaiannya kan tidak hanya penilaian secara biasa, ada penilaian keterampilan ada penilaian sikap, nah sub dari penilaian sikap itu salah satunya ada nilai kerjasama. Jadi kerjasama itu diterapkan dalam KBM, setiap guru itu memiliki nilai kerjasama siswa. Sudah diterapkan di kurikulum 2013.” EHA, 2 April 2016 Gambar 10. Siswa sedang melakukan diskusi kelompok Kerjasama secara tidak langsung telah tertanam dalam kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. Sekolah telah menggunakan kurikulum 2013 dan keterampilan menjadi salah satu sub penilaian sikap siswa. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara dengan bapak AI selaku guru di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut. “Secara tidak langsung, di kegiatan-kegiatan kepramukaan kegiatan- kegiatan yang lain kan mengutamakan kerjasama. Bahkan di media pembelajaran kita sekarang kan harus menanamkan itu, apa sih kurikulum 13 kerjasama merupakan tujuan yang harus tercapai, karena mesti ada diskusi, ada kerjasama, ada kerja kelompok. Kalo ada kerja kelompok, ada kerj a bareng itu kan juga kerjasama begitu.” AI, 19 Maret 2016 Penanaman budaya kerjasama telah menjadi bagian dari kurikulum 2013 itu sendiri. Guru sebagai tonggak proses belajar mengajar menanamkan nilai kerjasama tersebut dengan membentuk kelompok belajar. Meskipun dalam 90 beberapa kasus masih terdapat anak yang tidak dapat bekerjasama dengan baik atau terlibat dalam kegiatan kelompok. Selain melalui kegiatan pembelajaran, kerjasama juga dapat ditanamkan melalui kegiatan luar sekolah, yaitu outbound. Kegiatan outbound di SMP Negeri 1 Sleman biasanya ditujukan untuk siswa kelas 9 sebelum menempuh ujian nasional sebagai sarana pelepas penat siswa. Seperti yang disampaikan oleh ibu SN, bahwa: “Kerjasama itu kalau disini untuk siswa outbound ada, tapi paling khusus untuk yang kelas 3 aja mbak, menjelang ujian kaya gitu untuk melepas penat.” SN, 22 Maret 2016 Selain melalui pembelajaran dan outbound, nilai kerjasama juga ditanamkan melalui classmeeting. Dalam classmeeting siswa dituntut untuk dapat bekerjasama mengikuti lomba-lomba agar kelas mereka memperoleh gelar juara. Berikut merupakan hasil wawancara dengan MIH selaku anggota OSIS: “...classmeeting juga udah, itu setiap akhir semester 1 itu pasti akan diadakan classmeeting oleh OSIS itu berupa sepakbola, voly, tenis meja, terus bulu tangkis, eee.. seputaran itu. Sama dulu itu pernah lomba berkelompok lomba membuat nah.. itu poster poster yang ditempelkan itu ber... apa tulisan anti narkoba itu bentuk asli dari kerjasama antar kelompok di kelasnya. Itu yang ngadain OSIS juga. Yang di pigura itu, diatas yang pake pewarna. Ditentuin masing-masing kelas dibagi menjadi beberapa kelompok” MIH, 18 Maret 2016 Setiap akhir semester satu diadakan lomba antar kelas atau classmeeting dan lomba-lomba yang diadakan berupa lomba olah raga, dan kesenian. Selain itu diadakan juga lomba membuat poster secara berkelompok dan hasilnya di pasangkan pigura dan diletakkan di lingkungan sekolah. Mengenai kegiatan classmeeting juga disampaikan oleh siswa kelas 7 yaitu: 91 “Kerjasama. Classmeeting itu biasanya sebelum classmeeting itu mulai itu kita ada apa ya istilahnya rapat kelas untuk bagi-bagi misalnya kamu ikut lomba ini kamu ikut lomba ini, ya gitu...” HW, 18 Maret 2016 Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti di sekolah, budaya kerjasama sudah cukup terlihat terlaksana dengan baik di sekolah. Terbukti dengan adanya kegiatan kelompok siswa yang mengerjakan tugas kesenian di sekolah dan diskusi kelompok juga telah terlihat pada saat pembelajaran biologi. 6 Budaya Sopan Santun Budaya berperilaku yang diharapkan berkembang di sekolah adalah sikap sopan santun, saling menghormati, jujur, toleransi, serta dapat saling bekerja sama. Budaya berperilaku sopan santun di sekolah ditunjukkan dengan interaksi warga sekolah satu sama lainnya dengan adanya budaya senyum, salam, dan sapa. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan ibu guru KT dalam wawancara, yaitu: “Ada 3S, itu guru-guru sudah dijadwal untuk salaman didepan setiap pagi. Kalau ketemu itu walaupun saya tidak mengajar minimal salaman dan memberikan salam. Itu kalau ketemu langsung lho, kalau jauh tidak juga tidak apa apa. Tapi anak-anak disini sudah terbiasa kalau ketemu sama guru pasti salaman.” KT, 19 Maret 2016 Gambar 11. Siswa hendak bersalaman dengan guru Setiap guru sudah memiliki jadwal untuk bersalaman di depan setiap pagi menyambut siswa yang berangkat sekolah. Pada saat berada di lingkungan 92 sekolah biasanya anak-anak memberikan salam dan bersalaman dengan guru maupun staf karyawan yang mereka temui. Pelaksanaan program 3S juga disampaikan dalam pernyataan bapak AI, sebagai berikut. “Selalu 3S tadi, sopan santun salam sapa ini kan selalu kita tanamkan. Setiap ketemu dengan siapapun tidak hanya dengan gurunya anak-anak wajib memberikan salam dan sapa. Bahkan mungkin setiap murid ketemu saya mesti bersalaman, setiap murid ketemu guru bersalaman, saling mengucapkan selamat pagi, assalamualaikum, selamat siang, dll. Dan ini wajib, kalo diam guru harus menegur, itu akan menjadi sebuah k ebiasaan.” AI,19 Maret 2016 Budaya bertegur sapa, memberikan salam, dan bersalaman sudah menjadi kebiasaan para siswa dalam kesehariannya di lingkungan sekolah. Selanjutnya kedua pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara terhadap siswa. Seperti yang disampaikan MIH selaku anggota OSIS, bahwa: “Untuk sopan kami dari OSIS udah pernah mengeluarkan, ee.. apa ya kayak peraturan kalo misalkan ada di lingkungan sekolah itu kita harus menerapkan 3S. Entah itu terhadap guru, teman sebaya, tukang kebun, semua warga sekolah harus menerapkan 3S dan itu kalo untuk siswa baru diadakan pas MOS, diberitahu pas masa orientasi siswa itu mereka diberitahu jadi tata krama di SMP Negeri 1 Sleman itu seperti ini, dan jika anda melanggar itu akan mendapatkan sebuah sa nksi, begitu.” MIH, 18 Maret 2016 Dukungan OSIS sebagai organisasi sekolah dalam menanamkan budaya sopan santun juga dilaksanakan pada saat pertama kali siswa masuk ke SMP Negeri 1 Sleman. OSIS memberikan penyuluhan dan pengarahan kepada siswa baru untuk menerapkan 3S di lingkungan sekolah. Begitu juga disampaikan oleh HW dan AS sebagai siswa kelas 7 dan kelas 9, sebagai berikut. 93 “Kesopanan, kita kan menerapkan ee... senyum, sapa, salam. Setiap ada guru kita harus senyum, harus nyapa, sama harus ngucapin salam. Begitu juga sama temen-temen sebaya kita ataupun kakak kelas kita harus tetep harus senyum, sapa, salam.” HW, 18 Maret 2016 “Kalo kesopanan disini tu sama guru itu tu kaya apa ya dianggap orang tua sendiri menurutku sih, jadi tiap kita pulang tu sering mbak itu bajunya kurang apa gitu hehe.. Ada 3S. Senyum, salam, sapa.” AS, 18 Maret 2016 Pelaksanaan 3S di dalam sekolah telah cukup efektif dibiasakan oleh pihak sekolah. Tidak hanya siswa kepada guru, tetapi juga sebaliknya guru kepada siswa juga melaksanakan 3S setiap harinya. Ditambah dengan adanya kegiatan bersalaman setiap pagi didepan pintu gerbang masuk. Seperti yang disampaikan oleh ibu SN selaku staf tata usaha di SMP Negeri 1 Sleman ini, bahwa: “Setiap pagi itu ada 3S mbak, senyum sapa salam. Setiap jam 06.15 guru sudah stand by di pintu masuk gerbang sekolah untuk menyalami anak- anak setiap pagi. Kalau untuk yang selain itu apa ya, paling kalau siswa bertemu dengan guru atau karyawan ya biasanya salaman gitu sama mengucapkan sa lam gitu aja sih.” SN, 22 Maret2016 Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan di sekolah ini nampak bahwa budaya berperilaku sopan santun sudah menjadi kebiasaan warga sekolah disini. Hal tersebut terlihat pada saat siswa bertemu dengan guru atau staf karyawan mereka langsung mengucapkan salam kemudian bersalaman. Antar warga sekolah telah terjalin interaksi-interaksi komunikatif yang akrab namun tetap menghormati satu sama lain. Kepala sekolah selalu mengingatkan warga sekolah untuk membudayakan berperilaku sopan santun, baik pada saat pertama siswa masuk sekolah maupun pada saat ada acara tertentu atau pada saat upacara bendera. Selanjutnya untuk guru dan karyawan selalu di himbau agar mampu 94 berkomunikasi serta beriteraksi dengan baik membiasakan sopan santun sehingga dapat menjadi teladan bagi siswa. 7 Budaya Tanggung Jawab Dalam melaksanakan peran sertanya di lingkungan sekolah, rasa tanggung jawab menjadi penting untuk dimiliki oleh setiap warga sekolah SMP Negeri 1 Sleman. Hal tersebut menjadi penting dikarenakan tanpa adanya tanggung jawab dari masing-masing individu maka kegiatan yang ada di sekolah ini tidak akan berjalan dengan baik. Akan terjadi ketimpangan dan tidak terlaksananya kegiatan yang direncanakan jika rasa tanggung jawab tersebut tidak dimiliki oleh masing- masing individu di SMP Negeri 1 Sleman. Untuk siswa, rasa tanggung jawab tersebut dapat tercermin dari dikerjakan atau tidaknya tugas-tugas yang diberikan oleh guru, atau dapat juga tercermin dari bagaimana siswa merawat dan menjaga kebersihan lingkungan belajarnya. Dalam menanamkan rasa tanggung jawab tersebut ada beberapa cara menanamkannya kepada siswa, anatara lain sebagai berikut. “Ee nilai tanggung jawab dari konsepnya itu anak kan punya beban nggih beban yang harus mereka selesaikan di tunaikan, itu baik dari segi pribadi maupun dari segi sekolah kan di pembelajaran tadi kan ada nilai sikap ya, nilai tanggung jawab, ada disiplin, ada kejujuran, per aspek.” SS, 19 Maret 2016 95 Gambar 12. Pengerjaan tugas kelompok Penanaman rasa tanggung jawab juga dapat ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari, seperti dengan adanya pemberian tugas sekolah. Dalam pemberian tugas tersebut siswa diberikan batasan waktu pengumpulan tugas. Seperti yang diterapkan oleh ibu KT dalam mata pelajaran PKn, yaitu: “Tanggung jawab kan merupakan suatu tugas yang harus diselesaikan. Tanggung jawab dalam hal misal tugas, kalau saya misalnya biasanya saya sama anak-anak membuat komitmen dulu tugas ini diselesaikan berapa hari, terus dikumpulkan kapan. Misalnya pas hari Sabtu ada tugas dikumpulkan hari Rabu ya hari Rabu. Bagi yang mengumpulkan pas hari Rabu atau yang sebelum hari Rabu saya beri nilai plus, nanti biasanya kalau melebihi hari Rabu nilainya saya kurangi gitu.. . ” KT, 19 Maret 2016 Dalam pembelajaran sehari-hari saat pemberian tugas, guru dan siswa membuat kesepakatan pengumpulan tugas, apabila siswa mengumpulkan tugas melebihi waktu yang telah ditentukan maka nilai tersebut tidak akan sama dengan siswa yang mengumpulkan tugas tepat waktu. Cara tersebut dirasa cukup mampu memupuk rasa tanggung jawab siswa terhadap diri mereka sendiri. Selain menggunakan metode di atas, sekolah telah merencanakan program pembagian wilayah, dimana wilayah tersebut akan dibangun taman dan masing-masing kelas 96 akan bertanggung jawab merawat dan mengelola satu taman. Seperti yang disampaikan oleh bapak AI sebagai berikut. “...sekolah ini akan kita bagi menjadi 21 area, jadi setiap kelas kita beri tanggung jawab untuk mengelola area tertentu, taman atau apa.. sementara tanggung jawabnya adalah tanggung jawab kelas dan area lingkungan kelas yang sudah, tapi kedepannya nanti sudah menjadi wacana tapi insyaallah dalam waktu dekat kita laksanakan yaitu tanggung jawab kelas terhadap l ingkungan sekolah...” AI, 19 Maret2016 Pembagian wilayah tersebut ditujukan selain untuk memperindah lingkungan sekolah, dapat juga sebagai ajang kompetisi siswa untuk dapat mengelola taman bagian mereka dengan baik. Penanaman rasa tanggung jawab dari lingkungannya sendiri juga disampaikan oleh MIH selaku siswa kelas 8, bahwa: “Kalo tanggung jawab sekiranya itu sudah dibilangin ya sama guru wali kelasnya, kan setiap siswa mempunyai bangku masing-masing, oh kamu bangku yang ini kamu yang ini dan kamu yang ini. Nah jikalau siswa merusak atau tidak mau menjaga nah maka nanti siswa diberi sanksi kaya siswa mempergunakan di lab, mereka memecahkan gelas ukur atau merusakkan alat-alat mereka harus diberikan sanksi. Mereka akan diberi sanksi kalau misalkan mereka terus akan apa yaa... dari guru itu menegur siswa kamu gini gini gini, mungkin dari situ sudah melatih tanggung jawab ya untuk dalam hal menjaga barang tersebut, dengan bertanggung jawab untuk menggunakan... ” MIH, 18 Maret 2016 Sebelum pembelajaran dimulai biasanya guru memberikan motivasi atau arahan kepada siswa. Setiap siswa memiliki tanggung jawab masing-masing dalam menjaga lingkungan belajarnya yang dimulai melalui bangku mereka masing-masing. Apabila siswa merusak barang milik sekolah maka siswa diberikan sanksi untuk mengganti barang yang sudah ia rusakkan. Dengan begitu siswa akan belajar untuk lebih berhati-hati dan mau menjaga serta merawat 97 fasilitas yang ada di sekolah. Begitu pula dengan yang disampaikan oleh HW siswa kelas 7, yaitu: “Tanggung jawab... kalau misalnya kita dikasih tugas, tapi nanti ada yang nggak ngerjain, biasanya kan mereka ngerjainnya pagi-pagi sebelum masuk itu, kadang-kadang malah nyontek temennya nah itu waktu itu pernah diadain motivasi. Motivasi kaya kita tu tetep jadi orang yang bertanggung jawab gitu lho. Jangan cuma bisanya ngandelin temennya. Jadi kita harus tetep berusaha supaya kita bisa ngerjain tugas itu sendiri, gitu” HW, 18 Maret 2016 Sistem reward and punishment menjadi salah satu upaya sekolah, dalam hal ini lebih terkhusus oleh guru untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa. Hal mengenai pemberian hukuman jika terjadi pelanggaran disampaikan oleh AS selaku siswa kelas 9, sebagai berikut. “Kalo tanggung jawab setiap pelanggaran ada sanksi, setiap kebijakan sekolah ada sanksinya. Kalo nggak ngerjain PR ada hukumannya biasanya suruh maju ke depan njelasin. Terus sekarang tu kelas 9 kan suruh bawa buku terus to, jadi kalo nggak bawa dendanya 5.000, nanti dikumpulin ke kas kelas. Untuk belanja peralata n kelas” AS, 18 Maret 2016 Selanjutnya, penanaman nilai tanggung jawab untuk staf dan karyawan di SMP Negeri 1 Sleman dilakukan dengan adanya evaluasi program untuk mengetahui sejauh mana program yang telah dibentuk terlaksana dan bagaimana perkembangannya. Hal tersebut disampaikan oleh SN, bahwa: “Untuk tanggung jawab sendiri kami biasanya ada evaluasi program masing-masing, sudah sejauh mana berjalan, kalau terhambat apa penyebabnya gitu.” SN, 22 Maret 2016 Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, nilai tanggung jawab di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup baik. Hal tersebut dapat terlihat ketika siswa diberikan tugas di luar kelas siswa tidak lantas bermain sendiri atau 98 bermalas-malasan, akan tetapi mereka tetap mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh guru mata pelajaran pada saat itu. 8 Minat Membaca SMP Negeri 1 Sleman telah memiliki perpustakaan yang cukup luas dan memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Namun dalam mengembangkan minat membaca siswa, sekolah memiliki program khusus selain kunjungan rutin ke perpustakaan. Sekolah menerapkan program membaca setiap pagi 15 menit sebelum mata pelajaran dimulai. Disampaikan ibu EHA dalam wawancara selaku Plt kepala sekolah di SMP Negeri 1 Sleman, sebagai berikut. “Ada programnya itu program membaca, 15 menit setiap hari Senin sampai hari Kamis, setiap hari Senin sampai Kamis 15 menit pada pukul 07.00 sampai 07.15 itu sudah dijadwal, selain itu guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk eksplorasi itu memperluas pengetahuan...” EHA, 2 April 2016 Ada program membaca yang dilaksanakan setiap hari Senin sampai dengan Kamis 15 menit awal dari pukul 07.00 sampai pukul 17.15 siswa diberikan waktu untuk membaca buku dan mengeksplorasi pengetahuan mereka. Disampaikan pula oleh ibu KT pada saat wawancara, yaitu: “Ini baru saja ada kegiatan membaca sebelum pelajaran dimulai ada kegiatan membaca15 menit. 15 menit sebelum pelajaran dimulai itu setiap hari, tapi baru berjalan beberapa bulan ini.” KT, 19 Maret 2016 Kegiatan membaca yang dilakukan 15 menit sebelum pelajaran dimulai ini telah terlaksana dalam waktu beberapa bulan terakhir. Kedua pernyataan tersebut didukung dengan hasil wawancara siswa yaitu: 99 “...Jadi dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis itu 15 menit sebelum pembelajaran akan dimulai baca buku, tapi guru wali kelasku kan menyarankan buku yang mungkin banyak memiliki manfaat kaya ensiklopedia, atau buku lainnya” MIH, 18 Maret 2016 Kebijakan tersebut diterapkan untuk membiasakan siswa membaca buku setiap harinya. Karena pada dasarnya suatu kebiasaan itu pada awalnya harus di paksakan diterapkan terlebih dahulu sebelum sedikit demi sedikit tanpa disuruh pun siswa sudah dengan sadar diri membaca buku baik itu fiksi maupun non fiksi. Seperti yang disampaikan oleh bapak AI dalam wawancara sebagai berikut. “...kemarin itu sudah kita coba, 15 menit awal itu kita berikan waktu anak- anak silahkan membaca dan membuat sebuah rangkuman dari hasil membacanya itu kemudian kita presentasikan apa yang kamu baca. Dan kemarin bukan buku materi pelajaran tapi lebih banyak buku tentang cerita-cerita fiksi atau apa gitu, novel. Yang penting anak-anak membaca dulu” AI, 19 Maret 2016 Dengan diterapkannya kebijakan tersebut kini keadaan perpustakaan mulai ramai, dan koleksi koleksi yang dimiliki perpustakaan pun diperbaharui sehingga menambah minat membaca siswa. Gambar 13. Grafik peningkatan perpustakaan 100 Hal tersebut didukung dengan hasil pengamatan peneliti, bahwa setiap harinya perpustakaan ini selalu ramai dikunjungi siswa baik itu untuk peminjaman buku atau untuk penggunaan komputer sebagai media pencari informasi. Selain itu petugas perpustakaan yang ada di SMP Negeri 1 Sleman begitu ramah dengan pengunjung sehingga dapat meningkatkan minat siswa untuk berkunjung ke perpustakaan ini. 9 Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengembangkan potensi dan bakat yang ada di dalam dirinya. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menjadi sarana siswa dalam memanfaatkan waktu dan mengembangkan prestasinya di bidang non akademik. Oleh karena itu sekolah selalu berusaha untuk memaksimalkan fasilitas atau sarana dan prasarana yang ada agar siswa dapat berkegiatan dengan nyaman di sekolah. Berikut merupakan ekstrakurikuler yang ada di SMP Negeri 1 Sleman: Osis, PMR, KIR, Tonti, Marching Band, Pramuka, Batik, Voly, Basket, Sepak Bola, Pencak Silat, Aero Modeling, Atletik, Karawitan, Musik, dan Paduan Suara. Kegiatan ekstrakurikuler ini lebih difokuskan kepada siswa kelas VII dan VIII, sedangkan kelas IX lebih disarankan untuk mengurangi segala kegiatan non akademik dan mulai diarahkan untuk persiapan Ujian Nasional. 101

B. Pembahasan

Kultur sekolah menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sekolah karena kultur sekolah merupakan sekumpulan nilai, adat-istiadat, norma, dan asumsi yang dijadikan sekolah sebagai pedoman pengembangan peningkatan kualitas sekolah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Barnawi M. Arifin 2013: 67 bahwa kemajuan suatu sekolah sangatlah ditentukan oleh budaya sekolah yang tertanam dalam setiap diri warga sekolah. Hal ini sangatlah beralasan karena budaya sekolah mengandung kekuatan yang mampu menggerakkan kehidupan sekolah. Budaya sekolah dalam hal ini berperan dalam mengarahkan pikiran, ucapan, dan tindakan seluruh warga sekolah. Budaya sekolah yang terkonsep dengan baik sesuai dengan tujuan sekolah memiliki strategi, daya ungkit untuk berprestasi, sekaligus mengantarkan warga sekolah kepada gerbang kesuksesan. Namun sebaliknya, apabila budaya sekolah tidak dikelola dengan baik, dibiarkan begitu saja, justru akan membahayakan keberlangsungan sekolah. Budaya juga dapat digunakan sebagai strategi sekolah untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, serta memenangkan mutu para siswa. Hal serupa dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman sebagai salah satu sekolah favorit dan sekolah andalan di kabupaten Sleman yang memiliki pengembangan kultur sekolah sebagai pembentuk kepribadian sekolah. Pengembangan kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman adalah sebagai berikut.

1. Gambaran Kultur Sekolah di SMP Negeri 1 Sleman

Kultur sekolah merupakan aspek penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari sekolah karena kultur itu sendiri merupakan suatu 102 kumpulan adat istiadat, asumsi-asumsi, dan nilai-nilai yang dijadikan pandangan agar sekolah mampu menjadi sekolah yang baik dan berkualitas. Seperti yang disampaikan oleh Deal Peterson dalam sebuah jurnal milik Ariefa Efianingrum 2013: 21 bahwa kebudayaan sekolah merupakan kesatuan dari norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan, ritual dan upacara-upacara, simbol-simbol, serta cerita yang membentuk kepribadian suatu sekolah. Hal yang serupa dimiliki oleh SMP Negeri 1 Sleman sebagai salah satu sekolah favorit yang memiliki pengembangan kultur sebagai pembentuk kepribadian siswa. Bagi kepala sekolah pemahaman setiap warga sekolah mengenai kultur sekolah merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan, setiap sekolah memiliki cara pandang dan pendekatan yang berbeda dengan sekolah lainnya. Dengan memahami kultur yang berkembang di lingkungan sekolah tersebut, sekolah dapat menyusun strategi ataupun rencana untuk memperbaiki mutu sekolah, mengatasi permasalahan sekolah, dan melakukan perbaikan di setiap aspek. Akan tetapi pemahaman tentang kultur sekolah di SMP Negeri 1 Sleman belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh warga sekolah. Siswa masih belum terlalu memahami apakah yang dimaksud dengan kultur sekolah. Kultur sekolah terdiri dari artifak dan nilai-nilai yang diyakini di lingkungan SMP Negeri 1 Sleman itu sendiri. Artifak merupakan lapisan kultur sekolah yang paling mudah diamati karena artifak itu sendiri berhubungan dengan sarana prasarana sekolah, dan kegiatan yang terdapat di dalam lingkungan sekolah. SMP Negeri 1 Sleman terletak di pinggir Jalan Magelang yang merupakan akses jalanan utama masyarakat sehingga sekolah ini termasuk dalam 103 kondisi lokasi yang strategis. Sekolah ini memiliki lahan yang cukup luas dan sebagian besar bangunan dari sekolah ini merupakan bangunan bekas Belanda dahulu. Keadaan kultur fisik dari sekolah ini secara keseluruhan telah menunjukkan bahwa sarana prasarana yang dimiliki sekolah telah memadai, yaitu: lapangan sekolah, ruang kelas, ruang kantor, Masjid, laboratorium Biologi, laboratorium Fisika, perpustakaan, ruang keterampilan, ruang musik, ruang elektronika, laboratorium komputer, ruang bimbingan konseling, UKS, koperasi sekolah, ruang agama, aula, kantin sekolah, dapur sekolah, toilet siswa, toilet guru dan karyawan. Sekolah juga memiliki berbagai gambar dan slogan yang di pasang di koridor, di dalam kelas, dan setiap sudut sekolah. Gambar dan slogan tersebut menjadi salah satu media pemberian motivasi siswa dan warga sekolah yang lainnya dalam proses pembelajaran, bertindak, dan bersikap. Selanjutnya cara berpakaian warga sekolah sudah memenuhi syarat yang telah ditetapkan sekolah sehingga dengan begitu dapat disimpulkan bahwa siswa dan warga sekolah lain telah mematuhi tata tertib dalam berpakaian. Disamping memiliki artifak fisik yang berupa sarana prasarana dan bangunan lainnya, SMP Negeri 1 Sleman juga memiliki nilai-nilai yang diyakini dan diimplementasikan yaitu nilai budaya bersih, budaya berprestasi, budaya religius, budaya disiplin, budaya kerjasama, budaya sopan santun, budaya tanggung jawab, dan minat membaca. Budaya bersih ditanamkan kepada seluruh siswa agar mereka dapat secara sadar untuk senantiasa menjaga agar lingkungan belajar mereka baik di sekolah maupun di luar sekolah terjaga dengan baik. Penanaman budaya bersih ini ditanamkan sekolah melalui berbagai program salah 104 satunya dengan adanya program tumitlangkung atau yang sering disebut dengan tujuh menit untuk kebersihan lingkungan. Selain itu sekolah juga menyediakan tempat sampah di berbagai sudut sekolah serta dengan adanya Jumat bersih dan regu piket di setiap kelas. Kebersihan di lingkungan sekolah di SMP Negeri 1 Sleman sudah cukup bersih, baik itu di ruang kelas maupun di ruang perkantoran dan di kawasan lapangan sekolah. Budaya berprestasi di SMP Negeri 1 Sleman ditanamkan dalam kegiatan belajar mengajar setiap hari. Dalam satu minggu sekolah mengadakan kegiatan sarapan pagi. Sarapan pagi disini adalah siswa diberikan soal-soal evaluasi mata pelajaran sebagai pengganti Ulangan Sabtu Bersama USB. Dengan adanya program sarapan pagi ini guru dapat mengetahui di bagian manakah siswa belum paham atau belum menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Selain adanya program sarapan pagi, pemberian reward and punishment juga berlaku untuk memberikan motivasi kepada siswa agar senantiasa berprestasi. Pembimbingan untuk siswa yang berkemampuan dalam suatu bidang untuk mengikuti lomba juga dilaksanakan agar siswa tersebut mampu untuk berkompetisi dengan siswa dari sekolah lain. Berdasarkan hasil observasi terdapat banyak piala dan piagam yang tersusun di lemari kaca yang terdapat di lobi sekolah. Piala tersebut menjadi salah satu bukti bahwa SMP Negeri 1 Sleman telah cukup banyak meraih prestasi. Prestasi-prestasi yang telah diraih oleh warga sekolah tersebut selanjutnya diberikan penghargaan oleh pihak sekolah. Sekolah memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi baik didalam sekolah maupun diluar sekolah. Penghargaan tersebut biasanya berupa ucapan selamat, pemberian hadiah, piala