Pengertian Kultur Sekolah Deskripsi Teori

17 h. upacara, i. prosedur belajar mengajar, j. peraturan sistem ganjaran hukuman, k. layanan psikologi sosial, dan l. pola interaksi sekolah dengan orang tua, masyarakat dan yang materiil dapat berupa fasilitas serta peralatan, artifak, tanda kenangan, dan pakaian seragam. Selanjutnya menurut Vembriarto dalam Ariefa Efianingrum 2009: 17 kebudayaan sekolah memiliki unsur-unsur peting, diantaranya adalah: a. Letak, lingkungan, serta prasarana fisik sekolah, b. Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta yang menjadi keseluruhan program pendidikan, c. Pribadi-pribadi atau warga sekolah yang terdiri dari siswa, guru non teaching spesialist, dan tenaga administrasi, d. Nilai-nilai moral, sistem peraturan, serta iklim kehidupan sekolah. Setiap sekolah memiliki kebudayaannya sendiri yang bersifat unik. Setiap sekolah memiliki aturan tata tertib, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, mars hymne sekolah, pakaian seragam dan lambang lain yang memberikan ciri khas terhadap sekolah yang bersangkutan. Menurut Mardapi dalam Farida Hanum 2008: 7 analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai satu bagian dari kesatuan sekolah yang utuh. Artinya sesuatu yang ada di dalam kultur sekolah hanya dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitannya dengan aspek lain seperti: 18 a. Rangsangan yang tinggi terhadap prestasi, b. Penghargaan yang tinggi terhadap prestasi, c. Komunitas sekolah yang tertib, d. Pemahaman tujuan sekolah, e. Ideologi organisasi yang kuat, f. Partisipasi orang tua siswa, g. Kepemimpinan kepala sekolah, h. Hubungan akrab antar guru. Nusyam dalam Darmiyati Zuchdi 2011: 139 berpendapat setidaknya terdapat 3 budaya yang seharusnya dikembangkan di sekolah, antara lain adalah budaya akademik, budaya nasional lokal, dan budaya demokratis. Ketiga kultur tersebut harus dijadikan prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah. Ketiga budaya tersebut antara lain: a. Kultur atau Budaya Akademik Kultur akademik bercirikan pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini yang didukung dengan dasar akademik yang kuat. Hal ini mengacu pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang telah teruji. Budaya akademik dipahami sebagai suatu totalitas yang berasal dari kehidupan dan kegiatan yang berhubungan dengan akademik yang dihayati, dimaknai, serta di amalkan oleh masyarakat akademik, di lembaga pendidikan maupun lembaga penelitian. Dengan begitu, kepala sekolah, guru,dan siswa berpegang pada dasar teoritik dalam berpikir, bersikap, serta bertindak dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-sehari, kultur 19 akademik tercermin dalam keilmuan serta keahlian dalam berpikir dan berargumentasi. Warga sekolah yang menerapkan kultur akademik di dalam dirinya akan memiliki sifat kritis, objektif, analitis, kreatif, terbuka untuk menerima kritik dan saran, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, dinamis, serta berorientasi kepada masa depan. b. Kultur atau Budaya Nasional Lokal Budaya nasional dapat dilihat dari upaya pengembangan sekolah dalam memelihara, membangun, serta mengembangkan budaya bangsa yang positif sebagai kerangka pembangunan manusia yang seutuhnya sehingga sekolah akan membentengi pertahanan diri yang terkikir karena masuknya budaya asing yang tidak relevan seperti budaya konsumerisme, materialisme, hedonisme, serta individualisme. Sekolah yang konsisten akan membentengi warga sekolahnya dengan nilai-nilai nasionalisme yang tinggi, nilai kerja sama, serta rela berkorban. Disisi lain, sekolah mengembangkan pula budaya lokal melalui pengembangan seni tradisi yang berakar pada budaya lokal yang telah di kreasikan secara modern dengan tetap mempertahankan keaslian serta nilai yang terkandung di dalamnya. c. Kultur atau Budaya Demokratis Budaya demokratis memiliki corak kehidupan yang menyediakan perbedaan untuk dapat secara bersamaan membangun kemajuan, sehingga warga sekolah mampu untuk bertindak objektif, transparan, dan bertanggung jawab dalam setiap tindakannya. Kultur demokratis ini tercermin dari jauhnya diskriminatif dan otoritarianisme. 20 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kultur atau budaya sekolah merupakan suatu nilai, keyakinan, asumsi, norma, ataupun tradisi yang dimiliki dan dipahami oleh setiap warga sekolah yang tercermin dalam perilaku sehari-hari sehingga menjadi ciri khas sekolah tersebut dimana budaya yang positif akan memberikan dampak yang positif pula pada sekolah dan begitu juga sebaliknya, jika sekolah memiliki budaya sekolah yang negatif maka akan berpengaruh negatif pada sekolah. Selain itu kultur sekolah tidak dapat secara singkat terjadi pada suatu sekolah melainkan membutuhkan proses yang cukup lama untuk pembiasaan kepada seluruh warga sekolah. Proses tersebut dibutuhkan agar nilai-nilai yang akan dijadikan kultur dalam sekolah dapat tertanam dalam diri masing-masing warga sekolah sehingga kesadaran untuk melakukan keyakinan yang ada berasal dari diri sendiri, bukan hanya berasal dari tata tertib yang dibentuk oleh sekolah. Oleh karena itu, peran serta seluruh warga sekolah sangatlah penting guna terciptanya kultur sekolah yang ingin dibentuk bersama. Kemajuan suatu sekolah sangatlah ditentukan oleh budaya sekolah yang tertanam dalam setiap diri warga sekolah. Hal ini sangatlah beralasan karena budaya sekolah mengandung kekuatan yang mampu menggerakkan kehidupan sekolah. Budaya sekolah dalam hal ini berperan dalam mengarahkan pikiran, ucapan, dan tindakan seluruh warga sekolah. Budaya sekolah yang terkonsep dengan baik sesuai dengan tujuan sekolah memiliki strategi, daya ungkit untuk berprestasi, sekaligus mengantarkan warga sekolah kepada gerbang kesuksesan. Namun sebaliknya, apabila budaya sekolah tidak dikelola dengan baik, dibiarkan 21 begitu saja, justru akan membahayakan keberlangsungan sekolah. Budaya juga dapat digunakan sebagai strategi sekolah untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, serta memenangkan mutu para siswa. Barnawi M. Arifin, 2013: 67

4. Karakteristik Kultur Sekolah

Kultur sekolah terbagi menjadi dua, yaitu kultur sekolah positif dan kultur sekolah yang negatif. Kultur sekolah yang positif adalah yang membantu perbaikan mutu sekolah dan mutu kehidupan, seperti memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan profesional. Kultur yang bersifat positif harus diperkuat. Kultur sekolah yang sehat akan memberikan peluang sekolah dan warga sekolah berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, memiliki semangat tinggi dan akan mampu terus berkembang. Oleh karena itu kultur sekolah yang positif ini sangat perlu dikembangkan. Menurut Jumadi dalam Evi Rovikoh Indah Saputri 2012: 19 adalah sebagai berikut “keberhasilan pengembangan kultur sekolah dapat dilihat dari tanda-tanda atau indikator sesuai fokus yang dikembangkan. Beberapa indikator yang dapat dilihat antara lain adalah adanya rasa kebersamaan dan hubungan yang sinergis diantara warga sekolah, berkurangnya pelanggaran disiplin, adanya motivasi untuk berprestasi, adanya semangat dan kegairahan dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.” Kultur sekolah bersifat dinamis dan merupakan suatu keyakinan milik bersama yang diperoleh dari hasil perjalanan sekolah, segala interaksi yang terdapat dalam sekolah. Sekolah perlu dengan serius mengenali adanya berbagai sifat kultur sekolah yang ada, sehat-tidak sehat, kuat-lemah, positif-negatif, kacau- stabil, dan segala konsekuensinya untuk perbaikan sekolah. 22 Selanjutnya menurut Moerdiyanto melalui artikelnya 2010: 5-6 kultur sekolah terdiri dari kultur positif dan kultur negatif. Kultur positif yaitu budaya yang membantu mutu sekolah dan mutu kehidupan warganya. Mutu kehidupan warga yang diharapkan adalah warga yang sehat, aktif, dinamis, dan profesional. Kultur positif ini akan memberikan peluang sekolah beserta warganya berfungsi secara optimal, bekerja secara efisien, energik, penuh vitalitas, punya semangat tinggi dan akan mampu berkembang. Kultur positif ini harus terus menerus dikembangkan dan diwariskan dari siswa ke siswa, dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Kultur positif dan kuat memiliki kekuatan dan akan menjadi modal dalam melakukan perubahan menuju perbaikan. Kultur negatif adalah budaya yang cenderung bersifat anarkis, negatif, beracun, dan bias serta bersifat dominan. Sekolah yang sudah merasa puas dengan apa yang mereka capai merupakan salah satu bagian dari kultur negatif, karena mereka cenderung tidak ingin melakukan perubahan serta takut untuk mengambil sebuah resiko terhadap perubahan yang terjadi, dengan kata lain berpengaruh terhadap menurunnya kualitas sekolah tersebut. Langkah-langkah untuk membentuk kultur sekolah yang positif menurut Farida Hanum 2013: 202 antara lain adalah sebagai berikut. a. mengamati dan membaca kultur sekolah yang kini ada, melacak historinya dan masalah apa saja yang muncul oleh keberadaan kultur sekolah, b. mengembangkan sistem assessment kultur sekolah sejalan dengan tujuan perbaikan sekolah yang diinginkan, 23 c. melakukan kegiatan assessment sekolah guna mendiagnosis permasalahan yang ada dan tindakan kultural yang dapat dilakukan, d. mengembangkan visi strategis dan misi perbaikan sekolah, e. mewaspadai perilaku negatif, f. merancang pola pengembangan kultur, g. melakukan pemantauan terhadap perkembangan kultur sekolah dan dampaknya. Sekolah sebagai sebuah lembaga penyelenggara pendidikan tentu saja menginginkan memiliki kualitas yang baik sehingga dapat menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk membentuk anak didik menjadi generasi penerus bangsa yang positif dan berkarakter. Penanaman kultur positif pada suatu sekolah secara perlahan akan meningkatkan kualitas dari sekolah tersebut. Akan tetapi sekolah harus dengan sabar melalui serangkaian proses untuk dapat termasuk dalam sekolah yang memiliki kultur yang positif. Untuk membentuk kultur sekolah yang positif sekolah pertama kali harus melakukan analisis situasi sekolah. Kultur apa yang terbentuk, apakah positif atau negatif. Jika negatif maka perlu dianalisis bagaiamana cara untuk memperbaiki keadaan tersebut. Jika kultur yang ada sudah bersifat positif maka sekolah perlu mengembangkan kultur yang ada agar tidak terpengaruh oleh lingkungan sekitar. Setelah upaya perbaikan atau pengembangan dilakukan, maka sekolah perlu melakukan kontrol agar kondisi yang diinginkan dapat tercipta serta mengevaluasi hal-hal apa saja yang menghambat agar dapat dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. 24 Selanjutnya menurut Barnawi M. Arifin 2013: 71 ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengukur kuat atau tidaknya suatu budaya, yaitu dengan melakukan uji nilai secara berkala dan melihat kenyataan apakah sekolah telah benar-benar kompak atau belum. Ukuran uji nilai dapat dilihat dari seberapa jauh komunikasi di tingkat manajemen puncak sekolah ke tingkat yang paling bawah. Apabila deviasinya kurang dari 20 maka masih dapat di toleransi, apabila deviasi menyimpang antara 20-30 maka perlu diwaspadai, dan apabila deviasinya lebih dari 30 maka situasi sekolah termasuk dalam golongan krisis budaya. Budaya yang kuat akan mendorong kerja sama yang baik sehingga tujuan sekolah yang diinginkan mudah tercapai Tidak kalah penting adalah nilai budaya sekolah haruslah benar-benar tertanam dan didukung oleh suatu sistem yang berlaku di sekolah tersebut. Biasanya penerapan budaya pada sekolah baru akan lebih mudah dibandingkan dengan sekolah yang lama. Di sekolah baru, budaya informal para guru, karyawan, dan siswa belum terbentuk sehingga budaya yang ditentukan oleh manajemen sekolah akan lebih mudah untuk diterapkan. Meskipun dalan suatu sekolah para siswa masuk dan keluar lulus, namun biasanya terdapat pewarisan budaya yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Artinya, ada pewarisan budaya antar-siswa yang terjadi. Penerapan budaya pada sekolah baru relatif lebih mudah dikarenakan siswa benar-benar baru atau belum terkontaminasi oleh seniornya. Penerapan budaya sekolah tersebut tentu saja memerlukan dukungan dari regulasi yang mengandung reward dan punishment. Dukungan tersebut menunjukkan suatu nilai budaya yang memang serius untuk diterapkan.