28 masalah. Kultur yang netral menurut Mardapi dapat terlihat dari adanya kegiatan
arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa, dan lain-lain. Beberapa artifak terkait kultur positif dan negatif disampaikan oleh Farida
Hanum 2013: 206. Artifak terkait kultur positif terdiri dari: 1 ada ambisi untuk meraih prestasi, pemberian penghargaan pada yang berprestasi; 2 hidup
semangat menegakkan sportifitas, jujur, mengakui keunggulan pihak lain; 3 saling menghargai perbedaan; 4 trust saling percaya.
Artifak terkait kultur negatif antara lain 1 banyak jam kosong, absen dari tugas; 2 terlalu permisif terhadap pelanggaran nilai-nilai moral; 3 adanya friksi
yang mengarah pada perpecahan, terbentuknya kelompok yang saling menjatuhkan; 4 penekanan pada nilai pelajaran bukan pada kemampuan; 5
artifak yang netral muatan kultural; 6 kegiatan arisan sekolah, jumlah fasilitas sekolah, dan sebagainya.
b. Artifak, Nilai, keyakinan, dan Asumsi
Kultur sekolah merupakan suatu aset yang besifat abstrak dan unik dimana satu sekolah dan sekolah lainnya tidak akan sama. Menurut Depdiknas Direktorat
Pendidikan Menengah Umum 2003:12 dalam kaitannya dengan kebutuhan pengembangan kultur sekolah, yang perlu dipahami bahwa kultur hanya dapat
dikenali melalui pencerminannya pada berbagai hal yang dapat diamati disebut dengan artifak. Artifak ini dapat berupa:
1 Perilaku verbal: ungkapan lisan atau tulis dalam bentuk kalimat dan kata-
kata 2
Perilaku non verbal: ungkapan dalam tindakan
29 3
Benda hasil budaya: arsitektur, eksterior dan interior, lambang, tata ruang, meubelair dan sebagainya
Dibalik artifak itulah tersembunyi kultur yang dapat berupa: 1
Nilai-nilai: mutu, disiplin, toleransi, dan sebagainya 2
Keyakinan: tidak kalah dengan sekolah lain bila mau bekerja keras 3
Asumsi: semua anak dapat menguasai bahan pelajaran, hanya waktu yang diperlukan berbeda
Kultur sekolah memiliki beberapa lapisan, dimana setiap lapisan tersebut memiliki ciri khas masing-masing. Lapisan pertama disebut dengan artifak, atau
bisa disebut juga dengan hal-hal yang dapat secara langsung dilihat oleh mata. Artifak ini terdiri dari artifak fisik dan non fisik. Artifak fisik terdiri dari gedung-
gedung dan fasilitas yang ada, sedangkan artifak non fisik berisi kebiasaan- kebiasaan yang berada di sekolah tersebut.
Lapisan kedua berisi nilai-nilai dan keyakinan. Dalam lapisan ini kultur sekolah biasanya berisi sederet norma-norma yang diinginkan sekolah dan
kebanyakan tertuang dalam bentuk slogan-slogan yang ditempelkan di lingkungan sekolah.
Kemudian lapisan yang terakhir adalah asumsi. Berupa nilai-nilai, norma- norma, dan keyakinan yang tidak terlihat langsung oleh mata akan tetapi sangat
berpengaruh pada perilaku warga sekolah. Untuk dapat mengamati kultur yang ada di sekolah, aspek-aspek yang
harus dinilai menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Umum dalam Moerdiyanto 2012: 7 meliputi: 1 Aspek budaya sosial, yaitu interaksi yang
30 terjadi antara warga sekolah baik yang bersifat positif maupun negatif yang di
dalamnya meliputi rasa saling memaafkan, menolong, memberi penghargaan dan hal lainnya yang meliputi interaksi sesama warga sekolah, 2 Aspek budaya
akademik, yang meliputi pengawasan dalam kemajuan belajar, persaingan dalam meraih prestasi, strategi belajar mengajar, serta ketepatan media pembelajaran
yang digunakan, 3 Aspek budaya mutu, yang meliputi pemahaman terhadap budaya utama sekolah yang meliputi budaya jujur, saling percaya, kerjasama,
kegemaran membaca, disiplin, bersih, berprestasi, penghargaan dan efisien, 4 Aspek artifak, yang meliputi pemahaman terhadap artifak fisik yang berada di
sekolah dan artifak perilaku warga sekolah.
6. Fungsi dan Peran Kultur Sekolah
Fungsi kultur sekolah menurut Stoll dalam Rahmani Abdi 2007: 25 yaitu budaya pada dasarnya adalah memberikan dukungan serta identitas pada sekolah
dan selanjutnya membentuk kerangka kerja framework bagi kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, pengertian budaya sekolah lebih berfungsi sebagai
pembentukan kinerja warga sekolah dan kemudian menjadi identitas sekolah. Berdasarkan berbagai definisi yang ada, menurut Noor Tri Widianingsih
2012: 18-19 fungsi kultur sekolah adalah sebagai berikut: a.
Sebagai identitas suatu sekolah dimana diantara satu sekolah dengan sekolah yang lainnya tidak akan sama. Identitas tersebut dapat berupa sejarah sekolah,
kondisi, dan sistem yang ada di sekolah tersebut.
31 b.
Sebagai sumber, kultur sekolah merupakan sumber inspirasi, kebanggan dan sumber daya yang dapat dijadikan arah kebijakan strategi lembaga pendidikan
tersebut. c.
Sebagai pola perilaku, dimana kultur sekolah menentukan batas-batas perilaku yang telah disepakati oleh seluruh warga sekolah
d. Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Dalam dunia
yang berubah dengan amat pesat, kunci keberhasilan suatu organisasi umum maupun lembaga pendidikan dalam meningkatkan efektivitas yang terletak pada
fleksibilitas dan kemampuan inovatifnya. Oleh karena itu lembaga pendidikan mau tidak mau harus berani melakukan perubahan guna peningkatan mutu
lembaga tersebut. Salah satu jalan untuk melakukan strategi perubahan tersebut adalah dengan merubah kultur di lembaga pendidikan itu.
e. Sebagai tata nilai. Kultur sekolah merupakan gambaran perilaku yang
diharapkan dari warga sekolah dalam mewujudkan tujuan institusi pendidikan tersebut. Tata nilai yang dimaksud dalam hal ini adalah aktualisasi dari keyakinan
seseorang sebagai pemberian makna terhadap pekerjaan dam sebagai pengabdian kepada Tuhan YME
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kultur sekolah memiliki peran yang besar terhadap mutu suatu sekolah, yang mencakup berbagai aspek seperti
norma, intelektual, moral dan sosial. Kultur sekolah berkembang secara dinamis dan bersifat kompleks dimana dalam pelaksanaannya di sekolah dibutuhkan peran
serta seluruh komponen warga sekolah demi terwujudnya tujuan bersama.
32
7. Pengembangan Kultur Sekolah
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah dengan mengembangkan kultur sekolah. Kultur
sekolah yang sudah bernilai positif agar terus ditingkatkan, serta kultur yang negatif diminimalisir. Cara mengembangkan kultur sekolah menurut Rudi
Prihantoro 2010: 156 pertama-tama adalah dengan memotret kultur sekolah, menganalisis, menilai, merancang tindakan pengembangan, melaksanakan
tindakan, memonitoring dan mengevaluasi, dan yang terakhir adalah pelaporan. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memotret atau melihat
terlebih dahulu kultur apa saja yang terdapat di sekolah. Selanjutnya dilakukan analisis dan penilaian untuk kemudian dapat dirancang tindakan pengembangan
kultur yang akan dilakukan. Setelah rancangan tindakan pengembangan sudah ditentukan kemudian rancangan tersebut dilaksanakan dengan tetap diawasi dalam
pelaksanaannya. Setelah periode waktu tertentu pelaksanaan rancangan kegiatan di evaluasi, kemudian dinilai kembali apakah kultur yang berjalan di sekolah
sudah sesuai dengan rancangan yang ditentukan atau belum. Selanjutnya menurut Serasson dalam Moerdiyanto 2010: 11, kultur
sekolah dapat dikembangkan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan struktural dan pendekatan kultural. Pendapat lain mengenai pengembangan kultur sekolah
disampaikan Sastrapratedja Dinamika Pendidikan, 2001 dalam Ariefa Efianingrum 2008: 7 bahwa pendekatan budaya untuk meningkatkan kinerja
sekolah lebih efektif jika dibandingkan dengan pendekatan struktural. Pendekatan budaya dengan pusat perhatian pada budaya keunggulan menekan perubahan pada
33 pikiran, kata-kata, sikap, perbuatan, serta hati setiap warga sekolahnya.
Pendekatan budaya dalam upaya mengembangkan budaya sekolah dapat dilakukan dengan dengan beberapa kegiatan berikut.
a. Pembentukan tim kerja dari berbagai unsur dan jenjang untuk saling
berdiskusi dan bernegosiasi. Tim kerja ini terdiri dari kepala sekolah, guru, konselor, karyawan staf administrasi.
b. Dengan berorientasi pada pengembangan visi. Pendekatan visioner
menekankan pandangan kolektif mengenai hal yang ideal. c.
Hubungan kerjasama, melalui kerjasama tim, akan muncul bagaimana sikap saling menghargai serta memperkuat identitas kelompok, bersama-sama dan
saling mendukung. d.
Kepercayaan dan dukungan. Saling percaya trust serta dukungan support merupakan salah satu unsur penting bagi bekerjanya sebuah organisasi. Tim dapat
bekerja secara sinergis dan dinamik jika kedua tersebut ada. e.
Nilai dan kepentingan bersama. Sebuah tim harus dapat mendamaikan berbagai kepentingan. Akan menjadi tugas seorang pemimpin untuk
mendamaikan kepentingan tersebut. f.
Akses pada informasi. Mereka yang bekerja dalam suatu organisasi hanya akan dapat menggunakan kemampuannya secara efektif dan mereka dapat
memperoleh akses pada informasi yang mereka butuhkan. g.
Pertumbuhan sepanjang hidup. Lifelong learning dibutuhkan dalam dunia yang berubah dengan begitu pesat. Ariefa Efianingrum, 2008: 7