7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Model Pengembangan
Penelitian dan pengembangan biasanya disebut pengembangan berbasis penelitian research-based development merupakan jenis penelitian yang sedang
meningkat penggunaannya dalam pemecahan masalah praktis dalam dunia penelitian, utamanya penelitian pendidikan dan pembelajaran. Menurut Borg dan
Gall dalam Punaji Setyosari 2010:194 penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi produk-
produk yang digunakan dalam pendidikan pembelajaran, selanjutnya disebutkan bahwa prosedur penelitian dan pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua
tujuan utama, yaitu: 1 pengembangan produk, 2 menguji keefektifan produk dalam mencapai tujuan.
Menurut Borg dan Gall dalam Sugiyono 2008:9, penelitian dan pengembangan merupakan metode yang digunakan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran. Model pengembangan ini bersifat deskriptif, hal ini disebabkan prosedur yang
digunakan menggambarkan langkah-langkah yang harus diikuti dalam menghasilkan produk. Menurut Wasis Dwiguno 2011:7 dalam setiap
pengembangan dapat memilih dan menemukan langkah yang paling tepat bagi penelitiannya berdasarkan kondisi dan kendala yang dihadapi.
2.2 Model Pembelajaran
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan praktik pembelajaran hasil penelusuran teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis
terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan
untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends dalam
Suprijono, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan
ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar
Suprijono,2009:45.
2.2.2 Jenis-jenis model pembelajaran
2.2.2.1 Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung atau direct instrucion dikenal dengan sebutan active teaching. Pembelajaran langsung juga dinamakan whole-class teaching.
Penyebutan itu mengacu pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam mengusung isi pelajaran kepada peserta didik dan mengajarkannya secara
langsung kepada seluruh kelas. Teori pendukung pembelajaran langsung adalah teori behaviorisme dan
teori belajar sosial. Berdasarkan kedua teori kedua tersebut, pembelajaran langsung menekankan belajar sebagai perubahan perilaku. Jika behaviorisme
menekankan belajar sebagai proses stimulus-respons bersifat mekanis, maka teori belajar sosial beraksentuasi pada perubahan perilaku bersifat organis melalui
peniruan. Modelling adalah pendekatan utama dalam pembelajaran langsung.
Modelling berartimendemonstrasikan suatu prosedur kepada peserta didik. Modelling mengikuti urut-urutan sebagai berikut:
1 Guru mendemonstrasikan perilaku yang hendak dicapai sebagai hasil belajar.
2 Perilaku itu dikaitkan dengan perilaku-perilaku lain yang sudah dimiliki
peserta didik. 3
Guru mendemonstrasikan berbagai bagian perilaku tersebut dengan cara yang jelas, terstruktur, dan berurutan disertai penjelasan mengenai apa yang
dikerjakannya setelah setiap langkah selesai dikerjakan.
4 Peserta didik perlu mengingat langkah-langkah yang dilihatnya dan kemudian
menirukannya. 2.2.2.2
Model pembelajaran kooperatif Ada beberapa istilah untuk menyebut pembelajaran berbasis sosial, yaitu
pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif. Panitz dalam Suprijono 2009 membedakan kedua hal tersebut.
Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik
bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaanyang dihadapkan kepada
mereka. Guru bertindak sebagai fasilitator, memberi dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Bentuk-
bentuk assesment oleh sesama peserta didik digunakan untuk melihat hasil prosesnya.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas, meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan
dan menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan mesalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Dukungan teori konstruktivisme Vygotsky telah meletakkan arti penting
model pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan
bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka
kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk
perkembangan pemikiran peserta didik. 2.2.2.3
Model Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-
konsep yang dicetuskan oleh Jeome Bruner. Konsep tersebut adalah belajar penemuan atau discovery learning.
Berdasarkan belajar penemuan peserta didik didorong belajar aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Peserta didik didorong menghubungkan
pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dihadapi sehingga peserta didik menemukan prinsip-prinsip baru. Peserta didik dimotivasi
menyelesaikan pekerjaannya sampai mereka menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi mereka. Peserta didik berusaha belajar mandiri dalam
memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampuan menganalisis dan mengelola informasi. Pembelajaran berbasis masalah membantu peserta didik
memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin. Belajar penemuan menekankan pada berfikir tingkat tinggi. Belajar ini
memfasilitasi peserta didik mengembangkan dialektika berpikir melalui induksi logika yaitu berpikir dari fakta ke konsep. Peserta didik diharapkan tidak hanya
mampu mendeskripsikan secara faktual apa yang dipelajari, namun peserta didik juga diharapkan mampu mendeskripsikan secara analitis atau konseptual. Belajar
konsep merupakan entitas penting dalam belajar penemuan Suprijono,2009:46- 55.
2.3 Pendidikan jasmani
2.3.1 Pengertian Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangann seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif dan afektif setiap siswa Samsudin, 2008: 2 .
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik
melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan dan
perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan pancasila. Cholik
Mutohir, 2002 : 3 . Pendidikan jasmani dan kesehatan pada hakikatnya adalah proses
pendidikan yang memanfaatkan aktifitas fisik dan kesehatan untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental serta
emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, makhluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang
tepisah kualitas fisik dan mentalnya.
Pada kenyataannya, pendidikan jasmani dan kesehatan adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak
manusia. Lebih khusus lagi, penjaskes berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya : hubungan dari perkembangan tubuh-
fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah
yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani dan kesehatan yang berkepentingan dengan peerkembangan total
manusia. Pendidikan jasmani ini karenanya harus menyebabkan perbaikan dalam
pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh dan jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga
domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif. Menurut Robert Gensmer, penjas diistilahkan sebagai proses menciptakan tubuh yang baik bagi
tempat pikiran atau jiwa. Artinya, dalam tubuh yang baik diharapkan pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan pepatah Romawi kuno : “ men sana in
corporesano “ H.J.S. Husdarta,2009: 3-4 .
2.3.2 Tujuan Pendidikan Jasmani
Dalam Husdarta, 2009:9 dijelaskan dalam terminologi yang populer, maka tujuan pembelajaran pendidikan jasmani itu harus mencakup tujuan dalam
domain psikomotorik, domain kognitif, dan domain afektif. Pengembangan domain psikomotorik secara umum diarahkan pada perkembangan aspek
kebugaran jasmani dan perkembangan aspek perseptual motorik. Domain
kognitifmencakup pengetahuan tentang fakta, konsep, penalaran dan kemampuan memecahkan masalah. Domain afektif mencakup sifat-sifat psikologis yang
menjadi unsur kepribadian yang kukuh. Tujuan pendidikan jasmani:
1 Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam
pendidikan jasmani. 2
Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis dan agama.
3 Menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui tugas-tugas pembelajaran
pendidikan jasmani. 4
Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri, dan deamokratis melalui aktivitas jasmani.
5 Mengembangkan keterampilan gerak dan keterampilan teknik serta strategi
berbagai permainan dan olahraga, aktivitas pengembangan, senam, aktivitas ritmis, akuatik dan pendidikan luar kelas. Samsudin, 2008 : 3 .
2.3.3 Fungsi Pendidikan Jasmani
1.2.1.1
Aspek organik Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu
dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan untuk perkembangan keterampilan, Meningkatkan kekuatan, Meningkatkan daya
tahan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, Meningkatkan fleksibiltas.
1.2.1.2 Aspek neuromuskuler
Meningkatkan keharmonisan antara fungsi saraf dan otot, mengembangkan keterampilan lokomotor, mengembangkan keterampilan non-
lokomotor, mengembangkan ketermapilan dasar manipulatif, mengembangkan faktor-faktor gerak, mengembangkan keterampilan olahraga dan mengembangkan
keterampilan rekreasi. 1.2.1.3
Aspek perseptual Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan isyarat,
mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat atau ruang, yaitu mengenali objek yang ada didepan, belakang, bawah, sebelah kanan, kiri
dari dirinya, mengembangkan koordinasi gerak visual, mengembangkan keseimbangan tubuh, mengembangkan dominasi konsistensi dalam
menggunakan tangan atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang , mengembangkan lateralitas kemampuan membedakan antara sisi kanan atau
sisi kiri tubuh dan diantara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri , mengembangkan image tubuh kesadaran bagian tubuh atau seluruh tubuh dan
hubungannya dengan tempat atau ruang. 1.2.1.4
Aspek kognitif 1
Mengembangkan kemampuan menggali, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan dan membuat keputusan.
2 Meningkatkan pengetahuan peaturan permainan, keselamatan dan etika.
3 Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat
dalam aktivitas yang terorganisir.
4 Meningkatkan pengetahuan bagaimana fungsi tubuh dan hubungannya
dengan aktivitas jasmani. 5
Menghargai kinerja tubuh, penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan dan arah yang digunakan
dalam mengimplementasikan aktivitas dan dirinya. 6
Meningkatkan pemahaman tentang memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan Samsudin, 2008: 4-5.
2.4 Permainan
2.4.1 Pengertian Bermain
Bermain adalah aktivitas yang di lakukan dengan suka rela dan di dasari oleh rasa senang untuk memperoleh kesenangan di permainan itu. Bermain
merupakan kegiatan yang dapat dilakukan semua lapisan masyarakat, tidak mengenal jenis kelamin, usia, dan tingkat ekonomi Sukintaka, 1992:2.
Menurut Smith, W. R. dalam Soemitro 1992:2 bermain adalah dorongan langsung dari dalam diri setiap individu, yang bagi anak-anak merupakan
pekerjaan, sedang bagi orang dewasa lebih dirasakan sebagai kegemaran. Perilaku seseorang dapat merupakan ekspresi dari permainan, tetapi juga merupakan
ekspresi dari pekerjaan. Jadi dapat disimpulkan bermain adalah kegiatan yang di lakukan secara
suka rela yang didasari oleh rasa senang dan dapat dilakukan oleh semua lapisan masyarakat. Bermain dapat mengungkapkan ekspresi dari orang tersebut.
2.4.2 Permainan dalam pendidikan jasmani
Permainan dalam pendidikan jasmani adalah segala aktivitas jasmani yang di lakukan secara sukarela atas dasar senang. Bermain dengan rasa senang untuk
menumbuhkan aktivitas yang di lakukan secara spontan, untuk memperoleh kesenangan, menimbulkan kesadaran agar bermain dengan baik perlu berlatih.
Memerlukan kerjasama dengan teman, menghormati lawan, mengetahui kemampuan lawan, patuh pada peraturan, dan mengetahui kemampuan dirinya
Sukintaka, 1992:7. Menurut Pestalozzi dalam Soemitro 1992:3 menekankan perlunya
bermain. Ia percaya bahwa bermain mempunyai nilai-nilai untuk mengembangkan harmoni antara jiwa dan raga. Bermain dapat membantu dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan. Permainan merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pendidikan
jasmani karena bermain mempunyai tugas dan tujuan yang sama dengan tugas dan tujuan pendidikan jasmani. Anak akan merasa senang jika dalam pelajaran
pendidikan jasmani di berikan permainan. Dengan rasa senang tersebut maka anak akan mengungkap keadaan pribadinya yang asli pada saat mereka bermain, baik
itu berupa watak asli, maupun kebiasaan yang telah membentuk kepribadiannya. Dengan bermain anak dapat mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia dalam
bentuk gerak, sikap, perilaku, dan meningkatnya kualitas anak sesuai dengan aspek pribadi manusia.
2.4.3 Fungsi Bermain Dalam Pendidikan Jasmani
Fungsi bermain dalam usaha pendidikan jasmani adalah sebagai berikut :
2.4.3.1 Pertumbuhan dan perkembangan
Menurut Papalia dan Olds dalam Sukintaka 1992:12 mengatakan yang dimaksud dengan pertumbuhan adalah perubahan kuantitatif dari organ tubuh
yang dapat di ukur dalam cm sentimeter, atau dalam kg kilogram. Sedangkan perkembangan merupakan proses perubahan menuju kearah
yang lebih baik, berupa perubahan jasmaniah maupun rohaniah atau semakin baiknya fungsi organ tubuh untuk melakukan tugas gerak.
Nilai fisik berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani individu. Nilai fisik banyak terkandung dalam sebuah permainan. Ketika anak
bermain hampir seluruh anggota badannya bergerak. Gerakan-gerakan dalam sebuah permainan akan berpengaruh terhadap peredaran darah dan pernapasan.
Peredaran darah akan dipercepat yang berarti kerja jantung menjadi tambah kuat dan frekuensinya makin cepat. Disamping itu, pernapasan menjadi lebih dalam
dan cepat. Hal ini mengakibatkan paru-paru yang berhubungan dengan udara menjadi semakin luas sehingga memungkinkan pengambilan oksigen yang lebih
banyak Soemitro, 1992:5. Jadi permainan dalam penjas yang menggunakan aktifitas fisik dapat
meningkatkan pertumbuhan tubuh secara fisik dan perkembangan kualitas organ tubuh yang semakin baik.
2.4.3.2 Kemampuan Gerak
Gerak motor sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia, sedangkan psikomotor khusus digunakan pada domain mengenai
perkembangan manusia yang mencakup gerak manusia. Jadi, gerak motor ruang
lingkupnya lebih luas daripada psikomotor Amung Ma’mun, 2000:20.
Kemampuan gerak biasa disebut kemampuan gerak umum general motor ability yaitu Kemampuan seseorang dalam melakukan gerak, baik gerak untuk
keperluan sehari-hari, maupun gerak yang mendasari gerak berolahraga. Kemampuan gerak dalam berolahraga akan memberi pengaruh pada sikap
gerak sehari-hari. Dengan bermain gerak dasar anak akan berkembang, kemudian diikuti adanya perkembangan kemampuan gerak Sukintaka, 1922:16.
Jadi gerak adalah bentuk perilaku manusia dimana dalam bermain membutuhkan gerakan-gerakan tubuh sebagai ekspresi anak meluapkan
kesenangan. Sehingga dengan bermain dapat meningkatkan kemampuan gerak dasar anak.
2.4.3.3 Kesegaran Jasmani
Menurut Clarke dalam Sukintaka 1992:27 kesegaran jasmani merupakan kemampuan melaksanakan tugas sehari-hari dengan baik dan kuat, tanpa
kelelahan yang berarti, dengan energi yang besar mendapatkan kesenangan dalam menggunakan waktu luang, dan dapat mengatasi bila menjumpai keadaan darurat
yang tidak di sangka-sangka. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesegaran jasmani itu merupakan kemampuan untuk kuat menahan beban, melawan tekanan,
dan dapat mengatasi dalam keadaan yang sulit, tidak akan menjadi orang yang tidak segar.
Pemberian pelajaran permainan kepada anak didik akan mempengaruhi kesegaran jasmani. Dengan adanya peningkatan fungsi-fungsi alat tubuh akan
berakibat meningkatnya kesegaran jasmani untuk menjalankan kegiatan-kegiatan sehari-hari yang selalu meningkat Tamsir Rijadi, 1978:94.
Jadi fungsi permainan dalam penjas dapat meningkatkan kesegaran jasmani anak didik dengan meningkatnya kemampuan untuk kuat menahan beban,
melawan tekanan, dan dapat mengatasi dalam keadaan yang sulit, tidak akan menjadi orang yang tidak segar.
2.4.3.4 Rasa Sosial
Nilai sosial berkaitan dengan suatu cara individu dalam bergaul atau berhubungan dalam masyarakat. Dalam sebuah permainan, seorang individu akan
berhadapan dengan berbagai individu lain yang berbeda-beda. Ketika seorang anak bermain, mereka belajar mengukur kekuatan, kemampuan, kepandaian,
keuletan dirinya dan orang lain. Keunggulan lawan dan kekurangan diri sendiri diakui mereka secara sadar ketika maupun setelah bermain Soemitro, 1992:7.
Anak bermain akan mengenal lingkungan, mengenal dirinya, mengenal alat yang dipakai untuk bermain, mengenal lawan. Dengan demikian untuk
memperoleh kesenangan anak akan sadar untuk memelihara dan menghormati lingkungan, alat dan kawan bermain Tamsir Rijadi, 1978:96
Jadi dalam bermain anak dihadapkan pada individu lainnya, anak akan mengenal lingkungannya dan anak akan mempertahankan kesenangnnya dengan
memelihara dan menghormati lingkunngan.
2.5 Karateristik Peserta Didik
Menurut Samsudin 2008:108 untuk mengembangkan pembelajaran yang efektif, guru pendidikan jasmani harus memahami dan memperhatikan
karakteristik dan kebutuhan siswa. Rincian perkembangan aspek psikomotor, kognitif, dan afektif adalah
sebagai berikut : 2.5.1
Perkembangan Aspek Psikomotor Wuest dan Lombardo dalam Samsudin 2008:108 menyatakan bahwa
perkembangan aspek psikomotor siswa di tandai dengan perkembangan jasmani dan fisiologis secara luar biasa. Dengan betumbuhnya tinggi badan yang diikuti
perkembangan berat badan dan perubahan sistem fisiologis yaitu perubahan ukuran dan berat jantung-paru dan lainnya. Perubahan lain pada masa remaja
yaitu masa puberitas atau pematangan seksualorgan reproduksi dan perkembangan keterampilan motorik. Kinerja motorik siswa mengalami
penghalusan untuk diarahkan pada salah satu cabang olahraga. 2.5.2
Perkembangan Aspek Kognitif Perkembangan kognitif yang terjadi pada siswa meliputi peningkatan
fungsi intelektual, kapabilitas memori dan bahasa, dan pemikiran konseptual.Kemampuan intelektual siswa beragam, memori remaja ekuivalen
dengan memori orang dewasa dalam hal kemampuan untuk menyerap, memproses, dan mengungkapkan informasi. Siswa mengalami peningkatan
kemampuan mengekspresikan diri, kemampuan berbahasa menjadi lebih baik dan canggih, perbendaharaan kata menjadi lebih banyak.
Ketika remaja mencapai kematangan, mereka akan memiliki kemampuan untuk menyusun alasan rasional, menerapkan informasi, mengimplementasikan
pengetahuan, dan menganalisis situasi secara kritis. Karenanya, kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan akan meningkat.
2.5.3 Perkembangan Aspek Afektif
Perkembangan afektif siswa mencakup proses belajar perilaku yang layak pada budaya tertentu seperti bagaimana cara berinteraksi dengan orang lain,
disebut proses sosialisai. Proses sosialisai berlangsung lewat pemodelan dan peniruan perilaku orang lain. Yang mempengaruhi pada tahap sosialisai adalah
keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Siswa mengalami kodisi egosentris, yaitu kondisi yang hanya mementingkan pendapatnya sendiri dan mengabaikan
pandangan orang lain. Remaja banyak menghabiskan waktu untuk memikirkan penampilan, tindakan dan perasaan, dan tindakan diri sendiri. Siswa mengalami
perubahan persepsi yang selaras dengan perkembangan kognitifnya. Persepsi diri berkaitan dengan keyakinan yang kuat bahwa siswa dapat
melakukan sesuatu dengan rasa yang percaya diri.Secara emosional siswa mengalami peningkatan rentang dan intensitas emosinya. Remaja belajar untuk
mengatur emosi dan mengetahui waktu dan tempat yang tepat untuk mengekspresikan diri.
2.6 Karakteristik Permainan Sepakbola