Perkembangan Kecerdasan Teori Berpikir

9 masalah, penyesuaian, dan penciptaan produk. Gardner 2006, menggambarkan kecerdasan sebagai potensi pengolahan informasi untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai setidaknya dalam sebuah kebudayaan.

B. Perkembangan Kecerdasan

Kecerdasan anak dapat berkembang seiring bertambahnya usia, serta pengaruh lingkungan. Menutur Davido 2012, Perkembangan kecerdasan merupakan proses pengembangan potensi individu melalui pendidikan serta lingkungan, potensi dikembangkan menjadi kompetensi yang merupakan gambaran kecakapan serta kemampuan individu. Setiap potensi pada anak merupakan gambaran perkembangan kecerdasan atau intelektual yang perlu diperhatikan. Perkembangan kecerdasan tersebut dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan masalah Menurut J.P. Guilford menyatakan kecerdasan dapat dilihat dari tiga kategori dasar yaitu; Operasi mental, Content, Product Yusuf: 2005. Kecerdasan berkaitan dengan operasi mental atau cara berpikir, content atau isi yang dipikirkan, dan product atau hasil berpikir. Kecerdasan sebagai kemampuan komputasi, dan kecerdasan melibatkan kemampuan memecahkan masalah serta merancang produk Gardner: 2013. Terkait pernyataan tersebut, kecerdasan mempunyai operasi inti atau rangkaian komponen inti yang dapat diidentifikasi, dan rangkaian komponen inti dalam kecerdasan memiliki potensi untuk dapat di simbolkan Gardner: 2013. 10

C. Teori Kecerdasan Majemuk

Teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences oleh Howard Gardner memperluas pemahaman tentang lingkup potensi manusia dalam perkembangan intelektual. Teori kecerdasan majemuk adalah tentang bagaimana anak menjadi cerdas pada setiap bidang, kecerdasan majemuk menekankan pada nilai kebermaknaan yang kompleks dari sebuah kecerdasan Gardner: 2006. Gardner 2013: 18 menyatakan bahwa “kompetensi kognitif manusia akan lebih baik jika dideskripsikan dalam hal rangkaian keahlian, bakat, atau kemampuan mental yang saya sebut d engan kecerdasan”. Kecerdasan yang dimaksudkan tersebut memiliki peran yang sama penting dalam mencapai potensi manusia sepenuhnya. Esensi kecerdasan majemuk adalah menghargai keunikan individu, berbagai variasi belajar, model penilaian dan cara yang hampir tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri Armstrong: 2003.

1. Karakteristik Konsep Kecerdasan Majemuk

Karakteristik konsep Kecerdasan majemuk multiple intellegences oleh Howard Gardner memiliki pandangan yang berbeda dari cara teori kecerdasan lain dalam memaknai potensi kecerdasan pada manusia. Kecerdasan majemuk berupaya mempluralkan konsep tradisional kecerdasan IQ. Menurut Gardner 2013, kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses jenis informasi tertentu secara biologis dan psikologis. Kecerdasan melibatkan kemampuan untuk memecahkan masalah serta merancang produk dalam latar budaya tertentu Gardner: 2013. 11 Konsep kecerdasan berkaitan pada kapasitas manusia dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah, serta menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah Rose M.J. Nicholl: 2002. Teori kecerdasan majemuk memiliki dukungan riset multi disiplin ilmu, serta Memiliki nilai keberagaman dalam memahami potensi kecerdasan, sehingga adanya keadilan dalam menentukan dominasi kecerdasan tertentu untuk setiap individu Gardner dalam Armstrong: 2003. Kecerdasan majemuk menilai bahwa kemampuan dalam suatu kegiatan atau perilaku memiliki rangkaian komponen inti yang memiliki potensi untuk dapat pahami sebagai bentuk kecerdasan tertentu. Kecerdasan yang merupakan kompetensi kognitif dideskripsikan dalam berbagai rangkaian keahlian, bakat, dan kemampuan mental Gardner: 2013. Menurut Gardner, dalam Armstrong 2003: 12 menjelaskan bahwa teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Semua kecerdasan berbeda-beda tapi semuanya sederajat. Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau penting dari kecerdasan yang lain. b. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama, akan tetapi dapat dikembangkan secara optimal. c. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap potensi kecerdasan. d. Setiap kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerja sama dalam mewujudkan aktivitas individu. Satu kegiatan memungkinkan memerlukan lebih dari satu potensi kecerdasan. Dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai kegiatan. e. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan dalam lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia. f. Kecerdasan pada orang dewasa diekspresikan melalui rentang pencapaian profesi dan hobi. 12

2. Potensi kecerdasan Majemuk

Menurut Gardner 1983, Teori kecerdasan majemuk adalah cara melihat sembilan potensi kecerdasan yang dapat dipahami dan dikembangkan. Kecerdasan majemuk memberikan gambaran bahwa anak dapat menjadi cerdas dalam berbagai bidang melalui rangkaian potensi kecerdasan majemuk. Sembilan potensi dalam teori kecerdasan majemuk, memberikan pemahaman dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak. Menurut Gardner 2013, sembilan potensi kecerdasan majemuk terdiri dari kecerdasan bahasa linguistik, kecerdasan matematik logic, kecerdasan gerak kinesthetic, kecerdasan visual spasial visual spatial, kecerdasan musik music, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Howard Gardner menjelaskan bahwa tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau lebih penting dari kecerdasan lain, setiap potensi kecerdasan dimiliki oleh manusia dalam kadar yang tidak sama, akan tetapi semua kecerdasan dapat dieksplorasi dan dikembangkan secara optimal Gardner: 2006. Setiap kecerdasan memiliki banyak indikator didalamnya untuk dapat dikembangkan Armstrong: 2003. Rangkaian potensi kecerdasan majemuk menjadi konsep fungsional dalam kecerdasan yang dapat dinilai dalam kehidupan sehari-hari dengan beragam cara Armstrong: 2002. Rangkaian kemampuan atau kompetensi tersebut yang harus diamati dan dipahami sebagai gambaran perilaku cerdas. Hal tersebut memberikan gambaran dalam mengarahkan, membimbing, serta menjadi landasan berkembangnya kecerdasan anak. 13

D. Kecerdasan Visual Spasial Visual Spatial Intellegence

Menurut Howard Gardner teori kecerdasan majemuk adalah teori kebermaknaan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa, setiap manusia memiliki potensi dan kapasitas dalam sembilan kecerdasan majemuk Armstrong: 2002. Alferd Binet menambahkan kecerdasan terdiri atas proses-proses kognitif yang kompleks yang terdiri dari memori, imajinasi, pemahaman, dan penilaian Rusdarmawan: 2009. Demikian kecerdasan visual spasial merupakan potensi kecerdasan yang berhubungan dengan aspek kognitif secara umum. Definisi kecerdasan visual spasial adalah kemampuan mempersepsi secara visual spasial dan kemampuan mentransformasikan persepsi visual spasial Armstrong: 2002. Kecerdasan visual spasial meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut, kemampuan membayangkan, mempresentasikan hasil berpikir visual Armstrong: 2002. Menurut Howard Gardner dalam Rose, dkk 2007: 21 menjelaskan bahwa “kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan berpikir secara visual dalam citra mental, kecerdasan tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra visual dengan tepat”. Menurut Schmidt, 2002: 33 kecerdasan visual spasial adalah: Kecerdasan ruang merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat dan kemampuan untuk mengenal bentuk dan fungsi benda secara tepat serta mempunyai daya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Anak-anak ini berpikir dalam bentuk menghayal dan dalam bentuk gambar. 14 Teori tersebut menjelaskan bahwa setiap anak memiliki potensi kecerdasan visual spasial dalam diri mereka. Anak memiliki tingkatan kecerdasan visual spasial yang berbeda-beda. Hal tersebut digambarkan dalam cara anak mengaktualisasikan diri dalam dunia ruang visual. Menurut Davido 2010, bagaimana anak yang cerdas visual adalah anak yang mampu mencipta dan mewujudkan ide gagasan, serta dapat mengatasi hambatan yang ada masalah visual. Anak dengan potensi kecerdasan visual spasial dapat dengan mudah melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keterlibatan dari gerakan motorik halus, misalnya menggambar, melukis, menulis, dan lain sebagainya Armstrong: 2002. Kecerdasan visual spasial tidak sebatas daya pengamatan serta kemampuan berpikir dalam bentuk gambar, tetapi kecerdasan visual spasial berkaitan dengan kemampuan atau kepekaan anak dalam menangkap warna, garis, bentuk dan ruang, serta menangkap, mengubah dan menciptakan kembali dunia ruang visual. Kecerdasan ruang atau kecerdasan visual spasial adalah kecerdasan yang dapat membantu anak untuk memahami konsep tatanan ruang visual, baik yang ada pada lingkungan maupun dalam imajinasi anak Silverman: 2003. Menurut Pamadhi 2010, kecerdasan visual spasial dibutuhkan anak dalam memahami lingkungan. Pemahaman serta kemampuan tersebut merupakan upaya anak dalam mengenal dan memahami lingkungan. Pamadhi 2010: 144 menyatakan bahwa “pendidikan seni rupa melatih perasaan dan wawasan komprehensif melalui pengalaman bentuk visual intellegence”. 15

1. Indikator Kecerdasan Visual Spasial

Indikator kecerdasan visual spasial merupakan teori untuk memahami kecerdasan dalam bentuk produk kecerdasan. Indikator kecerdasan berlandaskan tiga aspek yang berkaitan dengan kecerdasan majemuk khususnya kecerdasan visual spasial. “Tiga aspek tersebut yaitu komponen inti yang merupakan proses dimana suatu wilayah otak tertentu merespon stimulus sebagai bentuk kompetensi” Chatib, 2014: 135. Kompetensi dalam hal ini adalah sebuah bentuk pendekatan dalam menilai dan memahami pencapaian anak dalam domain kecerdasan visual. Pendekatan tersebut mengkaji kemampuan kognitif yang ditinjau dari bentuk pencapaian domain, yaitu produk-produk kecerdasan visual spasial serta keahlian, kemampuan, atau pencapaian dalam kegiatan melukis Gardner: 2013. Kompetensi kecerdasan visual spasial dapat dilihat dari kemampuan kinerja dan sifat gaya Gardner, 2013:118. Kemampuan kognitif meliputi ketercapaian dalam penugasan sesuai komponen inti kecerdasan visual spasial yaitu kemampuan melukis Chatib: 2014. Kriteria tersebut adalah penggunaan garis, bentuk, warna, ruang, detail, dan representasi visual sebagai bentuk kinerja kognitif anak secara visual pada proses dan hasil karya seni lukis anak Gardner: 2013. Menurut Armstrong 2002, kemampuan tersebut melibatkan kepekaan terhadap garis, bentuk, volume, ruang, keseimbangan, cahaya dan bayangan, harmoni, pola, dan warna. Kompetensi yang selalu dikembangkan mampu melahirkan kondisi akhir terbaik dalam lingkup kecerdasan visual spasial Chatib: 2014. 16

2. Ciri-ciri Kecerdasan Visual Spasial Pada Anak

Kecerdasan visual spasial memiliki ciri-ciri serta karakteristik yang dapat dipahami. Hal tersebut dapat digambarkan dalam cara anak berpikir secara visual, serta implementasinya dalam setiap bidang. Pemahaman ciri-ciri anak cerdas visual spasial merupakan upaya dalam memahami karakteristik peserta didik. Ciri-ciri serta karakteristik tersebut dapat membantu dalam menganalisis kecerdasan visual spasial pada lukisan anak. Schmidt 2005:32 menjelaskan ciri-ciri kecerdasan visual spasial sebagai berikut:

a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan

bangunan.

b. Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara

visual dan spasial.

c. Memiliki kemampuan mengenali identitas objek, ketika objek tersebut

ada pada sudut pandang yang berbeda.

d. Mampu memperkirakan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.

e. Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai dan menyusun

unsur-unsur bangunan. Kajian teori tentang pengertian serta ciri dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengamati anak yang memiliki potensi kecerdasan visual spasial. Kecerdasan visual spasial merupakan sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman proyeksi dan pemahaman ruang visual, manipulasi imajinasi, serta penggandaan imajinasi nyata dalam diri yang abstrak. Kecerdasan visual spasial memiliki sistem penanda atau simbol yang khas. Simbol dalam kecerdasan visual spasial meliputi lingkup bahasa grafis Armstrong: 2002. 17

E. Karakteristik Lukisan Anak

1. Lukisan dan gambar anak

Teori tentang karya lukis atau gambar anak merupakan upaya peneliti dalam memahami lukisan anak dalam penelitian secara teoritis. Gambar atau karya lukis anak merupakan cara membebaskan implus-implus, media ekspresi, serta membuang energi berlebih tanpa batasan Davido: 2012. Davido 2012: 123 menyatakan bahwa “gambar atau lukisan anak banyak yang bisa disebut sebagai karya seni ”. Karya lukis anak tidak menekankan pada teknik melainkan bagaimana penggambaran citra visual anak Davido:2012. Menurut Pamadhi 2010, menggambar adalah membentuk bidang gambar sedangkan melukis adalah adalah proses membayangkan atau berimajinasi, akan tetapi pada tingkat pemahaman anak menggambar sama dengan melukis. Gambar menurut ilmu psikologi memiliki korelasi pada pola berpikir dan rasa, dan diharapkan dapat digunakan sebagai alat didik untuk media berekspresi serta berpikir secara visual Pamadhi: 2010. Pamadhi 2010: 19 menyatakan bahwa: Lukisan anak pun dimaknai sebagai gambar yang penuh dengan simbol- simbol gaya anak. bentuk simbol sendiri merupakan sign system, yang nantinya mampu dan dapat dimanfaatkan untuk menandai taraf berpikir dan merasakan. Davido 2012: 154 menjelaskan bahwa: gambar atau lukisan anak baik dengan tema atau bebas, selalu dapat diinterpretasikan, namun demikian gambar yang ditentukan akan dapat lebih mudah ditafsirkan karena mengacu pada pokok bahasan atau kode- kode pada tema tersebut”. 18 Karya lukis anak memiliki peran yang penting terkait pendidikan sebagai upaya mengembangkan potensi kecerdasan anak. Gambar dalam pendidikan merupakan wujud pembelajaran secara konseptual dalam mengolah ide dan gagasan Pamadhi: 2010. Karya lukis anak dalam penelitian dinilai sebagai kegiatan yang bernilai budaya dalam suatu kerja domain kecerdasan visual spasial. Kegiatan melukis untuk anak sebagai media dalam mempresentasikan persepsi visual anak sebagai gambaran komponen inti dalam kecerdasan visual spasial pada anak. Pernyataan tersebut menjelaskan tentang peran gambar sebagai media anak dalam mengembangkan kemampuan citra visual anak. Pamadhi 2010: 142 menjelaskan keterkaitan gambar dengan kecerdasan adalah: “Menggambar bagi siswa adalah kegiatan berpikir ketika sedang menghitung ukuran nyata obyek yang sedang dilihat untuk dapat dipindahkan ke dalam kertas; namun juga proses sedang memahami obyek yang sedang diamati. Dalam hal ini siswa akan membayangkan kondisi yang sangat luas serta penuh dengan keanekaan peristiwa baik bergerak maupun diam akan dikemas dalam gambar. Maka peristiwa yang terjadi adalah anak harus mampu menangkap obyek dengan penelahaan secara komprehensif semua materi dan ide anak dapat tertuang dalam karya gambarnya”. Davido 2012: 2 maanfaat lukisan anak adalah a. Menguji kematangan pikiran. Dari sebuah gambar, tingkat kecerdasan seorang anak dapat diukur. b. Media komunikasi. Gambar dapat memperbaiki kekurangan yang mungkin ada pada kemahiran berbahasa anak. Dengan gambar dapat dijelaskan apa yang dialami atau dirasakan anak, yang mungkin tidak dapat dijelaskan melalui tulisan. c. Mengeksplorasi perasaan anak d. Pengetahuan tentang tubuh dan lingkungan sekitarnya. 19

2. Unsur Seni Lukis

a. Garis

Garis adalah hasil pergerakan dari titik satu ke titik lainnya dan menghasilkan jejak berupa garis. Garis menghasilkan kesan batas atau kontur dalam suatu objek. Garis tidak memiliki kedalaman, dan hanya memiliki ketebalan dan panjang Suardana: 2006. Garis memiliki sifat atau jenis seperti pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus, melengkung, zigzag dan tak beraturan Suardana: 2006.

b. Bentuk

Bentuk merupakan susunan garis yang saling bertemu sebagai batasan pada sebuah bentuk. Bentuk adalah wujud atau hasil penginderaan sebagai ungkapan pengalaman batin Sahman dalam Suardana: 2006. Bentuk dapat diartikan sebagai shape, dengan struktur visual dapat berupa warna, garis, dan tekstur Soedarso dalam Suardana: 2006. Batasan dalam bentuk dapat berupa warna-warna yang berbeda, arsiran yang menggambarkan gelap terang, dan dengan adanya tekstur sebagai batasan.

c. Bidang

Bidang adalah rangkaian atau susunan garis yang membentuk kontur dalam bentuk. Bidang terdiri dari dua jenis, yaitu bidang geometris dan bidang tidak beraturan. Jenis bidang geometris yaitu bidang lingkaran, segiempat, elips, setengah lingkaran, dan lain-lain. Bidang geometris dan bidang tidak beraturan memiliki dimensi tinggi dan lebar. 20

d. Warna

Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang dapat menarik perhatian, karena terlihat lebih terasa hidup dan ekspresif. Kekuatan warna sangat dipengaruhi oleh background. Warna dapat digunakan sebagai bentuk ungkapan dalam menciptakan karya sesuai pengamatan. Warna juga dapat menyatakan berbagai maksud dan tujuan seseorang dalam karya Suardana: 2006.

e. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba atau halus-kasarnya suatu permukaan benda. Tekstur dapat bersifat nyata dan tidak nyata atau tekstur semu Sampurno: 2013. Tektur nyata memiliki sifat tektur yang dapat dirasakan oleh indera peraba. Tekstur semu adalah tektur yang hanya dapat dirasakan melalui indera penglihatan atau visual. Sifat tekstur biasanya terkesan halus dan kasar. Kesan tersebut bisa dirasakan melalui penglihatan atau dengan cara meraba permukaan tekstur tersebut.

f. Ruang

Ruang dalam unsur seni rupa menunjukkan dimensi dari karya yang dihasilkan. Unsur ruang dapat muncul dalam karya dua dimensi dan tiga dimensi. Ruang memberikan kesan keluasan, kesatuan, kedalaman, jauh dekatnya objek tersebut. Ruang atau keluasan suatu obyek dalam gambar seni rupa dapat dicapai dengan perspektif, atau simbol yang menyatakan ruang. Simbol dalam ruang dapat dinilai dari posisi atau letak, dan proporsi atau besar kecil suatu objek. 21

3. Periodisasi Perkembangan Karya lukis Anak

Kegiatan menggambar atau melukis adalah kegiatan ekspresi kreatif untuk anak. Proses belajar dan bermain dalam kegiatan menggambar atau melukis, menjadikan kegiatan melukis sebagai serangkaian proses pembelajaran yang menyenangkan. Perkembangan usia sangat mempengaruhi tingkat kematangan intelektual anak, kematangan intelektual, perkembangan psikologi, kognitif dan afektif mempengaruhi hasil gambar anak Davido: 2012. Menurut Pamadhi 2010, Karya seni lukis anak mempunyai jangkauan pikiran yang sangat komprehensif, sehingga terkadang sulit untuk dipahami oleh orang dewasa. Pemahaman visual anak dalam memvisualisasikannya dalam gambar berbeda dengan orang dewasa. Pernyataan tersebut menjelaskan perlunya pemahaman teoritis dalam setiap upaya interpretasi terhadap karya lukisan anak. Setiap karya lukis atau gambar anak memiliki makna dan karakteristik yang berbeda-beda pada setiap periode perkembangan anak. Menurut Davido 2012, ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak; mengkaji teori- teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori perkembangan anak. Pokok penelitian adalah bagaimana pendidik dapat memahami potensi kecerdasan spasial dalam karya seni lukis anak. 22 Davido 2012: 17 menyatakan bahwa: Relisme visual biasanya muncul pada anak usia 7-12 tahun. Namun, tidak harus selalu muncul di usia ini karena mereka bergantung pada beberapa faktor, di antaranya tingkat mental, latar belakang sosial-budaya, dan kematangan perasaan. Sepanjang tahap ini, anak-anak menggambar apa yang dilihatnya. Pandangan tentang dunia lebih objektif. Menurut Pamadhi 2010 periodesasi atau tingkatan perkembangan seni lukis anak sebagai berikut:

a. Masa Coreng Moreng 1-4 Tahun

1 Judul gambar yang berubah-ubah Masa coreng-moreng adalah masa perkembangan garis yang merupakan masa mengkoordinasikan bentuk garis sempurna maupun yang kurang tepat. Taraf pandang anak masih berbentuk benda global. Judul yang diberikan pada karya lukis masih dapat berubah-ubah. Penalaran anak yang belum stabil merupakan gejala pikiran anak masih menyatu dengan perasaan. Anak melukis apa yang dia ketahui dan diinginkan, bukan apa yang dia lihat dalam kondisi yang sesungguhnya. Perkembangan garis dipengaruhi tahap masa perkembangan usia. Garis yang belum terkontrol menandakan menggambar masih bersifat naluratif serta personal lihat gambar: 1. Perkembangan selanjutnya digambarkan dengan garis yang terkontrol dan pusat perhatian pada komposisi garis lihat gambar: 2. Masa perkembangan garis pada tingkatan selanjutnya anak dapat mengartikan titik dan garis. Kontrol garis yang lebih baik menjadikan garis mudah diindentifikasi secara terbatas. Garis merupakan penggambaran pemahaman anak secara global. 23 Gambar 1: Garis coreng-moreng tak beraturan Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:84, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar Gambar 2: Garis coreng-moreng terkendali Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar 2 Identifikasi objek dengan judul Perkembangan usia anak mempengaruhi kebermaknaan pada karya lukisnya. Hal tersebut mempengaruhi cara pandang anak pada objek dengan detail. Garis-garis yang digambarkan mulai dapat diindentifikasi sebagai perupaan sebuah objek. Proses berpikir anak masih menyatukan pikiran dan perasaan. Anak mengekspresikan ide dan gagasan secara spontan dengan mulai memberikan judul. Garis berkembang dari garis putus-putus menjadi garis yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk yang memiliki makna. 24 Gambar 3: Garis sebagai bentuk figur Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar

b. Masa Pra Bagan Preschematic Usia 4-7 Tahun

Masa pra bagan adalah masa dimana anak mulai mengenal diri secara personal. Kebermaknaan hubungan anak dalam lingkup sosial mulai dipahami. Gejala egosentrisme mulai tampak dan dipengaruhi perkembangan pemahaman diri anak secara personal pada hubungan sosial. Perkembangan pada masa pra bagan ditandai pada pengalaman serta daya ingat anak mulai kuat. Hal tersebut mempangaruhi gambar yang dihasilkan. Perkembangan gambar berupa perubahan bentuk dengan komposisi terpisah menuju terorganisir. Warna pada masa pra bagan secara khusus belum banyak mengimplikasikan makna. Anak perempuan memberikan warna dengan menyesuaikan bentuk objek. Anak laki-laki cenderung menguat pada bentuk objek gambar. Anak dapat menggambarkan perbedaan objek manusia laki-laki dan perempuan. Bentuk-bentuk dalam masa pra bagan digambarkan secara global dan divisualisasikan dalam bentuk bagan. 25 Gambar 4: Pra bagan Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar

c. Masa Bagan schematic Usia 7-9 Tahun

Perkembangan masa bagan merupakan masa gambar sebagai media komunikasi secara general. penggambaran objek detail serta mulai tampak upaya pemahaman ruang atau perspektif anak. Pemahaman perspektif pada masa bagan adalah perspektif sederhana oleh anak. Masa bagan ditandai dengan adanya gejala stressing point dan stereo type yang dipengaruhi sifat egosentris yang tinggi. Gambar 5: Lukisan masa bagan Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar 26

d. Masa realisme awal Dwaning Realism Usia 9-11 Tahun

Masa realisme awal merupakan masa perkembangan mental dalam kemampuan pengindraan. Penggambaran objek secara detail serta pemahaman pada struktur objek yang digambar, merupakan perkembangan anak dalam mengamati objek. Gambar pada masa realisme awal merupakan media anak dalam berkomunikasi atau bercerita. Anak dengan emosi berekspresi kurang terkontrol dan menempatkan gambar sebagai media berkomunikasi atau bercerita, dapat mempengaruhi hasil akhir pada lukisan atau gambar anak. Anak pada masa relisme awal cenderung detail pada objek yang dinilai paling penting, menarik serta bermakna. Perkembangan masa realisme berupa penggambaran detail pada objek yang menarik, penekanan cerita dalam karya lukis, penekanan detail pada figur manusia atau benda yang disukai, penggambaran lingkungan secara detail sebagai bentuk pengamatan dan nalar. Gambar 6: Lukisan masa realisme awal Sumber: Horovitz, dkk dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar 27

e. Masa Realisme Semu Pseudo Realism Usia 11-14 Tahun

Masa realisme semu adalah masa anak berpikir secara realistik dalam melihat lingkungan sekitar. Pengamatan anak pada objek yang akan digambar sangat detail. Gambar tidak bersifat subjektif melainkan gambaran dari cara anak dalam mengamati objek secara realis. Masa realisme semu merupakan masa perkembangan anak dalam berpikir realis. Timbul rasa atau keinginan anak memvisualisasikan proses berpikir secara realis. Masalah kemampuan anak dalam melukis, mempengaruhi anak memvisualisasikan gambaran detail pada objek. Anak dapat memaknai keindahan atau nilai estetika pada gambar atau lukisanya. Hal tersebut mempengaruhi penilaian anak dalam keberhasilanya memvisualisasikan cara pandang terhadap objek. Gambar 7: Gambar bunga dan kupu-kupu Sumber: Horovitz, dkk dalam Retnowati, 2009:89, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar 28

4. Ciri Umum Karya Lukis Anak

Ciri umum karya lukis anak adalah gaya ungkapan visual anak dalam melukis atau menggambar. Gambar yang diciptakan atau hasil karya seni lukis anak memiliki gaya ungkapan yang berbeda-beda. Anak menggambar secara spontan serta tanpa tekanan, melibatkan kreatifitas dalam berekspresi, memvisualisasikan ide dan gagasan mereka secara bebas, dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang anak pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan. Pamadhi 2010, menjelaskan ciri-ciri lukisan anak sebagai berikut:

a. Wicacarita Heroisme

Adalah lukisan yang menggambarkan cerita kepahlawanan atau kepatriotan.

b. Gaya Dekoratif

Adalah gaya yang ditandai dengan bentuk-bentuk konturistik berupa garis dan warna yang di pilih berupa blok warna dengan sedikit nuansa.

c. Gaya Komik

Merupakan gaya lukisan anak dengan memanfaatkan cerita terlebih dahulu, oleh karenanya gaya ini mirip dengan cerita bergambar.

d. Gaya Potret

merupakan gambar wajah seseorang baik tokoh idola maupun tokoh yang sering bergaul dalam kehidupan sehari-hari. 29

5. Komposisi Karya Seni Rupa Anak

Teori komposisi karya seni rupa anak merupakan pemahaman dalam mengaktualisasikan pandangan anak dalam berkarya. Karakteristik karya seni rupa anak berkaitan dengan perkembangan usia serta tingkat intelektual anak. Komposisi karya seni rupa anak mencakup pemahaman, penalaran, imajinasi citra visual dalam berkarya seni. Menurut Pamadhi 2010, komposisi kerya seni rupa anak sebagai berikut:

a. Tumpang tindih juxta position

Juxta position adalah komposisi perspektif dengan dasar berpikir jarak setiap objek yang digambar. Dasar berpikir tersebut adalah memposisikan objek yang jauh berada dibagian atas, dan objek dekat berada dibawah. Jenis serta kebermaknaan objek tidak mempengaruhi pola berpikir juxta position. Hal tersebut mempengaruhi adanya sifat antagonistic pada benda atau objek yang seharusnya secara natural berada di atas. Gambar 8: Penempatan objek sebagai persepsi ruang Sumber: Davido, 2012:169, Mengenal Anak Melalui Gambar 30

b. Bertumpu pada garis datar folding over

Karya seni lukis anak komposisi folding over merupakan penempatan bidang atau objek berdiri pada garis datar. Perkembangan usia, intelektual serta proses berpikir masih mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk perspektif. Anak menggambarkan pemahaman visualnya dengan menempatkan benda atau objek diatas garis datar. Gambar 9: Bertumpu pada garis datar Sumber: Pamadhi, 2010:152, Konsep Pendidikan Seni

c. Rebahan Rabatement

Komposisi rabatement atau rebahan adalah penggambaran objek secara rebahan atau tidur. Komposisi rabatement memiliki konsep yang sama dengan komposisi folding over. Perkembangan taraf berpikir anak belum dapat menggambarkan perspektif. Perkembangan dalam berkarya anak dapat menggambarkan komposisi tersebut secara melingkar. 31 Gambar 10: Rebahan pada gambar rumah dan pohon Sumber: Pamadhi, 2010:153, Konsep Pendidikan Seni

d. Pengulangan objek stereo type

Komposisi stereo type merupakan pemahaman komposisi penyusunan setiap elemen bentuk secara berulang-ulang. Pengulangan bentuk dipengaruhi oleh faktor individu dalam melihat objek yang menarik. Pengulangan elemen bentuk dapat terorganisir atau tidak terorganisir. Gambar 11: Pengulangan objek pada gambar Sumber: Sobandi, 2010, Karakteristik Periodesasi Karya Lukis Anak 32

e. Transparan x-ray

Komposisi x-ray atau transparan adalah penggambaran pemahaman anak dalam melihat benda atau objek sacara transparan. Perkembangan berpikir tersebut mempengaruhi gambar atau karya lukis yang dihasilkan. Komposisi tersebut memperlihatkan benda atau objek yang tidak seharusnya terlihat. Gambar 12: Transparansi objek dalam rumah Sumber: Davido, 2012:176, Mengenal Anak Melalui Gambar

6. Tipe Gambar anak

Karakteristik tipe gambar anak memiliki perbedaan dalam menginterpretasikan pemahaman anak akan keberadaan lingkungan sekitar. Hal tersebut memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi tipe gambar anak. Perkembangan usia anak, perkembangan intelektual anak serta faktor pendidikan dan lingkungan. Penggolongan karya gambar anak menurut Lowenfeld 1975, adalah tipe visual dan tipe haptic. Menurut Pamadhi 2010, tipe gambar anak digolongkan menjadi tiga yakni: tipe haptic adalah gambar yang merupakan ungkapan rasa emotional motivation, non haptic merupakan gambaran 33 perkembangan nalar intellectual motivation, willing type merupakan ungkapan harapan. Tipe karya lukis anak sebagai berikut:

a. Haptic

Tipe haptic adalah tipe karya seni rupa anak dalam mengungkapkan rasa emotional motivation. Gambar anak yang memiliki tipe haptik menunjukkan kecenderungan ke arah kebentukan yang lebih visual-emosional, atau upaya penggambaran secara subyektif yang berisi tentang ekspresi pribadi dalam merespon lingkungannya. Benda atau objek yang digambarkam merupakan reaksi emosional melalui perabaan dan penghayatannya di luar pengamatan visual. Objek yang dianggap penting digambarkan dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan objek yang kurang penting. Karya lukis anak pada tipe haptic tidak bersifat realistis sepenuhnya dan cenderung bersifat ekspresif. Gambar 13: Visualisasi kucing yang ekspresif dan subjektif Sumber: Pamadhi, 2010:155, Konsep Pendidikan Seni

b. Visual

Tipe non haptic adalah tipe karya seni rupa anak yang dipengaruhi nalar serta cara pandang realistik intellectual motivation. Tipe non haptic atau visual adalah karya lukis anak yang menunjukkan bentuk yang lebih visual-realistis apa 34 yang dilukis merupakan apa yang dilihat, atau obyektif. Gambar yang diungkapkan mementingkan kesamaannya karya dengan bentuk yang dihayatinya serta memperhitungkan proporsinya secara tepat. Penguasan ruang mulai dapat dipahami oleh anak. Penggambaran warna mulai objektif. Makna karya serta bentuk lebih dapat dipahami karena penggambaran nalar serta cara pandang anak realistik. Gambar 14: Gambar tipe non-haptic Sumber: Pamadhi, 2010:156, Konsep Pendidikan Seni

c. Willing Type

Willing type adalah tipe gambar anak yang memiliki tema rasa keinginan anak, cita-cita, atau imajinasi anak dalam merespon situasi tertentu dengan menciptakan gagasan baru secara visual.

F. Teori Berpikir

Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup kompleks. Berpikir melibatkan berbagai bentuk gejala jiwa seperti pengindraan, persepsi maupun memori Sugihartono, dkk: 2007. Menurut ahli dalam Sugihartono 35 2007:12- 13 menyatakan bahwa “berpikir merupakan suatu proses mental yang bertujuan memecahkan masalah”. Hal tersebut menjelaskan salah satu cara individu dalam menyelesaikan masalah adalah dengan berpikir. Individu dalam berpikir dipengaruhi oleh masalah yang dihadapi, dan peran individu dalam dalam merespon objek atau stimulus atau masalah tersebut. Solso dalam Sugihartono, dkk 2007:13 menyatakan bahwa “berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah”. Proses berpikir melibatkan penggunaan simbol-simbol. Simbol yang digunakan dalam berpikir secara umum berupa simbol bahasa atau kata, dan simbol gambaran atau image Walgito: 2004. Simbol digunakan oleh individu dalam merespon stimulus atau masalah yang dihadapi. Simbol bahasa dan simbol gambar dalam proses berpikir berkaitan dengan informasi-informasi dalam ingatan, khususnya ingatan jangka panjang atau long term memory Walgito: 2004. Berpikir secara visual merupakan aktivitas kognitif, dengan memproses informasi-informasi yang diperoleh melalui pengideraan, persepsi visual, dan memori atau ingatan individu. Proses berpikir visual adalah berpikir dengan menggunakan bagian dari otak emosional dan kreatif untuk mengorganisir informasi dengan cara yang intuitif dan simultan Walgito:2007. Berpikir secara visual memiliki kecenderungan pengolahan kinerja otak kanan. Berpikir visual memiliki kerakteristik sifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik, global ke detail, melibatkan kesadaran yang terkait perasaan dan emosi, kesadaran visual spasial, 36 pengenalan bentuk dan pola, peka warna, bentuk dan ruang, berpikir menyeluruh, bentuk berupa gambar atau image, berkaitan dengan kreativitas dan visualisasi objek dalam berpikir, proses diawali dengan melihat dan mengalami sesuatu, dan dilanjutkan proses belajar spontan dan alamiah Sugihartono: 2007. Proses kerja otak pada individu dalam berpikir membutuhkan rangsangan atau dorongan Deporter dalam Sugihartono: 2007. Hal tersebut menjelaskan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan stimulus. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan untuk menentukan hubungan-hubungan baru dalam memecahkan persoalan. Chanda dalam1994:14 menjelaskan bahwa “kreativitas sebagai kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna”. Guilford dalam Sugihartono 2007:14 menyatakan “kreatifitas sebagai kemampuan berpikir divergen untuk menjajaki berbagai macam jawaban dari suatu persoalan”. 37

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis, merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti objek dalam penelitian secara alamiah atau natural setting Sugiyono: 2010. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang dilakukan dalam upaya memandang suatu nilai realitas, fenomena, masalah, gejala serta potensi masalah dalam situasi sosial tertentu. Fenomena sosial tertentu dalam penelitian di pandang sebagai sesuatu yang bersifat holistik, komlpek, dinamis, dan penuh makna. Metode kualitatif digunakan sebagai upaya dalam mencari makna dalam situasi sosial yang kompleks. Penelitian merupakan upaya analisis yang bertujuan mendeskripsikan kecerdasan visual spasial Okta melalui karya lukisnya. Pendekatan dalam penelitian adalah studi kasus yang dilakukan pada individu tunggal. Pendekatan individu tunggal berupaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kemampuan subjek dalam melukis sebagai bentuk perilaku cerdas visual spasial. Proses analisis menghasilkan interpretasi terhadap kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis. Peneliti diposisikan sebagai instrumen tunggal dalam penelitian. Hasil penelitian menekankan pada makna dan tidak merupakan upaya generalisasi Sugiyono: 2010.