KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA.

(1)

KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Wildani Faishal NIM 09206241023

PROGAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Setiap anak dapat belajar dan menjadi cerdas dalam berbagai macam cara (Howard Gardner)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

Keluarga yang selalu ada untuk memberikan dukungan dan doa. Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang saya banggakan. Anak-anak yang selalu memberikan inspirasi dalam berkarya.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Berkat rahmat, hidayah, dan inayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, ucapan terima kasih saya sampaikan secara tulus kepada:

1. Ibu Dr. Widyastuti Purbani, MA. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

2. Ibu Dwi Retno Sri Ambarwati, M.Sn. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa yang telah memberikan berbagai kemudahan dalam penyusunan tugas akhir skripsi.

3. Bapak Dr. Hajar Pamadhi, M.A. (Hons). selaku pembimbing yang penuh kesabaran, kearifan, dan kebijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan yang tidak henti-hentinya di sela-sela kesibukannya.

4. Bapak Drs. Kuncoro R Wulan Dewojati, M.Sn. selaku pembimbing akademik, yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama menempuh studi di Pendidikan Seni Rupa.

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa, yang telah membekali saya dengan ilmu pengetahuan. Terima kasih turut saya sampaikan kepada dewan penguji ujian tugas akhir skripsi.

6. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada keluarga besar Sekolah Dasar Tamansiswa Jetis. Khusunya kepada Ibu Dra. Titik Nurhani selaku Kepala sekolah, staf guru dan karyawan yang telah memberikan izin serta memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

7. Terima kasih kepada keluarga besar Bapak Subarja dan Ibu Endang Sri W selaku orang tua dari Grafika Nuansa Oktaviano yang telah berkenan memberikan izin penelitian Tugas Akhir Skripsi. Terima kasih pada Grafika Nuansa Oktaviano selaku subjek penelitian yang selalu memberikan inspirasi. 8. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Wachyuning Bestari, M.Psi. dan Muchammad Bayu Tejo Sampurno, M.A. yang telah membagikan


(8)

viii

pengalaman, dukungan, dan motivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.

9. Terima kasih saya sampaikan kepada teman sejawat, dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu demi satu. Terima kasih untuk setiap do’a, dukungan, motivasi untuk menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi.


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Pernyataan ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Skema ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xviii

Abstrak ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

F. Keterbatasan Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Definisi Kecerdasan ... 7

B. Perkembangan Kecerdasan ... 7

C. Teori Kecerdasan Majemuk ... 10

1. Karakteristik Konsep Kecerdasan ... 10

2. Potensi Kecerdasan ... 12

D. Kecerdasan Visual Spasial (Visual Spatial Intellegence) ... 13

1. Indikator Kecerdasan Visual Spasial ... 15


(10)

x

E. Karakteristik Lukisan Anak ... 17

1. Lukisan dan Gambar Anak ... 17

2. Unsur Seni Lukis ... 19

a. Garis ... 19

b. Bentuk ... 19

c. Bidang ... 19

d. Warna ... 20

e. Tekstur ... 20

f. Ruang ... 20

3. Periodesasi Lukisan Anak ... 21

a. Masa Coreng-moreng Usia 1-4 Tahun ... 22

1) Judul gambar yang berubah-ubah ... 22

2) Identifikasi objek dengan judul ... 23

b. Masa Pra Bagan (Preschematic) Usia 4-7 Tahun ... 24

c. Masa Bagan (Schematic) Usia 7-9 Tahun ... 25

d. Masa Realisme Awal (Dwaning Realism) Usia 9-11 Tahun ... 26

e. Masa Realisme Semu (Pseudo Realism) Usia 11-14 Tahun ... 27

4. Ciri Umum Karya Lukis Anak ... 28

a. Wicacarita (Heroisme) ... 28

b. Gaya Dekoratif ... 28

c. Gaya Komik ... 28

d. Gaya Potret ... 28

5. Komposisi Karya Seni Rupa Anak ... 29

a. Tumpang-tindih (Juxta Position) ... 29

b. Bertumpu pada Garis Datar (Folding Over) ... 30

c. Rebahan (Rabatement) ... 30

d. Pengulangan Objek (Stereo Type) ... 31

e. Transparan (X-ray) ... 32

6. Tipe Gambar Anak ... 32

a. Haptic ... 33


(11)

xi

c. Willing Type ... 34

F. Tinjauan Teori Berpikir ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Desain Penelitian ... 37

B. Tempat Penelitian ... 38

C. Waktu Penelitian ... 38

D. Sumber Data Penelitian ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 39

1. Observasi Partisipatif ... 39

2. Wawancara ... 40

3. Dokumentasi ... 41

F. Instrument Penelitian ... 42

G. Triangulasi Data ... 43

H. Teknik Analisis Data ... 43

1. Reduksi Data ... 45

a. Identifikasi Data ... 45

b. Klasifikasi Data ... 45

2. Penyajian Data ... 45

3. Kesimpulan dan Verifikasi ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Profil Subjek Penelitian ... 47

1. Profil Subjek ... 47

2. Karakteristik Subjek ... 47

B. Karya Seni Lukis Okta ... 49

1. Karya 01 ... 49

a. Deskripsi Karya ... 50

b. Proses Melukis ... 52

c. Simbol pada Karya Lukis ... 53

d. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya 01 ... 66

2. Karya 02 ... 68


(12)

xii

b. Proses Melukis ... 71

c. Simbol pada Karya Lukis ... 72

d. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya 02 ... 76

3. Karya 03 ... 77

a. Deskripsi Karya ... 78

b. Proses Melukis ... 80

c. Simbol pada Karya Lukis ... 81

d. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya 03 ... 86

4. Karya 04 ... 88

a. Deskripsi Karya ... 88

b. Proses Melukis ... 91

c. Simbol pada Karya Lukis ... 92

d. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya 04 ... 98

5. Karya 05 ... 101

a. Deskripsi Karya ... 101

b. Proses Melukis ... 103

c. Simbol pada Karya Lukis ... 104

d. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya 05 ... 108

C. Kecerdasan Visual Spasial pada Karya Lukis Okta ... 110

BAB V PENUTUP ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

C. Kelemahan Penelitian ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1: Pedoman Observasi ... 40

Tabel 2: Pedoman Wawancara ... 41

Tabel 3: Instrumen Wawancara ... 42


(14)

xiv DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 1: Analisis Data Model Miles dan Huberman ... 44


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1: Garis Coreng-moreng tidak Beraturan ... 23

Gambar 2: Garis Coreng-moreng ... 23

Gambar 3: Garis sebagai Bentuk ... 24

Gambar 4: Gambar Masa Pra Bagan ... 25

Gambar 5: Gambar Masa Bagan ... 25

Gambar 6: Gambar Masa Realism Awal ... 26

Gambar 7: Gambar Masa Realisme Semu ... 27

Gambar 8: Perspektik Ruang pada Posisi Objek... 29

Gambar 9: Bertumpu pada Garis Dasar ... 30

Gambar 10: Rebahan pada gambar rumah dan pohon ... 31

Gambar 11: Pengulangan Objek pada Gambar ... 31

Gambar 12: Transparansi Objek dalam Rumah ... 32

Gambar 13: Visualisasi Kucing yang Ekspresif dan Subjektif ... 33

Gambar 14: Gambar Tipe Non-Haptic ... 34

Gambar 15: Karya 01 ... 49

Gambar 16: Simbol Figur Manusia Sebagai Tokoh Utama ... 53

Gambar 17: Simbol Figur Manusia ... 54

Gambar 18: Simbol Figur Monyet ... 55

Gambar 19: Simbol Figur Monyet Kecil ... 56

Gambar 20: Simbol Figur Monyet Besar ... 56

Gambar 21: Simbol Figur Burung Garuda dan Simbol Garuda Pancasila ... 57

Gambar 22: Simbol Semburan Es ... 58

Gambar 23: Simbol Garis di Bawah Sayap ... 58

Gambar 24: Simbol Figur Ikan ... 59

Gambar 25: Simbol Figur Robot Terinspirasi dari Karakter Game ... 60

Gambar 26: Simbol Bangunan Masjid ... 61

Gambar 27: Simbol Api ... 62


(16)

xvi

Gambar 29: Simbol Retakan pada Papan Penanda ... 63

Gambar 30: Simbol Jalan ... 63

Gambar 31: Simbol Rumput dan Batu ... 64

Gambar 32: Simbol Papan Penunjuk ... 64

Gambar 33: Simbol Sungai ... 65

Gambar 34: Simbol Perahu ... 65

Gambar 35: Karya 02 ... 68

Gambar 36: Simbol Figur Astronot ... 72

Gambar 37: Simbol Figur Alien ... 73

Gambar 38: Simbol Bulan Berbentuk Sabit ... 73

Gambar 39: Simbol 4 Pesawat Luar Angkasa ... 74

Gambar 40: Simbol Planet Menyerupai Planet Saturnus ... 75

Gambar 41: Simbol Bintang ... 75

Gambar 42: Karya 03 ... 77

Gambar 43: Simbol Figur Gorila ... 81

Gambar 44: Simbol Figur Monyet ... 82

Gambar 45: Simbol Figur Pemburu ... 83

Gambar 46: Simbol Figur Hantu Pocong ... 84

Gambar 47: Simbol Putri Duyung ... 84

Gambar 48: Simbol Figur Ikan Hiu ... 85

Gambar 49: Simbol Figue Drakula ... 85

Gambar 50: Karya 04 ... 88

Gambar 51: Simbol Pesawat Luar Angkasa ... 92

Gambar 52: Simbol Api pada Pesawat Luar Angkasa ... 92

Gambar 53: Simbol Kosmodrom dan Gambar Kosmodrom ... 93

Gambar 54: Simbol Penyangga dan Waktu Peluncuran ... 94

Gambar 55: Simbol Helikopter ... 94

Gambar 56: Simbol Figur Pesawat Helikopter ... 95

Gambar 57: Simbol Figur Co-Pilot Helikopter ... 95

Gambar 58: Simbol Rudal ... 96


(17)

xvii

Gambar 60: Simbol Figur Penyelam ... 97

Gambar 61: Simbol Awan ... 98

Gambar 62: Karya 05 ... 101

Gambar 63: Simbol Figur Alien ... 104

Gambar 64: Simbol Figur Barbarian ... 105

Gambar 65: Simbol Figur Goblin ... 106


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Izin Penelitian ... 127

Lampiran 2: Kisi-kisi Pertanyaan ... 136

Lampiran 3: Hasil Wawancara ... 142


(19)

xix

KECERDASAN VISUAL SPASIAL PADA LUKISAN OKTA

Oleh Wildani Faishal NIM 09206241023

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kecerdasan visual spasial Grafika Nuansa Oktaviano usia 8 tahun pada karya seni lukisnya. Kecerdasan visual spasial tersebut adalah cara berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil berpikir sebagai kemampuan menyelesaikan masalah visual saat melukis.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif tentang kecerdasan visual spasial Grafika Nuansa Oktaviano pada karya seni lukisnya. Objek material penelitian adalah 5 karya seni lukis Okta. Data berupa uraian secara tertulis tentang kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis. Instrumen penelitian adalah peneliti sebagai instrumen utama. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian menggunakan model Miles dan Huberman. Data hasil penelitian diuji kembali dengan menggunakan triangulasi data untuk menguji keabsahan data.

Hasil penelitian menunjukkan kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis terlihat pada cara berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil berpikir sebagai bentuk kecerdasan dalam menyelesaikan masalah visual saat melukis. Kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis sebagai berikut: 1) Cara berpikir Okta menciptakan citra visual dalam pikiran dengan mengolah kembali informasi berdasarkan ingatan, imajinasi, persepsi visual, dan pengalaman visual untuk menciptakan berbagai macam ide gagasan tentang objek serta peristiwa yang merupakan bentuk penyelesaian masalah visual saat melukis. Hal tersebut telihat pada kepekaan okta tehadap bentuk dan fungsi objek secara detail. 2) Isi yang dipikirkan sesuai keinginan Okta yang dipengaruhi oleh faktor individu, berupa motivasi, keinginan, dan kesenangan. Hal tersebut terlihat pada simbol-simbol karya lukis yang menceritakan pengalaman visual sesuai keinginan dan imajinasi Okta. 3) Hasil berpikir terlihat pada kemampuan Okta mengolah, menciptakan ide dan gagasan dalam bentuk simbol objek atau peristiwa pada karya lukisan dengan detail berdasarkan ingatan, imajinasi, persepsi visual, dan pengalaman visual. Kesimpulan hasil penelitian adalah kecerdasan visual spasial Okta adalah kemampuan berpikir secara visual, dan kemampuan menuangkan hasil berpikir visual untuk menyelesaikan masalah visual.


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Potensi kecerdasan anak dapat berkembang seiring bertambahnya usia serta pengaruh lainya seperti lingkungan, sosial, budaya dan pendidikan yang didapatkan sekolah. Sekolah adalah salah satu faktor penting yang berperan besar dalam perkembangan potensi kecerdasan anak. Pemahaman yang mendalam tentang teori kecerdasan anak merupakan upaya dalam memahami setiap potensi kecerdasan. Kecerdasan secara umum yang dimaksud adalah kemampuan menyelesaikan masalah, kapasitas seseorang beradaptasi dan belajar dari pengalaman, dan kemampuan menyesuaikan diri pada lingkungan (Rusdarmawan: 2009). Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa anak yang cerdas adalah anak yang mampu melihat, menyesuaikan, memproses serta menyelesaikan masalah.

Setiap bidang memiliki karakteristik masalah dan cara penyelesaiannya masing-masing. Kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam setiap bidang, seharusnya mampu memberikan gambaran kecerdasan pada anak. Keberhasilan anak secara akademik memiliki nilai simbolis yang berpengaruh pada kebermaknaan atas nilai sebuah kecerdasan. Paradigma umum tentang bagaimana penggambaran anak yang cerdas kerap dikaitkan pada kemampuan secara logik dan verbal. Pemahaman ini menjadikan anak dengan kemampuan atau potensi kecerdasan lain tersisihkan dari predikat anak yang cerdas (Schmidt: 2002).


(21)

2

Teori kecerdasan majemuk (multiple intellegence) adalah teori yang menjelaskan bahwa terdapat banyak potensi kecerdasan yang dapat dikembangkan. Setiap individu dapat menjadi cerdas dalam segala bidang terkait keberagaman potensi kecerdasan majemuk. Potensi kecerdasan tersebut adalah kecerdasan dalam bidang bahasa atau linguistik, spasial atau visual spatial, musik atau musical, kinestetik atau kinestehetic, logis matematis atau mathematical, interpersonal, intrapersonal, naturalist dan eksistensial atau existential (Gardner: 2013). Kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan berpikir, memahami dan memproses informasi secara visual. Anak-anak dengan kecerdasan visual spasial memiliki daya imajinasi yang tinggi sehingga anak lebih imajinatif dan kreatif. Hal tersebut menjelaskan bahwa kemampuan visual anak merupakan gambaran perilaku cerdas yang patut dipahami oleh pendidik. Anak dengan kecerdasan visual spasial dapat dibimbing perkembanganya melalui gambar atau melukis (Pamadhi: 2010).

Melukis atau menggambar bagi anak-anak seharusnya adalah sebuah kegiatan bermain dan belajar yang menyenangkan, selama tidak membatasi upaya anak dalam memvisualisasikan ide dan gagasan mereka. Anak dapat bercerita pengalaman yang di alami, maupun berimajinasi tentang apa yang mereka sukai atau yang tidak disukai. Anak mampu mengembangkan daya imajinasi dan daya kreatifitas melalui kegiatan melukis atau menggambar. Menurut Pamadhi (2010), karya seni lukis anak mempunyai jangkauan pikiran yang sangat komprehensif, sehingga terkadang sulit untuk dipahami oleh orang dewasa.


(22)

3

Hal tersebut merupakan alasan upaya anak dalam berkomunikasi, berekspresi, mengungkapkan rasa dan daya pikir dalam media melukis tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Fenomena dalam memahami kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis menjadi permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Masalah tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor dari segi pemahaman teoritis dan praktis tentang teori kecerdasan, kecerdasan visual spasial, dan teori lukisan anak. Tingkat kompleksitas masalah yang sangat luas mengharuskan peneliti memfokuskan masalah pada kecerdasan visual spasial yang tampak pada karya seni lukis Okta.

Penelitian bertujuan mendeskripsikan kecerdasan visual spasial yang tampak pada karya seni lukis Grafika Nuansa Oktaviano (Okta). Okta berusia 8 tahun dengan kemampuan yang menonjol dalam melukis dan mewarnai. Menurut hasil tes kecerdasan binet dan tes raven progressive matrics yang pernah dilakukan menunjukkan nilai IQ=102. Okta memiliki kecenderungan pada kemampuan performen yang tinggi, dan kemampuan mempersepsi secara visual dalam berpikir. Hal tersebut terlihat dari kemampuan yang lebih menonjol dalam bidang non akademis khususnya kegiatan melukis. Interpretasi dilakukan dengan menganalisis, gejala-gejala, susunan serta elemen-elemen pada karya seni lukis Okta. Karya seni lukis Okta dianalisis berlandaskan pada teori kecerdasan visual spasial sebagai bentuk kemampuan oleh Howard Gardner.


(23)

4

Analisis pada penelitian merupakan upaya interpretasi serta mendeskripsikan rangkaian kompetensi individu dalam melukis. Analisis secara umum berupaya memberikan deskripsi terhadap kemampuan tertentu berdasarkan suatu lingkup kecerdasan. Analisis pada penelitian merupakan upaya peneliti dalam memahami kemampuan Okta dalam melukis sebagai bentuk perilaku cerdas visual spasial. Penelitian diharapkan dapat memberikan pemahaman baru dalam melihat potensi kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis Okta. Upaya menginterpretasikan gambar atau lukisan anak tidak menekankan pada tingkatan nilai, tetapi lebih menekankan pada nilai makna. Makna yang terkandung melalui analisis yang dihasilkan dideskripsikan, dan diharapkan dapat menjadi pemahaman secara lebih luas dan mendalam tentang masalah dalam penelitian.

B. Fokus Masalah

Fokus masalah penelitian adalah kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karya seni lukis Okta yang menunjukkan kecerdasan visual spasial?

2. Bagaimanakah karya seni lukis Okta yang menunjukkan kepekaan terhadap bentuk, warna, ruang?

D. Tujuan Penelitian


(24)

5

1. Mendeskripsikan karya seni lukis Okta yang menunjukkan kecerdasan visual spasial.

2. Mendeskripsikan karya seni lukis Okta yang menunjukkan kepekaan terhadap bentuk, warna, dan ruang.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian sebagai pembanding pada penelitian selanjutnya khususnya dalam penelitian tentang kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis anak, dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat sebagai upaya meningkatkan kecerdasan visual spasial anak.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis bagi sekolah adalah sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga sekolah atau pendidikan, dalam upaya memahami serta meningkatkan kecerdasan visual spasial anak melalui kegiatan menggambar atau melukis. Manfaat bagi masyarakat yakni sebagai informasi tentang potensi kecerdasan spasial anak pada karya seni lukis. Manfaat bagi mahasiswa sebagai wahana penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah dan dapat memperbanyak ilmu pengetahuan yang didapat sehingga kelak dapat menjadi bekal di masa depan. Manfaat bagi peneliti adalah menambah dan meningkatkan wawasan peneliti, kaitanya dengan pengetahuan yang tentang karya seni lukis anak menurut aspek kecerdasan visual spasial.


(25)

6

F. Keterbatasan Penelitian

1. Batasan pembahasan kecerdasan visual spasial pada karya seni lukis Okta berupa tema, ide gagasan, bentuk, warna, dan ruang.

2. Penelitian ini tidak mengkaji seluruh karya seni lukis Okta, melainkan 5 karya seni lukis yang dikelompokkan berdasarkan ide gagasan, tema, bentuk, warna, dan ruang.


(26)

7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan secara umum dapat dipahami sebagai tatanan nilai dari tes-tes tertentu dalam menilai kecerdasan. Menurut Gardner (2013), kecerdasan tidak bersifat kebendaan, melainkan sesuatu yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Kecerdasan bukan sebuah penilaian dimana anak mampu atau pandai dalam membaca maupun berhitung, kecerdasan terdiri atas proses-proses kognitif yang kompleks serta kecerdasan terdiri atas kepingan kemampuan yang saling berhubungan dan terus berkembang (Schmidt: 2002). Hal tersebut menunjukan pandangan tentang kecerdasan memiliki tatanan nilai-nilai yang sangat kompleks. Teori kecerdasan memiliki banyak definisi menurut para ahli, akan tetapi memiliki paham dan tujuan yang sama.

Definisi kecerdasan secara umum menurut Gardner dalam Armstrong (2002), merupakan kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan, kemampuan untuk menciptakan sesuatu. Kecerdasan menurut Gardner (2013), digambarkan sebagai kemampuan komputasi atau kemampuan memproses informasi yang melibatkan kemampuan memecahkan masalah dan menciptakan produk. Menurut pernyataan tersebut, kecerdasan merupakan kemampuan mengolah berbagai macam informasi untuk dapat memecahkan masalah dan menciptakan produk dalam setiap bidang.


(27)

8

Para ahli mempunyai pengertian yang beragam mengenai kecerdasan, sebagaimana pendapat para ahli yang dikemukakan oleh Yusuf, (2005:106) antara lain sebagai berikut:

1. C.P Chaplin (1975) mengungkapkan kecerdasan itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru dengan tepat dan efektif.

2. Binet (1984) menyatakan bahwa sifat hakekat kecerdasan itu ada tiga macam, Pertama kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Orang yang cerdas selalu berinisiatif serta cakap dalam membuat tujuan dalam berbagai hal. Kedua kemampuan untuk mangadakan penyesuaian dalam rangka untuk mencapai sebuah tujuan. Ketiga kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan.

3. Raymon Cattel dkk. (Kimble dkk, 1980) mengklasifikasikan kecerdasan dalam tiga kategori. Pertama Fluid Intelegence adalah tipe kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya, Kedua Cryztallized Intelegence yaitu keterampilan atau kemampuan nalar (berfikir) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.

4. Guilford berpendapat bahwa intelegensi dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau (faces of intellect), yaitu: operasi mental (proses berfikir), content (isi yang dipikirkan), product (hasil berfikir).

Kecerdasan menurut psikolog secara umum yaitu, kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah, kecerdasan adalah kapasitas seseorang dalam beradaptasi dan belajar dari pengalaman, kecerdasan adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri pada lingkungan (Rusdarmawan: 2009). Pernyataan diatas menjelaskan bahwa anak yang cerdas adalah anak yang mampu melihat, menyesuaikan, memproses serta menyelesaikan masalah. Setiap bidang memiliki karakteristik masalah dan cara penyelesaiannya masing-masing. Definisi kecerdasan menjelaskan bahwa perilaku cerdas dapat ditunjukan dalam setiap kegiatan atau situasi, yang membutuhkan penyelesaian


(28)

9

masalah, penyesuaian, dan penciptaan produk. Gardner (2006), menggambarkan kecerdasan sebagai potensi pengolahan informasi untuk memecahkan masalah atau menciptakan produk yang bernilai setidaknya dalam sebuah kebudayaan. B. Perkembangan Kecerdasan

Kecerdasan anak dapat berkembang seiring bertambahnya usia, serta pengaruh lingkungan. Menutur Davido (2012), Perkembangan kecerdasan merupakan proses pengembangan potensi individu melalui pendidikan serta lingkungan, potensi dikembangkan menjadi kompetensi yang merupakan gambaran kecakapan serta kemampuan individu. Setiap potensi pada anak merupakan gambaran perkembangan kecerdasan atau intelektual yang perlu diperhatikan. Perkembangan kecerdasan tersebut dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan masalah

Menurut J.P. Guilford menyatakan kecerdasan dapat dilihat dari tiga kategori dasar yaitu; Operasi mental, Content, Product (Yusuf: 2005). Kecerdasan berkaitan dengan operasi mental atau cara berpikir, content atau isi yang dipikirkan, dan product atau hasil berpikir. Kecerdasan sebagai kemampuan komputasi, dan kecerdasan melibatkan kemampuan memecahkan masalah serta merancang produk (Gardner: 2013). Terkait pernyataan tersebut, kecerdasan mempunyai operasi inti atau rangkaian komponen inti yang dapat diidentifikasi, dan rangkaian komponen inti dalam kecerdasan memiliki potensi untuk dapat di simbolkan (Gardner: 2013).


(29)

10

C. Teori Kecerdasan Majemuk

Teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences oleh Howard Gardner memperluas pemahaman tentang lingkup potensi manusia dalam perkembangan intelektual. Teori kecerdasan majemuk adalah tentang bagaimana anak menjadi cerdas pada setiap bidang, kecerdasan majemuk menekankan pada nilai kebermaknaan yang kompleks dari sebuah kecerdasan (Gardner: 2006). Gardner (2013: 18) menyatakan bahwa “kompetensi kognitif manusia akan lebih baik jika dideskripsikan dalam hal rangkaian keahlian, bakat, atau kemampuan mental yang saya sebut dengan kecerdasan”. Kecerdasan yang dimaksudkan tersebut memiliki peran yang sama penting dalam mencapai potensi manusia sepenuhnya. Esensi kecerdasan majemuk adalah menghargai keunikan individu, berbagai variasi belajar, model penilaian dan cara yang hampir tak terbatas untuk mengaktualisasikan diri (Armstrong: 2003).

1. Karakteristik Konsep Kecerdasan Majemuk

Karakteristik konsep Kecerdasan majemuk (multiple intellegences) oleh Howard Gardner memiliki pandangan yang berbeda dari cara teori kecerdasan lain dalam memaknai potensi kecerdasan pada manusia. Kecerdasan majemuk berupaya mempluralkan konsep tradisional kecerdasan (IQ). Menurut Gardner (2013), kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses jenis informasi tertentu secara biologis dan psikologis. Kecerdasan melibatkan kemampuan untuk memecahkan masalah serta merancang produk dalam latar budaya tertentu (Gardner: 2013).


(30)

11

Konsep kecerdasan berkaitan pada kapasitas manusia dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah, serta menciptakan produk di lingkungan yang kondusif dan alamiah (Rose & M.J. Nicholl: 2002). Teori kecerdasan majemuk memiliki dukungan riset multi disiplin ilmu, serta Memiliki nilai keberagaman dalam memahami potensi kecerdasan, sehingga adanya keadilan dalam menentukan dominasi kecerdasan tertentu untuk setiap individu (Gardner dalam Armstrong: 2003). Kecerdasan majemuk menilai bahwa kemampuan dalam suatu kegiatan atau perilaku memiliki rangkaian komponen inti yang memiliki potensi untuk dapat pahami sebagai bentuk kecerdasan tertentu. Kecerdasan yang merupakan kompetensi kognitif dideskripsikan dalam berbagai rangkaian keahlian, bakat, dan kemampuan mental (Gardner: 2013). Menurut Gardner, dalam Armstrong (2003: 12) menjelaskan bahwa teori kecerdasan majemuk atau multiple intellegences memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Semua kecerdasan berbeda-beda tapi semuanya sederajat. Tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau penting dari kecerdasan yang lain.

b. Semua kecerdasan dimiliki manusia dalam kadar yang tidak persis sama, akan tetapi dapat dikembangkan secara optimal.

c. Terdapat banyak indikator kecerdasan dalam tiap potensi kecerdasan. d. Setiap kecerdasan yang berbeda-beda tersebut bekerja sama dalam

mewujudkan aktivitas individu. Satu kegiatan memungkinkan memerlukan lebih dari satu potensi kecerdasan. Dan satu kecerdasan dapat digunakan dalam berbagai kegiatan.

e. Semua jenis kecerdasan tersebut ditemukan dalam lintas kebudayaan di seluruh dunia dan kelompok usia.

f. Kecerdasan pada orang dewasa diekspresikan melalui rentang pencapaian profesi dan hobi.


(31)

12

2. Potensi kecerdasan Majemuk

Menurut Gardner (1983), Teori kecerdasan majemuk adalah cara melihat sembilan potensi kecerdasan yang dapat dipahami dan dikembangkan. Kecerdasan majemuk memberikan gambaran bahwa anak dapat menjadi cerdas dalam berbagai bidang melalui rangkaian potensi kecerdasan majemuk. Sembilan potensi dalam teori kecerdasan majemuk, memberikan pemahaman dalam mengembangkan potensi kecerdasan anak. Menurut Gardner (2013), sembilan potensi kecerdasan majemuk terdiri dari kecerdasan bahasa (linguistik), kecerdasan matematik (logic), kecerdasan gerak (kinesthetic), kecerdasan visual spasial (visual spatial), kecerdasan musik (music), kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan eksistensial.

Howard Gardner menjelaskan bahwa tidak ada kecerdasan yang lebih baik atau lebih penting dari kecerdasan lain, setiap potensi kecerdasan dimiliki oleh manusia dalam kadar yang tidak sama, akan tetapi semua kecerdasan dapat dieksplorasi dan dikembangkan secara optimal (Gardner: 2006). Setiap kecerdasan memiliki banyak indikator didalamnya untuk dapat dikembangkan (Armstrong: 2003). Rangkaian potensi kecerdasan majemuk menjadi konsep fungsional dalam kecerdasan yang dapat dinilai dalam kehidupan sehari-hari dengan beragam cara (Armstrong: 2002). Rangkaian kemampuan atau kompetensi tersebut yang harus diamati dan dipahami sebagai gambaran perilaku cerdas. Hal tersebut memberikan gambaran dalam mengarahkan, membimbing, serta menjadi landasan berkembangnya kecerdasan anak.


(32)

13

D. Kecerdasan Visual Spasial (Visual Spatial Intellegence)

Menurut Howard Gardner teori kecerdasan majemuk adalah teori kebermaknaan fungsi kognitif yang menyatakan bahwa, setiap manusia memiliki potensi dan kapasitas dalam sembilan kecerdasan majemuk (Armstrong: 2002). Alferd Binet menambahkan kecerdasan terdiri atas proses-proses kognitif yang kompleks yang terdiri dari memori, imajinasi, pemahaman, dan penilaian (Rusdarmawan: 2009). Demikian kecerdasan visual spasial merupakan potensi kecerdasan yang berhubungan dengan aspek kognitif secara umum. Definisi kecerdasan visual spasial adalah kemampuan mempersepsi secara visual spasial dan kemampuan mentransformasikan persepsi visual spasial (Armstrong: 2002).

Kecerdasan visual spasial meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang dan hubungan antar unsur tersebut, kemampuan membayangkan, mempresentasikan hasil berpikir visual (Armstrong: 2002).

Menurut Howard Gardner dalam Rose, dkk (2007: 21) menjelaskan bahwa

“kecerdasan visual spasial merupakan kemampuan berpikir secara visual dalam

citra mental, kecerdasan tersebut melibatkan kemampuan untuk memahami hubungan ruang dan citra visual dengan tepat”.

Menurut Schmidt, (2002: 33) kecerdasan visual spasial adalah:

Kecerdasan ruang merupakan kemampuan untuk menangkap dunia ruang visual secara tepat dan kemampuan untuk mengenal bentuk dan fungsi benda secara tepat serta mempunyai daya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Anak-anak ini berpikir dalam bentuk menghayal dan dalam bentuk gambar.


(33)

14

Teori tersebut menjelaskan bahwa setiap anak memiliki potensi kecerdasan visual spasial dalam diri mereka. Anak memiliki tingkatan kecerdasan visual spasial yang berbeda-beda. Hal tersebut digambarkan dalam cara anak mengaktualisasikan diri dalam dunia ruang visual. Menurut Davido (2010), bagaimana anak yang cerdas visual adalah anak yang mampu mencipta dan mewujudkan ide gagasan, serta dapat mengatasi hambatan yang ada (masalah visual). Anak dengan potensi kecerdasan visual spasial dapat dengan mudah melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keterlibatan dari gerakan motorik halus, misalnya menggambar, melukis, menulis, dan lain sebagainya (Armstrong: 2002).

Kecerdasan visual spasial tidak sebatas daya pengamatan serta kemampuan berpikir dalam bentuk gambar, tetapi kecerdasan visual spasial berkaitan dengan kemampuan atau kepekaan anak dalam menangkap warna, garis, bentuk dan ruang, serta menangkap, mengubah dan menciptakan kembali dunia ruang visual. Kecerdasan ruang atau kecerdasan visual spasial adalah kecerdasan yang dapat membantu anak untuk memahami konsep tatanan ruang visual, baik yang ada pada lingkungan maupun dalam imajinasi anak (Silverman: 2003). Menurut Pamadhi (2010), kecerdasan visual spasial dibutuhkan anak dalam memahami lingkungan. Pemahaman serta kemampuan tersebut merupakan upaya anak dalam mengenal dan memahami lingkungan. Pamadhi (2010: 144) menyatakan bahwa “pendidikan seni rupa melatih perasaan dan wawasan komprehensif melalui pengalaman bentuk (visual intellegence)”.


(34)

15

1. Indikator Kecerdasan Visual Spasial

Indikator kecerdasan visual spasial merupakan teori untuk memahami kecerdasan dalam bentuk produk kecerdasan. Indikator kecerdasan berlandaskan tiga aspek yang berkaitan dengan kecerdasan majemuk khususnya kecerdasan

visual spasial. “Tiga aspek tersebut yaitu komponen inti yang merupakan proses

dimana suatu wilayah otak tertentu merespon stimulus sebagai bentuk kompetensi” (Chatib, 2014: 135). Kompetensi dalam hal ini adalah sebuah bentuk pendekatan dalam menilai dan memahami pencapaian anak dalam domain kecerdasan visual. Pendekatan tersebut mengkaji kemampuan kognitif yang ditinjau dari bentuk pencapaian domain, yaitu produk-produk kecerdasan visual spasial serta keahlian, kemampuan, atau pencapaian dalam kegiatan melukis (Gardner: 2013).

Kompetensi kecerdasan visual spasial dapat dilihat dari kemampuan kinerja dan sifat gaya (Gardner, 2013:118). Kemampuan kognitif meliputi ketercapaian dalam penugasan sesuai komponen inti kecerdasan visual spasial yaitu kemampuan melukis (Chatib: 2014). Kriteria tersebut adalah penggunaan garis, bentuk, warna, ruang, detail, dan representasi visual sebagai bentuk kinerja kognitif anak secara visual pada proses dan hasil karya seni lukis anak (Gardner: 2013). Menurut Armstrong (2002), kemampuan tersebut melibatkan kepekaan terhadap garis, bentuk, volume, ruang, keseimbangan, cahaya dan bayangan, harmoni, pola, dan warna. Kompetensi yang selalu dikembangkan mampu melahirkan kondisi akhir terbaik dalam lingkup kecerdasan visual spasial (Chatib: 2014).


(35)

16

2. Ciri-ciri Kecerdasan Visual Spasial Pada Anak

Kecerdasan visual spasial memiliki ciri-ciri serta karakteristik yang dapat dipahami. Hal tersebut dapat digambarkan dalam cara anak berpikir secara visual, serta implementasinya dalam setiap bidang. Pemahaman ciri-ciri anak cerdas visual spasial merupakan upaya dalam memahami karakteristik peserta didik. Ciri-ciri serta karakteristik tersebut dapat membantu dalam menganalisis kecerdasan visual spasial pada lukisan anak.

Schmidt (2005:32) menjelaskan ciri-ciri kecerdasan visual spasial sebagai berikut: a. Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang dan

bangunan.

b. Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.

c. Memiliki kemampuan mengenali identitas objek, ketika objek tersebut ada pada sudut pandang yang berbeda.

d. Mampu memperkirakan keberadaan dirinya dengan sebuah objek. e. Suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai dan menyusun

unsur-unsur bangunan.

Kajian teori tentang pengertian serta ciri dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengamati anak yang memiliki potensi kecerdasan visual spasial. Kecerdasan visual spasial merupakan sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman proyeksi dan pemahaman ruang visual, manipulasi imajinasi, serta penggandaan imajinasi nyata dalam diri yang abstrak. Kecerdasan visual spasial memiliki sistem penanda atau simbol yang khas. Simbol dalam kecerdasan visual spasial meliputi lingkup bahasa grafis (Armstrong: 2002).


(36)

17

E. Karakteristik Lukisan Anak 1. Lukisan dan gambar anak

Teori tentang karya lukis atau gambar anak merupakan upaya peneliti dalam memahami lukisan anak dalam penelitian secara teoritis. Gambar atau karya lukis anak merupakan cara membebaskan implus-implus, media ekspresi, serta membuang energi berlebih tanpa batasan (Davido: 2012). Davido (2012:

123) menyatakan bahwa “gambar atau lukisan anak banyak yang bisa disebut

sebagai karya seni”. Karya lukis anak tidak menekankan pada teknik melainkan bagaimana penggambaran citra visual anak (Davido:2012). Menurut Pamadhi (2010), menggambar adalah membentuk bidang gambar sedangkan melukis adalah adalah proses membayangkan atau berimajinasi, akan tetapi pada tingkat pemahaman anak menggambar sama dengan melukis. Gambar menurut ilmu psikologi memiliki korelasi pada pola berpikir dan rasa, dan diharapkan dapat digunakan sebagai alat didik untuk media berekspresi serta berpikir secara visual (Pamadhi: 2010). Pamadhi (2010: 19) menyatakan bahwa:

Lukisan anak pun dimaknai sebagai gambar yang penuh dengan simbol-simbol gaya anak. bentuk simbol-simbol sendiri merupakan sign system, yang nantinya mampu dan dapat dimanfaatkan untuk menandai taraf berpikir dan merasakan.

Davido (2012: 154) menjelaskan bahwa:

gambar atau lukisan anak baik dengan tema atau bebas, selalu dapat diinterpretasikan, namun demikian gambar yang ditentukan akan dapat lebih mudah ditafsirkan karena mengacu pada pokok bahasan atau kode-kode pada tema tersebut”.


(37)

18

Karya lukis anak memiliki peran yang penting terkait pendidikan sebagai upaya mengembangkan potensi kecerdasan anak. Gambar dalam pendidikan merupakan wujud pembelajaran secara konseptual dalam mengolah ide dan gagasan (Pamadhi: 2010). Karya lukis anak dalam penelitian dinilai sebagai kegiatan yang bernilai budaya dalam suatu kerja domain kecerdasan visual spasial. Kegiatan melukis untuk anak sebagai media dalam mempresentasikan persepsi visual anak sebagai gambaran komponen inti dalam kecerdasan visual spasial pada anak. Pernyataan tersebut menjelaskan tentang peran gambar sebagai media anak dalam mengembangkan kemampuan citra visual anak. Pamadhi (2010: 142) menjelaskan keterkaitan gambar dengan kecerdasan adalah:

“Menggambar bagi siswa adalah kegiatan berpikir ketika sedang menghitung ukuran nyata obyek yang sedang dilihat untuk dapat dipindahkan ke dalam kertas; namun juga proses sedang memahami obyek yang sedang diamati. Dalam hal ini siswa akan membayangkan kondisi yang sangat luas serta penuh dengan keanekaan peristiwa baik bergerak maupun diam akan dikemas dalam gambar. Maka peristiwa yang terjadi adalah anak harus mampu menangkap obyek dengan penelahaan secara komprehensif semua materi dan ide anak dapat tertuang dalam karya gambarnya”.

Davido (2012: 2) maanfaat lukisan anak adalah

a. Menguji kematangan pikiran. Dari sebuah gambar, tingkat kecerdasan seorang anak dapat diukur.

b. Media komunikasi. Gambar dapat memperbaiki kekurangan yang mungkin ada pada kemahiran berbahasa anak. Dengan gambar dapat dijelaskan apa yang dialami atau dirasakan anak, yang mungkin tidak dapat dijelaskan melalui tulisan.

c. Mengeksplorasi perasaan anak


(38)

19

2. Unsur Seni Lukis a. Garis

Garis adalah hasil pergerakan dari titik satu ke titik lainnya dan menghasilkan jejak berupa garis. Garis menghasilkan kesan batas atau kontur dalam suatu objek. Garis tidak memiliki kedalaman, dan hanya memiliki ketebalan dan panjang (Suardana: 2006). Garis memiliki sifat atau jenis seperti pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus, melengkung, zigzag dan tak beraturan (Suardana: 2006).

b. Bentuk

Bentuk merupakan susunan garis yang saling bertemu sebagai batasan pada sebuah bentuk. Bentuk adalah wujud atau hasil penginderaan sebagai ungkapan pengalaman batin (Sahman dalam Suardana: 2006). Bentuk dapat diartikan sebagai shape, dengan struktur visual dapat berupa warna, garis, dan tekstur (Soedarso dalam Suardana: 2006). Batasan dalam bentuk dapat berupa warna-warna yang berbeda, arsiran yang menggambarkan gelap terang, dan dengan adanya tekstur sebagai batasan.

c. Bidang

Bidang adalah rangkaian atau susunan garis yang membentuk kontur dalam bentuk. Bidang terdiri dari dua jenis, yaitu bidang geometris dan bidang tidak beraturan. Jenis bidang geometris yaitu bidang lingkaran, segiempat, elips, setengah lingkaran, dan lain-lain. Bidang geometris dan bidang tidak beraturan memiliki dimensi tinggi dan lebar.


(39)

20

d. Warna

Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang dapat menarik perhatian, karena terlihat lebih terasa hidup dan ekspresif. Kekuatan warna sangat dipengaruhi oleh background. Warna dapat digunakan sebagai bentuk ungkapan dalam menciptakan karya sesuai pengamatan. Warna juga dapat menyatakan berbagai maksud dan tujuan seseorang dalam karya (Suardana: 2006).

e. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba atau halus-kasarnya suatu permukaan benda. Tekstur dapat bersifat nyata dan tidak nyata atau tekstur semu (Sampurno: 2013). Tektur nyata memiliki sifat tektur yang dapat dirasakan oleh indera peraba. Tekstur semu adalah tektur yang hanya dapat dirasakan melalui indera penglihatan atau visual. Sifat tekstur biasanya terkesan halus dan kasar. Kesan tersebut bisa dirasakan melalui penglihatan atau dengan cara meraba permukaan tekstur tersebut.

f. Ruang

Ruang dalam unsur seni rupa menunjukkan dimensi dari karya yang dihasilkan. Unsur ruang dapat muncul dalam karya dua dimensi dan tiga dimensi. Ruang memberikan kesan keluasan, kesatuan, kedalaman, jauh dekatnya objek tersebut. Ruang atau keluasan suatu obyek dalam gambar seni rupa dapat dicapai dengan perspektif, atau simbol yang menyatakan ruang. Simbol dalam ruang dapat dinilai dari posisi atau letak, dan proporsi atau besar kecil suatu objek.


(40)

21

3. Periodisasi Perkembangan Karya lukis Anak

Kegiatan menggambar atau melukis adalah kegiatan ekspresi kreatif untuk anak. Proses belajar dan bermain dalam kegiatan menggambar atau melukis, menjadikan kegiatan melukis sebagai serangkaian proses pembelajaran yang menyenangkan. Perkembangan usia sangat mempengaruhi tingkat kematangan intelektual anak, kematangan intelektual, perkembangan psikologi, kognitif dan afektif mempengaruhi hasil gambar anak (Davido: 2012). Menurut Pamadhi (2010), Karya seni lukis anak mempunyai jangkauan pikiran yang sangat komprehensif, sehingga terkadang sulit untuk dipahami oleh orang dewasa. Pemahaman visual anak dalam memvisualisasikannya dalam gambar berbeda dengan orang dewasa.

Pernyataan tersebut menjelaskan perlunya pemahaman teoritis dalam setiap upaya interpretasi terhadap karya lukisan anak. Setiap karya lukis atau gambar anak memiliki makna dan karakteristik yang berbeda-beda pada setiap periode perkembangan anak. Menurut Davido (2012), ada dua cara untuk memahami perkembangan seni rupa anak-anak; mengkaji teori-teori yang berkaitan dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli, mengamati dan mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori perkembangan anak. Pokok penelitian adalah bagaimana pendidik dapat memahami potensi kecerdasan spasial dalam karya seni lukis anak.


(41)

22

Davido (2012: 17) menyatakan bahwa:

Relisme visual biasanya muncul pada anak usia 7-12 tahun. Namun, tidak harus selalu muncul di usia ini karena mereka bergantung pada beberapa faktor, di antaranya tingkat mental, latar belakang sosial-budaya, dan kematangan perasaan. Sepanjang tahap ini, anak-anak menggambar apa yang dilihatnya. Pandangan tentang dunia lebih objektif.

Menurut Pamadhi (2010) periodesasi atau tingkatan perkembangan seni lukis anak sebagai berikut:

a. Masa Coreng Moreng 1-4 Tahun 1) Judul gambar yang berubah-ubah

Masa coreng-moreng adalah masa perkembangan garis yang merupakan masa mengkoordinasikan bentuk garis sempurna maupun yang kurang tepat. Taraf pandang anak masih berbentuk benda global. Judul yang diberikan pada karya lukis masih dapat berubah-ubah. Penalaran anak yang belum stabil merupakan gejala pikiran anak masih menyatu dengan perasaan. Anak melukis apa yang dia ketahui dan diinginkan, bukan apa yang dia lihat dalam kondisi yang sesungguhnya. Perkembangan garis dipengaruhi tahap masa perkembangan usia. Garis yang belum terkontrol menandakan menggambar masih bersifat naluratif serta personal (lihat gambar: 1). Perkembangan selanjutnya digambarkan dengan garis yang terkontrol dan pusat perhatian pada komposisi garis (lihat gambar: 2). Masa perkembangan garis pada tingkatan selanjutnya anak dapat mengartikan titik dan garis. Kontrol garis yang lebih baik menjadikan garis mudah diindentifikasi secara terbatas. Garis merupakan penggambaran pemahaman anak secara global.


(42)

23

Gambar 1: Garis coreng-moreng tak beraturan

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:84, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

Gambar 2: Garis coreng-moreng terkendali

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

2) Identifikasi objek dengan judul

Perkembangan usia anak mempengaruhi kebermaknaan pada karya lukisnya. Hal tersebut mempengaruhi cara pandang anak pada objek dengan detail. Garis-garis yang digambarkan mulai dapat diindentifikasi sebagai perupaan sebuah objek. Proses berpikir anak masih menyatukan pikiran dan perasaan. Anak mengekspresikan ide dan gagasan secara spontan dengan mulai memberikan judul. Garis berkembang dari garis putus-putus menjadi garis yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk yang memiliki makna.


(43)

24

Gambar 3: Garis sebagai bentuk figur

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:85, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

b. Masa Pra Bagan (Preschematic) Usia 4-7 Tahun

Masa pra bagan adalah masa dimana anak mulai mengenal diri secara personal. Kebermaknaan hubungan anak dalam lingkup sosial mulai dipahami. Gejala egosentrisme mulai tampak dan dipengaruhi perkembangan pemahaman diri anak secara personal pada hubungan sosial. Perkembangan pada masa pra bagan ditandai pada pengalaman serta daya ingat anak mulai kuat. Hal tersebut mempangaruhi gambar yang dihasilkan. Perkembangan gambar berupa perubahan bentuk dengan komposisi terpisah menuju terorganisir. Warna pada masa pra bagan secara khusus belum banyak mengimplikasikan makna. Anak perempuan memberikan warna dengan menyesuaikan bentuk objek. Anak laki-laki cenderung menguat pada bentuk objek gambar. Anak dapat menggambarkan perbedaan objek manusia laki-laki dan perempuan. Bentuk-bentuk dalam masa pra bagan digambarkan secara global dan divisualisasikan dalam bentuk bagan.


(44)

25

Gambar 4: Pra bagan

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)

c. Masa Bagan (schematic) Usia 7-9 Tahun

Perkembangan masa bagan merupakan masa gambar sebagai media komunikasi secara general. penggambaran objek detail serta mulai tampak upaya pemahaman ruang atau perspektif anak. Pemahaman perspektif pada masa bagan adalah perspektif sederhana oleh anak. Masa bagan ditandai dengan adanya gejala stressing point dan stereo type yang dipengaruhi sifat egosentris yang tinggi.

Gambar 5: Lukisan masa bagan

(Sumber: Lowenfield dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)


(45)

26

d. Masa realisme awal (Dwaning Realism) Usia 9-11 Tahun

Masa realisme awal merupakan masa perkembangan mental dalam kemampuan pengindraan. Penggambaran objek secara detail serta pemahaman pada struktur objek yang digambar, merupakan perkembangan anak dalam mengamati objek. Gambar pada masa realisme awal merupakan media anak dalam berkomunikasi atau bercerita. Anak dengan emosi berekspresi kurang terkontrol dan menempatkan gambar sebagai media berkomunikasi atau bercerita, dapat mempengaruhi hasil akhir pada lukisan atau gambar anak. Anak pada masa relisme awal cenderung detail pada objek yang dinilai paling penting, menarik serta bermakna. Perkembangan masa realisme berupa penggambaran detail pada objek yang menarik, penekanan cerita dalam karya lukis, penekanan detail pada figur manusia atau benda yang disukai, penggambaran lingkungan secara detail sebagai bentuk pengamatan dan nalar.

Gambar 6: Lukisan masa realisme awal

(Sumber: Horovitz, dkk dalam Retnowati, 2009:88, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)


(46)

27

e. Masa Realisme Semu (Pseudo Realism) Usia 11-14 Tahun

Masa realisme semu adalah masa anak berpikir secara realistik dalam melihat lingkungan sekitar. Pengamatan anak pada objek yang akan digambar sangat detail. Gambar tidak bersifat subjektif melainkan gambaran dari cara anak dalam mengamati objek secara realis. Masa realisme semu merupakan masa perkembangan anak dalam berpikir realis. Timbul rasa atau keinginan anak memvisualisasikan proses berpikir secara realis. Masalah kemampuan anak dalam melukis, mempengaruhi anak memvisualisasikan gambaran detail pada objek. Anak dapat memaknai keindahan atau nilai estetika pada gambar atau lukisanya. Hal tersebut mempengaruhi penilaian anak dalam keberhasilanya memvisualisasikan cara pandang terhadap objek.

Gambar 7: Gambar bunga dan kupu-kupu

(Sumber: Horovitz, dkk dalam Retnowati, 2009:89, Pengembangan Instrumen Penilaian Seni Lukis Anak di Sekolah Dasar)


(47)

28

4. Ciri Umum Karya Lukis Anak

Ciri umum karya lukis anak adalah gaya ungkapan visual anak dalam melukis atau menggambar. Gambar yang diciptakan atau hasil karya seni lukis anak memiliki gaya ungkapan yang berbeda-beda. Anak menggambar secara spontan serta tanpa tekanan, melibatkan kreatifitas dalam berekspresi, memvisualisasikan ide dan gagasan mereka secara bebas, dapat mencerminkan karakter anak. Apa yang digambarkan merupakan hasil apa yang dilihat kemudian dirasakan. Apa yang digambar bukan hanya yang sedang anak pikirkan, melainkan apa yang dilihat dengan perasaan yang diasosiasikan.

Pamadhi (2010), menjelaskan ciri-ciri lukisan anak sebagai berikut: a. Wicacarita (Heroisme)

Adalah lukisan yang menggambarkan cerita kepahlawanan atau kepatriotan. b. Gaya Dekoratif

Adalah gaya yang ditandai dengan bentuk-bentuk konturistik (berupa garis) dan warna yang di pilih berupa blok warna dengan sedikit nuansa.

c. Gaya Komik

Merupakan gaya lukisan anak dengan memanfaatkan cerita terlebih dahulu, oleh karenanya gaya ini mirip dengan cerita bergambar.

d. Gaya Potret

merupakan gambar wajah seseorang baik tokoh idola maupun tokoh yang sering bergaul dalam kehidupan sehari-hari.


(48)

29

5. Komposisi Karya Seni Rupa Anak

Teori komposisi karya seni rupa anak merupakan pemahaman dalam mengaktualisasikan pandangan anak dalam berkarya. Karakteristik karya seni rupa anak berkaitan dengan perkembangan usia serta tingkat intelektual anak. Komposisi karya seni rupa anak mencakup pemahaman, penalaran, imajinasi citra visual dalam berkarya seni. Menurut Pamadhi (2010), komposisi kerya seni rupa anak sebagai berikut:

a. Tumpang tindih (juxta position)

Juxta position adalah komposisi perspektif dengan dasar berpikir jarak setiap objek yang digambar. Dasar berpikir tersebut adalah memposisikan objek yang jauh berada dibagian atas, dan objek dekat berada dibawah. Jenis serta kebermaknaan objek tidak mempengaruhi pola berpikir juxta position. Hal tersebut mempengaruhi adanya sifat antagonistic pada benda atau objek yang seharusnya secara natural berada di atas.

Gambar 8: Penempatan objek sebagai persepsi ruang (Sumber: Davido, 2012:169, Mengenal Anak Melalui Gambar)


(49)

30

b. Bertumpu pada garis datar (folding over)

Karya seni lukis anak komposisi folding over merupakan penempatan bidang atau objek berdiri pada garis datar. Perkembangan usia, intelektual serta proses berpikir masih mengalami kesulitan dalam menentukan bentuk perspektif. Anak menggambarkan pemahaman visualnya dengan menempatkan benda atau objek diatas garis datar.

Gambar 9: Bertumpu pada garis datar

(Sumber: Pamadhi, 2010:152, Konsep Pendidikan Seni) c. Rebahan (Rabatement)

Komposisi rabatement atau rebahan adalah penggambaran objek secara rebahan atau tidur. Komposisi rabatement memiliki konsep yang sama dengan komposisi folding over. Perkembangan taraf berpikir anak belum dapat menggambarkan perspektif. Perkembangan dalam berkarya anak dapat menggambarkan komposisi tersebut secara melingkar.


(50)

31

Gambar 10: Rebahan pada gambar rumah dan pohon (Sumber: Pamadhi, 2010:153, Konsep Pendidikan Seni) d. Pengulangan objek (stereo type)

Komposisi stereo type merupakan pemahaman komposisi penyusunan setiap elemen bentuk secara berulang-ulang. Pengulangan bentuk dipengaruhi oleh faktor individu dalam melihat objek yang menarik. Pengulangan elemen bentuk dapat terorganisir atau tidak terorganisir.

Gambar 11: Pengulangan objek pada gambar


(51)

32

e. Transparan (x-ray)

Komposisi x-ray atau transparan adalah penggambaran pemahaman anak dalam melihat benda atau objek sacara transparan. Perkembangan berpikir tersebut mempengaruhi gambar atau karya lukis yang dihasilkan. Komposisi tersebut memperlihatkan benda atau objek yang tidak seharusnya terlihat.

Gambar 12: Transparansi objek dalam rumah

(Sumber: Davido, 2012:176, Mengenal Anak Melalui Gambar)

6. Tipe Gambar anak

Karakteristik tipe gambar anak memiliki perbedaan dalam menginterpretasikan pemahaman anak akan keberadaan lingkungan sekitar. Hal tersebut memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi tipe gambar anak. Perkembangan usia anak, perkembangan intelektual anak serta faktor pendidikan dan lingkungan. Penggolongan karya gambar anak menurut Lowenfeld (1975), adalah tipe visual dan tipe haptic. Menurut Pamadhi (2010), tipe gambar anak digolongkan menjadi tiga yakni: tipe haptic adalah gambar yang merupakan ungkapan rasa (emotional motivation), non haptic merupakan gambaran


(52)

33

perkembangan nalar (intellectual motivation), willing type merupakan ungkapan harapan. Tipe karya lukis anak sebagai berikut:

a. Haptic

Tipe haptic adalah tipe karya seni rupa anak dalam mengungkapkan rasa (emotional motivation). Gambar anak yang memiliki tipe haptik menunjukkan kecenderungan ke arah kebentukan yang lebih visual-emosional, atau upaya penggambaran secara subyektif yang berisi tentang ekspresi pribadi dalam merespon lingkungannya. Benda atau objek yang digambarkam merupakan reaksi emosional melalui perabaan dan penghayatannya di luar pengamatan visual. Objek yang dianggap penting digambarkan dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan objek yang kurang penting. Karya lukis anak pada tipe haptic tidak bersifat realistis sepenuhnya dan cenderung bersifat ekspresif.

Gambar 13: Visualisasi kucing yang ekspresif dan subjektif (Sumber: Pamadhi, 2010:155, Konsep Pendidikan Seni) b. Visual

Tipe non haptic adalah tipe karya seni rupa anak yang dipengaruhi nalar serta cara pandang realistik (intellectual motivation). Tipe non haptic atau visual adalah karya lukis anak yang menunjukkan bentuk yang lebih visual-realistis (apa


(53)

34

yang dilukis merupakan apa yang dilihat, atau obyektif). Gambar yang diungkapkan mementingkan kesamaannya karya dengan bentuk yang dihayatinya serta memperhitungkan proporsinya secara tepat. Penguasan ruang mulai dapat dipahami oleh anak. Penggambaran warna mulai objektif.

Makna karya serta bentuk lebih dapat dipahami karena penggambaran nalar serta cara pandang anak realistik.

Gambar 14: Gambar tipe non-haptic

(Sumber: Pamadhi, 2010:156, Konsep Pendidikan Seni)

c. Willing Type

Willing type adalah tipe gambar anak yang memiliki tema rasa keinginan anak, cita-cita, atau imajinasi anak dalam merespon situasi tertentu dengan menciptakan gagasan baru secara visual.

F. Teori Berpikir

Berpikir merupakan aktivitas kognitif manusia yang cukup kompleks. Berpikir melibatkan berbagai bentuk gejala jiwa seperti pengindraan, persepsi maupun memori (Sugihartono, dkk: 2007). Menurut ahli dalam Sugihartono


(54)

35

(2007:12-13) menyatakan bahwa “berpikir merupakan suatu proses mental yang bertujuan memecahkan masalah”. Hal tersebut menjelaskan salah satu cara individu dalam menyelesaikan masalah adalah dengan berpikir. Individu dalam berpikir dipengaruhi oleh masalah yang dihadapi, dan peran individu dalam dalam merespon objek atau stimulus atau masalah tersebut.

Solso dalam Sugihartono, dkk (2007:13) menyatakan bahwa “berpikir merupakan proses yang menghasilkan representasi mental melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi yang kompleks antara berbagai proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah”. Proses berpikir melibatkan penggunaan simbol-simbol. Simbol yang digunakan dalam berpikir secara umum berupa simbol bahasa atau kata, dan simbol gambaran atau image (Walgito: 2004). Simbol digunakan oleh individu dalam merespon stimulus atau masalah yang dihadapi. Simbol bahasa dan simbol gambar dalam proses berpikir berkaitan dengan informasi-informasi dalam ingatan, khususnya ingatan jangka panjang atau long term memory (Walgito: 2004). Berpikir secara visual merupakan aktivitas kognitif, dengan memproses informasi-informasi yang diperoleh melalui pengideraan, persepsi visual, dan memori atau ingatan individu.

Proses berpikir visual adalah berpikir dengan menggunakan bagian dari otak emosional dan kreatif untuk mengorganisir informasi dengan cara yang intuitif dan simultan (Walgito:2007). Berpikir secara visual memiliki kecenderungan pengolahan kinerja otak kanan. Berpikir visual memiliki kerakteristik sifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik, global ke detail, melibatkan kesadaran yang terkait perasaan dan emosi, kesadaran visual spasial,


(55)

36

pengenalan bentuk dan pola, peka warna, bentuk dan ruang, berpikir menyeluruh, bentuk berupa gambar atau image, berkaitan dengan kreativitas dan visualisasi objek dalam berpikir, proses diawali dengan melihat dan mengalami sesuatu, dan dilanjutkan proses belajar spontan dan alamiah (Sugihartono: 2007).

Proses kerja otak pada individu dalam berpikir membutuhkan rangsangan atau dorongan (Deporter dalam Sugihartono: 2007). Hal tersebut menjelaskan bahwa dalam proses berpikir membutuhkan stimulus. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan untuk menentukan hubungan-hubungan baru dalam memecahkan persoalan. Chanda dalam(1994:14) menjelaskan bahwa “kreativitas sebagai kemampuan mental yang khas pada manusia yang melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna”. Guilford dalam Sugihartono (2007:14) menyatakan “kreatifitas sebagai kemampuan berpikir divergen untuk menjajaki berbagai macam jawaban dari suatu persoalan”.


(56)

37

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian kecerdasan visual spasial Okta pada karya lukis, merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti objek dalam penelitian secara alamiah atau natural setting (Sugiyono: 2010). Metode penelitian kualitatif adalah metode yang dilakukan dalam upaya memandang suatu nilai realitas, fenomena, masalah, gejala serta potensi masalah dalam situasi sosial tertentu. Fenomena sosial tertentu dalam penelitian di pandang sebagai sesuatu yang bersifat holistik, komlpek, dinamis, dan penuh makna. Metode kualitatif digunakan sebagai upaya dalam mencari makna dalam situasi sosial yang kompleks.

Penelitian merupakan upaya analisis yang bertujuan mendeskripsikan kecerdasan visual spasial Okta melalui karya lukisnya. Pendekatan dalam penelitian adalah studi kasus yang dilakukan pada individu tunggal. Pendekatan individu tunggal berupaya mendeskripsikan, mencatat, menganalisis dan menginterpretasikan kemampuan subjek dalam melukis sebagai bentuk perilaku cerdas visual spasial. Proses analisis menghasilkan interpretasi terhadap kecerdasan visual spasial Okta yang tampak pada karya seni lukis. Peneliti diposisikan sebagai instrumen tunggal dalam penelitian. Hasil penelitian menekankan pada makna dan tidak merupakan upaya generalisasi (Sugiyono: 2010).


(57)

38

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Yayasan Persatuan Perguruan Tamansiswa jetis, Cokrokusuman JT II/878, Yogyakarta. Penelitian juga dilaksanakan di rumah subjek, yang beralamat di Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta. C. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan selama 20 kali pertemuan pada akhir bulan agustus 2015 sampai dengan bulan oktober 2015. Jadwal penelitian, rincian kegiatan dan hasil tercantum dalam lampiran.

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data penelitian adalah data berupa kata-kata dan tindakan, serta data tambahan berupa dokumen atau data kumulatif dan lain-lain. Data diperoleh melalui catatan hasil wawancara, catatan lapangan, gambar atau foto, dan data berupa dokumen resmi atau dokumen pribadi. Subjek penelitian adalah Grafika Nuansa Oktaviano dengan nama panggilan Okta. Objek formal adalah potensi kecerdasan visual spasial subjek yaitu kemampuan memecahkan masalah dalam melukis. Karya lukis subjek sebagai objek material dalam penelitian. Data yang diperoleh berupa hasil observasi berupa catatan lapangan, wawancara dengan guru kelas, wawancara dengan guru ektrakurikuler seni lukis, wawancara dengan orang tua subjek, dokumentasi, catatan hasil tes IQ dan tes RPM, catatan rapor sekolah, dan dokumen-dokumen lain yang mendukung.


(58)

39

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian kualitatif berupaya memperoleh data yang representatif pada fenomena atau situasi sosial. Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer maupun data sekunder, maka dalam penelitian menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi (Sugiyono: 2010).

1. Observasi Partisipatif

Observasi pada penelitian kualitatif terdapat beberapa macam teknik observasi yaitu; observasi partisipatif, observasi terus terang atau tersamar, observasi terstruktur (Sugiyono: 2010). Penelitian ini menggunakan teknik observasi partisipatif yaitu melakukan pengamatan langsung pada proses melukis. Pengamatan dilakukan pada proses dan hasil karya seni lukis Okta secara langsung dalam kegiatan melukis pada ekstrakurikuler seni lukis. Observasi pada proses dan hasil karya seni lukis Okta meliputi aspek bentuk, warna, ruang, serta kemampuan menyelesaikan masalah visual.

Proses awal adalah melakukan pra observasi (grand tour observation) pada awal penelitian. Pra observasi tersebut dilakukan pada kelas 1, 2, 3 SD Tamansiswa Jetis untuk menemukan fokus. Pra observasi dilaksanakan pada tanggal 31-1 September 2015. Langkah selanjutnya adalah observasi penelitian terkait fokus dan tujuan penelitian. Observasi penelitian berupa pengamatan langsung terhadap kegiatan subjek dalam melukis, yang meliputi aspek kepekaan bentuk, warna, ruang, serta kemampuan menyelesaikan masalah visual. Observasi bertujuan memperoleh data terkait kecerdasan visual spasial subjek, sampai pada tingkat data yang dinilai jenuh.


(59)

40

Observasi dalam penelitian mengacu pada beberapa aspek sesuai pedoman observasi, untuk mendapatkan data sesuai dengan masalah penelitian. Pedoman observasi dalam penelitian sebagai berikut:

Tabel 1: Pedoman Observasi

Aspek yang diamati

Lokasi

Sekolah Rumah

Karakteristik Subjek  

Tema, bentuk, warna, ruang pada karya seni lukis

 

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal, berupa percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Sugiyono: 2010). Wawancara dalam metode ini dilakukan dengan tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan non sistematis berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara dilakukan pada pihak-pihak terkait yakni guru kelas, guru ekstrakurikuler seni lukis, serta orang tua subjek penelitian. Wawancara yang digunakan adalah jenis wawancara yang terstruktur, yang dilaksanakan tetap terbuka serta memberi ruang bebas dalam pertanyaan akan tetapi sesuai dengan maksud penelitian. Hasil wawancara dicatat oleh peneliti sebagai data wawancara. Wawancara yang dilakukan pada subjek penelitian terkait hasil lukisannya sebagai objek material penelitian. Wawancara lain dilakukan pada guru kelas, guru ekstrakurikuler seni lukis, dan orang tua subjek.


(60)

41

Tabel 2: Pedoman Wawancara Aspek yang

ditanyakan

Guru kelas Guru seni lukis Orang tua subjek

Karakteristik subjek

  

Tema (ide gagasan)

  

Bentuk, warna, dan ruang

  

3. Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis dari kejadian-kejadian yang telah terjadi, gambar maupun elektronik, dokumen disini berarti segala macam keterangan baik tertulis maupun tidak tertulis yang merupakan sumber keterangan untuk memperoleh data (Sugiyono: 2010). Pedoman dokumentasi dalam penelitian berupa hasil karya lukisan anak, catatan sekolah, dokumentasi nilai, catatan prestasi, dokumentasi subjek penelitian, foto dan lain sebagainya.


(61)

42

Tabel 3: Instrumen Pengumpulan Data

No. Masalah Aspek

Teknik pengumpulan data

O W D

1. Profil subjek Profil subjek 

Fakta subjek 

Prestasi akademik  

2. Kemampuan kognitif

Pengetahuan   

Persepsi   

Ingatan   

Pemahaman   

Imajinasi   

3. Kemampuan afektif

Sikap dan minat   

Perhatian   

Perasaan dan emosi   

Menilai   

4. Kemampuan psikomotor Kemampuan mencipta    Kemampuan menuangkan ide gagasan   

O : Observasi W: Wawancara D : Dokumentasi

F. Instrumen

Peneliti merupakan instrumen, alat penelitian serta human instrument dalam penelitian kualitatif (Sugiyono: 2010). Peneliti merupakan instrumen yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan atau narasumber sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat susunan kesimpulan atas hasil penelitian.


(62)

43

Peneliti terjun langsung dalam pengambilan data pada proses penelitian. Peneliti dituntut terampil dalam mencari informasi berupa data dari narasumber dan peneliti juga harus dapat memecahkan kendala yang ada dalam diri sendiri. Hal tersebut menunjukan peneliti dituntut dapat menyajikan data apa adanya secara detail dan terperinci, sebagai upaya mendeskripsikan kecerdasan visual spasial pada lukisan Okta. Proses peneliti sebagai instrumen dalam pengambilan data sesuai pada pedoman pengambilan data.

G. Triangulasi Data

Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan data-data (Sugiyono: 2010). Triangulasi merupakan upaya memelihara keabsahan data, maka dilakukan pengamatan dan pengecekan data secara terus menerus selama proses penelitian. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan data dari observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik triangulasi merupakan upaya dalam memahami keabsahan temuan penelitian. Triangulasi dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan peneliti dengan hasil wawancara guru dan orang tua, membandingkan hasil pengamatan dan wawancara dengan dokumen-dokumen terkait.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan dalam memilah data menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain


(63)

44

(Sugiyono: 2010). Mempertimbangkan data yang benar-benar dibutuhkan, data harus objektif sesuai dengan keadaan yang ada. Data merupakan satuan-satuan yang tidak bisa dipisahkan, kemudian dibuat kategorisasi. Proses selanjutnya dalam bentuk kategorisasi yang dideskripsikan secara naratif dengan bantuan persentase data secara sederhana, kemudian dilakukan penafsiran atau pembahasan.

Skema 1. Analisis Data Model Miles dan Huberman Sumber: Sugiyono (2010: 92), Memahami Penelitian Kualitatif

Langkah-langkah teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skema Miles dan Huberman (Sugiyono: 2010). Analisis data bersifat interaktif selama penelitian atau pengumpulan data serta setelah proses pengumpulan data. Pengumpulan data dan analisis dilakukan secara terus menerus dalam skema analisis. Data dalam penelitian adalah data observasi (catatan peneliti), data wawancara (hasil wawancara), data dokumentasi (karya lukisan Okta).


(64)

45

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah upaya pengolahan data, bekerja dengan data dalam bentuk merangkum, memilih data pokok, memfokuskan data, mencari tema dan pola. Proses reduksi data terfokus pada tujuan utama dalam penelitian. Proses kerja reduksi berupa penyusunan ringkasan catatan lapangan, memfokuskan tema dan pola terkait batasan permasalahan penelitian. Bentuk reduksi data adalah identifikasi data dan klasifikasi data.

Proses reduksi data adalah sebagai berikut: a. Identifikasi data

Identifikasi data adalah proses mengidentifikasi data dan menyeleksi data. Data dalam penelitian adalah karya lukisan subjek. Data awal berupa karya lukisan subjek berjumlah 25 karya. Data tersebut di seleksi menjadi 10 karya lukisan.

b. Klasifikasi data

Data penelitian diorganisasikan dan diklasifikasi berdasarkan analisis data observasi dan data wawancara. Data karya lukisan subjek diklasifikasi berdasarkan keberagaman tema, dan dipilih 10 karya dari jumlah 25 lukisan subjek.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah langkah lanjutan dari hasil data yang telah direduksi. Penyajian data kualitatif dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar karakteristik, hubungan antar kategori. Bentuk penyajian data kualitatif bersifat naratif. Penyajian data berfungsi memudahkan proses kerja dalam memahami data


(65)

46

terkait masalah dalam penelitian. Proses penyajian data adalah mendeskripsikan 10 karya lukisan subjek secara naratif. Hasil deskripsi kemudian diuraikan berdasarkan fokus penelitian.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Tahap penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah proses kesimpulan awal diverifikasi dengan data yang valid dan konsisten sebagai kesimpulan yang kredibel. Kesimpulan bertujuan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian.


(66)

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Subjek Penelitian 1. Profil Subjek

a. Nama : Grafika Nuansa Oktaviano (Okta) b. Tempat dan tanggal lahir : 28 Oktober 2007 (8 tahun)

c. Jenis kelamin : Laki-laki

d. Nama Orang Tua : Endang Sri W dan Subarja

e. Alamat : Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta 2. Karakeristik Subjek

Subjek penelitian bernama lengkap Grafika Nuansa Oktaviano dengan nama panggilan Okta. Okta merupakan siswa kelas 2 SD Tamansiswa Jetis Yogyakarta. Okta adalah anak yang normal dan cukup cerdas menurut hasil tes IQ. Tingkat perhatian Okta dalam belajar dan kegiatan sehari-hari cukup baik serta dapat mengikuti pelajaran. Kemampuan dalam mengingat sangat baik, hal tersebut terlihat karena Okta dapat mengolah dan menuangkan ide terkait pengalaman dan pengamatan visual. Tingkat pemahaman dalam berpikir sangat baik, Okta dapat mengerti, memahami, serta dapat menjelaskan kembali apa yang dipikirkan secara visual dalam hasil karya lukisannya. Okta memiliki kepekaan yang cukup baik dalam menerima stimulus atau rangsangan disekitarnya yang kemudian dapat dikembangkan. Okta memiliki kemampuan dalam menilai dan menguraikan suatu objek berdasarkan pemahaman.


(67)

48

Guru dan orang tua Okta menilai kemampuan motorik kurang menonjol. Okta sangat menyukai pelajaran atau kegiatan melukis, minat Okta sangat tinggi dalam kegiatan melukis. Okta memiliki hobi melukis, Okta sangat sering melukis dirumah dan disekolah. Okta selalu melukis dirumah apabila besok ada pelajaran melukis, dan mampu menghabiskan buku gambar dalam waktu singkat. Okta selalu corat-coret setiap merasa bosan, dan saat diminta untuk belajar. Okta suka melukis sejak usia TK dan terus berkembang seiring bertambahnya usia. Menurut orang tua Okta, kemampuan melukis dinilai sebagai kemampuan atau bakat murni yang dimiliki Okta. Okta tidak pernah secara khusus dibimbing oleh orang tua dalam melukis.

Menurut orang tua Okta kemampuan dan bakat dalam melukis dinilai bukan sebagai kemampuan genetik. Menurut orang tua Okta karya lukis Okta tidak bagus karena tampak tidak beraturan. Okta terlihat lebih menyukai buku pelajaran bergambar, serta memiliki gaya belajar visual. Okta suka mencorat-coret di media apapun termasuk buku tulis dan buku pelajaran. Okta dapat dengan mudah memilih serta mengolah tema dalam menggambar atau melukis, dengan tema khusus atapun tema bebas. Karya lukis Okta lebih menceritakan tentang tema kepahlawanan atau superhero, cita-cita sebagai astronot, dan sesuatu yang disukai. Okta pandai dalam mewarnai, akan tetapi terkadang Okta tidak memberikan warna pada hasil karya lukisannya. Sejak masuk sekolah dasar Okta cenderung menyukai warna biru, dan biru menjadi warna yang paling disukai Okta.


(68)

49

Menurut Okta warna selain biru dinilai kurang bagus. Objek atau figur yang sering muncul dalam lukisan Okta adalah monster alien, astronot, hewan, kapal, manusia atau karakter dalam video game. Okta sangat suka bermain video game, lego serta mainan robot. Perilaku Okta pasif dan terlihat fokus dalam melukis, tetapi Okta sangat komunikatif dalam menjelaskan apa yang sedang dilukis. Okta bersosialisasi dan berinteraksi baik dengan teman-temanya. Okta jarang bermain diluar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton TV, bermain video game perang-perangan dan balapan, bermain dengan kakak perempuannya, belajar, melukis dan kegiatan TPA atau mengaji.

B. Karya Seni Lukis Okta 1. Karya 01

Gambar 15: Karya 01

Judul: “Tema Pertarungan”

Ukuran: 29.7 x 21 cm (A4) Media: Pensil, spidol, pastel


(69)

50

a. Deskripsi karya

Karya lukis tersebut berjudul “Tema Pertarungan”, menggambarkan pertarungan figur manusia dan figur binatang melawan figur robot jahat. Judul pada lukisan dipahami dan dinilai oleh Okta sama dengan tema. Karya lukis Okta menceritakan pertarungan antara manusia, sekumpulan binatang seperti monyet, burung garuda, dan ikan yang sedang menghadapi robot jahat. Manusia dan sekumpulan binatang melawan robot jahat dengan kemampuan masing-masing, dan menyelamatkan orang-orang untuk dievakuasi menggunakan perahu dari serangan robot jahat yang merusak bangunan masjid. Ide dan gagasan dalam karya lukis tersebut digambarkan dalam simbol-simbol sesuai pengetahuan serta imajinasi dan keinginan Okta.

Ide gagasan dalam simbol pada karya lukis berupa robot jahat yang merusak bangunan berbentuk masjid, menggunakan pedang dan obor. Simbol api berbentuk garis dengan warna merah dan retakan dengan outline hitam pada bangunan masjid dan papan, sebagai simbol bangunan yang rusak dan terbakar oleh robot. Figur manusia dan binatang terlihat menghadap kearah robot menggambarkan simbol perlawanan dan penyelamatan. Simbol garis pada sayap burung menggambarkan burung garuda yang hidup, bergerak dan terbang. Simbol semburan es dari burung garuda untuk memadamkan api merupakan simbol perlawanan dan penyelamatan. Simbol-simbol dalam karya lukis merupakan ide gagasan berupa pertarungan dan penyelamatan. Simbol ruang adalah posisi serta ukuran besar kecil setiap objek, yang mengambarkan jarak antar objek dalam ruang.


(70)

51

Objek dalam karya lukis berupa figur manusia yang merupakan penggambaran persepsi diri Okta sebagai pemimpin para binatang. Warna pada figur manusia adalah biru dan orange. Objek figur binatang yaitu burung garuda dan monyet-monyet besar berwarna coklat, monyet-monyet kecil bergelantungan menggunakan outline pensil, ikan-ikan dengan outline berwarna hitam dengan senjata listrik dan benda runcing menyerupai pedang. Objek figur robot berwarna merah dengan senjata pedang dan obor. Objek bangunan masjid berwarna kuning dan biru. Papan penanda, batu berwarna hitam, rumput berwarna hijau, perahu dan sungai.

Karya seni lukis Okta tersebut bertipe non-haptic, karena objek pada karya lukis dapat diidentifikasi sesuai cerita. Karya lukis tersebut merupakan ungkapan tentang objek yang pernah dilihat dan dihayati, dengan memperhitungkan proporsi bentuk secara tepat dan sesuai keinginan Okta. Karya lukis Okta memiliki ciri kepahlawanan atau ciri heroisme, karena menceritakan figur manusia dan binatang sebagai pahlawan. Periode karya lukis Okta adalah masa bagan atau schematic, karena goresan sudah mulai terarah sehingga bentuk objek, simbol dan figur dapat diidentifikasi dan sesuai keinginan Okta. Persepsi ruang pada lukisan sudah terlihat, berupa komposisi tumpang tindih atau juxta position. Posisi peletakan objek dalam karya lukis menggambarkan persepsi jarak antar objek. Objek yang berada diatas merupakan objek yang dipersepsi memiliki jarak paling jauh dari objek lain, sehingga susunan objek terkesan tumpang tindih. Warna pada karya lukis Okta terlihat realis dan sesuai keinginan Okta.


(1)

17 TABEL HASIL WAWANCARA TRIANGULASI

Nama : M Bayu Tejo Sampurno, M.A

Tempat : di rumah Sdr M Bayu Tejo Sampurno, M.A

Tanggal : 02 Oktober 2015 (20.00 WIB)

No. PERTANYAAN JAWABAN

1. Bagaimana pendapat anda tentang

kecerdasan visual spasial pada anak?

Kecerdasan visual spasial merupakan salah satu kecerdasan yang ditawarkan oleh howard gardner dalam teori multiple intellegence. Teori kecerdasan ini berusaha menekankan kecerdasan menjadi berbagai macam metode anak untuk dapat menerima informasi dengan baik. Kecerdasan pada anak dapat dilihat dari kamampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam menyelesaikan masalah. Anak dengan kecerdasan visual spasial memiliki kemampuan menerima informasi dengan baik melalui gambar. Anak dapat berpikir dengan berimajinasi yang mengarah kepada kemampuan mengolah kembali informasi pada ingatan secara visual. juga sebagai kemampuan anak yang memiliki kepekaan visual spasial yang tinggi terhadap lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik.


(2)

18 berpikir, isi yang dipikirkan, dan hasil

berpikir anak yang memilki kecerdasan visual spesial tinggi?

berimajinasi tentang informasi didalam ingatan yang dapat dikontruksikan secara visual didalam otak. Hal tersebut juga dapat disebut sebagai kemampuan menciptakan citra visual atau citra mental berdasarkan informasi yang ada didalam otak.

Kemampuan anak dalam berimajinasi cenderung menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam hal ini berupa ekplorasi ide sebagai bentuk kreatifitas. Anak

3. Apa pendapat anda tentang kecerdasan

visual spasial anak dalam proses dan hasil karya seni lukisnya?

Kecerdasan visual spasial anak pada lukisan akan tampak pada kemampuannya mengekplorasi ide dalam melukis. Kemampuan ini sebagai bentuk kreatifitasan anak mengolah informasi berdasarkan ingatan dan pengalamannya, pengalaman artistik dan estetik. Saat berkarya, anak yang cerdas visual mampu menggunakan pengalaman paling berkesan untuk menciptakan pengalaman baru melalui media artistik, dengan simbol-simbol personal. Karya seni lukis anak yang cerdas secara visual memiliki ide gagasan yang baru, karena anak yang cerdas visual dapat menjadikan atau

menkrasikan sesuatu objek yang dilihat sebagi bentuk baru dalam benbagai macam bentuk, warna, dan ruang.


(3)

1

LAMPIRAN 5


(4)

2

Foto Okta melukis di Sekolah


(5)

3


(6)

4