3. uk mengukur tinggi permukaan air aliran sungai
4. Seperangkat alat tulis
5. Data iklim harian
Lokasi :
Tanggal : a. Mulai hujan :
b. Selesai hujan : Sungai sebelum Dam
cm Dam Parit cm
Sungai sesudah Dam cm
NO
Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah 1
25
2.3. Metodologi
2.3.1. Kriteria dan indikator desain bangunan dam parit
3. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka tahapan kegiatan utama
penelitian untuk validasi pengembangan dam parit dan aplikasi irigasi, yaitu : Shwab et al. 1981 dalam Arsyad 2000 telah menyusun Nilai C
r
yang ditentukan berdasarkan tipe penggunaan lahan seperti disajikan pada Tabel 2 dan 3
Tabel 2. Koefisien aliran permukaan Cr untuk DAS pertanian Faktor konversi dari Kelompok B ke
Tanaman penutup dan kondisi hidrologi Kelompok
A Kelompok
C Kelompok
D 1.
Tanaman dalam baris buruk 0.89
1.09 1.12
2. Tanaman dalam baris baik
0.86 1.09
1.14 3.
Padi-padian, buruk 0.86
1.11 1.16
4. Padi-padian, baik
0.84 1.11
1.16 5.
Padang rumput gembala, lahan kering dengan pergiliran tanaman, baik
0.81 1.13 1.18
6. Padang rumput potong, permanen,
0.64 1.21
1.31
26
baik 7.
Hutan dewasa, baik 0.45
1.27 1.40
Keterangan : Kelompok A : Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat Entisols
Kelompok B : loess dangkal, lempung berpasir Entisols Kelompok C
: lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah-tanah berkadar liat tinggi Inceptisols,
Alfisols, Ultisols, oxisols Kelompok D
: tanah-tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah salin tertentu Vertisols, Halaquepts
Tabel 3. Koefisien aliran permukaan C untuk daerah urban Macam daerah
Koefisien Cr 1.
Daerah perdagangan -Pertokoan down town
-Pinggiran 0.70 – 0.90
0.50 – 0.70 2.
Pemukiman -Perumahan Satu Keluarga
-Perumahan Berkelompok, Terpisah-Pisah -Perumahan Berkelompok, Bersambungan
-Suburban -Daerah Apartemen
0.30 – 0.50 0.40 – 0.60
0.60 – 0.75 0.25 – 0.40
0.50 – 0.70 3.
Industri -Daerah ringan
0.50 – 0.80
27
-Daerah berat padat 0.60 – 0.90
4. Taman, pekuburan
0.10 – 0.25 5.
Tempat bermain 0.20 – 0.35
6. Daerah stasiun Kereta Api
0.20 – 0.40 7.
Daerah belum diperbaiki 0.10 – 0.30
8. Jalan
0.70 – 0.95 9.
Bata -Jalan, hamparan
-Atap 0.75 – 0.85
0.75 – 0.95
3. Menentukan kebutuhan air di lokasi target irigasi dam parit
Pada bagian ini terdapat 3 sektor kebutuhan yang perlu diperhatikan yaitu : kebutuhan air untuk tanaman, manusia dan ternak.
Kebutuhan air tanaman
dapat dihitung dengan software WARM Runtunuwu. et all 2004. Software ini menghitung kebutuhan air berdasarkan indeks
kecukupan air yaitu nisbah antara evapotranspirasi aktual tanaman dengan potensialmaksimalnya ETRETM. Kisaran nilai dari indeks kecukupan air adalah
dari 0-1, semakin tinggi nilainya maka semakin baik potensi produksi tanaman, sebaliknya semakin rendah nilainya maka tanaman tersebut berpotensi mengalami
penurunan hasil atau bahkan gagal berproduksi akibat kekurangan air. Untuk nilai ETRETM yang rendah, perlu dilakukan tindakan penambahan irigasi suplementer.
Setiap tanaman akan berbeda-beda batas toleransi kekeringannya. Kebutuhan air untuk manusia dan ternak disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan Jumlah Pemakaian Air Usaha Tani
28
No. Jumlah kebutuhan air rata-rata untuk :
Liter per hari 11.
Semua kebutuhan rumah tangga setiap orang 130 – 380
12. Seekor kuda atau keledai 450 kg
30 – 45 13.
Seekor sapi jantan atau sapi yang tidak menyusui 450 kg
35 – 70
14. Seekor sapi perah 450 kg
70 – 150 15.
Seekor babi 45 kg 4 – 6
16. Seekor domba 45 kg
4 – 6 17.
100 ekor ayam 20 - 35
Suhu udara sekitar 32 C
Termasuk untuk pembersihan kandang, Sumber : Frevert et al., dalam Arsyad, 2000
4. Aplikasi Teknik Pemberian Irigasi
Aplikasi teknik pemberian air irigasi akan dilakukan berdasarkan kondisi lapang, dengan alternatif pemberian yang memungkinkan dilaksanakan oleh petani
setempat adalah dengan metode gravitasi atau penyiraman secara tradisional dengan pengangkutan air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman berasal dari sumber air
dam parit. Aplikasi teknik pemberian air irigasi dilakukan apabila nilai ETRRTM kurang dari 0,65 yang terjadi pada musim kemarau. Pengamatan akan dilakukan pada
pertanaman di lahan petani dengan pengaturan jadwal tanam yang sesuai. Hasil pengamatan produksi diharapkan dapat memberi gambaran perbedaan produksi akibat
pemberian irigasi tambahan.
5. Mempelajari Dampak Pengembangan Dam Parit terhadap Karakteristik DAS
29
Dampak pembangunan dam parit selain dapat dilihat dari segi peningkatan produktivitas lahan juga dapat dilihat pada perubahan fungsi hidrologis DAS. Untuk
melihat perubahan karakteristik DAS dilakukan pemodelan fungsi transfer dengan menggunakan model H
2
U yang telah dimodifikasi Kartiwa, 2004. Selanjutnya, dengan menetapkan kecepatan aliran lereng yang menuju ke jalur aliran sungai, pdf
waktu tempuh butir hujan pada lereng dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
o v
l t
V o
v v
e l
V t
.
.
−
= ρ
dengan : ρvt : pdf lereng sebagai fungsi waktu t.
v
V
: kecepatan aliran rata-rata pada lereng lo
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada lereng t
: interval waktu
Sedangkan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan sungai, digunakan persamaan sebagai berikut:
L t
V n
n n
RH RH
RH
e t
n L
V n
t
. 2
. .
1 2
2
. .
2 1
. .
2 .
− −
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
Γ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ =
ρ
dengan : ρRHt : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t.
n : order maksimum DAS
VRH : kecepatan aliran rata-rata pada jaringai sungai L
: panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai
30
: fungsi gamma Γ
t : interval waktu
Untuk mendapatkan pdf DAS, dihitung berdasarkan hasil konvolusi antara pdf lereng dengan pdf jaringan sungai :
t t
t
RH v
DAS
ρ ρ
ρ ⊗
=
ρDASt: pdf DAS sebagai fungsi waktu t.
ρvt : pdf lereng sungai sebagai fungsi waktu t.
ρRHt : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t.
Untuk menghitung debit aliran permukaan, digunakan rumus sebagai berikut :
[ ]
t t
PN S
t Q
ρ
⊗ =
Qt : debit aliran permukaan pada waktu t S
: luas DAS PNt : intensitas hujan neto pada waktu t
ρt : pdf waktu tempuh butir hujan pada waktu t dihitung dari pdf panjang alur hidraulik berdasarkan penetapan kecepatan
aliran 8
: simbol konvolusi Setelah diketahui volume debit maka dengan mengintegrasikan parameter
kapasitas simpan dam parit dalam model, maka dapat ditentukan perubahan karakteristik aliran permukaan sesaat. Diagram alir kegiatan analisis manfaat dam
parit untuk mengetahui aliran sesaat disajikan pada Gambar 1.
31
Karakteristik Geometrik DAS
Karakteristik Morfometrik DAS
Model prediksi aliran permukaan H
2
U Kecepatan aliran V
L
dan V
l
di Mikro DAS Q aliran permukaan sesaat
waktu respon dan volume Parameter dimensi dam parit
kapasitas tampung Curah hujan sesaat
Gambar 1 . Diagram alir kegiatan analisis manfaat dam parit untuk mitigasi banjir
Panen hujan dan aliran permukaan dengan teknologi dam parit untuk menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon DAS selang waktu
antara curah hujan maksimum dan debit puncak. Hubungan antara curah hujan, debit aliran dan waktu respon disajikan pada Gambar 2.
Sesudah panen Sebelum panen
t1 t2
Q2 Q1
Hujan
10 20
30 40
80 60
40 20
250 500
750 1000
1250
Debit m
3
dt H
u ja
n m m
Waktu jam
32
Gambar 2 .
Hubungan antara curah hujan, debit aliran dan waktu respon
Q1 adalah volume dan waktu terjadinya debit puncak sebelum dibangun dam parit. Q2 adalah volume dan waktu terjadidnya debit puncak setelah dibangun dam parit.
6. Pengamatan karakteristik debit di lapangan
Pengamatan dilakukan dengan mengamati tinggi permukaan air harian menggunakan fiskal yang dipasang pada inlet dan intake masing masing dam parit.
Pengamatan harian dilakukan pada jam yang sama sehingga dapat diketahui perubahan debit harian selama setahun. Untuk memvalidasi perilaku debit akan
dilakukan pengamatan kurva debit yaitu pengamatan debit dari sebelum hujan sampai selesainya hujan dan debit kembali normal pada salah satu DAS mikro.
33
Penelitian ini dilaksanakan di hulu sungai Ciliwung, selain karena rawan banjir sungai ciliwung merupakan sungai strategis yang menjadi tumpuan kehidupan
masyarakat Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia. Terakhir kali pada tahun 2007 telah terjadi banjir besar – besaran yang sempat melumpuhkan ibukota Indonesia
Distribusi curah hujan yang tidak merata secara spasial dan temporal menyebabkan kelebihan air di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau.
Pengelolaan sumber daya air baik yang berasal dari curah hujan, mata air maupun air tanah dalam belum dilakukan secara optimal. Keadaan tersebut menyebabkan
terjadinya kekurangan pasokankekeringan air di musim kemarau dan kelebihan air di musim hujan banjir yang berdampak terganggunya proses produksi pertanian.
Pengembangan teknologi dam parit berfungsi menampung curah hujan dan aliran permukaan dan mendidtribusikan ke lahan pertanian, sehingga dapat meningkakan
ketersediaan air bagi pertanian di musim kemarau dan mengurangi volume dan kecepatan laju aliran permukaan di musim hujan. Untuk keperluan tersebut penelitian
potensi air hujan yang dapat dipanen, debit aliran permukaan, posisi dan dimensi dam parit serta perhitungan kebutuhan air penting dilakukan. Selain itu pembangunan dam
parit, bak penampungan air dan jaringan irigasi diperlukan dalam suatu sistem pengelolaan sumberdaya air untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Adanya sedimentasi yang berasal dari hasil erosi dan kemudian terakumulasi kedalam waduk dam parit. Erosi dan sedimentasi tidak hanya menurunkan debit
sungai tetapi juga mengurangi volume air waduk. Sedimentasi pada dam parit tidak hanya mengurangi volume waduk pada dam tetapi juga mengurangi volume air yang
akan dialirkan ke lahan – lahan pertanian. Sementara itu, apabila dalam praktek pengelolaan DAS dan penerapan tata
guna lahan yang tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana dengan baik, salah satunya dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi dan sedimentasi. Erosi
adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami yang berupa air air hujan. Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari
suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi pengendapan 34
adalah proses terangkutnya terbawanya sedimen oleh suatu limpasanaliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti
pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluklaut Arsyad, 1989. Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS
bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir sekitar muara sungai yang berupa hasil sedimen.
Salah satu indikator pesatnya pembangunan di kawasan tersebut adalah pertumbuhan penduduk. Menurut sensus penduduk tahun 1980 dan 2000 jumlah penduduk kawasan
Bopunjur dalam kurun waktu dua puluh tahun, penduduknya mencapai dua kali lipat, yakni dari 5,7 juta menjadi 11,7 juta. Faktor demografi yang paling berpengaruh
terhadap pesatnya pertumbuhan tersebut adalah dari faktor imigrasi, dimana dalam tahun 2000 tercatat jumlah imigran yang masuk ke daerah tersebut sebesar 1,1 juta
orang Alihar, 2002. Perkembangan penduduk yang pesat akan seiring dengan peningkatan kebutuhan akan lahan. Menurut Hardjanto 2002 dalam kurun waktu 10
tahun tahun 1990 – 2000, di kawasan Bopunjur telah terjadi peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman sebesar 300 dari 5.999,8 ha menjadi 18.644,8
ha, sebaliknya telah terjadi penurunan luas sawah sebanyak lebih dari 50 yaitu dari 28.348,7 ha menjadi 10.825,8 ha. Rencana Tata Ruang Bopunjur Keppres No. 114
1999 mengarahkan sebagian besar kawasan tersebut sebagai daerah resapan 84, sedangkan kawasan perkotaan hanya 16 Hardjanto,2002
35
Hujan merupakan air yang jatuh dipermukaan bumi. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang paling banyak diukur selain salju, es, kabut dan embun.
Di daerah tropis umumnya dan di Indonesia khususnya yang dimksud presipitasi yang diukur adalah hujan. Presipitasi adalah bentuk pengendapan atau pengembalian air
yang telah diuapkan ke atmosfir ke permukaan bumi. Pengembalian ini akan berlangsung setelah uap air tersebut memenuhi syarat untuk dikembalikan ke
permukaan bumi, diantaranya adalah apabila uap air telah mengalami pengembunan sehingga butir air atau es dan menmpunyai kecepatan jatuh dan ukuran yang cukup.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjiradalah curah hujan rata – rata di seluruh daerah
yang bersangkutan. Hal yang penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda – beda sesuai dengan jangka
waktu yang ditinjau yaitu curah hujan harian, curah hujan bulanan dan curah hujan tahunan. Hasil – hasil yang diperoleh ini dapat digunakan untuk menentukan prospek
dikemudian hari dan akhirnya untuk perancangan sesuai dengan tujuan yang dimaksud.
Perancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji, baik menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah
peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut.
- Metode
- Mesin
- Material
PROSES Input
Output
Rancangan acak kelompok baik digunakan jika keheterogenan unit percobaan berasal dari satu sumber keragaman. Selain itu rancangan acak kelompok baik digunakan
untuk mengatasi kesulitan dalam mempersiapkan unit percobaan homogen dalam jumlah besar. Komponen keragaman unityang perlu diperhatikan dalam menentukan
36
pembentukkan kelompok adalah komponen keragaman diluar perlakuan yang ikut mempengaruhi respon dari unit percobaan. Namun demikian kelompok yang dibent
hendaknya menghindari terjadinya interaksi dengan perlakuan yang diberikan terhadap unit – unit percobaan.
uk
37
KONDISI BIOFISIK WILAYAH KONDISI BIOFISIK WILAYAH
4.1 Iklim 4.1 Iklim
Keadaan iklim pada lokasi penelitian didapatkan dari Stasiun Citeko dengan mengambil tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Berdasarkan data Curah hujan 9
tahun terakhir jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.380 sampai 3.686 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.948 mm, sedangkan total ETP
evapotranspirasi potensial tahunan berkisar antara 1.068 sampai 2.106 mm dengan rata-rata total ETP tahunan sebesar 1.463 mm. Fluktuasi curah hujan dan ETP tahunan
dari tahun 1997 hingga 2005 disajikan pada Gambar 5. Keadaan iklim pada lokasi penelitian didapatkan dari Stasiun Citeko dengan
mengambil tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Berdasarkan data Curah hujan 9 tahun terakhir jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.380 sampai
3.686 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.948 mm, sedangkan total ETP evapotranspirasi potensial tahunan berkisar antara 1.068 sampai 2.106 mm dengan
rata-rata total ETP tahunan sebesar 1.463 mm. Fluktuasi curah hujan dan ETP tahunan dari tahun 1997 hingga 2005 disajikan pada Gambar 5.
500
Gambar 5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Tahunan Gambar 5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Tahunan
Megamendung Bogor. Megamendung Bogor.
Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tahunan periode 1997- 2005 lebih besar dari evapotranspirasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa di daerah
tersebut mempunyai iklim basah. Berdasarkan Bappenas, 2007 bahwa pada tahun 1997 dan 2002 terjadi banjir di wilayah hilir DAS Ciliwung. Akan tetapi curah hujan
pada tahun 1997 dan 2002 lebih rendah dibandingkan tahun – tahun lainnya. Hal ini berarti curah hujan tahunan tinggi tidak selalu menimbulkan banjir. Banjir lebih
disebabkan pada distribusi curah hujan temporl, yaitu berdasarkan curah hujan Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tahunan periode 1997-
2005 lebih besar dari evapotranspirasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa di daerah tersebut mempunyai iklim basah. Berdasarkan Bappenas, 2007 bahwa pada tahun
1997 dan 2002 terjadi banjir di wilayah hilir DAS Ciliwung. Akan tetapi curah hujan pada tahun 1997 dan 2002 lebih rendah dibandingkan tahun – tahun lainnya. Hal ini
berarti curah hujan tahunan tinggi tidak selalu menimbulkan banjir. Banjir lebih disebabkan pada distribusi curah hujan temporl, yaitu berdasarkan curah hujan
23
1000 500
000 500
000 500
000 500
000
J-97 J-98
J-99 J-00
J-01 J-02
J-03 J-04
J-05 Tahun
C u
ra h hu
ja n
m m
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500 5000
Ev ap
ot ra
ns pi
ra s
i m
m 5
4 4
3 3
2 2
1 TOTALCURAH HUJAN
TOTAL ETP
23
bulanan atau curah hujan harian. Jumlah rata-rata bulanan curah hujan dan evapotranspirasi di tampilkan pada Gambar 6.
bulanan atau curah hujan harian. Jumlah rata-rata bulanan curah hujan dan evapotranspirasi di tampilkan pada Gambar 6.
Curah hujan dan evapotranspirasi rata-rata bulanan di citeko
100 200
300 400
500 600
JAN FEB
MAR APR
MEI JUN
JUL AGU
SEP OKT
NOV DES
Bulan C
ur a
h h uj
a n
m m
100 200
300 400
500 600
E v
a p
ot ra
ns pi
ra s
i m
m
RATA CH RATA ETP
Gambar 6. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Rata-rata Bulanan Gambar 6. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Rata-rata Bulanan
Sub DAS Citeko, Cisarua dan Megamendung, Bogor Sub DAS Citeko, Cisarua dan Megamendung, Bogor
Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa bulan kering ditandai dengan jumlah curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensialnya, terjadi selama 4 bulan yaitu
Juni sampai bulan September yang berpotensi mengalami kekeringan. Bulan dengan jumlah curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Febuari yang berpotensi
terjadinya banjir di wilayah DAS Ciliwung. Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa bulan kering ditandai dengan jumlah
curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensialnya, terjadi selama 4 bulan yaitu Juni sampai bulan September yang berpotensi mengalami kekeringan. Bulan dengan
jumlah curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Febuari yang berpotensi terjadinya banjir di wilayah DAS Ciliwung.
4.2 Topografi 4.2 Topografi