Panjang, Kab. Bogor adalah menggunakan bak terpal terbuka, tampa pergantian air dan menggunakan padat penebaran 1 ekorliter dalam membesarkan ikan
maanvis dari ukuran kuku panjang tubuh sekitar 1,5 cm hingga ukuran S sekitar 2-3 cm atau M sekitar 3-4 cm. Masa produksi dengan sistem tersebut
berkisar antara 1-1,5 bulan .
Setiawan 2009 mencoba melakukan peningkatan produksi ikan manvis pada tahap pendederan dari ukuran 2-3 cm hingga ukuran
3-4 cm dengan padat penebaran 1, 2, dan 3 ekorliter dan menunjukkan hasil bahwa ikan maanvis dapat hidup dan berkembang sampai pada padat penebaran 3
ekorliter namun hanya dengan derajat kelangsungan hidupnya hanya 75. Sistem produksi yang digunakan adalah sistem pergantian air setiap harinya,
namun hasil produksi yang optimal tetap pada padat penebaran 1 ekorliter. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan padat penebaran
menurunkan parameter produksi berupa derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik specific growth rate, SGR dan pertumbuhan panjang
mutlak. Selain itu, peningkatan padat penebaran juga menurunkan kualitas media pemeliharaan.
2.1.4 Kualitas Ikan Maanvis
Hasil dari wawancara terhadap pelaku usaha ikan maanvis dari kawasan Parung Panjang, Kab. Bogor diketahui bahwa kualitas ikan maanvis ditentukan
oleh bentuk tubuh, sirip, dan warna ikan maanvis. Bentuk tubuh ikan maanvis yang bagus adalah seperti cakram dengan ukuran tinggi tubuh yang sama atau
lebih dari panjang standar tubuh ikan. Kualitas sirip yang baik pada ikan maanvis adalah sirip yang lurus tampa lekuk atau bengkok pada sirip dorsal, anal dan
ekor. Kualitas warna pada ikan maanvis ditentukan dengan semakin cerah warna tubuhnya, maka ikan yang kita budidayakan semakin berkualitas. Strain ikan
maanvis yang memiliki nilai jual tertinggi di Indonesia adalah ikan maanvis dengan ciri mata merah, dan corak tubuh keperakan seperti kulit jeruk, para
peminat ikan maanvis menyebut strain ini dengan nama Pearlscale atu “sisik perak”
.
2.2 Sistem Resirkulasi
Marcedes 2007 menyatakan bahwa teknologi budidaya sistem resirkulasi recirculating aquaculture system, RAS untuk budidaya ikan telah digunakan
untuk lebih dari tiga dekade. Penerapan teknologi ini mengurangi kebutuhan akan ruang dan kebutuhan air, sistem ini akan sangat berguna jika diterapkan pada
daerah-daerah yang mengalami kesulitan dengan sumberdaya lahan dan air seperti di daerah perkotaan.
Timmons et al. 2002 mengatakan bahwa sistem resirkulasi terdiri dari rangkaian yang terorganisir sedemikian rupa yang memungkinkan setidaknya
sebagian dari air yang berada di dalam wadah pemeliharaan mengalir meninggalkan wadah pemeliharaan untuk diolah dan kemudian digunakan
kembali dalam wadah pemeliharaan ikan yang sama atau wadah pemeliharaan ikan lainnya. Namun, penerapan sistem resirkulasi juga memiliki berbagai
kekurangan. Masalah yang paling sering muncul adalah penurunan kualitas air jika pengolahan air di dalam sistem ini tidak dikontrol dengan benar. Hal ini dapat
menyebabkan efek negatif pada pertumbuhan ikan, meningkatkan risiko penyakit menular, meningkatkan stres ikan, dan masalah lain yang terkait dengan kualitas
air yang mengakibatkan menurunnya produksi. Penurunan kualitas air dalam budidaya sistem resirkulasi yang merupakan
sistem budidaya tertutup dapat dilakukan dengan menggunakan proses filtrasi di dalam sistem. Menurut Spotte 1970 tiga jenis filtrasi di dalam sistem budidaya
tertutup adalah: biologis, mekanis, dan kimia. Filtrasi biologis didefinisikan sebagai mineralisasi bahan organik nitrogen, nitrifikasi dan denitrifikasi oleh
bakteri yang larut di dalam air dan melekat pada substrat di dalam filter. Filtrasi mekanis merupakan proses pemisahan secara fisik dan konsentrasi dari padatan
partikulat yang terlarut di dalam aliran air. Sedangkan filtrasi kimia merupakan pembersihan bahan umumnya terlarut atau organik, tetapi juga senyawa nitrogen
dan fosfor dari larutan pada tahap molekuler dengan cara penyerapan oleh substrat berpori atau langsung dengan oksidasi atau fraksinasi.
2.3 Parameter Kualitas Air di Wadah Resirkulasi
Menjalankan kegiatan budidaya ikan dengan kualitas air dibawah standar akan mengakibatkan menurunnya pendapatan dari kegiatan produksi. Penurunan
kualitas air dapat menjadi lethal, membuat ikan stres, dan menghasilkan penurunan kesehatan sehingga menurunkan laju pertumbuhan ikan. Selain itu
terdapat juga resiko penyebaran penyakit dan terjadi kematian massal. Menurut