Untuk burung yang dilindungi secara nasional menurut PP. No 7 tahun 1999 yang disajikan dalam Tabel 15 berikut :
Tabel 15 Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong menurut PP. No 7 tahun 1999
No. Nama Lokal Nama Ilmiah
Nama Inggris
1 Kuntul besar
Egretta alba Great egret
2 Kuntul kecil
Egretta garzetta Little egret
3 Raja udang meninting
Alcedo meninting Blue-eared Kingfisher
4 Raja udang biru
Alcedo coerulescens Small blue Kingfisher
5 Kipasan belang
Rhipidura javanica Pied fantail
6 Burung madu kelapa
Anthreptes malacensis Plian-throated Sunbird
7 Burung madu sriganti
Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird
Sumber : Data primer hasil penelitian diolah
Pada habitat lahan basah-Gumuk Winong spesies burung endemik pulau Jawa adalah Stachyris thoracica Tepus leher putih.
5.3.3 Kawasan High Conservation Value 2 HCV 2
High Conservation Value 2 merupakan kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal yang
berada di dalam unit pengelolaan, atau yang mempunyai unit pengelolaan didalamnya, dimana sebagian besar atau semua populasi spesies berada pada
pola-pola alami atau distribusi dan kelimpahan Daryatun et al, 2003. Hasil penelitian didapatkan ada tiga tempat tutupan lahan yang masih berupa
hutanvegetasi rapat yaitu di hutan Danyang dengan luasan 4,189 Ha, hutan Sumur Windu luasannya 54,728 Ha dan Bestik luasannya 5,473 Ha Gambar
12, hal. 39. Hutan Danyang dan hutan di Bestik dilihat dari citra klasifikasi Lansdsat 7
–ETM+ tahun 2004 Gambar 23 merupakan bagian dari hutan lindung yang berada di luar kawasan perkebunan yang lebih luas sehingga hutan Danyang
dan hutan Bestik termasuk ke dalam HCV 2. Dalam teori “biogeografi pulau”,
hutan Danyang dan hutan Bestik merupakan daratan bagian dari pulau yang besar. Pada hutan Danyang terdapat empat spesies pada margafamili
Pycnonotidae kutilang dibandingkan pada habitat hutan sumur windu yang hanya ada dua spesies pada margafamili Pycnonotidae, hal ini menandakan
kemungkinan secara lansekap hutan Danyang yang luasnya 4,189 Ha merupakan tepian hutan karena banyak spesies dari kutilang umumnya hidup
pada tepian hutan Meijaard et al , 2006
Penilaian lebih lanjut dilakukan tentang keberadaan spesies yang ada di hutan Danyang yang telah masuk HCV 2 di dapatkan bahwa ada spesies yang
masuk kategori keanekaragaman hayati yang penting secara global dan nasional yaitu spesies burung Spilornis cheela Elang ular bido, Aceros
undulatus Julang emas, Pavo muticus Merak hijau, dan Megalaima javensis Takur tulung-tumpuk yang masuk dalam daftar CITES Apendiks II
dan PP. No 7 tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia dan IUCN. Ada juga beberapa spesies burung yang masuk dalam daftar dilindungi secara
nasional menurut PP. No 7 tahun 1999, diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 16 berikut ini :
Tabel 16 Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang menurut PP. No 7 tahun 1999
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Nama Inggris
1 Pijantung kecil
Arachnotera longirostra Little Spiderhunter
2 Pijantung gunung
Arachnothera affinis Grey-breasred Spiderhunter
Sumber : Data primer hasil penelitian diolah
Pada habitat hutan Danyang spesies endemik yang ditemukan adalah Megalaima javensis Takur tulung-tumpuk. Selain itu, ditemukan satu spesies
burung migran yaitu Muscicapa dauurica Sikatan bubik. Spesies vegetasi yang dilindungi di hutan Danyang adalah spesies
Aleurites mollucana L Medic. kemiri menurut SK. Mentan No. 54KptsUm1972 dan Shorea sp. meranti menurut SK. Menhut N0.
261Kpts-IV1990 dan PP No 7 tahun 1999. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hutan Danyang selain merupakan kawasan HCV 2, juga merupakan
kawasan HCV 1 karena terdapat spesies yang dilindungi baik secara global maupun nasional.
Hutan Sumur Windu merupakan kawasan hutan yang terpisah dari tingkat lanskap hutan yang lebih luas di luar kawasan perkebunan yaitu hutan lindung
milik PERHUTANI. Hutan Sumur Windu adalah habitat yang terfragmentasi. Fragmentasi habitat dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar
dan kolonisasi. Banyak spesies burung pada daerah pedalaman hutan tidak dapat menyeberangi daerah terbuka karena adanya bahaya dimakan pemangsa
Primarck, 1998. Fragmentasi juga berakibat pada pengurangan jelajah dari hewan asli.
Teori “biogeografi pulau” menjelaskan hubungan antara luas area dengan jumlah spesies. Menurut Primarck 1998, diasumsikan bahwa penyempitan
habitat alami pada suatu pulau yang memiliki sejumlah spesies akan menyebabkan berkurangnya
jumlah spesies-spesiesnya. Hutan
yang terfragmentasi adalah sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan habitat rusak
atau habitat budidaya. Hutan sumur windu perlu dilindungi agar spesies- spesies burung dan vegetasi yang dilindungi disana tidak mengalami
kepunahan. Hutan Sumur Windu terdapat spesies vegetasi yang hampir sama dengan
yang ada di hutan Danyang, misalnya : Orophea sp1, Bischofia javanica Bl., Antidesma mentanum Bl., Macaranga gigantea, Heritria litoralis dan
sebagainya Lampiran 2 dan 3. Dilihat dari spesies kunci yang ada, di hutan Sumur Windu memiliki spesies kunci yang hampir sama dengan di hutan
Danyang yaitu Aceros undulatus Julang emas, Spilornis cheela Elang ular bido, Pavo muticus Merak hijau, Megalaima javensis Takur tulung
tumpuk dan Arachnotera affinis Pijantung gunung sehingga dapat dinyatakan sebagai HCV 2 karena hutan Sumur Windu merupakan bagian
integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas.
5.3.4 Kawasan High Conservation Value Areas 4 HCV 4