5.4 Bentuk Gangguan dan Kerusakan
Gangguan yang sering terjadi pada habitat adalah perburuan yang dilakukan oleh para penembak burung. Hal ini sangat berdampak dari
keberadaan burung di habitat tersebut. Informasi yang didapatkan dari masyarakat bahwa jumlah-jumlah burung yang ada sekarang jauh telah
berkurang dibandingkan ketika waktu dulu, ini disebabkan karena telah terjadi perburuan dan juga kerusakan pada habitatnya.
Kerusakan yang nampak sampai sekarang adalah pada lahan yang ditetapkan menjadi hutan cadangan, yang kini telah berubah menjadi semak
belukar karena terjadi penjarahan lahan. Bentuk gangguan lain adalah pencarian kayu bakar yang dilakukan masyarakat sebagai bahan bakar
pengolahan gula jawa pada hutan-hutan yang masih ada hutan Danyang, hutan Sumur Windu dan hutan milik Perum PERHUTANI. Dari pengamatan
secara langsung pencarian kayu bakar ini tidak hanya mencari kayu-kayu atau ranting kering tetapi juga mereka memotong pohon-pohon seukuran tiang
yang masih tegak berdiri. Hal ini biasa mereka lakukan ketika pagi hari dan sore hari. Bahkan setiap harinya mereka bisa mendapatkan kayu bakar tiap
orang sekitar 1 m
3
kayu dan dijual ke para pengusaha pengolah gula jawa ± Rp 25.000,00.
Menurut Darmawan 2006, rusaknya penutupan lahan yang bervegetasi pohon akan berdampak bagi kelangsungan hidup burung. Jenis burung yang
biasa memanfaatkan struktur vegetasi dan ruang tajuk akan kehilangan tempat untuk beraktivitas seperti makan istirahat, bermain. Hernowo 1985
menyatakan bahwa terdapatnya jenis burung disuatu habitat terkait dengan kondisi habitat, jenis burung, dan besarnya gangguan di tempat tersebut.
Kondisi habitat tersebut adalah tersedianya makanan, istirahat, berlindung, tidur dan bersarang.
Salah satu penyebab gangguan pada burung adalah terjadinya tekanan dan perubahan habitat burung. Hernowo et al. 1989 menyatakan bahwa akibat
penggunaan sumberdaya alam oleh manusia yang kurang memperhatikan aspek kelestarian menyebabkan merosotnya populasi burung di alam.
Sedangkan menurut Mackinnon et al. 1993 besarnya jumlah penduduk dan
meningkatknya tekanan terhadap eksploitasi terhadap semua sumberdaya yang memiliki nilai ekonomi, alam akan mengalami kemunduran. Hutan akan
didesak sampai ke puncak gunung dan burung-burung akan diburu untuk dimakan, untuk olahraga atau dijual.
Kebiasaan masyarakat sekitar yang mengembangkan lahan budidaya tidak memperhatikan kemiringan lereng, pembukaan lahan-lahan baru di lereng-
lereng bukit menyebabkan permukaan lereng terbuka tanpa pengaturan sistem tata air drainase yang seharusnya bisa menyebabkan adanya bencana tanah
longsor jika daerah tersebut terkena curah hujan yang tinggi. Menurut Suryolelono 2005 dalam Purnamasari 2007, pengaruh hujan
pada bagian lereng-lereng yang terbuka akibat aktivitas makhluk hidup terutama berkaitan dengan adanya budaya masyarakat saat ini dalam
memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan tata guna lahan, kurang memperhatikan pola-pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Penebangan hutan yang seharusnya tidak di perbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat
miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor.
5.5 Implementasi Terhadap Kebijakan Pengelolaan Kebun Kertowono bagian Kajaran.