Latar Belakang Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2011-2014

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank merupakan lembaga intermediasi antara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana surplus unit dengan pihak-pihak yang memerlukan dana deficit unit untuk kegiatan produktif dan konsumsi Ihsan, 2015:1. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, pasal 1 angka 7 dinyatakan bahwa Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut prinsip jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Dengan diberlakukannya Undang-Undang tersebut, perkembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi www.bi.go.id, diakses pada tanggal 1 Juli 2015 . 2 Seperti yang telah diketahui, perkembangan perbankan syariah di Indonesia saat ini berkembang sangat pesat. Pada awal perkembangannya, Bank Muamalat Indonesia BMI merupakan perbankan syariah pertama di Indonesia. BMI bisa bertahan dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia Tahun 1998. Dan dalam waktu yang singkat setelah krisis mereda, pada saat itulah BMI menjadi inspirasi terbentuknya perbankan syariah baru di Indonesia. Pertumbuhan ini semakin bisa diprediksi dengan ditandainya pertumbuhan cabang-cabang Bank Muamalat Indonesia BMI dan lahirnya bank-bank syariah baru atau cabang syariah pada bank umum di Indonesia. Pertumbuhan perkembangan perbankan syariah dan cabang syariah pada bank umum dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1 Pertumbuhan Perbankan Syariah di Indonesia Sumber: Statistik Perbankan Syariah, 2015 Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah kantor Bank Umum Syariah di Indonesia Tahun 2014 mengalami peningkatan yang sangat pesat menjadi 2145 kantor. Pesatnya pertumbuhan ini harus diseimbangi dengan peningkatan Indikator 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Bank Umum Syariah - Jumlah Bank 6 11 11 11 11 12 - Jumlah Kantor 711 1215 1401 1745 1998 2145 Unit Usaha Syariah - Jumlah Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS 25 23 24 24 23 22 - Jumlah Kantor 287 262 336 517 590 320 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah - Jumlah Bank 138 150 155 158 163 163 - Jumlah Kantor 225 286 364 401 402 439 3 kinerja keuangan secara optimal dan pengelolaan manajemen untuk memperoleh profitabilitas secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perbankan tersebut dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan tetap memberikan kepercayaan penuh terhadap nasabahnya. Profitabilitas atau kemampuan memperoleh laba adalah suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima. Kemampuan bank dalam memperoleh laba profitabilitas tercermin pada laporan keuangan bank. Ukuran profitabilitas pada industri perbankan yang digunakan pada umumnya adalah Return on Asset ROA dan Return on Equity ROE. Return on Asset ROA menggambarkan profitabilitas dari segi aset yang dimiliki bank. Apabila Return On Asset ROA meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham Husnan, 1998. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan Return on Asset ROA sebagai indikator untuk mengukur tingkat profitabilitas bank. Profitabilitas juga dipakai untuk mengukur kesuksesan manajemen dalam menghasilkan laba atau keuntungan dari operasi usaha bank. Berikut adalah grafik perkembangan profitabilitas dengan Return on Asset ROA pada perbankan syariah di Indonesia. 4 Gambar 1.1 Grafik Perkembangan ROA Sumber: Data diolah, Statistik Perbankan Syariah, 2015 Dari Gambar 1.1 dapat dijelaskan bahwa dari sisi profitabilitas, perkembangan ROA mengalami peningkatan sebesar 0,35 di tahun 2012 dan terjadi penurunan yang cukup signifikan sebesar 1,2 pada tahun 2014. Penurunan ini disebabkan karena mengingat kemampuan menghasilkan pendapatan perbankan selain dari kegiatan penyaluran dana masih relatif terbatas. Dan semakin tinggi nilai ROA, maka semakin tinggi kemampuan suatu bank dalam menghasilkan laba atau profitabilitas, maka diasumsikan semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang kompetitif dan kesehatan bank tersebut akan tetap stabil. Berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10SEOJK.032014, bank wajib memelihara, memperbaiki, dan meningkatkan tingkat kesehatannya dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan Manajemen Risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya termasuk melakukan penilaian sendiri self assessment secara berkala terhadap tingkat kesehatannya dan mengambil langkah-langkah perbaikan secara efektif. Bank 5 yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan. Jika bank tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka bank tersebut dapat dikatakan menjadi bank yang tidak sehat. Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan, yang bertugas sebagai pengawas dalam sektor keuangan. Kesehatan Bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja Bank merupakan sarana bagi otoritas pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap Bank. Selain itu, kesehatan Bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola manajemen, dan masyarakat pengguna jasa Bank Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8POJK.032014. Dan peraturan tersebut telah disempurnakan kembali menjadi penilaian tingkat kesehatan bank dengan pendekatan berdasarkan risiko Risk-based Bank Rating, yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8POJK.032014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang diikuti dengan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10SEOJK.032014 6 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Risk-based Bank Rating RBBR adalah metode penilaian kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan risiko. Penilaian tingkat kesehatan bank ini juga dikenal dengan metode RGEC Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings dan Capital. Penilaian tingkat kesehatan ini mencakup penilaian terhadap empat faktor yaitu Risk Profile Profil Risiko, Good Corporate Governance GCG, Earnings Rentabilitas, dan Capital Permodalan. Penilaian ini dianggap dapat mewakili secara keseluruhan terhadap kesehatan suatu perbankan. Dalam penilaian profil risiko, dilakukan analisis dan penerapan peringkat risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko. Penilaian risiko inheren merupakan penilaian atas risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko reputasi, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, risiko investasi dan risiko imbal hasil 2 risiko terakhir khusus perbankan syariah. Semakin rendah urutan peringkat faktor profil risiko, maka semakin rendah risiko yang dihadapi Bank Umum Syariah. Untuk terus menjaga kepercayaan para nasabahnya, bank juga wajib menyampaikan laporan Self Assessment atas penerapan Good Corporate Governance GCG kepada Bank Indonesia setiap tiga bulan setelah berakhirnya tahun penilaian akhir maret. Hal ini dibutuhkan untuk menghasilkan peringkat komposit Tingkat Kesehatan Bank. 7 Penerapan GCG akan menurunkan cost of capital, meningkatkan ROE, efisiensi dan perlakuan yang sama terhadap semua stakeholders, meskipun arah hubungannya tidak terlalu jelas Claessens, 2006. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Adil Tobing, Yandra Arkeman, Bunasor Sanim, dan R. Nunung Nuryartono 2013, di mana hasilnya penerapan GCG berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Earnings atau rentabilitas bank terdiri dari kinerja operasional dan profitabilitas. Kinerja operasional merupakan kemampuan bank dalam mengatur biaya dan pendapatan operasional yang dimilikinya. Rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional suatu bank adalah rasio perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional BOPO. Melalui rasio ini, maka dapat diukur apakah manajemen bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan efektif dan efisien. Berikut adalah grafik perkembangan BOPO pada perbankan syariah di Indonesia. Gambar 1.2 Grafik Perkembangan BOPO Sumber: Data diolah, Statistik Perbankan Syariah, 2015 8 Dari Gambar 1.2 dapat dijelaskan bahwa Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional BOPO perbankan syariah dalam periode laporan menunjukkan peningkatan yang cukup fluktuatif. Pada BUS dan UUS, biaya operasional pada pendapatan operasional per Desember 2012 tercatat menurun 3,44 dan per Desember 2014 tercatat meningkat sebesar 1,07. Perkembangan biaya tersebut mencerminkan adanya peningkatan efisiensi kegiatan operasional perbankan syariah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mario Christiano, Parengkuan Tommy, dan Ivonne Saerang 2014, dimana pada penelitian yang mereka lakukan disimpulkan bahwa efisiensi operasi BOPO berpengaruh signifikan terhadap Return on Asset. Hal ini berarti tingkat efisiensi bank dalam menjalankan operasinya berpengaruh terhadap tingkat pendapatan atau earning yang dihasilkan oleh bank tersebut. Pada dasarnya, rentabilitas suatu bank sangat dipengaruhi oleh permodalan dalam perbankan tersebut. Permodalan ini tertuang dalam kecukupan modal bank yaitu pada Capital Adequacy Ratio CAR. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung risiko kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut dibiayai dari modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 1015PBI2008 pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8 dari aset tertimbang menurut risiko ATMR. Berikut adalah pertumbuhan CAR perbankan syariah di Indonesia. 9 Gambar 1.3 Grafik Perkembangan CAR Sumber: Data diolah, Statistik Perbankan Syariah, 2015 Pada Gambar 1.3 terlihat bahwa kapasitas permodalan bank dalam mengantisipasi risiko risk bearing capacity yang tercermin dari jumlah modal inti menurun sebesar 2,5 pada tahun 2012. Di sisi lain pertumbuhan CAR Bank Umum Syariah meningkat dari 14,13 pada tahun 2012 menjadi 14,42 pada akhir tahun 2013. CAR tersebut mengindikasikan tingkat ketahanan risiko yang masih cukup memadai mengingat masih melebihi standar CAR sebesar 8. Dan dapat dikatakan bahwa Capital Adequacy Ratio CAR sangat berpengaruh dalam meningkatkan profitabilitas bank ROA. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Mario Christiano, Parengkuan Tommy, dan Ivonne Saerang 2014, hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa CAR mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return on Asset. Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan pada ulasan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia Periode Tahun 2011-2014 ”. 10

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Analisis Tingkat Kesehatan Bank Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode 2012-2014.

0 2 16

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC PADA BANK BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode Rgec Pada Bank BUMN Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2012.

0 1 14

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC PADA BANK BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode Rgec Pada Bank BUMN Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2012.

0 2 15

PENGARUH PEMBIAYAAN BERMASALAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2011 - 2014.

3 15 36

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN RGEC PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE 2011-2013.

0 4 114

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN RGEC PADA PT BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH PERIODE 2012-2014 - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

PENGARUH PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE RGEC TERHADAP PROFITABILITAS (ROA) BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA PERIODE 2011-2014

0 1 19

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CAMELS DAN RGEC (Studi pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2014)

0 0 21

ANALISIS PERBANDINGAN TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CAMELS DAN RGEC (Studi pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2014)

0 0 21

HALAMAN PERSETUJUAN ANALISIS PENGARUH FAKTOR MAKRO EKONOMI DAN KARAKTERISTIK BANK TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA (PERIODE 2011 - 2014)

0 0 17