26 Tabel 2 Kordinat titik-titik pengamatan.
No. Lokasi
Kordinat Lintang
Bujur 1
Pramuka PR 1, 3 S 05
o
44 59.4 E 106
o
37 07.7
2
Pramuka PR 2, 4 S 05
o
44 20.7 E 106
o
36 58.3 3
Semak Daun SD1, 3 S 05
o
43 57.4 E 106
o
34 16.3 4
Semak Daun SD 2, 4 S 05
o
44 04.9 E 106
o
33 49.5 5
Panggang PG 1, 3 S 05
o
44 05.9 E 106
o
36 34.7 6
Panggang PG 2, 4 S 05
o
44 39.2 E 106
o
35 09.8 7
Untung Jawa UJ 1 S 05
o
58 25.5 E 106
o
42 26.1 8
Untung Jawa UJ 2 S 05
o
58 38.5 E 106
o
42 45.5 9
Kayu Angin KA 1, 3 S 05
o
36 22.5 E 106
o
34 08.7 10
Kayu Angin KA 2, 4 S 05
o
36 27.3 E 106
o
33 57.2 11
Belanda BL 1, 3 S 05
o
36 15.2 E 106
o
36 08.9 12
Belanda BL 2, 4 S 05
o
36 23.2 E 106
o
36 18.3
3.3 Bahan dan Alat
Pengambilan data parameter lingkungan, ikan herbivor, makroalga dan karang keras di lapangan memerlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung agar
mendapatkan hasil yang optimal. Untuk itu, digunakanlah beberapa peralatan dan bahan sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian.
Bahan dan Alat Spesifikasi
Kegunaan
Peralatan Dasar Selam Masker, snorkel
dan fin Melakukan manta tow Peralatan SCUBA
Self Contain Underwater
Breathing Aparatus BCD, regulator, weight
belt , tabung udara
kapasitas 3000 Psi
Melakukan pengamatan, pencacahan data dalam air
Transek kuadrat 1 m x 1 m Gambar 9
Pipa paralon PVC ¼ inch
Mengukur tutupan karang keras dan makroalga sampai tingkat
genus
Kamera bawah air Nikon D-80 dengan
housing , lensa wide 10 –
24 mm, f:3.5 – 4.5
Memotret kondisi karang keras dan makrolaga untuk dianalisis
dengan CPCe
Roll meter
Menandai jarak pengamatan
Sabak Kertas new top dan
triplek ukuran kertas A4
Mencatat data dalam air dengan pensil 2B
Seichi disk
Mengukur kecerahan perairan
Floating drough
Mengukur kecepatan arus
Thermometer
Mengkur suhu permukaan air
Botol sampel Ukuran 300 ml dan 600
ml
Mengkur parameter kimia perairan
27
3.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang memerlukan adanya analisis yang saling terkait antara kondisi lingkungan dengan tutupan jenis makroalga dan
tutupan karang keras, kondisi ikan herbivor dengan tutupan makroalga, pembentukan asosiasi antara karang keras dengan makroalga dan analisis peran
lingkungan dan ikan herbivor terhadap pemenentukan asosiasi, serta menganalisis rekomedasi pengelolaan ekosistem terumbu karang.
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Pengamatan parameter lingkungan
Pengamatan parameter lingkungan dilakukan di permukaan air laut 0 – 50 cm dengan cara in-situ dan analisis laboratorium. Pengukuran in-situ yang
dilakukan adalah pengukuran suhu perairan, kecerahan dan kecepatan arus. Selanjutnya dilakukan pengambilan sampel air untuk pengukuran parameter kimia
500 ml dan parameter fisika 300 ml. Parameter kimia yang diukur adalah salinitas, derajat keasaman pH, nitrat NO
3
–N dan Ortopospat PO
4
-P. Sedangkan parameter fisika yang diukur adalah kekeruhan.
3.5.2 Pengamatan ikan herbivor
Pengamatan ikan karang dilakukan dengan metode sensus visual berdasarkan Dartnal dan Jones 1986. Metode ini merupakan salah satu metode
yang umum digunakan dalam survei pengamatan ikan-ikan karang dan telah disepakati menjadi metode baku dalam pengamatan ikan-ikan karang secara
kuantitatif di ASEAN pada waktu lokakarya ASEAN-Australia Cooperative Program on Marine Science bulan Agustus-Oktober 1985 di Australian Institute
of Marine Science. Metode ini secara garis besar hampir sama dengan metode Line Intersept
Transect LIT dimana roll meter sepanjang 50 m dibentangkan sejajar dengan
garis pantai berlawanan dengan arah arus Gambar 11. Pencatatan data dilakukan dialam air dengan menggunakan sabak, kemudian dicatat spesies ikan
yang ditemukan. Pencatatan data dilakukan dengan jarak pandang sejauh 5 m ke kiri dan 5 m ke kanan serta pandangan ke depan sejauh yang terlihat. Selama
pengamatan tidak diperbolehkan untuk pengulangan data yang akan membuat data tersebut menjadi tidak valid.
Disamping itu, kecepatan renang dalam pengamatan perlu diatur sedemikian rupa santai dan tidak terburu
pengamatan ikan karang ditabulasikan berdasarkan jenis dan frekuensi ditemukannya pada transek pengamatan.
sebagaimana disajikan pada Tabel
Gambar 11 Pencatatan data kelimpahan Census
English Tabel 4 Pengelompokan ikan herbivor
No. Kelompok
1. Semua Ikan Herbivor
TOT 2.
Famili Scaridae SCAR
3. Famili Pomacentridae
POM 4.
Famili Siganidae SIGA
3.5.3 Pengamatan makroalga dan karang keras
Metode yang digunakan untuk mengamati keras adalah modifikasi transek garis dan transek kuadrat Rogers
Pada setiap titik pengamatan di sejajar dengan garis pantai
dan tumbuhan yang beranekaragam sepanjang garis pantai. pengamatan tidak diperbolehkan untuk menengok kebelakang, karena akan
pengulangan data yang akan membuat data tersebut menjadi tidak valid. Disamping itu, kecepatan renang dalam pengamatan perlu diatur sedemikian rupa
rburu-buru untuk mendapatkan hasil yang baik. Hasil pengamatan ikan karang ditabulasikan berdasarkan jenis dan frekuensi
ditemukannya pada transek pengamatan. Hasil sensus jenis ikan dikelompokkan sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Pencatatan data kelimpahan ikan herbivor dengan Underwater English et al. 1994.
Pengelompokan ikan herbivor Williams Pollunin 2001
Keterangan
Semua Ikan Herbivor jumlah total seluruh jenis ikan herbivor
ditemukan di lokasi penelitian
Famili Scaridae SCAR jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari
famili Scaridae yang ditemukan di lokasi penelitian
Famili Pomacentridae jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari
famili Pomacentridae yang ditemukan di lokasi penelitian
Famili Siganidae SIGA jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari
famili Siganidae yang ditemukan di lokasi penelitian
makroalga dan karang keras
Metode yang digunakan untuk mengamati tutupan makroalga dan adalah modifikasi transek garis dan transek kuadrat Rogers et al.
Pada setiap titik pengamatan di letakkan transek garis sepanjang lima puluh meter Gambar 12. Hal ini dilakukan karena kondisi hewan
dan tumbuhan yang beranekaragam sepanjang garis pantai. Kemudian di masing 28
karena akan terjadi pengulangan data yang akan membuat data tersebut menjadi tidak valid.
Disamping itu, kecepatan renang dalam pengamatan perlu diatur sedemikian rupa . Hasil
pengamatan ikan karang ditabulasikan berdasarkan jenis dan frekuensi Hasil sensus jenis ikan dikelompokkan
Underwater Visual
jumlah total seluruh jenis ikan herbivor yang
jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari famili Scaridae yang ditemukan di lokasi
jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari Pomacentridae yang ditemukan di
jumlah total seluruh jenis ikan herbivor dari famili Siganidae yang ditemukan di lokasi
tutupan makroalga dan karang et al.
1994. letakkan transek garis sepanjang lima puluh meter
. Hal ini dilakukan karena kondisi hewan Kemudian di masing-
masing transek garis tersebut di letakkan transek kuadrat berukuran 1 x 1 m Gambar 13 untuk diambil fotonya untuk dianalisis lebih lanju
di letakkan sebanyak dua puluh kali ulangan di empat titik pada meter.
Gambar 12 Metode pengamatan terumbu karang dengan transek kuadrat
Gambar Analisis Struktur Lifeform
2001; Diaz-PullidoMcCook 2008 mengamati tutupan karang keras dan makroalga
analisis perbedaan bentuk-bentuk perumbuhan biota penyusun ekosistem karang yang merupakan gambaran struktur komunitas dan kond
ditempatinya sebagimana disajikan dalam masing transek garis tersebut di letakkan transek kuadrat berukuran 1 x 1 m
untuk diambil fotonya untuk dianalisis lebih lanjut. Transek tersebut di letakkan sebanyak dua puluh kali ulangan di empat titik pada interval sepuluh
Metode pengamatan terumbu karang dengan transek kuadrat
Gambar 13 Transek kuadrat 1 x 1m. Struktur Lifeform Chabanet et al. 1997; Williams
PullidoMcCook 2008 merupakan pedoman yang digunakan untuk tutupan karang keras dan makroalga. Metode ini didasarkan pada
bentuk perumbuhan biota penyusun ekosistem karang yang merupakan gambaran struktur komunitas dan kondisi habitat yang
ditempatinya sebagimana disajikan dalam Tabel 5. 29
masing transek garis tersebut di letakkan transek kuadrat berukuran 1 x 1 m t. Transek tersebut
interval sepuluh
Metode pengamatan terumbu karang dengan transek kuadrat.
Pollunin merupakan pedoman yang digunakan untuk
. Metode ini didasarkan pada bentuk perumbuhan biota penyusun ekosistem terumbu
isi habitat yang
30 Tabel 5 Penggolongan komponen benthic penyusun ekosistem terumbu karang
berdasarkan lifeform karang dan kode yang digunakan Chabanet et al. 1997;WilliamsPollunin 2001; Diaz-PullidoMcCook 2008
Kategori Kode
Kategori Kode
Karang Keras KK
Makroalga
Bercabang Branching BRA
Crustose Algae
CA Mengerak Encrusting
ENC Red Algae
RED Massive
MAS Green Algae
GRN Meja Tabulate
TAB Brown Algae
BRO Jamur Mushroom
MSR Biotik Lainnya
Foliose FLS
Non Karang Keras NKK
Makroalga Abiotik
Turf Algae TA
Karang Mati dengan Alga DCA
Fleshy Algae FA
Pasir P
Rubble R
3.6 Analisis Data
3.6.1 Kelimpahan ikan herbivor
Kelimpahan ikan karang dihitung dengan mencacah jumlah ikan yang ditemukan dibagi dengan luasan area transek English et al. 1994.
Keterangan : X : Kelimpahan ikan karang
xi : Jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan ke-i n : Luas transek pengamatan 50 x 5 m = 250 m
2
3.6.2 Indeks keanekaragaman ikan herbivor
Indeks keanekaragaman adalah indeks yang menunjukan banyak tidaknya jenis individu yang ditemukan pada suatu lokasi perairan. Keanekaragaman
spesies merupakan ukuran keheterogenan spesies dalam komunitasnya. Keanekaragaman ikan karang dihitung dengan menggunakan Indeks
Keanekaragaman Shannon-Winner Krebs 1989, yaitu :
∑
n 1
= i
pi ln
pi -
= H
∑
=
=
n i
i
n X
x
1
31 Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman pi = Proporsi jumlah individu spesies ke-I terhadap jumlah
individu total =niN ni = Jumlah individu genera ke-i
N = Jumlah total individu n = Jumlah genera
i = 1,2,3, ... , n
Nilai keanekaragaman semakin besar dengan semakin banyaknya genera yang terdapat dalam contoh. Jika H’ = 0 maka komunitas terdiri dari satu genera
atau spesies jenis tunggal. Nilai H’ akan mendekati maksimum jika semua spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas.
3.6.3 Persentase tutupan karang keras dan makroalga
Kondisi terumbu karang dapat diduga melalui pendekatan persentase penutupan karang keras hidup di ekosistem terumbu karang sebagaimana yang
dijelaskan oleh Gomez dan Yap 1988. Semakain kecil persentase penutupan karang hidup yang diperoleh maka makin sedikit pula asosiasi terumbu karang
yang hidup di dalamnya. Persentase penutupan karang keras diolah dengan menggunakan program lunak Coral Point Count with Excell extension CPCe
yang dikembangkan oleh Kohler dan Gill 2006.
3.6.4 Pengelompokan parameter lingkungan dan ikan herbivor
Distribusi parameter lingkungan dan ikan herbivor dalam hubungannya dengan tutupan makroalga dan karang keras dianalisis menggunakan analisis
komponen utamaPrincipal Component Analysis AKUPCA pada variabel lingkungan yang telah distandarkan n lingkungan =12; n ikan herbivor = 22.
Kemudian hasil komponen utama tersebut dikelompokkan dengan analisis kelompok metode non-hierarki K-means dengan menggunakan data kordinat
masing-masing komponen utama pada sumbu n lingkungan = 3; n ikan herbivor = 2. Cosinus kuadrat dari AKUPCA digunakan untuk memberikan informasi
mengenai kontribusi variabel pada kelompok yang terbentuk. Dengan demikian didapatkan kelompok habitat yang memiliki karakteristik lingkungan tertentu.
32
3.6.5 Analisis hubungan antara lingkungan dengan makroalga
Kelompok lingkungan yang terbentuk dari hasil analisis kelompok dihubungkan dengan tutupan makroalga di masing-masing kelompok. Prosedur
ANOVA satu arah digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata tutupan makrolga antar kelompok lingkungan tersebut. Perbedaan rata-rata tutupan makroalga di
kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat menggambarkan peran parameter lingkungan terhadap tutupan makroalga. Rata-rata tutupan makroalga lebih kecil
dibandingkan dengan standar deviasinya maka dilakukan transformasi data dengan log-transform. Hal ini dilakukan untuk menormalkan data karena adanya
outlier. Untuk pengolahannya analisis ini dibantu dengan perangkat lunak SPSS
versi 17 .
3.6.6 Analisis hubungan antara lingkungan dengan karang keras
Kelompok lingkungan yang terbentuk dari hasil analisis kelompok dihubungkan dengan tutupan karang keras di masing-masing kelompok. Prosedur
ANOVA satu arah digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata tutupan karang keras antar kelompok lingkungan tersebut. Perbedaan rata-rata tutupan karang
keras di kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat menggambarkan peran parameter lingkungan terhadap tutupan karang keras. Untuk pengolahannya,
analisis ini dibantu dengan perangkat lunak SPSS versi 17.
3.6.7 Analisis hubungan antara ikan herbivor dengan makroalga
Kelompok parameter ikan herbivor yang terbentuk dari hasil analisis kelompok dihubungkan dengan tutupan makroalga di masing-masing kelompok.
Prosedur ANOVA satu arah digunakan untuk melihat perbedaan rata-rata tutupan makrolga antar kelompok ikan herbivora tersebut. Perbedaan rata-rata tutupan
makroalga di kelompok-kelompok tersebut diharapkan dapat menggambarkan peran parameter ikan herbivor terhadap makroalga. Rata-rata tutupan makroalga
lebih kecil dibandingkan dengan standar deviasinya maka dilakukan transformasi data dengan log-transform. Hal ini dilakukan untuk menormalkan data karena
adanya outlier.Untuk pengolahannya, analisis ini dibantu dengan perangkat lunak SPSS versi 17
.
33
3.6.8 Analisis hubungan antara karang keras dengan makroalga
Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk melihat bentuk asosiasihubungan antara tutupan karang keras dengan tutupan makroalga.
Analisis ini dipilih karena hanya dua parameter yang berasosiasi yaitu tutupan karang keras dan makroalga. Asosiasi antara karang keras dengan makroalga
melibatkan pemakaian tempat oleh kedua organisme tersebut. Karang keras yang memiliki pertumbuhan lebih lambat dibandingkan makroalga menjadikan karang
keras sebagai dependent variabel dan makroalga sebagai independent variabel. Hasil analisis ini adalah model persamaan matematis yang dapat menggambarkan
pengaruh tutupan makroalga terhadap tutupan karang keras. Rata-rata tutupan makroalga lebih kecil dibandingkan dengan standar deviasinya maka dilakukan
transformasi data dengan log-transform. Hal ini dilakukan untuk menormalkan data karena adanya outlier. Untuk pengolahannya, dibantu dengan perangkat
lunak Microsoft Excell 2007.
3.6.9 Bentuk asosiasi antara karang keras dengan makroalga
Tiga tipe pertumbuhan karang keras massive, branching dan encrusting dikelompokan berdasarkan nilai tengah-tengah median dari data yang
diobsevasi. Data tersebut disusun mulai dari urutan yang terkecil sampai yang terbesar, karena data observasi berjumlah genap maka diambil dua data di tengah-
tengah kemudian di bagi dua. Median merupakan alat deskripsi yang baik untuk distribusi data yang tidak normal. Median sering untuk memperbaiki harga rata-
rata yang terdapat dalam sekelompok data yang ekstrem harganya, sehingg kurang mewakili sebagai ukuran gejala pusat Usman Akbar 2006.
Analisis faktorial koresponden digunakan untuk melihat asosiasi dari tipe pertumbuhan lifeform karang keras yang telah dikelompokan berdasarkan
median datanya dengan kelompok fungsi makroalga turf algae, fleshy algae dan crustose algae
. Analisis ini didasarkan pada matriks data i baris stasiun pengamatan bentuk lifeform dan j kolom kelompok makroalga, dimana tutupan
makroalga dan stasiun pengamatan atau modalitas lifeform i untuk kelompok alga j, terdapat pada baris ke-i dan ke-j Bengen 2000. Dengan demikian matriks data
ini merupakan tabel kontingensi kelompok alga dengan stasiun pengamatan dan
34 kelompok alga dengan modalitas karakteristik kelompok bentuk pertumbuhan
karang keras. Perhitungan untuk analisa data ini dibantu dengan menggunakan perangkat lunak STASTICA 7.
3.6.10 Indeks asosiasi antara karang keras dengan makroalga
Asosiasi antar 2 jenis organisme dapat diukur dengan menggunakan indeks asosiasi. Indek asosiasi antara lifeform karang keras dengan kelompok fungsi
makroalga dihitung dengan menggunakan Indek Oichai Bengen 2000, yaitu :
Keterangan : IO
: Indeks Oichai a
: Kehadiran lifeform dan kelompok makroalga b
: Kehadiran lifeform saja c
: Kehadiran kelompok makroalga
3.6.11 Analisis peran lingkungan dan ikan herbivor pada pembentukan
asosiasi karang keras dengan makroalga
Untuk melihat peran parameter-parameter lingkungan dan parameter- parameter ikan herbivora terhadap pembentukan asosiasi antara karang keras
dengan makroalga digunakan analisis regresi berganda. Pembentukan asosiasi antara makroalga dengan karang keras melibatkan parameter-parameter penyusun
karang keras dan makroalga dan digambarkan dengan satu nilai derajat asosiasi indeks asosiasi. Parameter kunci dari kelompok lingkungan dan kelompok ikan
herbivor yang terbentuk tersebut dapat mempengaruhi nilai dari indeks asosiasi tersebut. Dengan demikian, indeks asosiasi merupakan dependent variabel,
sedangkan parameter kunci kelompok lingkungan dan ikan herbivor merupakan independent variable
. Hasil analisis ini adalah model persamaan matematis yang dapat menggambarkan peran lingkungan dan ikan herbivor terhadap asosiasi.
Untuk pengolahannya, dibantu dengan perangkat lunak SPSS versi 17. c
a b
a +
+ +
a =
IO
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Lingkungan Perairan
4.1.1 Parameter fisika dan kimia
Parameter suhu di lokasi penelitian berkisar antara 28.00 – 30.00 C dengan
rata-rata 29.18 C Gambar 14. Nilai suhu terendah pada stasiun Kayu Angin
sebesar 28.00 C dan tertinggi pada stasiun Panggang sebesar 30.00
C. Kisaran suhu di perairan ini masih mendukung kelangsungan hidup organisme di
ekosistem terumbu karang dengan suhu optimal 26.00 – 29.50 C Nybakken
1992.
Gambar 14 Hasil pengukuran parameter suhu.
Kisaran nilai parameter pH dilokasi pengamatan adalah 8.20 – 8.40. Nilai pH relatif rendah pada lokasi Panggang sebesar 8.20 dan tinggi pada lokasi
Pramuka yaitu sebesar 8.40 Gambar 15. Kisaran parameter pH ini menunjukkan kondisi perairan masih dalam batas normal untuk kelangsungan hidup suatu
organisme perairan. Kisaran ini sesuai dengan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 in Mukhtasor 2007 tentang baku mutu pH untuk kehidupan organisme laut yaitu
sebesar 7.00 – 8.50. Selain itu, hasil pengamatan ini menunjukan bahwa kondisi perairan cenderung bersifat basa. Kondisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan
organisme laut, terutama pada organisme yang berfotosintesis seperti alga dan fitoplankton Mukhtasor 2007. Turunnya jumlah energi hasil fotosintesis oleh
produsen menyebabkan pasokan energi bagi konsumen juga berkurang.
20,00 22,00
24,00 26,00
28,00 30,00
UntungJawa Pramuka Panggang
Semak Daun
Belanda Kayuangin
Suhu 0C
Stasiun Pengamatan
36
Gambar 15 Hasil pengukuran parameter pH. Hasil pengukuran salinitas dilokasi pengamatan berkisar antara 30.50
00
sampai dengan 32.00
00
. Lokasi Untung Jawa memiliki salinitas relatif rendah sebesar 30.50
00
sedangkan Panggang dan Semak Daun memiliki salinitas relatif tinggi sebesar 32.00
00
Gambar 16. Hasil pengamatan parameter salinitas di
lokasi penelitian masih dalam batas normal bagi kehidupan organisme di ekosistem terumbu karang. Kisaran salinitas yang baik untuk kehidupan
ekosistem terumbu karang adalah 32.00 – 35.00
00
Nybakken 1992, namun pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat tergantung pada
kondisi perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti run-off, badai, dan hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa sampai dari 17.50 – 52.50
00
Supriharyono 2007. Kasjian Juwana 2009 menambahkan bahwa terumbu karang dapat hidup pada sainitas air yang tetap diatas 30.00
00
tetapi dibawah 35.00
00
. Perairan Teluk Jakarta yang berada di bawah pengaruh 13 sungai yang
memuntahkan muatannya ke dalam teluk ini dan perairan di sekitarnya menyebabkan rendahnya niai kisaran salinitas di lokasi penelitian. Selanjutnya,
penelitian yang dilakukan oleh Wouthuyzen et al. 2008 menambahkan bahwa selain pengaruh sungai, faktor meteorologi hari, curah hujan dan kecepatan
angin turut mempengaruhi rendahnya nilai salinitas di perairan Kepulauan Seribu.
7,00 7,50
8,00 8,50
9,00
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun Belanda
Kayuangin
pH
Stasiun Pengamatan
37
Gambar 16 Hasil pengukuran parameter salinitas.
Kisaran kecepatan arus di lokasi penelitian adalah 0.01 – 0.13 mdtk dengan rata-rata arus 0.06 mdtk dengan arah menuju ke barat. Kecepatan arus tertinggi
di Untung Jawa sebesar 0.13 mdtk dan terendah adalah lokasi Semak Daun sebesar 0.04 mdtk Gambar 17a. Kontribusi arus terhadap ekosistem terumbu
karang yaitu dengan tetap menjamin aliran massa air yang mengandung nutrien dan mengurangi tingkat sedimentasi. Hasil pengamatan parameter kekeruhan
berkisar antara 0.42 NTU sampai dengan 0.92 NTU. Untung Jawa memiliki tingkat kekeruhan yang tinggi dengan nilai 0.92 NTU dan terendah adalah
Belanda dengan nilai 0.42 NTU Gambar 17b. Parameter kecepatan arus dan kekeruhan di lokasi Untung Jawa
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi penelitian lainnya. Kecepatan arus mempengaruhi densitas massa air yang masuk ke laut
sehingga semakin tinggi kecepatan arus maka semakin banyak massa air yang dibawanya khususnya massa air yang membawa sedimen dan nutrien dari daratan
Nontji 2007. Lokasi Untung Jawa yang dekat dengan daratan terus-menerus mendapatkan pasokan sedimen yang menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan di
lokasi ini. Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat membuat organisme laut mengeluarkan energi lebih untuk menghalau sedimen yang masuk Supriharyono
2007 sehingga energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan berkurang. Akibat dari berkurangnya energi untuk tumbuh tersebut maka organisme laut tersebut
memilih untuk pergi atau mati. Bagi hewan-hewan yang bersifat bergerak mobile seperti ikan herbivor dapat pergi untuk mencari lingkungan yang lebih
29,00 29,50
30,00 30,50
31,00 31,50
32,00
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun Belanda
Kayuangin
Salinitas 000
Stasiun Pengamatan
38 baik, namun bagi hewan yang bersifat menetap sessile seperti karang dan
makroalga cenderung mati.
Gambar 17 Hasil pengukuran parameter fisika arus a dan kekeruhan b.
4.1.2 Nutrien
Senyawa fosfor dalam bentuk ortofosfat PO
4 -
_P di lokasi penelitian berkisar antara 0.01 – 0.03 mgl. Kandungan ortofosfat terendah terdapat pada
lokasi pengamatan Panggang sebesar 0.01 mgl sedangkan kandungan ortofosfat tertinggi terdapat pada stasiun Belanda sebesar 0.03 mgl Gambar 18a. Selain
senyawa fosfor unsur hara lainnya yang juga memiliki peran penting bagi kehidupan organisme di laut adalah senyawa nitrogen. Senyawa dalam bentuk
nitrat NO
3 -
_N dilokasi penelitian berkisar antara 0.04 – 0.08 mgl. Lokasi Panggang memiliki nilai konsentrasi nitrat paling tinggi sebesar 0.08 mgl dan
lokasi Belanda memiliki konsentrasi nitrat paling rendah sebesar 0.04 mgl Gambar 18b.
Nilai baku mutu fosfat dan nitrat berdasarkan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 in Mukhtasor 2006 untuk biota laut adalah 0.015 mgl untuk fosfat dan
0.008 mgl untuk nitrat, sedangkan untuk ekosistem terumbu karang tidak dijelaskan secara detil. Beberapa studi telah menetapkan ambang batas
konsentrasi ortofosfat dan nitrat pada ekosistem terumbu karang yang belum mengalami eutrofikasi yaitu 0.007 ppm atau 0.007 mgl untuk fosfat dan 0.04
ppm atau 0.04 mgl untuk nitrat Goreau 1994. Dengan demikian di lokasi penelitian diindikasikan telah terjadi eutrofikasi dari kontribusi ortofosfat dan
nitrat di beberapa titik pengamatan yaitu Pramuka, Semak Daun, Belanda dan
0,00 0,05
0,10 0,15
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun
Belanda Kayuangin
Arus mdtk
Stasiun Pengamatan
0,00 0,40
0,80 1,20
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun
Belanda Kayuangin
Kekeruhan N TU
Stasiun Pengamatan
a b
39 Kayu Angin pada musim ini. Namun demikian, perlu dilakukan analisis lebih
lanjut untuk menyimpulkan bahwa di perairan tersebut memang telah terjadi eutrofikasi karena unsur fosfat sangat bervariasi sesuai dengan dimensi waktu dan
ruang.
Gambar 18 Hasil pengukuran parameter nutrien; a ortofosfat, b nitrat. Ortofosfat dan nitrat dibutuhkan oleh mahluk hidup sebagai nutrisi untuk
metabolisme dan pertumbuhan. Tingginya rata-rata kadar konsentrasi ortofosfat dan nitrat di lokasi penelitian dapat memacu pertumbuhan makroalga. Senyawa
fosfor merupakan salah satu unsur pembentuk asam nukleat yang dibutuhkan oleh organisme untuk pembentukan gen Kimball 1983. Senyawa nitrogen
mengandung asam amino yang merupakan unsur pembentuk protein. Banyaknya kadar ortofosfat yang diserap oleh makroalga pada saat proses fotosintesis
mempercepat proses pembentukan jaringan dalam tubuh Steven Atkinson 2003. Disamping itu, penyerapan nitrat yang banyak oleh makroalga mendorong
laju pergerakan tumbuh makroalga Mahasim et al. 2005. Dampak positif dari cepatnya pertumbuhan tersebut adalah banyaknya ketersediaan makanan bagi ikan
herbivor yang merupakan konsumen tingkat pertama dalam rantai makanan. Sedangkan dampak negatif dari proses tersebut adalah berkurangnya tempat bagi
karang keras untuk tumbuh karena alga zooxanthellae yang bersimbiosis dengan hewan karang memiliki struktur tubuh yang lebih kecil daripada makroalga
sehingga volume ortofosfat dan nitrat yang diserap lebih sedikit.
4.1.3 Pengelompokan habitat berdasarkan parameter lingkungan
Proses analisis komponen utama untuk dua faktor menunjukkan nilai akar ciri yang rendah yaitu sebesar 61.96 sehingga perlu dimasukkan komponen
0,00 0,01
0,02 0,03
0,04
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun
Belanda Kayuangin
ortofosfat mgl
Stasiun Pengamatan
0,00 0,01
0,02 0,03
0,04
UntungJawa Pramuka
Panggang Semak Daun
Belanda Kayuangin
nitrat mgl
Stasiun Pengamatan
a b
40 utama 3. Dengan demikian tiga komponen utama untuk parameter lingkungan
mampu menjelaskan keragaman data sebesar 77.57 . Ketiga komponen utama ini merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas
Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 Bengen 2000. Adapun ketiga komponen utama tersebut
adalah sebagai berikut Gambar 19 dan 20: 1
Komponen utama 1 berkorelasi negatif dengan parameter konsentrasi ortofosfat dan salinitas. Sebaliknya, berkorelasi positif dengan parameter
kecepatan arus, dan konsentrasi nitrat 2
Komponen utama 2 berkorelasi positif dengan pH 3
Komponen utama 3 berkorelasi negatif dengan parameter suhu dan kekeruhan
Korelasi positif menunjukkan bahwa faktor utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah faktor utama
berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari nilai eigenvalue Tabel 6.
Tabel 6 Nilai akar ciri hasil analisis komponen utama parameter lingkungan. Komponen
Akar ciri Total
Kumulatif Kumulatif
1 2.81
40.15 2.81
40.15 2
1.53 21.80
4.34 61.96
3 1.09
15.60 5.43
77.57 Komponen utama pertama merupakan komponen utama yang memberikan
informasi tentang lebih tingginya kecepatan arus dan konsentrasi nitrat serta rendahnya nilai salinitas dan konsentrasi ortofosfat. Dengan demikian, peran arus
lebih banyak membawa massa air yang mengandung nitrat dan air tawar dibandingkan dengan massa air yang mengandung fosfat. Konsentrasi nitrat
banyak ditemukan dari limbah yang banyak mengandung bahan organik. Syamsudin 2004 diacu dalam Mukhtasor 2007 menginfomasikan bahwa jenis
limbah bahan organik yang masuk ke perairan Kepulauan Seribu berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan air ballast kapal yang berlabuh di Pelabuhan
Tanjung Periok. Syamsudin 2004 diacu dalam Mukhtasor 2007 menambahkan
bahwa pada akhir bulan April perairan Teluk Jakarta didominas dingin. Massa air dingin ini berasal dari pasokan air tawar dari sungai
sekitar Teluk Jakarta ditambah dengan meningkatnya intesitas curah hujan membuat nilai salinitas menjadi lebih rendah. Rendahnya nilai konsentrasi
ortofosfat ini sesuai dengan senyawa nitrogen dibandingkan dengan senyawa fosfor Nontji 2007.
Komponen utama pertama ini dapat dikatakan sebagai komponen lingkungan yang berkatian dengan distribusi nutrien di pe
Gambar 19 Grafik AKU parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 2 pengelompokan lokasi penelitian dengan metode
sumbu 1 dan 2 b
Gambar 20 Analisis komponen utama parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 3
a dan pengelompokan lokasi penelitian dengan metode pada sumbu 1 dan 3 b
bahwa pada akhir bulan April perairan Teluk Jakarta didominasi oleh massa air dingin. Massa air dingin ini berasal dari pasokan air tawar dari sungai-sungai di
sekitar Teluk Jakarta ditambah dengan meningkatnya intesitas curah hujan membuat nilai salinitas menjadi lebih rendah. Rendahnya nilai konsentrasi
t ini sesuai dengan kondisi perairan laut yang lebih banyak mengandung senyawa nitrogen dibandingkan dengan senyawa fosfor Nontji 2007.
Komponen utama pertama ini dapat dikatakan sebagai komponen lingkungan yang berkatian dengan distribusi nutrien di perairan.
parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 2 pengelompokan lokasi penelitian dengan metode K-means
sumbu 1 dan 2 b.
Analisis komponen utama parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 3 dan pengelompokan lokasi penelitian dengan metode K-means
pada sumbu 1 dan 3 b.
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok a
a
41 i oleh massa air
sungai di sekitar Teluk Jakarta ditambah dengan meningkatnya intesitas curah hujan
membuat nilai salinitas menjadi lebih rendah. Rendahnya nilai konsentrasi kondisi perairan laut yang lebih banyak mengandung
senyawa nitrogen dibandingkan dengan senyawa fosfor Nontji 2007. Komponen utama pertama ini dapat dikatakan sebagai komponen lingkungan
parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 2 a dan means
pada
Analisis komponen utama parameter lingkungan pada sumbu 1 dan 3 means
Kelompok 1 b
b
Komponen utama kedua informasi tentang tingginya nilai
umumnya menjadi salah satu parameter kimia anorganik dalam bakum mutu limbah cair dari industri perikanan Mukhtasor 200
bahwa nilai pH dilokasi penelitian cenderung basa sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis oleh produsen. Komponen utama dua ini dapat dikatakan
sebagai faktor lingkungan yang berkaitan dengan faktor bahan anorganik. Komponen utama ketiga
informasi mengenai rendahnya nilai suhu dan kekeruhan di lokasi pengamatan. Rendahnya suhu di lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh musim pada saat
penelitian yaitu musim peralihan dari barat ke timur. menginformasikan bahwa pada saat musim barat yang berlangsung dari bulan
Desember sampai dengan bulan Maret angin berhembus kencang dan arus kuat disertai oleh hujan yang cukup deras. Akibat arus laut ini membuat kejernihan air
laut menjadi berkurang. Namun demikian, banyak lokasi penelitian yang sudah kembali jernih sehingga komponen utama
yang kuat dengan rendahnya nilai parameter kekeruhan. Berdasarkan hasil analisis kelompok
lingkungan memperlihatkan adanya dua kelompok habitat yang berbeda. memperlihatkan perbedaan masing
tengah maksimum dan minimum dari masing Anggota dan karakteristik masing
Gambar 21 Grafik nilai tengah kelompok komponen utama parameter lingkungan
kedua merupakan komponen utama yang memberikan informasi tentang tingginya nilai derajat keasaman pH. Derajat keasaman
umumnya menjadi salah satu parameter kimia anorganik dalam bakum mutu limbah cair dari industri perikanan Mukhtasor 2007. Sebagaimana d
bahwa nilai pH dilokasi penelitian cenderung basa sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis oleh produsen. Komponen utama dua ini dapat dikatakan
sebagai faktor lingkungan yang berkaitan dengan faktor bahan anorganik. ketiga merupakan komponen utama yang memberikan
informasi mengenai rendahnya nilai suhu dan kekeruhan di lokasi pengamatan. Rendahnya suhu di lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh musim pada saat
penelitian yaitu musim peralihan dari barat ke timur. Estardivari et al. menginformasikan bahwa pada saat musim barat yang berlangsung dari bulan
Desember sampai dengan bulan Maret angin berhembus kencang dan arus kuat disertai oleh hujan yang cukup deras. Akibat arus laut ini membuat kejernihan air
i berkurang. Namun demikian, banyak lokasi penelitian yang sudah kembali jernih sehingga komponen utama ketiga ini lebih memiliki hubungan
yang kuat dengan rendahnya nilai parameter kekeruhan. analisis kelompok dari ketiga komponen utama parameter
lingkungan memperlihatkan adanya dua kelompok habitat yang berbeda. memperlihatkan perbedaan masing-masing kelompok tersebut digunakan nilai
tengah maksimum dan minimum dari masing-masing kelompok Gambar tik masing-masing kelompok disajikan pada Tabel
Grafik nilai tengah kelompok habitat berdasarkan omponen utama parameter lingkungan.
42 merupakan komponen utama yang memberikan
Derajat keasaman umumnya menjadi salah satu parameter kimia anorganik dalam bakum mutu
. Sebagaimana dijelaskan bahwa nilai pH dilokasi penelitian cenderung basa sehingga dapat mengganggu
proses fotosintesis oleh produsen. Komponen utama dua ini dapat dikatakan
merupakan komponen utama yang memberikan informasi mengenai rendahnya nilai suhu dan kekeruhan di lokasi pengamatan.
Rendahnya suhu di lokasi penelitian ini dipengaruhi oleh musim pada saat et al.
2007 menginformasikan bahwa pada saat musim barat yang berlangsung dari bulan
Desember sampai dengan bulan Maret angin berhembus kencang dan arus kuat disertai oleh hujan yang cukup deras. Akibat arus laut ini membuat kejernihan air
i berkurang. Namun demikian, banyak lokasi penelitian yang sudah ini lebih memiliki hubungan
utama parameter lingkungan memperlihatkan adanya dua kelompok habitat yang berbeda. Untuk
digunakan nilai masing kelompok Gambar 21.
masing kelompok disajikan pada Tabel 7.
berdasarkan
43 Tabel 7 Karakteristik kelompok habitat berdasarkan parameter lingkungan.
Kelompok Anggota
Karakteristik Kesimpulan
1 PR 1, SD 1, SD 2,
BL 1, BL 2, KA 1, KA 2, PG 2
Kecepatan arus dan konsentrasi nitrat rendah
serta salinitas dan ortofosfat tinggi; kekeruhan dan suhu
sedang Lokasi yang
kaya nutrien ortofosfat dan
kurang masukan air tawar
2 UJ 1, PR 2, UJ 2,
PG 1 Kecepatan arus dan
konsentrasi nitrat tinggi serta salinitas dan ortofosfat
rendah; kekeruhan dan suhu tinggi
Lokasi yang kaya nutrien
nitrat dan kaya akan sedimen
dan banyak air tawar
Keterangan: UJ: Untung Jawa; PR: Pramuka; PG: Panggang; SD: Semak Daun; BL: Belanda; KA: Kayu Angin.
Seluruh kelompok yang terbentuk menunjukkan ketersediaan kandungan nutrien yang sedang sampai tinggi. Aktifitas pembangunan di sekitar perairan
Teluk Jakarta lebih mempengaruhi titik-titik pengamatan yang menjadi anggota di kelompok dua. Pada kelompok dua arus yang masuk ke perairan lebih banyak
membawa massa air tawar yang mengandung sedimen dan sampah organik. Disamping itu, massa air tawar yang dibawa pun memiliki suhu yang lebih
rendah. Pada suhu rendah bahan organik akan lebih sulit terurai sehingga proses nitrifikasi terhambat Jones et al. 2008; Romimohtarto Juwana 2009. Dengan
demikian kandungan nitrat pada kelompok dua menjadi tinggi. Tingginya kandungan nitrat ini sesuai dengan tingginya rata-rata hasil pengukuran senyawa
nitrat di lokasi penelitian. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa parameter kecepatan arus, nitrat, kekeruhan, suhu dan salinitas merupakan parameter
lingkungan yang berperan di lokasi penelitian ini.
4.2 Kondisi Ikan Herbivor
4.2.1 Kelimpahan ikan herbivor
Total jumlah ikan herbivor yang ditemui selama pengamatan adalah 1 649 ind5 500 m
2
dengan jumlah spesies 26 jenis dari famili Pomacentridae, Scaridae dan Siganidae Tabel 8. Kisaran total kelimpahan ikan herbivor adalah 7 – 306
ind250 m
2
dengan rata-rata total kelimpahan sebesar 75 ind250 m
2
Gambar 22. Jumlah stasiun yang memiliki kelimpahan di atas rata-rata adalah 10 stasiun atau
sebesar 45.45 dari total pengamatan sedangkan jumlah stasiun yang di bawah
44 rata-rata adalah 12 stasiun atau sebesar 54.55. Selanjutnya sebanyak 6 stasiun
dari 10 stasiun atau sebesar 60 yang memiliki kelimpahan diatas rata-rata berada di kedalaman lebih dari 5 m. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kelimpahan ikan herbivor di lokasi berada pada kondisi di bawah rata-rata total kelimpahan dan distribusi ikan-ikan herbivor lebih banyak pada kedalaman yang
relatif lebih dalam. Menurut Sale 1991 bahwa kelimpahan ikan-ikan herbivor lebih banyak ditemui di perairan dangkal dengan aktifitas fotosintesis yang tinggi.
Adanya perbedaan antara teori dengan fakta yang ada diduga karena kondisi lingkungan yang kaya akan nutrien di kedalaman kurang dari 5 m menyebabkan
ikan herbivor berpindah tempat. Nutrien yang tinggi ini memacu pertumbuhan makroalga sebagai makanan
ikan-ikan herbivor Sale 1991. Ikan-ikan herbivor tidak memerlukan jumlah protein yang besar dibandingkan dengan vertebrata lainnya untuk mencapai
pertumbuhan maksimal Bowen 1979 diacu dalam Sale 1991 sehingga ikan herbivor lebih selektif dalam memilih makanannya. Turf algae merupakan
makanan yang digemari oleh ikan-ikan herbivor Sale 1991, selain karena bentuknya yang kecil Diaz-Pullido McCook 2008 turf algae juga dapat
berfungsi sebagai perangkap detritus yang juga digemari oleh ikan-ikan herbivor. Beberapa penelitian menginformasikan bahwa kadang kala ikan-ikan herbivor
memakan langsung kotoran dari jenis ikan planktivor Smith et al. 2001.
Gambar 22 Kelimpahan ikan herbivor UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu Angin.
2 3
3 8
4 6
3 2
9
3 7
6 3
5 3
5 8
4
4 5
7 5
50 100
150 200
250 300
350
ind250 m2
Titik Pengamatan Rata-rata
45 Tabel 8 Jenis-jenis ikan herbivor yang ditemukan
No. Pomacentridae Scaridae
Siganidae 1 Abudefduf sexfasciatus
Cetoscarus bicolor Siganus lovulpinus
2 Abudefduf vaigiensis Chlorurus sordidus
3 Amblygyphidodon curacao Scarus dimidiata
4 Chrysiptera unimaculata Scarus flavipectoralis
5 Dischistodus fasciatus Scarus forsteni
6 Dischistodus melanotus Scarus gobhan
7 Dischistodus prosopotaenia Scarus niger
8 Dischistodus pseudochrysopecillus Scarus prasiognathus
9 Hemyglyphidodon plagiometopon Scarus psittacus
10 Pomacentrus burroughi Scarus rivulatus
11 Pomacentrus chrysurus Scarus schlegeli
12 Pomacentrus molucensis Scarus tricolor
13 Pomacentrus tripunctatus
Kelimpahan total ikan herbivor berdasarkan famili yang ditemukan adalah: 1 famili Pomacentridae 1 101 ind5500 m
2
; 2 famili Scridae 526 ind5 500 m
2
; 3 famili Scaridae 22 ind5 500 m
2
. Sebanyak 9 lokasi pengamatan atau sebesar 75 dari total 12 lokasi pengamatan kelimpahan ikan herbivor yang berada di
atas rata-rata ditempati oleh famili Pomacentridae Gambar 23. Pomacentridae merupakan ikan yang menyebar di seluruh perairan dunia dan tidak banyak
mengalami perubahan evolusi dalam kehidupannya Sale 1991; Sale 2002; Queounille et al. 2004. Hal ini disebabkan oleh sifat dari Pomacentridae untuk
mempertahankan daerah yang menjadi sumber makanannya Wilkinson Sammarco 1983; Sale 1991; Flores 2003. Sifat teritori yang dimiliki oleh famili
ini banyak dijadikan sebagai dasar penentuan klasifikasi ikan karang pada umumnya Sale 1991; Queounille et al. 2004. Oleh karena itu, ikan dari famili
Pomacentridae ini memiliki daya tahan terhadap lingkungan yang lebih kuat dibandingkan dengan famili lainnya.
Tingginya kelimpahan ikan herbivor tidak selalu diikuti oleh banyaknya jenis ikan yang ditemui. Sebagai contoh, lokasi pengamatan KA 4 memiliki
jumlah total kelimpahan ikan herbivor sebesar 325 ind250 m
2
hanya memiliki 5 jenis ikan herbivor dibandingkan dengan lokasi pengamatan PG3 yang memiliki
sembilan jumlah jenis ikan herbivor dengan kelimpahan sebesar 153 ind250 m
2
.
46 Jenis ikan mempengaruhi pola makan ikan-ikan herbivor sebagaimana dijelaskan
oleh Flores 2003 bahwa ikan-ikan herbivor memiliki pola makan grazing dan browsers
. Jenis ikan-ikan herbivor dari famili Pomacentridae dan Scaridae adalah ikan yang mencari makan dengan cara grazing sehingga mempengaruhi
komposisi jenis ikan herbivor di ekosistem terumbu karang. Famili Pomacentridae dan Scaridae merupakan famili ikan herbivor yang
memiliki komposisi lebih besar dibandingkan dengan famili Siganidae Gambar 24. Famili Siganidae merupakan famili ikan herbivor yang selektif dalam
memilih makanannya dan biasa hidup di perairan dangkal terutama di daerah lamun Sale 1991; Bahtiar 2008. Famili ini lebih menyenagi makroalga yang
memiliki daun lebar sehingga ikan tersebut dapat dengan mudah menyobeknya. Sedangkan famili ikan Pomacentridae dan Scaridae merupakan ikan yang kurang
selektif terhadap makanannya. Kedua famili ini makan dengan cara grazing terutama turf algae. Turf algae merupakan kelompok makroalga yang dominan di
ekosistem terumbu karang Sale 1991; Jompa McCook 2002. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa famili Pomacentridae dan Scaridae merupakan
famili ikan herbivor yang dominan di lokasi penelitian.
Gambar 23 Kelimpahan ikan herbivor berdasarkan famili UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
Angin.
50 100
150 200
250
UJ 1 UJ 2
PR1 PR 2
PR 3 PR 4
PG 1 PG 2
PG 3 PG 4
SD 1 SD 2
SD 3 SD 4
BL 1 BL 2
BL 3 BL 4
KA 1 KA 2
KA 3 KA 4
ind250 m
2
Titik Pengamatan
Pomacentridae Scaridae
Siganidae Rata-rata total
Gambar 24 Komposisi kelimpahan Sedikitnya jumlah jenis ikan herbivor ini terkait dengan keanekaragaman
jenis ikan herbivor itu sendiri. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner ikan herbivor
0.54 – 1.63. Kisaran nilai indeks keanekaragaman ini tergolong rendah. terdapat perbedaan indeks keanekaragaman
0.13 t = 1.17 sehingga dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman ikan di seluruh lokasi penelitian adalah rend
keanekaragaman ikan herbivor terkait dengan sedikitnya jumlah jenis ikan herbivor yang ditemukan.
penelitian ini dalam keadaan mendapatkan tekanan ekologi yang kuat. Ting penangkapan ikan di Kepulauan
tahun 1970 – 1995 merupakan salah satu penyebab berkurangnya jenis ikan herbivor di Kepulauan Seribu
penangkapan yang merusak menggunakan potassium dan
2007. Selain faktor penangkapan, faktor lingkungan berkontribusi terhadap tekanan
66.77
Pomacentridae
omposisi kelimpahan ikan herbivor dari tiga famili. Sedikitnya jumlah jenis ikan herbivor ini terkait dengan keanekaragaman
jenis ikan herbivor itu sendiri. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman Wienner ikan herbivor untuk seluruh titik pengamatan berkisar antara
Kisaran nilai indeks keanekaragaman ini tergolong rendah. indeks keanekaragaman yang nyata di kedua kedalaman p =
sehingga dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman ikan di seluruh lokasi penelitian adalah rendah. Rendahnya kisaran nilai indeks
keanekaragaman ikan herbivor terkait dengan sedikitnya jumlah jenis ikan herbivor yang ditemukan. Dengan demikian diduga bahwa perairan di lokasi
penelitian ini dalam keadaan mendapatkan tekanan ekologi yang kuat. Ting enangkapan ikan di Kepulauan Seribu dengan menggunakan bom pada periode
1995 merupakan salah satu penyebab berkurangnya jenis ikan herbivor di Kepulauan Seribu Aktani 2003. Pada saat pemboman berakhir pola
yang merusak beralih pada penangkapan ikan karang dengan dan sianida, muroami dan bubu dasar Estradivari
2007. Selain faktor penangkapan, faktor lingkungan yang kaya akan nutrien kontribusi terhadap tekanan keanekaragaman ikan herbivor.
31.90
1.3 Pomacentridae
Scaridae Siganidae
47
. Sedikitnya jumlah jenis ikan herbivor ini terkait dengan keanekaragaman
jenis ikan herbivor itu sendiri. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman berkisar antara
Kisaran nilai indeks keanekaragaman ini tergolong rendah. Tidak yang nyata di kedua kedalaman p =
sehingga dapat disimpulkan bahwa indeks keanekaragaman ikan di ah. Rendahnya kisaran nilai indeks
keanekaragaman ikan herbivor terkait dengan sedikitnya jumlah jenis ikan Dengan demikian diduga bahwa perairan di lokasi
penelitian ini dalam keadaan mendapatkan tekanan ekologi yang kuat. Tingginya Seribu dengan menggunakan bom pada periode
1995 merupakan salah satu penyebab berkurangnya jenis ikan . Pada saat pemboman berakhir pola
ralih pada penangkapan ikan karang dengan divari et al.
yang kaya akan nutrien juga
48
Gambar 25 Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner untuk ikan herbivor UJ:
Untung Jawa; PR: Pramuka; PG: Panggang; SD: Semak Daun; BL: Belanda; KA: Kayu Angin.
4.2.2 Pengelompokan habitat berdasarkan parameter ikan herbivor
Proses analisis komponen utama untuk parameter ikan herbivor menghasilkan dua komponen utama yang mampu menjelaskan keragaman data
sebesar 74.25 . Kedua komponen utama ini merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Angka ini menunjukkan suatu
deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 Bengen 2000. Adapun kedua komponen utama tersebut adalah sebagai berikut Gambar
26: 1
Komponen utama pertama berkorelasi positif dengan parameter total kelimpahan ikan herbivor TOT, total kelimpahan famili Pomacentridae
POM dan total kelimpahan famili Scaridae SCAR 2
Komponen utama kedua berkorelasi positif dengan parameter total kelimpahan famili Siganidae dan indeks keanekaragaman ikan herbivor
SW Korelasi positif menunjukkan bahwa faktor utama berbanding lurus dengan
variabel penjelas. Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah faktor utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Selengkapnya hasil analisis ini
dapat dilihat dari nilai eigenvalue Tabel 9.
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
1,60 1,80
UJ1 UJ2
PR1 PR2
PR3 PR4
PG1 PG2
PG3 PG4
SD1 SD2
SD3 SD4
BL1 BL2
BL3 BL4
KA1 KA2
KA3 KA4
Nilai Indeks
Titik Pengamatan
Gambar 26 Analisis komponen utama dan 2 a dan pengelompokan lokasi penelitian dengan metode
means pada sumbu 1 dan 2 b
Tabel 9 Nilai akar ciri hasil analisis komponen utama parameter ikan herbivor. Komponen
Akar Ciri 1
2.27 2
1.45 Komponen utama pertama memberikan informasi mengenai tingginya
kelimpahan total ikan herbivor SCAR dan kelimpahan ikan Pomacentridae POM. Hubungan antara total ikan
herbivor dengan kelimpahan Pomacentridae dan Scaridae menunjukkan bahwa jumlah kelimpahan ikan herbivor di perairan Kepulauan Seribu dipenga
Kelompok
nalisis komponen utama parameter ikan herbivor pada sumbu 1 dan pengelompokan lokasi penelitian dengan metode
pada sumbu 1 dan 2 b hasil analisis komponen utama parameter ikan herbivor.
Akar Ciri Total
Kumulatif Kumulati
45.32 2.267
45.32 28.94
3.71 74.25
Komponen utama pertama memberikan informasi mengenai tingginya ikan herbivor TOT, kelimpahan ikan dari famili Scaridae
SCAR dan kelimpahan ikan Pomacentridae POM. Hubungan antara total ikan herbivor dengan kelimpahan Pomacentridae dan Scaridae menunjukkan bahwa
jumlah kelimpahan ikan herbivor di perairan Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh
Kelompok 1 Kelompok 2
a
b
SIH :
Semua Ikan Herbivor SCA
: Famili Scaridae
POM :
Famili Pomacntridae SIG
: Famili Siganidae
TOT :
Indeks Keanekaragaman Ikan Herbivor
49
parameter ikan herbivor pada sumbu 1 dan pengelompokan lokasi penelitian dengan metode K-
hasil analisis komponen utama parameter ikan herbivor. umulatif
Komponen utama pertama memberikan informasi mengenai tingginya , kelimpahan ikan dari famili Scaridae
SCAR dan kelimpahan ikan Pomacentridae POM. Hubungan antara total ikan herbivor dengan kelimpahan Pomacentridae dan Scaridae menunjukkan bahwa
ruhi oleh
Semua Ikan Herbivor Famili Scaridae
Famili Pomacntridae Famili Siganidae
Indeks Keanekaragaman
jumlah kelimpahan Pomactridae dan Scaridae. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa famili Pomacentridae dan Scaridae memang merupakan famili
yang dominan bagi kelimpahan ikan herbivor. Komponen utama kedua memberikan informasi mengenai tingginya
kelimpahan famili Siganidae dan keanekaragaman ikan herbivor. Walaupun jumlah kelimpahan ikan siganidae lebih sedikit dibandingkan dengan dua famili
lainnya, parameter ini terkait dengan keaneka komponen utama kedua ini mempunyai kontribusi dalam keanekaragaman ikan
herbivor. Hal ini terlihat dari potongan sumbu pengamatan menjadi dua bagian, dimana di sebelah kanan sumbu adalah lokasi
pengamatan yang tinggi jumlah kelimpahan dan kenekaragaman ikan herbivor. Hasil analisis kelompok dari skor untuk masing
pada kedua faktor utama adalah 2 dua kelompok besar lokasi penelitian. Untuk memperlihatkan perbedaan masing
maksimum dan minimum dari masing dan karakteristik untuk masing
Gambar 27 Grafik nilai tengah kelompok
utama parameter jumlah kelimpahan Pomactridae dan Scaridae. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa famili Pomacentridae dan Scaridae memang merupakan famili yang dominan bagi kelimpahan ikan herbivor.
Komponen utama kedua memberikan informasi mengenai tingginya kelimpahan famili Siganidae dan keanekaragaman ikan herbivor. Walaupun
jumlah kelimpahan ikan siganidae lebih sedikit dibandingkan dengan dua famili lainnya, parameter ini terkait dengan keanekaragaman ikan herbivor. Sehingga
ini mempunyai kontribusi dalam keanekaragaman ikan herbivor. Hal ini terlihat dari potongan sumbu dua yang membagi lokasi
pengamatan menjadi dua bagian, dimana di sebelah kanan sumbu adalah lokasi matan yang tinggi jumlah kelimpahan dan kenekaragaman ikan herbivor.
Hasil analisis kelompok dari skor untuk masing-masing titik pengamatan pada kedua faktor utama adalah 2 dua kelompok besar lokasi penelitian. Untuk
memperlihatkan perbedaan masing-masing kelompok digunakan nilai tengah maksimum dan minimum dari masing-masing kelompok Gambar 27. Anggota
dan karakteristik untuk masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 10
Grafik nilai tengah kelompok habitat berdasarkan komponen arameter ikan herbivor.
50 jumlah kelimpahan Pomactridae dan Scaridae. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa famili Pomacentridae dan Scaridae memang merupakan famili
Komponen utama kedua memberikan informasi mengenai tingginya kelimpahan famili Siganidae dan keanekaragaman ikan herbivor. Walaupun
jumlah kelimpahan ikan siganidae lebih sedikit dibandingkan dengan dua famili ragaman ikan herbivor. Sehingga
ini mempunyai kontribusi dalam keanekaragaman ikan yang membagi lokasi
pengamatan menjadi dua bagian, dimana di sebelah kanan sumbu adalah lokasi matan yang tinggi jumlah kelimpahan dan kenekaragaman ikan herbivor.
masing titik pengamatan pada kedua faktor utama adalah 2 dua kelompok besar lokasi penelitian. Untuk
ng kelompok digunakan nilai tengah . Anggota
10.
berdasarkan komponen
51 Tabel 10 Karakteristik kelompok pengamatan berdasarkan parameter ikan
herbivor. Kelompok
Anggota Karakteristik
Kesimpulan 1
PR 2, SD 1, BL 2, KA 2, PR 3, PR
4, PG 3, BL 3, BL 4, KA 4
Kelimpahan total, Pomacentridae, Scaridae,
Siganidae dan keanekargaman lebih tinggi
Kelompok yang memiliki
kelimpahan dan keanekaragaman
lebih tinggi
2 PR 1, PG 1, PG 2,
SD 2, BL 1, KA 1, UJ 1, UJ 2, PG
4, SD 3, SD 4, KA 3
Kelimpahan total, Pomacentridae, Scaridae,
Siganidae dan keanekargaman lebih
rendah Kelompok yang
memiliki kelimpahan dan
keanekaragaman lebih rendah
Keterangan: UJ: Untung Jawa; PR: Pramuka; PG: Panggang; SD: Semak Daun; BL: Belanda; KA: Kayu Angin.
Hasil analisis kelompok memperlihatkan bahwa parameter ikan herbivor di lokasi penelitian dicirikan dengan jumlah total kelimpahan ikan herbivor,
Pomacentridae, Scaridae Siganidae, dan keanekargamannya. Jumlah kelimpahan ikan herbivor terkait dengan jumlah makanan yang tersedia Sale 1991; Hay
1997 sedangkan keanekaragaman terkait dengan jenis ikan yang menyenangi jenis makanan tertentu Kuo Shao 1991. Aktifitas penangkapan ikan yang
tidak ramah lingkungan seperti pemboman, peracunan dan muroami serta bubu lebih mempengaruhi kondisi ikan herbivor di kelompok dua. Dimana pada
kelompok dua memiliki kelimpahan dan keanekaragaman ikan herbivor yang lebih rendah. Dengan demikian parameter kelimpahan total ikan herbivor,
kelimpahan famili Pomacentridae, Scaridae dan Siganidae serta keanekaragaman merupakan parameter ikan herbivor yang berperan di lokasi penelitian.
4.3 Kondisi Benthik dan Substrat Dasar Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang di lokasi penelitian berdasarkan substrat dasar dapat dibagi menjadi komponen biotik karang keras, makroalga dan non karang
keras dan abiotik pasir, rubble dan DC. Komponen biotik pertama adalah karang keras. Tutupan karang keras di lokasi penelitian berkisar antara 0.84 –
66.30 dengan rata-rata tutupan karang keras adalah 31.34±16.67 Gambar 28. Dengan demikian kondisi karang keras dapat dikategorikan buruk sampai
baik berdasarkan kriteria Gomez and Yap 1988.
52 Sebanyak tujuh titik pengamatan atau sebesar 31.82 termasuk kategori
buruk dan sebanyak sepuluh titik pengamatan atau sebesar 45.45 termasuk kategori sedang serta sebanyak tiga titik pengamatan atau sebesar 13.64
termasuk kategori baik Gambar 28. Dengan melihat komposisi jumlah titik pengamatan dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi karang keras di lokasi
penelitian berada pada kategori sedang. Bentuk pertumbuhan massive 10.61±7.67 dan branching 9.39±8.57
adalah bentuk pertumbuhan karang keras yang dominan Gambar 29. Kedua bentuk pertumbuhan ini mampu bertahan hidup pada daerah yang berarus kuat.
Tipe ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu adalah fringing reef. Salah satu ciri tipe ini adalah berarus kuat. Kepulauan Seribu memiliki dua musim yaitu
musim barat dan musim timur. Kecepatan angin pada saat musim tersebut berkisar antara 0.7 – 20 knotsjam yang berdampak pada kuatnya arus laut di Kepulauan
Seribu. Dengan demikian tipe pertumbuhan massive dan branching dapat tumbuh dengan baik.
Gambar 28 Tutupan karang keras di lokasi penelitian UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
Angin.
0,00 10,00
20,00 30,00
40,00 50,00
60,00 70,00
80,00
UJ1 UJ2
PR1 PR2
PR3 PR4
PG1 PG2
PG3 PG4
SD1 SD2
SD3 SD4
BL1 BL2
BL3 BL4
KA1 KA2
KA3 KA4
Tutupan
Titik Pengamatan
Baik 50 - 75 Sedang 25 - 50
Buruk25
Gambar 29 Komposisi karang keras berdasarkan Rendahnya tutupan karang keras di lokasi penelitian diduga akibat dari
aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom di masa la banyak karang-karang keras yang patah atau rusak. Tingginya rata
rubble sebesar 24.15±15.22
penangkapan yang merusak tersebut. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rendahnya tutupan karang keras adalah faktor lingkungan yaitu sedimentasi dan
pengkayaan nutrien. Sedimentasi memberikan pengaruh suatu perairan Mukhtasor 2006. Perairan yang keruh menyebabkan cahaya
matahari sulit untuk menembus dasar perairan yang merupakan tempat tinggal karang keras sehingga zooxanthellae
Di sisi lain hewan karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae banyak mengeluarkan energi untuk menghalau sedimen yang masuk sehingga hewan
karang kekurangan energi untuk bertahan hidup. Hanya beberapa jenis karang keras yang memiliki polip besar seperti
massive yang mampu bertahan hidup Veron 1995.
Sebanyak 17 genus dan 6 jenis Gambar 30. Pramuka dan DKayu Angin merupakan lokasi yang memiliki
jumlah genus tertinggi yaitu sebesar 17 genus. Tingginya jumlah genus di kedua lokasi tersebut ditandai dengan tingginya jumlah genus
Disamping itu, genus Acropora penelitian. Beberapa studi yang dilakukan di Kepulauan Seribu juga
3,68 3,10
13,94
Branching Massive
Komposisi karang keras berdasarkan bentuk pertumbuhan lifeform Rendahnya tutupan karang keras di lokasi penelitian diduga akibat dari
aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom di masa lalu sehingga karang keras yang patah atau rusak. Tingginya rata-rata tutupan
24.15±15.22 di lokasi penelitian merupakan bukti dari kegiatan penangkapan yang merusak tersebut. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan
rendahnya tutupan karang keras adalah faktor lingkungan yaitu sedimentasi dan pengkayaan nutrien. Sedimentasi memberikan pengaruh terhadap kejernihan
suatu perairan Mukhtasor 2006. Perairan yang keruh menyebabkan cahaya matahari sulit untuk menembus dasar perairan yang merupakan tempat tinggal
zooxanthellae tidak mampu melakukan proses fotosintesis. lain hewan karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae banyak
mengeluarkan energi untuk menghalau sedimen yang masuk sehingga hewan karang kekurangan energi untuk bertahan hidup. Hanya beberapa jenis karang
keras yang memiliki polip besar seperti Goniophora dengan tipe pertumbuhan yang mampu bertahan hidup Veron 1995.
Sebanyak 17 genus dan 6 jenis lifeform ditemukan di lokasi penelitian Pramuka dan DKayu Angin merupakan lokasi yang memiliki
jumlah genus tertinggi yaitu sebesar 17 genus. Tingginya jumlah genus di kedua lokasi tersebut ditandai dengan tingginya jumlah genus Acropora yang ditemukan.
Acropora merupakan genus yang dominan di lokasi
penelitian. Beberapa studi yang dilakukan di Kepulauan Seribu juga
29,66
33,54 16,07
Massive Tabulate
Mushroom Encrusting
Foliose
53
lifeform .
Rendahnya tutupan karang keras di lokasi penelitian diduga akibat dari lu sehingga
rata tutupan lokasi penelitian merupakan bukti dari kegiatan
penangkapan yang merusak tersebut. Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rendahnya tutupan karang keras adalah faktor lingkungan yaitu sedimentasi dan
terhadap kejernihan suatu perairan Mukhtasor 2006. Perairan yang keruh menyebabkan cahaya
matahari sulit untuk menembus dasar perairan yang merupakan tempat tinggal tidak mampu melakukan proses fotosintesis.
lain hewan karang yang bersimbiosis dengan zooxanthellae banyak mengeluarkan energi untuk menghalau sedimen yang masuk sehingga hewan
karang kekurangan energi untuk bertahan hidup. Hanya beberapa jenis karang dengan tipe pertumbuhan
di lokasi penelitian Pramuka dan DKayu Angin merupakan lokasi yang memiliki
jumlah genus tertinggi yaitu sebesar 17 genus. Tingginya jumlah genus di kedua yang ditemukan.
genus yang dominan di lokasi penelitian. Beberapa studi yang dilakukan di Kepulauan Seribu juga
54 mengidentifikasi Acropora sebagai genus yang dominan Aktani 2003; Estradivari
et al. 2007. Acropora merupakan genus karang yang memiliki kemampuan
kalsifikasi sangat tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Goureau Goreau 1959 diacu dalam Supriharyono 2007 memberikan hasil bahwa Acropora
memiliki kemampuan kalsifikasi sebesar 5.90 – 18.90 µCamg Njam pada waktu terang dan 2.20 – 12.20 µCamg Njam pada waktu gelap. Sedangkan genus
lainnya berkisar antara 1.22 – 17.50 µCamg Njam. Selain itu, Acropora juga memiliki pertumbuhan yang cepat. Cepatnya pertumbuhan ini dipengaruhi oleh
karakteristik morfologi dan struktur tulang Acropora. Karkateristik yang dimilikinya adalah: 1 Kecilnya ukuran coralite Acropora, membuat mereka
lebih baik dalam proses kalsifikasi, 2 struktur jaringan tulang yang kuat menambah kekuatan Acropora untuk menahan beban pertumbuhannya Veron
1995.
Gambar 30 Keanekaragaman karang keras berdasarkan genus dan lifeform. Faktor biotik kedua adalah makroalga, tutupan makroalga di lokasi
penelitian berkisar antara 0.88 – 42.96 dengan rata-rata tutupan makroalga adalah 6.47±9.40 Gambar 31. Sebanyak enam titik pengamatan atau sebesar
27.27 tutupan makroalga berada di atas rata-rata sedangkan sisanya sebanyak enambelas titik pengamatan atau sebesar 73.73 berada di bawah rata-rata. Rata-
rata kedua kelompok tersebut berbeda nyata p = 0.00, t =. 4.81 sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi makroalga di lokasi pengamatan masih di bawah rata-
5 10
15
Jumlah
GENUS LIFEFORM
55 rata populasi. Di ekosistem terumbu karang yang sehat tutupan makroalga dapat
mencapai 5 – 10 Hay 1997; Stimson et al. 2001. Tingginya tutupan makroalga di beberapa titik pengamatan disebabkan oleh tingginya aktifitas
pembuangan sampah organik di perairan. Untuk lokasi yang dekat dengan pulau utama Teluk Jakarta kandungan nutrien cenderung lebih banyak. Hal ini
disebabkan oleh tingginya kadar nutrien di tiga muara sungai besar yaitu Periok, Angke dan Marunda. Disamping itu akifitas budidaya udang, pelabuhan
perikanan dan industri disekitar teluk Jakarta juga merupakan penyebab tingginya kadar nutrien di perairan Damar 2003. Untuk titik pengamatan PG1 dan SD 2,
tingginya kadar nitrat disebabkan oleh adanya limbah organik dari industri pengolahan ikan bandeng tanpa duri.
Turf algae merupakan kelompok makroalga yang dominan di lokasi
penelitian. Persentase tutupan turf algae berkisar antara 0.26 – 37.85 dengan rata-rata tutupan sebesar 4.38±6.99 dan persentase tutupan fleshy algae berkisar
antara 0.00 – 6.45 dengan rata-rata 1.55±1.80 dan persentase tutupan crustose algae
berkisar antara 0.00 – 2.38 dengan rata-rata 0.54±0.68. Komposisi makroalga tertinggi dilokasi penelitian adalah turf algae sebesar 67.63 Gambar
32. Turf algae adalah kelompok makroalga yang memiliki thalli lunak berbentuk filamen halus seperti rambut dengan jaringan tubuh yang sederhana. Turf algae
banyak ditemukan di daerah dangkal Hay 1997. Dengan intensitas cahaya matahari yang tinggi proses fotosintesis oleh turf algae akan semakin sering
sehingga turf algae mampu tumbuh dengan sangat cepat walaupun dalam kondisi dimana proses grazing tinggi Diaz-Pullido McCook 2008.
Gambar 31 Tutupan makroalga di lokasi penelitian UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
Angin.
Gambar 32 Komposisi Komponen biotik ketiga
karang keras yaitu soft coral, sponge karang keras dilokasi penelitian
tutupan sebesar 2.07±1.75 Panggang dengan tutupan 5.90
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
50,00
UJ1 UJ2 PR1
tutupan makroalga
23,98
Turf Algae
Tutupan makroalga di lokasi penelitian UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
Komposisi kelompok makroalga di lokasi penelitian. ketiga dalam ekosistem terumbu karang adalah non
soft coral, sponge dan zoaanthid. Persentase tutupan non
dilokasi penelitian berkisar antara 0.36 – 5.90 dengan rata 2.07±1.75. Tutupan tertinggi berada pada lokasi pengamatan
Panggang dengan tutupan 5.90 Gambar 34. Komposisi antara tutupan non
0,01 0,02
0,03 0,04
0,05 0,06
0,07 0,08
PR2 PG1 PG2 SD1 SD2 BL1 BL2 KA1 KA2 Makroalga
NO3 PO4
67,63 8,39
Turf Algae Fleshy Algae
Crustose Algae
56
Tutupan makroalga di lokasi penelitian UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
dalam ekosistem terumbu karang adalah non- Persentase tutupan non
5.90 dengan rata-rata Tutupan tertinggi berada pada lokasi pengamatan
Komposisi antara tutupan non
0,01 0,02
0,03 0,04
0,05 0,06
0,07 0,08
konsentrasi nutrien N dan P
57 karang keras dan makroalga menunjukkan bahwa kedua faktor biotik tersebut
berkompetisi dalam pemakaian tempat untuk penyerapan nutrien. Sebagai contoh, sponge merupakan salah satu organisme pada ekosistem terumbu karang
yang mampu menyerap nutrien dan mengendapkan nutrien tersebut didalam jaringan tubuhnya www.sciencedaily.com 2009.
Gambar 33 Tutupan non karang keras di lokasi penelitian UJ: Untung Jawa, PR: Pramuka, PG: Panggang, SD: Semak Daun, BL: Belanda, KA: Kayu
Angin.
Faktor biotik pada ekosistem terumbu karang berasosiasi satu dengan lainnya, terutama dalam pemakaian ruang dan tempat. Gambar 34
memperlihatkan bagaimana komposisi yang terjadi antara karang keras, makroalga dan non-karang keras dimana karang keras dan macroalga merupakan
kelompok mayor dalam pemakaian tempat pada lokasi penelitian, sebaliknya non karang keras merupakan kelompok minor dalam pemakaian tempat. Karena
hampir diseluruh lokasi penelitian tutupan karang keras dan macroalga selalu lebih tinggi daripada non karang keras. Hal ini sesuai dengan penelitian
Benayahu Loya 1981 menginformasikan bahwa soft coral merupakan faktor biotik minoritas dalam pemakaian tempat di ekosistem terumbu karang.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
30,00 35,00
40,00 45,00
50,00
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
8,00
UJ1 UJ2
PR1 PR2
PR3 PR4
PG1 PG2
PG3 PG4
SD1 SD2
SD3 SD4
BL1 BL2
BL3 BL4
KA1 KA2
KA3 KA4
Tutupan Makroalga Tutupan Non Karang Keras
Non Karang Keras Makroalga
Gambar 34
4.4 Hubungan antara Parameter