Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
49
pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. Oleh sebab itu badan ini mempunyai tugas yang tidak ringan antara lain :
a. Melaksanakan penelitian serta pengkajian terhadap perundang – undangan
yang berlaku di bidang perlindungan konsumen. b.
Mendorong tunbuh kembangnya Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
c. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat,
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya atau pelaku usaha.
H. Sanksi -Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang – Undang Perlindungan Konsumen
Pada prinsipnya hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen merupakan hubungan hukum keperdataan, karena sebelum konsumen membeli
suatu barang atau jasa, secara langsung maupun tidak langsung telah melakukan perjanjian dengan pelaku usaha, ini berarti setiap perselisihan akibat pelanggaran
yang dilakukan pelaku usaha atas pelaksanaan Undang – Undang Perlindungan KonsumenUUPK yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, seharusnya
diselaikan secara perdata, namun dalam rumasan Pasal 45 ayat 3 UUPK menyatakan bahwa meskipun telah dilakukan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan tetapi tidak akan menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Aturan mengenai sanksi – sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan – ketentuan diatur dalam Bab XIII UUPK,
dimulai dari Pasal 60 sampai dengan Pasal 63. secara umum sanksi yang dapat
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
50
diberikan kepada pelaku usaha baik yang diatur oleh UUPK maupun perundang – undangan lainnya, meliputi :
a. Sanksi Perdata
Jenis sanksi ini tidak diatur dalam UUPK tetapi terdapat dalam KUHPerdata. Sanksi keperdataan keperdataan secara prinsip ada dalam hukum
perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian itu sendiri lahir pada saat lahirnya kata sepakat. Oleh karena itu nantinya salah satu pihak melanggar perjanjian,
maka pihak yang melanggar tersebut akan ditindak atau sangat tidak tergantung dari pihak yang dirugikan apakah ia akan menuntutnya atau tidak.
Pada dasarnya hubungan hukum antara pelaku usaha dengan para konsumennya lahir dari adanya suatu perjanjian, dan segala hal atau klausa dalam
perjanjian harus merupakan hasil kesepakatan dari pihak – pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Akan tetapi dalam prakteknya, hubungan hukum antara pelaku
usaha dengan konsumen tidak selalu didasarkan kesepakatan dari para pihak, seringkali klausula – klausula dalam perjanjian tersebut hanya ditentukan secara
sepihak oleh pelaku usaha. Bahkan konsumen sendiri ternyata belum tentu mengerti apa saja sebenarnya klausula yang dibuat pelaku usaha sehingga
akhirnya dia tidak tahu – menahu dengan konsekwensi apa yang harus diterima dari perjanjian tersebut.
Dalam hal tanggung jawab kontraktual atau tanggung jawab berdasarkan adanya suatu perjanjian, berarti bahwa dalam melakukan suatu kontrak atau
perjanjian, sudah barang tentu ada yang bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dibuat dalam perjanjian. Seperti hal dalam hal perjanjian jual beli, dimana
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
51
orang yang menjual berjanji kepada orang yang membeli untuk menyerahkan sesuatu barang kepada pembeli dan orang yang membeli menyerahkan sejumlah
uang menurut harga yang ditentukan. Dan si penjual juga menjamin tidak adanya cacat yang terdapat pada barang yang dijualnya. Dan apabila benda yang dijual
oleh si penjual setelah sampai keterangan si pembeli, ternyata ada cacatnya, maka si penjual wajib menanggung kerugian. Karena dengan adanya cacat pada barang
tersebut karena si penjual sesuai dengan harga pembelian semula ditambah dengan biaya-biaya pembelian yang diderita oleh si pembeli sebelumnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1504 KUH Perdata yang menyatakan bahwa si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada
barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksudkan, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga apabila si
pembeli mengetahuinya sebelumnya, tidak akan membeli barang yang dijual oleh si penjual pun jika si pembeli membeli barang tersebut, maka harganya akan
berkurang. Akibat cacat barang tersebut berarti telah timbul suatu tanggung jawab
bagi si penjual meskipun cacat barang tersebut yang dapat menimbulkan kerugian baginya, tidak dikehendaki olehnya.
12
Dalam perbuatan melanggar hukum atau tanggung jawab perundang- undangan, berarti tanggung jawab itu dipikul oleh orang yang melakukan suatu
perbuatan yang melanggar hukum dimana akibat dari perbuatannya itu mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Jadi akibat dari perbuatannya itulah yang
12
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Penerbit Grasindo, 2000, hal 117
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
52
menimbulkan adanya suatu tanggung jawab diman tanggung jawab itu harus dipikul olehnya sendiri. Baik akibat dari perbuatan yang melanggar hukum
tersebut dikehendakinya maupun tidak dikehendaki oleh si pembuat atau dalam arti karena kurang hati-hati atau kelalaiannya menyebabkan timbulnya perbuatan
yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Demikian pula halnya dengan tanggung jawab seorang produsen terhadap
barang-barang produksinya. Produsen bertanggung jawab atas barang yang diproduksinya yang beredar di pasaran dan sampai ke tangan konsumen selaku
pihak yang menggunakan atau memakai barang-barang produk dari produsen.
13
Sanksi pidana ini ada dua macam yakni sanksi pidana pokok dan sanksi pidan tambahan. Dalam Undang – Undang Tentang Perlindungan Konsumen
sanksi pidana pokok yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha diatur dalam Pasal 62 KUHP yaitu bisa berupa penjara atau denda. Pada Pasal 63 KUHP
Tujuan pokok UUPK adalah untuk melindungi masyarakat dalam posisinya sebagai konsumen. Maka apabila yang dipakai adalah sanksi
keperdataan, bisa jadi hasilnya belum mampu melindungi konsumen sehingga pemerintah mengakomodasi sanksi – sanksi keperdataan tersebut dalam sanksi
pidana tambahan. Hal ini dikarenakan dalam sanksi pidana, pemerintah bisa langsung mengambil tindakan secara sepihak untuk menindak pelakuusaha yang
melanggar dan tidak mengharuskan adanya kesepakatan dari konsumen itu sendiri.
a. Sanksi Pidana
13
Sofie Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana Korporasi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003, hal 114
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
53
disebutkan apabila perbuatan tersebut mengakibatkan luka berat, cacat tetap atau kematian maka akan diberlakukan ketentuan pidana dalam perundang – undangan
yang berlaku KUHP. Mengenai sanksi pidana tambahan di atur dalam Pasal 63 KUHP, dapat berupa perampasan barang tertentu, pengumuman putusan hakim,
pembayaran ganti rugi, perintah penghentian tertentu yangmengakibatkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran,
maupun pencabutan izin usaha. Ketentuan di dalam KUHP di bidang konsumen setelah berlakunya UUPK
No.8 Tahun 1999 sudah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Hal itu bisa dilihat misalnya dalam KUHP.
1. Pasal 204 KUHP, ayat 1 :
“Barang siapa menjual menawarkan , menyerahkan atau membagi- bagikan barang yang dikatahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan
orang, padahal sifat bahaya itu tidak diberitahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Ayat 2 : jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.” 2.
Pasal 205 KUHP mengatur tentang perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan barang-barang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan
orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam
dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
54
tiga ratus rupiah. Jika mengakibatkan matinya orang, si bersalah dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau
kurungan paling lama satu tahun dan barang-barang itu disita. 3.
Pasal 359 KUHP : kealpaan menyebabkan matinya orang lain, diancam pidata paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
4. Pasal 382 KUHP : tentang tindakan menjual, menawarkan atau
menyerahkan makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui palsu, diancam penjara paling lama empat tahun.
5. Pasal 386 KUHP yang mengatur mengenai makanan, minuman atau
obat-obatan yang palsu, dimana perbuatan pemalsuan dari pihak penjual, penawar, yang menyerahkan makanan, minuman dan obat-obatan itu
tidak diberitahukannya kepada pembeli. 6.
UU No.5 tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU LPM PUTS pasal 4 tentang mengatur dan
menentukan identifikasi yuridis mengenai oligopoli. Oligopoli ialah kesepakatan atau perjanjian antara satu dengan beberapa pelaku usaha
untuk menguasai sebagian besar produksi dan pasar. UU ini mengkriteriakan penguasaan pasar itu berupa lebih dari 75 persen dari
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Praktek monopoli atau persaingan curang pada akhirnya akan merugikan konsumen.
14
Pengertian tanggung jawab itu sebenarnya cukup luas pengertiannya, dikatakan demikian karena tanggung jawab itu mempunyai pengertian berbeda-
14
Siahaan, N.H.T, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, Penerbit Pantai Rei, Jakarta, 2005, hal 63.
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
55
beda, tergantung dari pada objek tanggung jawab sendiri. Akan tetapi dapat ditarik suatu pengertian secara umum bahwa pengertian tanggung jawab itu adalah suatu
resiko tersebut dapat berupa sesuatu suatu kerugian yang diderita oleh si pembuat atau berupa sesuatu yang harus dijalani oleh si pembuat seperti tanggung jawab
seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang akibatnya diatur dalam KUH. Pidana yaitu seseorang yang melakukan tindak pidana kejahatan. Maka akibat dari
perbuatanya tersebut si pelaku tindak kejahatan tersebut, harus mempertanggung jawabkannya secara pidana.
15
c. Sanksi Administratif
Ketentuan mengenai sanksi administratif di atur dalam Pasal 60 UUPK. Pasal 1 Undang – Undang tersebut menyebutkan bahwa yang berwenang
menjatuhkan sanksi administratif adalah BPSK. BPSK ini dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang ada di luar pengadilan melalui mediasi,
arbitrase, maupun konsiliasi dengan cara membentuk suatu majelis dan nantinya putusan yang dihasilkan majelis bersifat final dan mengikat. Demi menjamin
objeksivitas hasil putusanya anggota BPSK dipilih dari unsure pelaku usaha, konsumen, dan pemerintah. Sanksi administrative yang diatur dalam Undang –
undang ini berupa ganti rugi Rp.200.000.000,-.
15
Sofie Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen Hukumnya, Penerbit Citra Adytia, Bandung, 2003, Hal 80
Wiwin Azmi Harahap : Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pemakai Jasa Biro Perjalanan Pada PT. Winaya Travel Setelah Berlakunya UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, 2008.
USU Repository © 2009
56
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI JASA BIRO PERJALANAN
A. Pengertian Jasa dan perlindungan konsumen
Pengertian jasa service adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik.
16
Jasa sebagai berikut: Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi
pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya.
17
a Suatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
b Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan
suatu produk fisik c
Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan d
Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Jasa merupakan suatu fenomena yang rumit complicated. Kata jasa
mempunyai banyak arti dan ruang lingkup, dari pengertian yang paling sederhana, yaitu hanya berupa layanan dari seseorang kepada orang lain, bisa juga diartikan
16
Oka A. Yoeti, Psikology Pelayanan Wisata, penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal 107
17
Siahaan N.H.T, Op.Cit, hal 69
47