2.1.5.3   Fungsi Keterbukaan Diri
Menurut  Darlega  dan  Grzelak  dalam  Dayakisni,2003:90-92,  ada  lima fungsi keterbukaan diri,yaitu :
a. Ekspresi
expression
Dalam  kehidupan  ini  kadang-kadang  kita  mengalami  suatu  kekecewaan atau kekesalan baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk
membuang  semua  kekesalan  itu  biasanya  kita  akan  merasa  senang  bila  bercerita pada  seseorang  teman  yang  sudah  kita  percaya.  Dengan  pengungkapan  diri
semacam ini kita mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita. b.
Penjernihan diri
self-clarification
Dengan  saling  berbagi  rasa  serta  menceritakan  perasaan  dan  masalah yang sedang kita hadapi kepada orang lain, kita berharap agar dapat memperoleh
penjelasan  dan  pemahaman  orang  lain  akan  masalah  yang  kita  hadapi  sehingga pikiran kita akan menjadi lebih jernih dan kita dapat melihat duduk persoalannya
dengan lebih baik. c.
Keabsahan sosial
sosial validation
Setelah  kita  selesai  membicarakan  masalah  yang  sedang  kita  hadapi, biasanya  pendengar  kita  akan  memberikan  tanggapan  mengenai  permasalahan
tersebut. sehingga dengan demikian, kita akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat  tentang  kebenaran  atau  pandangan  kita.  Kita  dapat  memperoleh
dukungan atau sebaliknya. d.
Kendali sosial Seseorang  dapat  mengemukakan  atau  menyembunyikan  informasi
tentang  diri  kita  kepada  orang  lain  serta  saling  mempercayai  merupakan  saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin
meningkatkan derajat keakraban.
2.2.6  KELUARGA
BROKEN HOME
2.1.6.1 Pengertian Keluarga
Broken Home
Keluarga  merupakan  taman  pendidikan  pertama,  terpenting  dan  terdekat yang bisa dinikmati anak. Di lingkungan keluargalah seorang anak mengenal nilai
Universitas Sumatera Utara
dan  norma  kehidupan.  Keluarga
broken  home
diartikan  sebagai  kondisi  keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan
sejahtera  karena  sering  terjadi  keributan  serta  perselisihan  yang  menyebabkan pertengkaran  dan  berakhir  pada  perceraian.  Kondisi  ini  menimbulkan  dampak
yang sangat besar terutama bagi anak remaja. Remaja adalah masa transisi antara masa anak dan masa remaja. Remaja mulai berpikir lebih idealistik ketika diminta
untuk  mendeskripsikan  mengenai  dirinya  sendiri,  remaja  mulai  menggunakan istilah-istilah  yang  lebih  abstrak  dan  idealistik.  Yang  dimaksud  kasus
broken home
dapat  dilihat  dari  dua  aspek,  yaitu:  a  keluarga  itu  terpecah  karena strukturnya tidak utuh  sebab salah satu  dari kepala keluarga itu meninggal dunia
atau  telah  bercerai,  b  orang  tua  tidak  bercerai  akan  tetapi  struktur  keluarga  itu tidak  utuh  lagi  karena  ayah  atau  ibu  sering  tidak  di  rumah  atau  tidak
memperlihatkan  kasih  sayang  lagi.  Misalnya,  orang  tua  sering  bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis. Dari keluarga yang seperti ini
akan  lahir  anak-anak  yang  mengalami  krisis  kepribadian  sehingga  perilakunya sering tidak sesuai.
http:atriel.wordpress.com20080408broken-home.
2.2.6.2 Hubungan Anak dan Orang Tua
Peranan keadaan keluarga terhadap perkembangan sosial anak tidak hanya terbatas  kepada  situasi  sosial  ekonominya  atau  kepada  keutuhan  struktur  dan
interaksinya  saja.  Sikap-sikap  didalam  pergaulannya  memegang  peranan  yang cukup  penting  di  dalamnya.  Keluarga  sudah  merupakan  kelompok  sosial  dengan
tujuan-tujuannya, strukturnya, norma-normanya, dinamika kelompoknya termasuk cara-cara
kepemimpinannya. Baldwin
di dalam
penelitiannya Gerungan,1993:189  menyatakan  bahwa  makin  otoriter  orang  tuanya,  makin
berkuranglah  ketidak-taatan,  tetapi  akan  timbul  ciri-ciri  passiviet  sikap menunggu,  kurangnya  inisiatif,  tidak  dapat  merencanakan  sesuatu,  daya  tahan
berkurang  dan  penakut.  Sebaliknya,  sikap-sikap  demokratis  dari  orang  tua menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, pemberani, lebih giat dan lebih bertujuan tetapi
juga  memberi  kemungkinan  berkembangnya  sifat-sifat  tidak  taat  dan  tidak  mau menyesuaikan  diri.  Dalam  penelitian  ini  Baldwin  mendefenisikan  sikap  otoriter
orang  tua  ialah  orang  tua  menaruhkan  banyak  larangan-larangan  terhadap  anak
Universitas Sumatera Utara
tanpa ada pengertian pada anak, sedangkan didikan yang demokratis dirumuskan sebagai  didikan  dimana  orang  tua  sering  berdiskusi  mengenai  tindakan-tindakan
yang harus diambil. Keluarga  menjadi  kelompok  sosial  yang  utama  dimana  anak  belajar
menjadi  manusia  sosial.  Rumah  tangganya  menjadi  tempat  pertama  dari  pada perkembangan  segi-segi  sosialnya  dan  di  dalam  interaksi  sosial  dengan  orang
tuanya yang wajar ia pun mmeperoleh pembekalan yang memungkinkannya untuk menjadi  anggota  masyarajat  yang  berharga,  sedangkan  apabila  hubungannya
dengan  orang  tua  kurang  baik,  maka  besar  kemungkinannya  bahwa  interaksi sosialnya
pada umumnya
pun berlangsung
kurang baik
pula. Gerungan,1993:202.
2.1.6.3 Status Anak