Teori-Teori Kewirausahaan Sosial Social Entrepreneurship

4 Organisasi Organisasi adalah aspek keempat dari social entrepreneurship. Aktivitas social entrepreneurship diyakini dapat bervariasi dari mulai gerakan individu sampai ke sebuah gerakan masif. 2

2. Konsep Kewirausahaan Sosial Social Entrepreneurship

Gerakan kewirausahaan sosial sebenarnya sudah lama berlangsung. Artinya, sebelum dunia mengenal istilah ini, aktivitasnya sendiri sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Sepuluh tahun kebelakang, istilah ini mulai muncul dan digunakan secara luas, terutama sejak dianugerahinya Mohamad Yunus sebagai pemenang hadiah Nobel. Ia muncul dengan gagasan bahwa pemberian bantuan langsung kepada kaum miskin hanya akan mengkerdilkan mereka. Sebagai solusinya, dosen ekonomi di salah satu perguruan tinggi Bangladesh ini mengeluarkan kredit mikro tanpa agunan untuk menolong masyarakat miskin kebanyakan kaum ibu yang hidup di lingkungannya. Inilah spirit yang disebut sebagai kewirausahaan sosial, yaitu sebuah upaya untuk memanfaatkan mental entrepreneur yaitu mental inovatif, kerja keras, berani ambil resiko dll untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan bagi masyarakat. Inilah antusisasme bisnis yang tidak menghubungkan indikator kesuksesannya dengan kinerja keuangan, melainkan lebih kepada seberapa besar manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Faktor yang berpotensi mendorong berkembangnya kewirausahaan sosial dari sisi suplai antara lain adalah: 2 Ibid, h. 18. a. Meningkatnya kesejahteraanpendapatan perkapita secara umum meupun mobilitas sosial yang semakin meningkat. b. Meningkatnya produktif dari manusiaindividu. c. Secara kuantitas jumlah pemerintahan yang demokratis semakin meningkat. d. Meningkatnya kekuasaandaya jangkaukekuatan penawaran dari perusahaan multinasional. e. Tingkat pendidikan yang semakin baik. f. Jaringan komunikasi yang semakin baik. 3 Sedangkan dari sisi demand tuntutan hal-hal yang berpotensi meningkatkan gerakan kewirausahaan sosial adalah: a. Menigkatnya krisis di ranah lingkungan dan kesehatan. b. Meningkatnya ketidakadilan ekonomi di masyarakat. c. Kurangnya efisiensi pelayanan publik. d. Kemunduranberkurangnya peran pemerintah dalam ranah perdagangan bebas. e. Meningkatnya peran-peran dari organisasi non pemerintah. f. Kompetisi untuk mendapatkan sumber daya.

3. Indikator Keberhasilan Kewirausahaan Sosial Social Entrepreneurship

Menurut Dees, cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial adalah bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada tingkat dimana mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial social value. Para wirausaha sosial bertindak sebagai agen perubahan dalam sektor sosial dengan berbagai cara 3 Ibid, h. 27. sebagaimana dikemukakan oleh Dees dkk. Jelas sekali dalam gambaran Dees tergambar bahwa kewirausahaan sosial merupakan sebuah gerakan dengan misi sosial, yang diusahakan dengan upaya-upaya menemukan peluang dan mengolahnya dengan inovasi dan proses belajar yang tiada henti serta kesiapan untuk bertindak tanpa dukungan sumber daya yang memadai. Semangat yang muncul ketika sedang membahas kewirausahaan sosial adalah semangat pemberian manfaat yang sebesar-besarnya untuk masyarakat, dengan cara yang inovatif dan pendekatan yang sistemik bukan dengan jalan yang tanpa perencanaan dan pemikiran matang sebelumnya. Dibalik itu semua, sebenarnya hal ini menunjukan usaha-usaha untuk memberikan penghargaan kepada mereka yang memang telah melakukan hal-hal yang luar biasa tersebut. 4 Satu hal yang dapat diungkapkan adalah bahwa kewirausahaan sosial social entrepreneurship identik dengan usaha-usaha peningkatan nilai kemanusiaan manusia. Hal tersebut biasanya dimulai dengan identifikasi peluang-peluang yang dapat dikerjakan. Tentu saja, untuk dapat memulainya diperlukan sebuah inspirasi yang besar dan kuat, serta didukung oleh kreativitas dan keberanian untuk bertindak. Sehingga pada akhirnya kegiatan ini dapat benar-benar bermanfaat sosial.

B. PENGEMBANGAN INDIVIDU

Sejarah istilah Pengembangan masyarakat telah memberi gambaran yang berwarna- warni. Sampai permulaan zaman modern, Pengembangan dimengerti sebagai teologi zaman keselamatan. Zaman fajar budi bertitik tolak pada arti yaitu “membuka apa yang dibungkus” dan menekankan Pengembangan diri bakat dan kemampuan sebagai dasar 4 Ibid, h. 32. untuk kemajuan yang tetap dan suatu dunia yang semakin baik. Pandangan itu melahirkan historisme yang beranggapan bahwa sejarah berkembang sendiri menurut hukum-hukum yang ada di dalamnya. Historisme juga mendasari teori tahap dari Rostow, apalagi materialism historis dari Marx. Dari zaman kolonial hingga sekarang ini, istilah itu dimengerti sebagai pengembangan aktif-transitif sumber-sumber daya yang ada, serta sebagai usaha menciptakan kemakmuran. Sesudah tahun 1945, dengan tampilnya Negara berkembang di panggung dunia, pembangunan ekonomi dalam arti pertumbuhan pendapatan per kepala menjadi titik acuan utama. Berangsur-angsur, tekanan bergeser kembali ke arah Pengembangan diri, maupun dalam arti yang sebenarnya adalah tanggung jawab itu sendiri. 5 Pengembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dari pengalaman yang terdiri atas serangkaian perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Maksudnya, Pengembangan merupakan proses perubahan individu yang terjadi dari kematangan kemampuan seseorang sesuai usia normal dan pengalaman, lalu terjadi interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif dapat diukur dan akhirnya terjadi perubahan pada diri individu tersebut. 6 Pengembangan mengandung nakna adanya permunculan sifat-sifat yang baru yang berbeda dari sebelumnya Kasiram. Artinya, Pengembangan merupakan perubahan sifat individu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan dari sifat-sifat sebelumnya. 5 Muller Johannes, Pengembangan Masyarakat Lintas Ilmu Yogyakarta: Gramedia, 2005 h. 148. 6 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Pengembangan Suatu Pendekatan sepanjang Rentang Kehidupan ed. 5 Jakarta: Erlangga, 1980, h. 2.