37
BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH
A. Sejarah Singkat SMA Kolese De Britto
SMA Kolese De Britto lebih dikenal dengan nama De Britto atau “JB” kependekan dari Johanes De Britto. Sekolah ini memiliki catatan sejarah berdiri
yang cukup panjang. Berawal dari dicabutnya peraturan yang melarang pihak swasta mendirikan sekolah oleh pemerintah pendudukan Jepang, para Bruder
CCI bersama suster-suster Carolus Borromeus dan Fransiskanes mendirikan sebuah sekolah menengah Katolik, setingkat SMP. Terdesak kebutuhan
mendirikan sekolah menengah atas yang bersendikan asas-asas Katolik untuk menampung lulusan SMP yang telah terlebih dahulu didirikan, maka atas
persetujuan bersama Yayasan Kanisius di bawah pemimpin Romo Djojoseputro dengan para romo Jesuit dan para suster Carolus Borromeus didirikan sebuah
sekolah menengah atas Kanisius. Sekolah menengah atas tersebut akhirnya dibuka secara resmi pada tanggal 19 Agustus 1948 dengan jumlah murid
angkatan pertama sebanyak 65 orang yang terdiri dari putra dan putri. Tetapi, sekolah baru ini belum memiliki gedung sekolah sendiri sehingga untuk
melaksanakan seluruh kegiatan akademik masih menumpang di ruang atas SMP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Bruderan Kidul Loji. Tidak lama setelah diresmikan, jabatan sementara pemimpin sekolah yang dipegang Romo B. Sumarno, S.J diserahkan kepada
Romo R. Van Thiel, S.J. Sekolah yang baru berlangsung lima bulan ini akhirnya ditutup karena situasi sosial politik yang ada, clash kedua tentara Belanda
tanggal 18 Desember 1948. Setelah keadaan tenang, persiapan untuk mulai mengadakan kegiatan
sekolah segera dilaksanakan. Bagian putri sudah dibuka kembali dan memulai seluruh kegiatan akademik pada bulan Agustus 1949, sedangkan bagian putra baru
dapat dibuka kembali dan melaksanakan seluruh rangkaian kegiatan akademik pada bulan Oktober 1949. Hal ini mengingat banyak pemuda yang baru kembali
dari medan perang, yang berjuang bagi ibu pertiwi. Sekolah ini akhirnya dipisahkan menjadi dua bagian, sekolah putra dan sekolah putri. Sekolah putra
menempati gedung di Jalan Bintaran Kulon 5 dan diasuh oleh para romo Jesuit, dan memakai nama Santo Johanes De Britto sebagai nama sekolah. Sekolah putri
berada di bawah asuhan para suster Carolus Borromeus, menempati gedung di Jalan Sumbing sekarang Jalan Sabirin. Sekolah putri memakai nama SMA Stella
Duce yang berarti Bintang Penuntun. Pada tanggal 9 Juni 1953, oleh Pembesar Serikat Jesus di Roma nama
SMA Santo Johanes De Britto diubah menjadi SMA Kolese De Britto. Sekolah ini terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu, hal ini tampak dari
bertambahnya jumlah murid yang berdampak bertambahnya jumlah ruang kelas, pembenahan dan perbaikan bagian administrasi sekolah, termasuk rencana
mendirikan gedung sekolah baru di lokasi lain. Banyak pilihan lokasi untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mendirikan gedung sekolah yang baru, tetapi akhirnya pilihan lokasi jatuh di daerah Demangan tepatnya di Jalan Laksda Adisucipto 161 Yogyakarta, yang
akhirnya menjadi alamat tetap sekolah ini. Peletakan batu pertama sebagai tanda awal pembangunan gedung sekolah yang baru dilakukan oleh Mgr.
A.Soegijapranata, S.J. Pada bulan Mei 1958, SMA Kolese De Britto dipindahkan ke gedung sekolah yang baru. Selain kompleks gedung yang luas, sekolah yang
baru ini juga dilengkapi lapangan olah raga, aula, ruang laboratorium,dan lain- lain.
Pada permulaan tahun ajaran baru, 1 Agustus 1960, Romo P.F.C. Teeuwisse, S.J. yang masih WNA diganti oleh direktur baru, Romo Th.
Koendjono, S.J karena pada saat itu pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang orang berkewarganegaraan asing mengajar di sekolah dasar dan
menengah. Dua tahun kemudian tepatnya 1 Agustus 1962 kepengurusan SMA Stella Duce yang semula disatukan dengan SMA Kolese De Britto , resmi
diserahkan kepada Yayasan Tarakanita, sedangkan SMA Kolese De Britto tetap diasuh oleh Yayasan De Britto yang secara ex officio diketuai oleh romo Jesuit
sebagai rektor kolese. Sayangnya Romo Th. Koendjono, S.J. tidak lama bertugas karena mendapat tugas baru dari pemimpin Serikat Jesus. Tahun 1964 Romo Th.
Koendjono, S.J. sebagai direktur diganti oleh seorang awam, yaitu bapak C. Kasiyo Dibyoputranto. Sejak itu hingga sekarang, jabatan direktur kepala
sekolah dipercayakan pada awam. Agar ciri kolese tidak hilang, jabatan rektor yang sekaligus menjadi ketua yayasan dan jabatan pamong tetap dipegang oleh
Jesuit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pada tahun 1973 ketika jabatan rektor dipegang oleh Romo J. Oei Tik Djoen, S.J., di SMA Kolese De Britto dicanangkan pendidikan bebas. Konsep
pendidikan bebas ini merupakan jawaban terhadap keadaan masyarakat yang kurang bisa menerima pendapat yang berbeda dari pendapat umum, khususnya
tahun 1960-1970. Masyarakat lebih mementingkan penampilan luar daripada motivasi dari dalam. Keberhasilan pendidikan bebas tidak lepas dari peran empat
serangkai, yaitu Romo Oeik Tik Djoen, S.J., Romo G.Koelman, S.J., Bapak C.Kasiyo Dibyoputranto, dan Bapak L. Subiyat. Empat serangkai itu pada tahun
1971 diperkuat oleh Bapak Chr. Kristanto yang diangkat menjadi wakil kepala sekolah dan bapak G.Sukadi yang banyak berperan dalam kegiatan siswa.
Sampai sekarang SMA Kolese De Britto masih tetap diminati banyak lulusan SMP dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2002 Tim Master
Plan SMA Kolese De Britto yang dipimpin oleh Bapak G.Sukadi menyusun rencana induk pengembangan SMA Kolese De Britto tahun 2003-2013 yang
menjadi pedoman pengembangan di bidang kurikulum, pembinaan dan pendampingan siswa, sumber daya manusia, administrasi, sarana dan prasarana,
serta keuangan. Tahun 2004-2005 SMA Kolese de Britto mulai menerapkan kurikulum 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK dan
setahun kemudian berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Mulai tahun itu SMA Kolese De Britto menambah satu kelas X dari
enam kelas menjadi tujuh kelas dan pada tahun 2005-2006 dibuka kembali jurusan bahasa setelah sepuluh tahun tidak membuka jurusan bahasa, melengkapi dua
jurusan yang sudah ada, yaitu IPA dan IPS. SMA Kolese De Britto tetap hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
menerima siswa putra, namun jumlah peminat setiap tahunnya tetap melimpah. Sampai sekarang SMA Kolese De Britto masih tetap diminati banyak
lulusan SMP dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Pada tahun 2002 Tim Master Plan SMA Kolese De Britto yang dipimpin oleh Bapak G. Sukadi
menyusun rencana induk pengembangan SMA Kolese De Britto tahun 2003-2013 yang menjadi pedoman pengembangan di bidang kurikulum, pembinaan dan
pendampingan siswa, sumber daya manusia, administrasi, sarana dan prasarana, serta keuangan. Tahun 2004-2005 SMA Kolese de Britto mulai menerapkan
kurikulum 2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK dan setahun kemudian berubah menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP. Mulai tahun itu SMA Kolese De Britto menambah satu kelas X dari enam kelas menjadi tujuh kelas dan pada tahun 2005-2006 dibuka kembali jurusan
bahasa setelah sepuluh tahun tidak membuka jurusan bahasa, melengkapi dua jurusan yang sudah ada, yaitu IPA dan IPS. SMA Kolese De Britto tetap hanya
menerima siswa putra, meskipun demikian jumlah peminat setiap tahunnya tetap melimpah.
B. Visi, Misi, Nilai-Nilai yang Mendasari, dan Tujuan Pendidikan SMA Kolese