1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- sembilan puluh rupiah dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat
melunasi pinjaman. 3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat
pencairan uang pinjaman. Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:
o melakukan penebusan barangpelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
o mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi, dan
o atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih
antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk
mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil
Zakat sebagai ZIS.
C. P
ENDANAAN
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar
terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah
dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian
juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau
dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan
penarikan bea jasa simpan
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
184
Contoh Artikel Pegadaian Syariah:
TUGAS AKHIR MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH PEGADAIAN SYARIAH:
TEORI DAN APLIKASINYA PADA PERUM PEGADAIAN DI INDONESIA
Oleh: Dessy Natalia H. dan Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin Ma’turidi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Adanya pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, para pelaku ekonomi
baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum memerlukan dana yang besar. Seiring dengan kegiatan ekonomi tersebut, kebutuhaan akan
pendanaan pun akan semakin meningkat. Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui kegiatan pinjam meminjam.
Kegiatan pinjam meminjam ini dilakukan oleh perseorangan atau badan hokum dengan suatu lembaga, baik lembaga informal maupun formal. Indonesia yang sebagian
masyarakatnya masih berada di garis kemiskinan cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada lembaga informal seperti misalnya rentenir. Kecenderungan ini
dilakukan karena mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, mudah diakses dan dapat dilakukan dengan waktu yang relatif singkat. Namun di balik kemudahan tersebut, rentenir
atau sejenisnya menekan masyarakat dengan tingginya bunga.
Jika masyarakat mau melihat keadaan lembaga formal yang dapat dipergunakan untuk melakukan pinjam meminjam, mungkin masyarakat akan cenderung memilih
lembaga formal tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu lembaga bank dan lembaga nonbank. Saat ini, masih terdapat
kesan pada masyarakat bahwa mrminjam ke bank adalah suatu hal yang lebih membanggakan dibandingkan dengan lembaga formal lain, padahal dalam prosesnya
memerlukan waktu yang relatif lama dengan persyaratan yang cukup rumit. Padahal, pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan suatu perusahaan umum perum yang
melakukan kegiatan pegadaian yaitu Perum Pegadaian yang menawarkan akses yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan
mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana.
Namun ternyata tidak hanya sampai di situ fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Karena sebagian besar masyarakat Indonesia adalah penganut agama Islam,
maka Perum Pegadaian meluncurkan sebuah produk gadai yang berbasiskan prinsip- prinsip syariah sehingga masyarakat mendapat beberapa keuntungan yaitu cepat, praktis
dan menentramkan. Cepat karena hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk prosesnya, praktis karena persyaratannya mudah, jangka waktu fleksibel dan terdapat kemudahan
lain, serta menentramkan karena sumber dana berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah begitu pun dengan proses gadai yang diberlakukan. Produk yang dimaksud di atas
adalah produk Gadai Syariah.
Namun, pertanyaan yang kini muncul adalah sejauh mana kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai gadai syariah dengan aplikasi yang diterapkan
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
185
oleh Perum Pegadaian? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dianalisis dengan cara membandingkan antara teori dan aplikasi di dunia nyata.
1.2. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mengetahui teori dan prinsip syariah dari gadai syariah. 2. Mengetahui aplikasi gadai syariah yang diterapkan oleh Perum Pegadaian.
3. Mengetahui kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip syariah mengenai
gadai syariah dengan aplikasi yang diterapkan oleh Perum Pegadaian. 1.3. Manfaat
Manfaat makalah ini diharapkan dapat dinikmati oleh berbagai pihak: 1. Perusahaan sebagai masukan untuk mengembangkan atau memperbaiki usahanya.
2. Masyarakat sebagai salah satu sumber informasi mengenai alternatif sumber
pendanaan syariah. 3. Peneliti sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gadai Rahn dalam Islam 2.1.1. Pengertian Gadai
Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamaial- habsu Pasaribu, 1996. Secara etimologis, pengertian rahn adalah tetap dan
lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang tersebut Syafei, 1987. Sedangkan menurut Sabiq 1987, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai
harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan hutang, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian manfaat barangnya itu. Adapun pengertian rahn menurut
Imam Ibnu Qudhamah dalam Kitabal-Mughni adalah sesuatu benda yang dijadikan kepercayaan dari suatu hutang untuk dipenuhi dari harganya, apabila yang berhutang tidak
sanggup membayarnya dari orang yang berpiutang. Sedangkan Imam Abu Zakaria al- Anshary dalam kitabnya Fathul Wahab mendefinisikanrahn sebagai menjadikan benda
yang bersifat harta benda itu bila utang tidak dibayar Sudarsono, 2003.
Sedangkan menurut UU Perdata pasal 1150, Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berhutang atau oleh seorang lain atas dirinya, dan yang
memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan
pengecualian biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
2.1.2. Dasar Hukum Gadai Dasar hukum gadai menurut Islam adalah Al-Qur’an, sunnah dan ijtihad. Ayat Al-
Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah QS. Al-Baqarah ayat 282 dan 283 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
186
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklahh kamu menuliskannya...” dan “Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu
menunaikkan amanatnya hutangnya…”.
Terdapat beberapa hadits Nabi yang menggambarkan bahwa Nabi melakukan proses gadai, salah satunya adalah hadits HR Bukhari dan Muslim yang isinya: Aisyah
berkata bahwa Rasul SAW bersabda: Rasulullah membeli makan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. Sedangkan menurut ijtihad, terdapat perbedaan yaitu
jumhur ulama berpendapat bahwa gadai disyariatkan pada waktu tidak bepergian, namun Adh-Dhahak dan penganut madzhab Az-Zahiri berpendapat bahwa rahn tidak disyariatkan
kecuali pada waktu bepergian.
2.1.3. Rukun dan Syarat Sahnya Perjanjian Gadai serta Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai di dalam bukunya Fiqh Islam 1988, Mohammad
Anwar menyebutkan rukun dan syarat sahnya perjanjian gadai adalah sebagai berikut: 1. Ijab qabul sighot, 2. Orang yang bertransaksi Aqid, terdiri dari rahin pemberi gadai
dan murthahin penerima gadai, 3.Adanya barang yang digadaikan Marhun, dan 4.Utang Marhun bih. Sedangkan syarat sah perjanjian gadai adalah: 1. Shigat, 2. Orang
yang berakal, 3. Barang yang dijadikan pinjaman, dan 4. Utang marhun bih.
Hak penerima gadai adalah sebagai berikut: 1. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo, murtahin
berhak untuk menjual marhun. 2. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian
biaya yang dikeluarkan. 3. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum
dilunasi. Kewajiban dari penerima gadai adalah:
1. Apabila terjadi sesuatu hilang ataupun cacat terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab.
2. Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi. 3. Sebelum diadakan pelelangan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin.
Hak dari pemberi gadai adalah: 1. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada
murtahin. 2. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin
menuntut ganti rugi ataas marhun. 3. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa
hasil penjualan marhun. 4. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak
untuk meminta marhunnya kembali. Kewajiban dari pemberi gadai adalah :
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
187
1. Melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
2. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya.
2.1.4. Akad Perjanjian Transaksi Gadai a Qard al- Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu nasabah rahin akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai marhun kepada
pegadaian murtahin
Ketentuannya: - Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang
elektronik, dan lain sebagainya. - Karena bersifat sosial, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan
untuk mengenakan biaya administrsi kepada rahin. b Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Ketentuannya: - Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak
seperti: emas, elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, dan lain-lain, - Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.
c Ba’i Muqayyadah Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti
pembelian alat kantor atau modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh
rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin aupun murtahin.
d Ijarah Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu, bentuknya adalah murtahin
menyewakan tempat penyimpanan barang.
2.1.5. Pemanfaatan Barang Gadaian dan Berakhirnya Akad Rahn Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang
digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut selamat dan utuh. Dari Abu Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw
berkata: “Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada
kerugian atau biaya” HR Syafi’i dan Daruqutni. Sedangkan sebagian ulama lainnya, selain mazhab Hambali, berpendapat bahwa murtahin penerima gadai tidak boleh
mempergunakan barang rahn.
Akad rahn berakhir bila telah terjadi hal-hal seperti disebutkan di bawah ini: 1. Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya.
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
188
2. Rahin membayar hutangnya. 3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin.
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin. 5. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin.
6. Memanfaatkan barangrahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari
pihak rahin maupun murtahin. 2.1.6. Kegiatan Pelelangan
Pelelangan baru dapat dilakukan jika nasabah rahin tidak dapat mengembalikan pinjamannya. Sebelum dilakukan pelelangan, harus ada pemberitahuan pada lima hari
sebelum tanggal penjualan. Ketentuan dari pelelangan ini adalah: 1. Untuk marhun berupa emas ditetapkan margin sebesar 2 untuk pembeli.
2. Pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas. 3. Biaya penjualan sebesar 1 dari hasil penjualan, biaya pinjaman empat bulan, sisanya
dikembalikan ke nasabah. 4. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama satu tahun akan diserahkan ke baitul maal.
2.1.7. Persamaan dan Perbedaan antara Rahn dan Gadai Terdapat beberapa persamaan antara rahn dan gadai yaitu hak gadai berlaku atas
pinjaman uang, adanya anggaran barang jaminan sebagai jaminan hutang, tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan, biaya barang yang digadaikan ditanggung
oleh pemberi gadai, dan apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
Sedangkan beberapa perbedaan antara gadai dan rahn adalah: 1.Rahn dilakukan secara sukarela tanpa mencari keuntungan, gadai dilakukan dengan
prinsip tolong menolong tetapi juga menarik keuntungan dengan menarik bunga. 2.Hak rahn berlaku pada seluruh harta benda bergerak dan benda tidak bergerak.
3.Rahn menurut hukum Islam dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga, sedangkan gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga Perum Pegadaian
2.2. Pegadaian Syariah di Indonesia Lembaga yang menyelenggarakan pegadaian syariah di Indonesia adalah
Perusahaan Umum Perum Pegadaian. Adapun sejarah dari Perum Pegadaian adalah sebagai berikut. Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor Jawatan
Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang yang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke
Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian
sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara PN sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.71969 menjadi Perusahaan
Jawatan Perjan, dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.101990 yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.1032000 berubah lagi menjadi
Perusahaan Umum Perum hingga sekarang.
Terbitnya PP10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang
harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
189
terbitnya PP1032000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa adalah keuntungan dan tanggung
jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” HR Syafi’i dan Daruqutni. Sedangkan sebagian ulama lainnya, selain mazhab Hambali, berpendapat bahwa murtahin penerima
gadai tidak boleh mempergunakan barang rahn.
Untuk menjadi lembaga keuangan yang terbaik di mata masyarakat, maka Perum Pegadaian terus meluncurkan produk-produk jasa keuangan termasuk salah satunya adalah
pegadaian pola syariah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pegadaian syariah ini mulai dioperasikan di Indonesia mulai Januari 2003. Secara umum, perkembangan pegadaian
syariah cukup baik. Perkembangan Pegadaian Syariah sampai akhir Februari 2009, jumlah pembiayaan mencapai 1, 6 triliun Rupiah dengan nasabah 600 ribu orang. Jumlah kantor
cabang Pegadaian Syariah ini berjumlah 120 unit yang berarti masih 4 dari jumlah Pegadaian Konvensional yang ada di Indonesia Harian Republika dalam Wakhyudin,
2009.
Pegadaian Syariah sebagai lembaga yang dimiliki pemerintah tentunya memiliki kekurangan dan kelebihan dibandingkan dengan bank. Menurut Endang 1993 dan
Muhammad 1997 kelebihan-kelebihan Pegadaian Syariah dibandingkan dengan bank adalah:
1. Persyaratan yang sangat sederhana, sehingga memudahkan konsumen dalam
memenuhinya. 2. Prosedur yang sangat sederhana, sehingga memungkinkan konsumen memperoleh dana
dalam waktu 15 menit saja. 3. Keanekaragaman barang yang dapat dijadikan jaminan, angsuran ringan tidak
ditentukan jumlahnya dan dapat diangsur sesuai kemampuan dengan jangka waktu 120 hari.
4. Cukup dipungut biaya administrasi dan biaya ijarah. 5. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan tujuan penggunaan uang tersebut, sehingga
konsumen dapat memanfaatkan uang tersebut untuk kepentingan apa saja. 6. Dapat dilunasi sewaktu-waktu, maupun diperpanjang dengan membayar biaya
administrasi dan biaya ijarahnya. 7. MUI telah mengeluarkan fatwa mengenai operasionalisasi Pegadaian Syariah.
Sedangkan kekurangan dari Pegadaian Syariah dibandingkan dengan bank adalah sebagai berikut:
1. Harus ada jaminan barang bergerak yang mempunyai nilai. 2. Barang bergerak yang dijadikan jaminan harus diserahkan kepada Perum Pegadaian,
sehingga konsumen tidak dapat memanfaatkan barang tersebut selama berada di Perum Pegadaian.
3. Jumlah kredit gadai masih terbatas untuk jenis emas dan berlian pada kota- kota besar, padahal di kota besar angka kemiskinan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di
kota kecil. 4. Belum semua masyarakat memahami mengenai sistem dari gadai syariah.
5. Belum memiliki visi misi karena masih menyatu dengan perusahaan induknya.
II PEMBAHASAN
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
190
3.1. Implementasi Gadai Syariah di Perum Pegadaian Gadai syariah di Perum Pegadaian Syariah diimplementasikan dengan adanya
fasilitas rahn, yaitu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dipungut biaya administrasi dan ijarah biaya jasa simpan dan
pemeliharaan barang jaminan. Prinsip-prinsip syariah yang diberlakukan pada produk gadai syariah di Perum Pegadaian adalah tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atas jasa dan atau bagi
hasil.
Pegadaian Syariah menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan. Cepat, karena hanya 15 menit
kebutuhan dana akan terpenuhi. Praktis, karena tidak perlu membuka rekening ataupun prosedur lain yang memberatkan. Konsumen cukup membawa barang-barang berharga
milik pribadi, saat itu juga konsumen akan mendapatkan dana yang dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Jika masa jatuh tempo
tiba dan konsumen masih memerlukan dana pinjaman tersebut, maka pinjaman dapat diperpanjang hanya dengan membayar sewa simpan dan pemeliharaan serta biaya
administrasi. Sedangkan menentramkan, karena sumber dana Pegadaian Syariah berasal dari sumber yang sesuai dengan syariah, proses gadai berlandaskan prinsip syariah, serta
didukung oleh petugas-petugas dan outlet dengan nuansa Islami sehingga lebih syari dan menetramkan.
Dalam prinsip syariah, pengoperasian gadai syariah menggunakan metoda mudharabah atau prinsip bagi hasil. Namun, pada aplikasinya, Perum pegadaian
menggunakan metoda Fee Based Income FBI karena nasabah dalam mempergunakan dana mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar uang
sekolah atau tambahan modal kerja, sehingga metoda mudharabah tidak layakfeasible untuk diterapkan pada Perum Pegadaian.
Landasan dalam operasionalisasi gadai syariah adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 25DSN-MUIIII2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa
pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketentuan Umum: 1. Murtahin penerima barang mempunya hak untuk menahan Marhun barang.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan
penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin. 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan
jumlah pinjaman. 5. Penjualan marhun
a. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
191
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksadieksekusi. c. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi
kewajiban rahin. b. Ketentuan Penutup:
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya. Dari landasan syariah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, adapun
mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut: melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan
dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai penarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di
Pegadaian.
Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi : 1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasikbathil seperti murtahin mensyaratkan
barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2. Marhun bih Pinjaman. Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada
murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun barang yang dirahnkan. Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait
dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. 4. Jumlah maksimum danarahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka
waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi, biaya penyimpanan,
biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi. Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya
cukup menyerahkan harta geraknya emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain untuk dititipkan disertai dengan kopi tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan
nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan jasa simpan dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan.
Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah
sebesar 90 dari nilai taksiran barang. Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
192
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- sembilan puluh rupiah dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi
pinjaman. 3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat
pencairan uang pinjaman. Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk melakukan penebusan
barangpelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan, mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan
ditambah bea administrasi, atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual,
selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun
untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada
Badan Amil Zakat sebagai ZI.
Selain aspek operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam
hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagaifundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan
lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu:
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan
barang jaminan dalam gadai bersifataces s oir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa pinjam.
IV PENUTUP 4.1. Simpulan
Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan dengan mengulas mengenai teori gadai syariah yang berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islam dengan membandingkannya
dengan operasionalisasi gadai syariah yang telah dipraktikkan pada Perum Pegadaian di Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi gadai syariah yang diterapkan,
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
193
secara umum, telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Namun, ada beberapa hal, seperti prinsip mudharabah yang belum dapat dipraktikkan secara sempurna karena
kebutuhan masyarakat akan dana tersebut belum dapat dikontrol oleh pihak Perum Pegadaian, sehingga kita tidak dapat memastikan apakah dana yang berasal dari transaksi
gadai syariah tersebut digunakan untuk sesuatu yang sesuai dengan syariah atau tidak.
4.2. Saran Walaupun sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu agama yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia, dan juga dirasa lebih menguntungkan, adanya fasilitas gadai syariah ini belum bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas karena
kurangnya publikasi dan pembelajaran kepada publik mengenai gadai syariah dari Perum Pegadaian. Oleh karena itu, dibutuhkan publikasi, promosi dan pengenalan kepada
masyarakat luas mengenai konsep gadai syariah yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian ini. Diharapkan ke depannya, operasionalisasi dari gadai syariah ini dapat dilakukan
berlandaskan prinsip-prinsip syariat Islami dengan menyeluruh, terutama pada akad utama gadai syariah, yaitu akad mudharabah.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Gadai Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Gadai Syariah: Konsep dan Operasionalnya diIndonesia. http:one.indoskripsi.comskripsi-tugas-kuliah-makalahekonomi-islamgadai-syariah-
konsep-dan-operasionalnya-di-indonesia. [9 Januari 2010] Pegadaian. http:id.wikipedia.orgwikiPegadaian. [9 Januari 2010]
Pegadaian Syariah.http:w w w .pegadaian. co.idp.kc a.php?uid. [9 Januari 2010] Perum Pegadaian.http:w w w .pegadaian. co.id. [9 Januari 2010]
Rahmawati, Rafika. 2009. Makalah Pegadaian Syariah. http:hendrakholid.netblog200905makalah-pegadaian-syariah. [9 Januari 2010]
Rais, Sasli dan Wakhyudin. 2007. Pengembangan Pegadaian Syariah di Indonesia dengan
Analisis SWOT. http :docs. google. comviewer?a=vq=cache:772
YNKECUJ:images.nuris2007.multiply.multiplycontent.comattachment. [9 Januari 2010]
Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin
194
BAB XV AKUNTANSI FORENSIK