K R SISTEM TANPA BUNGA FREE INTEREST SYSTEM

Fadhl, yaitu bila pertukaran barang yang sejenis, tapi jumlahnya tidak seimbang mistlan bi mitslin atau suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Majelis Ulama Indonesia MUI melalui fatwa yang dikeluarkan tanggal 16 Desember 2003, telah menyatakan bahwa bunga bank tersebut identik dengan riba dan riba itu hukumnya haram. Sehingga dalam perekonomian khususnya di bidang perbankan dan sektor riel lainnya untuk mewujudkan konsepsi sistem perekomian islam atau sesuai dengan aqidah Islam tersebut, telah didirikan beberapa perbankan syariah dan beberapa unit usaha syariah lainnya seperti, asuransi syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syraiah, reksadana syariah, dan koperasi syariah. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Munas NU di Bandar Lampung dan Bogor; agar PBNU mendirikan bank Islam dengan sistem tanpa bunga Batsul Masail, Munas Bandar Lampung, 1992.

F. K

ONSEP T IME V ALUE OF M ONEY TVM DALAM I SLAM Konsep TVM positive preference menyebutkan bahwa nilai komoditi saat ini lebih tinggi dibanding masa depan Achsien, 2000, 43. Karena konsep ini merupakan pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional. Diskonto dalam masalah ini berkaitan dengan tingkat bunga. Padahal dalam Islam sistem bunga dilarang, terutama dalam penilaian investasi, diskonto, dan sebagai cost of capital. Selanjutnya dalam Islam uang dan kekayaan harus digunakan untuk kebiasaan baik bukan untuk eksploitasi, dalam pemanfaatannya tidak boleh berlebih-lebihan dan tidak boleh dibiarkan sia-sia menganggur. Sehingga capital budgeting yang didasarkan pada diskonto untuk menilai proyek atau investasi bertentangan dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Selain itu sistem bunga interest sebagai salah satu faktor diskonto yang dilarang merupakan bentuk praktik riba. Sehingga sebagai alternatif penggantinya adalah menggunakn tingkat pengembalian rank of return, bukan rate of return. Sebagai contoh untuk saham investasi dengan memperhatikan EPS earning per share, dengan tetap memperhatikan konsep profit and loss sharing.

G. R

ELEVANSI K ONSEP L

ABA

B ERBASIS H ISTORIS DENGAN B USINESS I NCOME Bahwa konsep business income lebih relevan dari pada konsep laba berbasis historis, karena nilai historis yang dijadikan dasar penilaian dan pengukuran atas aset atau transkasi yang akan dikenakan zakat tidak bisa mengakui transaksi pada nilai wajarnya, yang ditunjukkan dengan nilai saat ini. Historical cost juga gagal mengatasi prinsip realisasi, karena historical cost tidak bisa mengakui kenaikan nilai yang belum direalisasi atas aset yang dimiliki perusahaan pada periode tertentu. Sedangkan konsep laba business income lebih relevan karena kesesuaiannnya dengan mekanisme zakat yang mengakui dan meniali aset harta berdasarkan nilai sekarang current value dan sistem tanpa bunga yang ada dalam Islam. Current value dalam praktik akuntansi dapat digunakan sebagai dasar penilaian dan pengukuran dengan menggunakan net realizable value replacement cost. Current value ini didasarkan pada nilai masukan dan nilai keluaran. Bila nilai masukan dinyatakan dalam satuan kini maka perhitungan laba sama dengan historical cost, tetapi laba yang dihasilkan mencakup penahanan keuntungan dan kerugian ini direalisasi atau tidak melalui penjualan atau pertukaran. Teori Akuntansi 2013; Jumirin Asyikin STIE Indonesia Kayutangi Banjarmasin 152 Lebih lanjut Hendriksen dan Van Breda 2000, 306 memberikan rumusan secara aljabar tentang laba dengan dasar current cash equivalent sebagai berikut: Laba = NSUM + NSUP NSUM = Nilai satuan usaha dalam satuan harga masukan kini NSUP = Nilai satuan usaha dalam satuan nilai pasar dari masing-masing aset Namun perlu diingat bahwa untuk memperolah laba tersebut harus memperhatikan prinsip ekonomi berkorban seefisen mungkin untuk mencapai laba yang proporsional sesuai dengan prinsip syariah dalam Islam yaitu: 1. Saling ridha ‘an taradhin, adanya keikhlasan antar para pihak penjual dan pembeli 2. Halal-Thayib halalan thayiban, barang yang diperjualbelikan harus bebas dari unsur yang merugikan menurut prinsip syariah. 3. Bebas riba dan eksploitasi dzulm, tidak mengandung unsur bunga dan bentuk eksploitasi dari penjual kreditur kepada pembeli debetur 4. Bebas manipulasi ghoror, tidak ada unsur penipuan atau rekayasa yang hanya menguntungkan salah satu pihak. 5. Saling menguntungkan ta’awun, bahwa dalam proses jual beli para pihak memperoleh manfaat masing-masing sesuai dengan akad dan perjanjiannnya 6. Tidak membahayakan mudharat, barang atau jasa yang diperjualbelikandiserahterimakan tidak membawa mudharat bagi dirinya, masyarakat dan lingkungan. 7. Anti monopoli dan spekulasi masyir, tidak dibenarkan adanya praktik monopoli dan spekulasi, karena menyangkut masalah keadilan dan ketidakpastian.

BAB XII PENILAIAN DAN PENGUKURAN DALAM AKUNTANSI SYARIAH