PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN

2 masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dan memerlukan penanganan dan pelayanan yang berbeda Kementrian Kesehatan RI, 2010. Anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber daya manusia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan aktif dalam kehidupannya, anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat Kementrian Kesehatan RI, 2010. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami kondisi fisik, perkembangan, perilaku maupun emosional kronis dan memerlukan layanan kesehatan serta layanan terkait dalam jenis atau jumlah lebih dari yang dibutuhkan anak lain pada umumnya Wong, 2008. Salah satu kasus anak berkebutuhan khusus adalah anak yang menderita sindrom down dan salah satu penyebab sindrom down adalah suatu kelainan genetika yang mengakibatkan terjadinya kelainan kromosom sehingga anak terlahir dengan cacat congenital dengan kelebihan kromosom 21 yang dinamakan trisomi 21. Sindrom down dapat ditemukan pada semua etnik penduduk, sekitar 1 diantara 700 bayi yang lahir hidup menderita kelainan ini, salah satu faktor pemicu kejadian sindrom down yang diketahui adalah adanya hubungan yang erat antara kejadian sindrom down dengan semakin lanjutnya usia ibu, yaitu 3 terjadi peningkatan insiden sebesar 1 bila usia ibu mencapai 40 tahun Hull Jhonston, 2008. Secara umum, penderita pada sindrom down mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang agak kecil, yaitu wajah khas dengan mata sipit yang membujur keatas, jarak antara kedua mata berjauhan dengan tampak sela hidung yang rata dan datar seperti mongol, hidung kecil, mulut mengecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan keluar macroglossia, gambaran telapak tangan tidak normal yaitu terdapat satu garis besar melintang simian crease. Masalah intelegensi pada anak sindrom down bervariasi dari retardasi ringan sampai sedang dengan nilai IQ berkisar dari 25-70 Hull dan Jhonston, 2008. Dengan gambaran klinis tersebut, anak dengan sindrom down membutuhkan perhatian dan perawatan yang lebih khusus dari orang tua dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, serta orang tua harus dapat melakukan pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh anak sindrom down dengan keterbatasan fisik dan intelektual yang tidak dapat disembuhkan dan hanya dapat dilakukan dengan terapi, perawatan khusus, serta program pendidikan khusus untuk mencapai kelangsungan hidup secara optimal. Hal ini akan menjadi suatu stresor tersendiri bagi keluarga khususnya pada orang tua Maramis, 2005. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun social dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, maupun lingkungan luar lainnya Patel, 1996 dalam Nasir Muhith, 2011. 4 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamid, 2004 dalam Tiana dan Andriany, 2010 menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki anak tunagrahita menunjukkan perasaan sedih, denial, depresi, marah dan menerima keadaan anaknya. Orang tua merasa khawatir tentang masa depan anak dan stigma yang melekat pada anak. Pada anak tunagrahita secara umum mempunyai tingkat kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Berdasarkan American Association on Mental Retardation AAMR menjelaskan bahwa keterbelakangan mental menunjukan adanya keterbatasan yang signifikan dalam berfungsi, baik secara intelektual maupun perilaku adaptif yang terwujud melelu adaptif konseptual , social maupun partikal Hallan Kauffman, 2006 dalam Magunsong, 2009. Dari penelitian ini menunjukan bahwa memiliki anak dengan kebutuhan khusus merupakan suatu stessor tersendiri bagi orang tua dan respon yang muncul pada orang tua tersebut harus diimbangi dengan strategi koping yang tepat agar orang tua dapat mengatasi stressor sehingga tidak menimbulkan stres. Strategi koping adalah cara untuk mengatasi masalah-masalah dan usaha-usaha untuk mengatasi stres Sundberg dkk, 2007. Keluarga dan orang tua pada kondisi tersebut sangat membutuhkan motivasi, dukungan social ekonomi, teknik pertahanan, keterampilan dan kemampuan. Oleh karena itu, dalam menghadapi kondisi seperti ini, memerlukan suatu strategi koping yang efektif Lazarus, 1984 dalam Rasmun 2009. 5 Menurut Lazarus dan Folkman,1984 dalam Nasir Muhith,2011 ada dua strategi koping yang bisa dilakukan, yaitu problem focused coping koping yang berfokus pada masalah dan emotional focused coping koping yang berfokus pada emosi . Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan, sedangkan emotional focused coping yaitu usaha untuk mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Sebuah penelitian mengenai stres dan koping keluarga pada anak tunagrahita di SLB C dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang yang dilakukan oleh Tiana dan Andriany 2010, menunjukan bahwa stressor keluarga dengan anak tunagrahita adalah pengorbanan waktu kerja, finansial, penegakkan kedisiplinan, stigma masyarakat, pertumbuhan anak terhambat dan kekhawatiran masa depan anak. Penelitian ini juga menerangkan jenis koping yang digunakan oleh orang tua pada anak tunagrahita yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. dalam penelitian ini juga menjelaskan bagaimana keluarga memaknai stres dan koping yaitu dengan penerimaan, tanggung jawab, pelajaran hidup, ujian, cobaan dan kesedihan. Penelitian lain terkait strategi koping orang tua pada anak yang memiliki anak dengan cacat mental tuna grahita yang dilakukan di Sekolah Luar Biasa SLB Yayasan Pembinaan Anak Cacat YPAC semarang, yang dilakukan oleh Atikah 2008 ditemukan bahwa memiliki anak dengan

Dokumen yang terkait

Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

21 115 82

Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

6 58 87

STRATEGI PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA ANAK AUTIS DI SEKOLAH LUAR BIASA Strategi Pembelajaran Matematika Pada Anak Autis Di Sekolah Luar Biasa (Studi Kasus di Sekolah Mitra Ananda Colomadu Karanganyar).

0 6 10

PEMBELAJARAN MEWARNAI ANAK DOWN SYNDROME KELAS V SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 YOGYAKARTA.

8 43 128

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Strategi Koping pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahta di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Strategi Koping pada Ibu yang Memiliki Anak Tunagrahta di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Salatiga

0 0 50

Gambaran Kualitas Hidup Orang Tua Anak Sindrom Down di Yayasan Persatuan Orang Tua Anak dengan Sindrom Down Jakarta - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 1 58

Strategi Mekanisme Koping Orangtua yang Memiliki Anak dengan Retardas Mental di Sekolah Luar Biasa (SLB) E Negeri Kecamatan Sei Agul Medan

0 0 28

Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

0 0 22

HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI ORANG TUA DENGAN KOPING ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK TUNA DAKSA DI SLB NEGERI 1 BANTUL - DIGILIB

0 0 10