Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2011. Mengenal Ayam Ras Pedaging di Indonesia. Jakarta. Agromaret.

Badan Pusat Statistik. 2008. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

. 2009. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

. 2010. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

. 2011. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

. 2012. Sumatera Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. Medan

Cahyono, Bambang. 2011. Ayam buras pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT Bumi Aksara. Jakarta Dalyono. 2008. Psikologi Pendidikan.

Desianto, 2010. Daya Saing Perunggasan Indonesia.

http://www.poultryindonesia.com/modules.php?name=News&file=article&s id=1463. Diakses tanggal 3 Juli 2013 pukul 20.46 WIB.

Ginting, Paham. 2006. Pemasaran Produk Pertanian. Medan. USU Press.

Girsang, Sri Widayani. 2007. Dampak Flu Burung Terhadap Permintaan Dan Penawaran Ayam Di Kabupaten Karo. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan

Hardjosworo dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Jakarta. Penebar Swadaya.

Kartasapoetra. 2002. Marketing Produk Pertanian dan Industri. Rineka Cipta. Jakarta

Kusnadi,dkk. 2009. Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. IPB Press. Bogor. Mubyarto. 1991. Pengatar Ekonomi Pertanian Edisi III. Lembaga Penelitian

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Sosial. Yogyakarta

Narantaka, Anggit. 2011. Budidaya Ayam Broiler Komersial. Jakarta. PT Buku Kita


(2)

Rahim Abd dan Hastuti Diah Retno Dwi. 2008. Ekonomika Pertanian Pengatar, Teori Dan Kasus. Penebar Swadaya. Jakarta

Setyono, Dwi Cahyo dan Ulfah, Maria. 2011. 7 Jurus Sukses Menjadi Peternak Ayam Ras Pedaging. Jakarta. Penebar Swadaya.

Sihombing, Luhut. 2010. Tata Niaga Hasil Pertanian. Medan : USU Press.

Soekartawi, Prof. Dr. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian Teori Dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Soekartawi. 2002. Manajemen Pemasaran Hasil – Hasil Pertanian. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.

Sudiyono, Armand. 2004. Pemasaran Pertanian. Malang. UMM Press.

Sudiyono. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Sukini pukul 22.55 WIB.


(3)

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH:

FAUZUL AZHIMAH 090304034 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

ANALISIS TATANIAGA AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

OLEH:

FAUZUL AZHIMAH 090304034 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Ir. Iskandarini MM, Ph. D) (DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS)

NIP : 196405051994032002 NIP : 19630928199803001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(5)

ABSTRAK

Fauzul Azhimah (090304034) dengan judul Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini MM, Ph. D dan Bapak DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS.

Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir. Ayam ras pedaging merupakan salah satu produk peternakan dari Kabupaten Serdang Bedagai yang dibutuhkan sebagai pemenuh kebutuhan pangan terhadap protein hewani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, dan untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penentuan daerah dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu daerah dengan produksi ayam ras pedaging tertinggi dan mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Data yang digunakan data primer diambil dari 30 orang peternak ayam ras pedaging yang dipilih secara snowball sampling dan 20 pedagang yang terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 15 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran. Metode analisis yang digunakan adalah analisis share margin produsen, share margin biaya, share margin keuntungan dan analisis efisiensi tataniaga.

Hasil dari penelitian adalah terdapat tiga saluran pemasaran di daerah penelitian, yaitu Peternak - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak – Konsumen. Share margin peternak dalam saluran I adalah 73,08%, saluran II adalah 86%, dan saluran ketiga 100%. Untuk share margin keuntungan pedagang pengumpul adalah 6,32%. Dan pedagang pengecer di saluran tataniaga pertama share marginnya sebesar 6,93% dan di saluran tataniaga kedua adalah 7,31%. Tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian untuk ketiga saluran tataniaga yang ada belum efisien seluruhnya karena tingkat efisiensi ketiga saluran tersebut sudah lebih besar dari 50%, yaitu 21,70%, 28,31%, dan 23,54%.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Fauzul Azhimah lahir pada tanggal 6 Agustus 1991 di Medan anak pertama dari Bapak Drs Zulfan dan Ibu Fauziah Helmi Br Ginting.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar No 101829 Gelugur Kebun dan lulus pada tahun 2003;

2. Tahun 2003 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Pancur Batu dan lulus pada tahun 2006;

3. Tahun 2006 masuk Sekolah Menengah Atas Swasta Yayasan Sultan Iskandar Muda Medan dan lulus pada tahun 2009;

4. Tahun 2009 diterima di Program studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB);

5. Bulan Juli 2013 melakukan penelitian skripsi di Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara;

6. Bulan Juli – Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pantai Cermin Kanan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) ,Badan Kenaziran Mushalla Research (BKM–R), dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM–SEP).


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada suri tauladan manusia, rahmat semesta alam Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi yang diberi judul “Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Segala hormat dan terima kasih tak berujung kepada Ibundaku tersayang Fauziah Helmi Br Ginting dan Ayahanda terkasih Drs. Zulfan atas cinta, motivasi,

dukungan moral maupun materiil yang diberikan kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Iskandarini, MM, P.hD selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak DR. Ir. Rahmanta Ginting, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah

banyak membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Kepada ibu DR. Ir. Salmiah, M. Si selaku ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak DR. Ir. Satia Negara Lubis, M. Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam perkuliahan serta sistem administrasi di Program Studi Agribinis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tidak luput juga penulis berterima kasih kepada seluruh dosen Program Studi Agribinis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah membekali


(8)

ilmu pengetahuan kepada penulis. Serta seluruh pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Agribinis yang telah membantu dalam proses administrasi.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Yhoni Saputra yang telah memberi motivasi, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Tidak lupa kepada teman-teman yang banyak membantu Hadi, Alem, Ummul, Sri, Roma, Asmi, Aminah, Winda, Puput, Kiky dan teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2013


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Maksud Penelitian ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1. Ayam Ras Pedaging ... 9

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Tataniaga ... 12

2.2.2. Saluran Tataniaga ... 15

2.2.3. Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 17

2.2.4. Biaya Tataniaga ... 20

2.2.5. Margin Tataniaga ... 22

2.2.6. Efisiensi Tataniaga ... 27

2.3. Kerangka Pemikiran ... 29

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 33

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 34

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4. Metode Analisis Data ... 35

3.5. Defnisi Dan Batasan Operasional ... 37

BAB IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1.Kondisi Geografis Kabupaten Serdang Bedagai ... 40

4.2.Keadaan Penduduk ... 41

4.2.1. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Tingkat Pendidikan 42 4.2.2. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Jenis Pekerjaan 43

4.3. Sarana Dan Prasarana ... 44

4.4. Karakteristik Sampel ... 46

4.4.1. Karakteristik Peternak Sampel ... 46


(10)

4.4.3. Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel ... 51 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 51 5.2. Share Margin Lembaga Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 54 5.3. Efisiensi Tataniaga Ayam Ras Pedaging ... 63 BAB VI. KASIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 67 6.2. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Hal.

1 Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging 17

2 Hubungan Antara Harga Tingkat Produsen Dan Pengecer

Terhadap Marging Tataniaga 24

3 Kerangka Pemikiran 31

4 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang

Bedagai 52

5 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Pertama 52

6 Saluran Tataniaga Ayam Ras Pedaging Kedua 53


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Hal.

1 Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara 4 2 Luas Lahan Dan Populasi Per Kecamatan Kabupaten Serdang

Bedagai 5

3 Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis

Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan 10

4 Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara 33 5 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Kelompok Umur 41

6 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Tingkat Pendidikan 42

7 Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai

Berdasarkan Mata Pencaharian 43

8 Sarana Dan Prasarana Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun

2011 45

9 Kelompok Umur Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging Di

Kabupaten Serdang Bedagai 46

10 Tingkat Pendidikan Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging Di

Kabupaten Serdang Bedagai 47

11 Lama Beternak Para Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 48

12 Kapasitas Kandang Peternak Sampel Ayam Ras Pedaging

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2013 49

13 Karakteristik Pedagang Pengumpul Sampel 50

14 Karakteristik Pedagang Pengecer 51

15 Fungsi-Fungsi Tataniaga Yang Dilakukan Setiap Lembaga

Tataniaga 55

16 Biaya Produksi, Harga Jual Dan Keuntungan Masing-Masing


(13)

17 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Pertama 58 18 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Kedua 60 19 Price Spread Dan Share Margin Saluran Tataniaga Ketiga 61 20 Rekapitulasi Share Margin Dan Margin Keuntungan Setiap

Lembaga Tataniagapada Setiap Saluran Tataniaga 62 21 Niali Share Margin Peternak Pada Setiap Saluran Tataniaga

Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan

1 Karakteristik Peternak Sampel

2 Karakteristik Pedagang Pengumpul Sampel 3 Karakteristik Pedagang Pengecer Sampel 4 Biaya Penyusutan Per Produksi

5 Biaya Variabel Per Produksi 6 Total Biaya Produksi Per Produksi

7 Penerimaan dan Pendapatan Bersih Peternak Per Produksi 8 Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul

9 Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengumpul 10 Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer

11 Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengecer 12 Price spread Saluran Tataniaga Pertama

13 Price spread dan Share Margin Saluran Tataniaga Kedua 14 Price spread dan Share Margin Saluran Tataniaga Ketiga


(15)

ABSTRAK

Fauzul Azhimah (090304034) dengan judul Analisis Tataniaga Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir. Iskandarini MM, Ph. D dan Bapak DR.Ir.Rahmanta Ginting, MS.

Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen akhir. Ayam ras pedaging merupakan salah satu produk peternakan dari Kabupaten Serdang Bedagai yang dibutuhkan sebagai pemenuh kebutuhan pangan terhadap protein hewani.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai, untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, dan untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penentuan daerah dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu daerah dengan produksi ayam ras pedaging tertinggi dan mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Data yang digunakan data primer diambil dari 30 orang peternak ayam ras pedaging yang dipilih secara snowball sampling dan 20 pedagang yang terdiri dari 5 pedagang pengumpul, 15 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran. Metode analisis yang digunakan adalah analisis share margin produsen, share margin biaya, share margin keuntungan dan analisis efisiensi tataniaga.

Hasil dari penelitian adalah terdapat tiga saluran pemasaran di daerah penelitian, yaitu Peternak - Pedagang Pengumpul - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak - Pedagang Pengecer – Konsumen; Peternak – Konsumen. Share margin peternak dalam saluran I adalah 73,08%, saluran II adalah 86%, dan saluran ketiga 100%. Untuk share margin keuntungan pedagang pengumpul adalah 6,32%. Dan pedagang pengecer di saluran tataniaga pertama share marginnya sebesar 6,93% dan di saluran tataniaga kedua adalah 7,31%. Tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian untuk ketiga saluran tataniaga yang ada belum efisien seluruhnya karena tingkat efisiensi ketiga saluran tersebut sudah lebih besar dari 50%, yaitu 21,70%, 28,31%, dan 23,54%.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan tanaman pangan. Dari sektor peternakan ada beberapa bagian lagi dan salah satunya adalah bagian perunggasan. Bagian perunggasan termasuk subsektor yang penting dalam peternakan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari unggas. Jika dibandingkan dengan protein nabati, kandungan asam amino dari protein hewani lebih tinggi sehingga lebih bergizi. Secara tidak langsung perunggasan ini membantu pembangunan kualitas bangsa karena dengan konsumsi protein yang baik dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kecerdasan seseorang (Desianto, 2010).

Selain berperan dalam pembangunan kualitas bangsa, perunggasan juga mampu menumbuhkan ekonomi pedesaan karena sebagian besar peternakan berada di desa. Industri perunggasan dapat menciptakan lapangan kerja yang besar sehingga pendapatan masyarakat pedesaan juga meningkat. Efek ganda dari sektor peternakan unggas ini yang sangat besar dalam sektor pertanian. Karena hampir seluruh bahan baku pakan terdiri dari hasil pertanian seperti jagung, dedak, bungkil kelapa sawit/kopra, tepung gaplek, dan lain-lain. Maka dari itu peningkatan sektor peternakan (unggas) dapat diprioritaskan guna meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan juga mengurangi pengangguran. (Desianto, 2010).


(17)

Sektor perunggasan tersebut terdiri dari beberapa jenis ternak yaitu ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik, dan burung puyuh. Untuk ayam ras pedaging sendiri merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam (Anonimous, 2011).

Di Sumatera Utara sistem agribisnis peternakan pada umumnya menurut penulis memiliki permasalahan tataniaga hasil. Hal ini disebabkan jika produksi ditingkatkan untuk tujuan peningkatan taraf hidup masyarakat namun tanpa diiringi oleh sistem tataniaga hasil yang efisien menyebabkan rendahnya harga yang diterima peternak mengakibatkan berkurangnya pendapatan peternak.

Upaya peningkatan produksi ayam ras pedaging sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek tataniaga karena usaha ternak ayam ras pedaging pada umumnya adalah usaha ternak komersial yang hasil produksinya untuk dijual ke pasar. Produksi dan tataniaga mempunyai hubungan ketergantungan yang sangat erat. Produksi yang meningkat tanpa didukung oleh sistem tataniaga yang dapat menampung hasil dengan tingkat harga yang layak tidak akan berlangsung lama, malah pada waktunya ia akan menurun karena pertimbangan untung rugi usaha ternak (Ginting, 2006).

Adapun sistem tataniaga ayam ras pedaging, tidak terlepas dari peranan–peranan lembaga tataniaga. Lembaga–lembaga ini dalam menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen, berhubungan satu dengan yang lain membentuk saluran tataniaga. Arus aliran barang yang terbentuk dalam proses tataniaga ini beragam sekali atau terdapat beberapa saluran pemasaran di dalamnya, misalnya produsen


(18)

berhubungan langsung dengan konsumen akhir atau produsen terlebih dahulu

berhubungan dengan tengkulak, pedagang pengumpul, ataupun pedagang besar (Sudiyono, 2004).

Dalam banyak kenyataan, kelemahan dalam sistem pertanian adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi–fungsi tataniaga seperti pembelian, penyortiran (grading), penyimpanan, pengangkutan, dan pengolahan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga sering tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sementara keterampilan dalam mempraktekkan unsur–unsur manajemen memang terbatas. Belum lagi dari segi kurangnya penguasaan informasi pasar sehingga kesempatan–kesempatan ekonomi menjadi sulit untuk dicapai. Lemahnya manajemen tataniaga disebabkan karena tidak mempunyai pelaku–pelaku pasar dalam menekan biaya tataniaga (Soekartawi, 2002).

Semua proses mulai dari penampungan dari produsen sampai penyaluran komoditi jelas membutuhkan biaya yang masing – masing tidak sama. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Semakin panjang jarak dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam sistem tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin pemasaran juga semakin besar. Sistem tataniaga merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi pertanian. Bila tataniaga tidak baik, mungkin disebabkan oleh karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai tataniaga terlalu panjang, atau hanya ada satu pembeli dan lain sebagainya, kondisi ini sudah pasti merugikan pihak peternak. Sementara si peternak harus berjuang dengan penuh resiko memelihara ternaknya sekian lama, sedangkan si


(19)

pedagang memperoleh hasil hanya dalam waktu singkat saja. Sehingga pantas dikatakan bahwa efisiensi di bidang tataniaga masih rendah (Daniel, 2002).

Tabel dibawah ini merupakan sajian data produksi ternak ayam ras pedaging di masing-masing kabupaten kota di Sumatera Utara

Tabel 1. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara

Kabupaten/ Kota Produksi Daging Ayam (000 Kg)

2007 2008 2009 2010 2011

Nias 376.55 0 263.45 37858 0

Mandailing Natal 0 0 0 0 0

Tapanuli Selatan 170.87 0.78 119.46 171.79 0.79 Tapanuli Tengah 41.11 19.95 28.76 41.34 20.24 Tapanuli Utara 0.76 0 0.53 0.76 0

Toba Samosir 0 0 0 0 0

Labuhan Batu 0 94.05 0 0 95.39

Asahan 4575.04 7725 3200.91 4599.75 7835.47 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75

Dairi 0 0 0 0 0

Karo 0 0 0 0 0

Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48

Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2

Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02

Pakpak Barat 0 0 0 0 0

Samosir 0 19.71 0 0 19.99

Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57 Padang Lawas Utara 0 29.87 0 0 0.18

Padang Lawas 0 0.18 0 0 30.3

Labuhan Batu Selatan 0 2.78 0 0 447.31

Labuhan Batu Utara 0 441 0 0 2.81

Nias Utara 0 0 0 0 342.89

Nias Barat 0 0 0 0 63.29

Sibolga 0 338.06 0 0 31.84

Tanjung Balai 352.54 6.24 246.65 354.44 204.54 Pematang Siantar 25.26 31.39 17.67 25.39 116.03 Tebung Tinggi 164.53 201.65 130.32 165.41 785.01 Medan 108.88 114.39 86.25 109.47 60.61 Binjai 399.55 773.94 316.48 401.72 0 Padang Sidempuan 234.49 59.76 185.73 235.75 0

Gunung Sitoli 0 0 0 0 0

Sumber : BPS 2008-2012

Dari tabel 1 diketahui produksi ternak ayam ras pedaging tertinggi pertama adalah Kabupaten Serdang Bedagai, diikuti Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Asahan, dan Simalungun. Jumlah produksi di atas dapat dilihat


(20)

berfluktuasi (naik turun) seperti di tahun 2009, di beberapa kabupaten menunjukkan produksi menurun. Hal ini diasumsikan karena pada tahun tersebut peternakan ayam di Sumatera Utara terkena wabah flu burung (Girsang, 2007). Berikut adalah data banyaknya pengusaha ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Dinas Pertanian dan peternakan Serdang Bedagai 2012

Tabel 2. Luas Lahan dan Populasi Ternak Per Kecamatan Kabupaten Serdang Bedagai

Kecamatan Desa Luas Lahan (m2) Jumlah Populasi

Ternak (ekor)

Sei Rampah

Rambung Besar 5000 10200

Cempedak Lobang 1020 2100

Pergulaan 2000 4100

Sei Rampah 1280 2650

Pantai Cermin

Ujung Rambung 3050 6300

Celawan 1126 2300

Kota Pari 3500 7140

Pantai Cermin Kiri 850 1870

Pegajahan Karang Sari 1000 5500

Tebing Tinggi VII Kuta Baru 821 1700

Partapan 742 1500

Sei Bamban Pon 677 1470

Sipispis Simalas 258 600

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai 2012

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai mayoritas berada di Kecamatan Sei Rampah dan Kecamatan Pantai Cermin. Kondisi ini dipicu karena kondisi lahan di dua kecamatan ini sesuai untuk mengembangkan usaha ayam ras pedaging ini. Kesesuaian yang dimaksudkan ialah sesuai dari aspek tekhnis yaitu lokasi terbuka,


(21)

luas, jauh dari keramaian. Selain itu sesuai sosial ekonomi dan sesuai dari aspek hukumnya (Cahyono, 2011).

Dari hasil kegiatan pra survey yang dilakukan, terdapat beberapa permasalahan terhadap sistem tataniaga hasil ternak ayam ras pedaging tersebut. Permasalahan tersebut antara lain yaitu tidak adanya peranan–peranan lembaga tataniaga resmi seperti KUD untuk menyampaikan komoditi dari produsen ke konsumen dimana lembaga pemasaran ini dapat meningkatkan harga jual petani, menjaga agar harga tetap konstan, menginformasikan kebutuhan pasar terhadap komoditi tersebut. Selain itu permasalahan lainnya yaitu jarak dari sentra produksi jauh dari pasar dimana hasil ternak ayam ras pedaging di Serdang Bedagai ini dipasarkan ke kota sebesar 92,35% dan ke kabupaten hanya 7,65% dari hasil ternak keseluruhan. (BPS, 2008). Hal ini justru meningkatkan biaya tataniaga khususnya dari fungsi transportasi. Karena jika jarak semakin panjang dan semakin banyak perantara yang terlibat dalam proses tataniaga, maka biaya tataniaga semakin tinggi dan margin tataniaganya juga semakin besar. Dan jika margin tataniaga besar maka tingkat efisiensi tataniaganya semakin kecil.

Dari kondisi yang dipaparkan tersebut, dilakukan penelitian terhadap saluran tataniaga hasil produksi ternak ayam ras pedaging, share margin keuntungan terhadap beberapa pelaku tataniaga, dan produsen, dan tingkat efisiensi tataniaga yang dilakukan tersebut di Kabupaten Serdang Bedagai.


(22)

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut, yaitu

1. Bagaimana saluran tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

2. Bagaimana share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3.Tujuan Penelitian

Dari identifikasi masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk menganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Untuk menganalisis share margin masing-masing lembaga tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai;

3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.


(23)

1.4.Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi peternak;

2. Menjadi salah satu referensi pemerintah dalam pengambilan keputusan kebijakan untuk melindungi seluruh pelaku dalam proses produksi dan jalur tataniaga ayam ras pedaging;


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ayam ras pedaging

Ayam ras pedaging merupakan salah satu komoditi yang tergolong paling popular dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam ras pedaging merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan. Sejak dikembangkan secara intensif di masa orde baru, ayam ras pedaging telah menggeser komoditi-komoditi ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Usaha ayam ras pedaging sukup prospektif karena selera masyarakat terhadap cita rasa ayam ras sangat tinggi di semua lapisan. Disamping itu, nilai

keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola secara efisien (Setyono dan Ulfah, 2011).

Cepatnya masa panen yang dapat dicapai dari usaha pembesaran ayam ras pedaging menjadikannya primadona di kalangan peternak unggas. Ayam ras pedaging menjadi idola karena pada umur 39-40 hari bisa mencapai bobot 1,8 kg. padahal bobot yang sama baru bias dicapai ayam buras biasa pada umur yang lebih dari 3 bulan. Bahkan kini ayam ras pedaging bias mencapai bobot yang sama pada umur 31-32 hari. Dengan kata lain ayam ras pedaging yang dipelihara

saat ini lebih cepat besar dibandingkan ayam ras pedaging di masa yang silam (Narantaka, 2012).


(25)

Ciri ayam ras pedaging yang baik menurut Hadjosworo dan Rukmiasih (2000) adalah kerangka tubuh besar, pertumbuhan fisik yang pesat, dan hemat pakan. Di bawah ini adalah proporsi bobot badan dan pakan yang dibutuhkan beberapa jenis ayam yang memproduksi daging dalam jangka waktu samapi panen.

Tabel 3. Bobot Badan Dan Pakan Yang Diperlukan Beberapa Jenis Ayam Pada Berbagai Umur Pemanenan

Jenis ayam

Umur Pemanenan

(minggu)

Bobot hidup (gram)

Pakan yang diperlukan

(gram)

Efisiensi (Pakan/Bobot)

Ayam Ras

Pedaging 4-5 1700-2000 3500

2,0-1,75 Ayam Jantan

Petelur 10 1300 3200

2,5 Ayam

Kampung 8-12 600-720 1550-3380

2,6-4,6 Ayam

Kampung Silang

8-12 1120-1363 2280-4600 2,03-3,4

Sumber: Hadjosworo dan Rukmiasih, (2000)

Dilihat dari tabel 3 diketahui bahwa ayam ras pedaging jauh lebih unggul dari jenis ayam lainnya yang produksi utamanya juga daging seperti ayam ras pedaging. Hal ini terjadi karena adanya penelitian dan pengembangan dari pihak Puslitbang Indonesia yang meramu pakan yang dapat menunjang pertumbuhan daing ayam ras pedaging ini jauh lebih cepat dari biasanya.

Keunggulan ayam ras pedaging lainnya dibandingkan jenis ayam lainnya yang membuat ayam ras pedaging tumbuh pesat adalah sebagai berikut:

a. Sumber modal yang tersedia cukup banyak baik dari pemerintah maupun perusahaan besar sehingga dapat dimanfaatkan peternak kecil;

b. Berkembangnya lembaga hilir yankni perusahaan pengolahan dan pemasaran yang efektif seperti rumah makan, restoran, pasar tradisional, dan pasar modern;


(26)

c. Perubahan pola hidup yang lebih sadar akan pentingnya gizi dari produk peternakan;

d. Usaha ayam ras pedaging termasuk usaha yang mendapat nilai kompensasi ekonomi di saat permintaan tinggi, seperti hari besar keagamaan. Secara finansial, usaha ayam ras pedaging sangat layak yakni keuntungan bisa mencapai lebih dari 100%;

e. Kecendrungan peningkatan konsumsi sangat besar akibat meningkatnya pendapatan masyarakat. Dengan kata lain elastisitas permintaan terhadap pendapatan sangat tinggi, yaitu bisa lebih dari 1,5 yang berarti peningkatan pendapatan 1% maka peningkatan konsumsi ayam ras pedaging adalah 1,5%.

Dari sumber yang sama, Setyono dan Ulfah (2011) dukungan faktor eksternal yang mendukung perkembangan usaha ayam ras pedaging juga sangat kuat antara lain sebagai berikut:

a. Industri penyedia input produksi seperti penyedia bibit (DOC=Day Old Chick) yang sangat kuat baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Untuk peternak plasma, segala input produksi diberikan oleh peternak inti namun untuk peternak mandiri, penyediaan input diusahakan sendiri yaitu dibeli di outlet penyedia input produksi peternakan ayam ras pedaging;

b. Tekhnologi pemeliharaan mudah diadopsi oleh masyarakat umum;

c. Pasar ayam ras pedaging tersebar luas di semua daerah. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi ayam ras pedaging karena secara umum tidak ada kelompok tertentu yang dilarang mengkonsumsi ayam ras pedaging misalnya karena faktor kepercayaan atau sosial budaya;


(27)

2.2.Landasan Teori

2.2.1.Tataniaga

Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Dalam perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Perspektif makro menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani dengan menggunakan fungsi-fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran).

Dalam pengertian lain, tataniaga khususnya untuk bidang pertanian merupakan proses aliran komoditas yang disertai pemindahan hak milik dan penciptaan daya guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melakukan salah satu atau beberapa fungsi-fungsi tataniaga (Sudiyono, 2001). Pengertian tersebut dilengkapi oleh Said dan Intan (2001) dimana di dalam tataniaga itu memiliki untuk memberi kepuasan dari barang dan jasa yang dipertukarkan kepada konsumen atau pemakai dalam bidang pertanian, baik input maupun outputnya.


(28)

Berdasarkan definisi yang diberikan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir daripada tataniaga adalah menempatkan barang-barang ke tangan ke tangan konsumen akhir. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan tataniaga yang dibangun berdasarkan arus barang yang meliputi proses pengumpulan (konsentrasi), proses pengimbangan (equalisasi) dan proses penyebaran (dispersi) (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses konsentrasi merupakan tahap pertama dari arus barang. Barang-barang yang dihasilkan dalam jumlah kecil dikumpulkan menjadi jumlah yang lebih besar agar dapat disalurkan ke pasar-psar eceran secara lebih efisien. Equalisasi adalah proses tahap kedua dari arus barang yaitu tindakan-tindakan penyesuaian permintaan dan penawaran barang dan jasa berdasarkan temoat, waktu, jumlah, dan kualitas. Dispersi merupakan proses tahapan terakhir dari arus barang dimana barang-barang yang telah terkumpul dan tersebar ke arah konsumen atau pihak lainnya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Dari ketiga proses yang dijabarkan tersebut, proses tataniaga mengandung segi fisik dan segi mental. Segi mentak diartikan bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan para pembeli dan juga para penjual harus mengetahui apa yang dharusnya dijual. Sedangkan segi fisik diartikan bahwa barang-barang harus dipindahkan ke tempat-tempat dimana mereka dibutuhkan pada waktu dan jumlah

yang tepat seta kualitas yang sesuia dengan yang diinginkan konsumen (Hanafiah dan Sefuddin, 2006).

Proses tataniaga produk pertanian dan produk non pertanian berbeda. Fakta lapangan membuktikan proses tataniaga produk pertanian bersifat konsentrasi-distributif sedangkan produk non pertanian bersifat distributif saja. Pada proses tataniaga


(29)

produk pertanian, produk dihasilkan secara terpencar dimana bahan mentah memerlukan pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga untuk menutup biaya-biaya yang diperlukan tersebut diperlukan lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi tataniaga dengan volume perdagangan yang pastinya lebih luas dari sebelumnya. Konsentrasi yng dikatakan sebagai sifat dari proses tataniaga produk pertanian diartikan sebagai pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yanitu penjualan barang-barang dan jasa dari pedagang kea gen, pengecer dan konsumen (Sudiyono, 2004).

Sedangkan untuk proses tataniaga produk non-pertanian bersifat distributif saja dimaksudkan bahwa lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang dihasilkan dapat direncanakan secara caermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan barang. Produsen produk non pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah yang besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen. Sifat distributif diindikasikan dengan penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen (Sudiyono, 2004).

Penjelasan diatas dapat menjadi acuan pelaksanaan tataniaga produk-produk pertanian. Dalam proses pelaksanaan tataniaga produk pertanian harus mengetahui dimana sentra-sentra produksi, akses dari pasar ke sentra produksi, harga jual produk di pasar, keinginan konsumen terhadap kegunaan produk baik dari segi bentuk, dimana dengan komoditi yang sama namun bentuk berbeda seperti tomat segar dengan jus tomat siap minum; waktu dan jumlah seperti hari kerja denga hari besar keagamaan; dan tempat seperti desa dan kota.


(30)

2.2.2. Saluran Tataniaga

Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang. Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan

lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions) adalah demikan besar (Kertasapoetra, 2002).

Dalam saluran tataniaga tersebut terdapat lembaga pemasaran yang merupakan badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan barang dari produsen ke konsumen akhir serta mempunyai hubungan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga pemasaran timbul karena adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditas sesuai waktu, tempa, bentuk dan kepemilikannya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimum mungkin. Dan kahirnya konsumen memberikan balasan jasa kepada lembaga pemasaran sebagai margin pemasaran (Rahim dan Hastuti, 2008).

Lembaga pemasaran ini menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran, oleh sebab itu perlu ditelaah lembaga pemasaran dari bentuk usahanya. Untuk meningkatkan efisiensi pemasaran semaksimal mungkin lembaga-;embaga pemasaran melakukan


(31)

koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran, yaitu dalam bentuk integrasi horizontal dan integrasi vertikal (Sudiyono, 2004).

Menurut Setiyono dan Ulfah (2011) saluran pemasaran perlu ditelaah lebih lanjut agar dapat menerapkan suatu strategi pemasaran. Saluran pemasaran antara satu daerah dengan daerah lain berbeda walaupun komoditi yang disalurkan sama. Dilihat dari tujuan pasarnya, saluran pemasaran ayam ras pedaging terdapat dua saluran seperti bagan dibawah ini yang menunjukkan saluran pemasaran ayam ras pedaging di berbagia daerah secara umumnya, yaitu melalui pasar tradisional dan pasar modern. Jika dibandingkan dari segi jumlahnya jalur pasar tradisional jauh lebih besar dibanding dengan jalur pasar modern yaitu sekitar 80% : 20%. Berikut adalah gambar skema saluran pemasaran ayam ras pedaging

Keterangan:

TPN : Tempat Penampungan Ayam TPA : Tempat Pemotongan Ayam RPA : Rumah Pemotongan Ayam

: Dijual Ke

Gambar 1. Saluran Pemasaran Ayam Ras Pedaging PETERNAK

PLASMA

TPN / DISTRIBUTO

KONSUMEN AKHIR

TPA

BROKER

PASAR TRADISIONA

PETERNAK INTI

PASAR MODERN RPA


(32)

Dilihat dari gambar 1 terdapat empat saluran pemasaran, masing-masing kelompok ternak melakukan 2 saluran pemasaran. Seperti peternak plasma melakukan 2 saluran pemasaran, produksi ayam ras pedaging dari peternak ditampung oleh tempat penampungan atau distributor, baik secara langsung maupun melalui broker. Selanjutnya produk didistribusikan ke tempat pemotongan ayam (TPA). Dari TPA dipasarkan ke pasar tradisional selanjutnya dijual ke konsumen keluarga. Namun biasanya, TPA berlokasi langsung di pasar tempat pedagang menjual langsung ke konsumen akhir. Berbeda dengan peternak plasma, peternak inti melakukan pemasaran tidak melalui broker melainkan langsung kerumah pemotongn ayam dan langsung disalurkan ke pasaar modern atau langsung ke distribotur untuk disalurkan langsung ke pasar tradisional. Setelah sampai ke dua jenis pasar tersebut hasil produk ayam ras pedaging tersebut sampai ke tangan konsumen.

2.2.3. Fungsi Fungsi Tataniaga

Saluran pemasaran bertugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia mengatasi tiga macam utility yaitu waktu, tempat, dan kepemilikan. Tiga utility tersebut menjauhkan barang dan jasa dari konsumennya masing-masing. Para anggota atau pelaku tata niaga menurut Philips dan Duncan dalam Sihombing (2011), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

1. Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari : a. Fungsi penjualan (selling)

Fungsi penjualan ini bersifat dinamais sebab harus meyakinkan para konsumen untuk membeli barang dan jasa yang mempunyai arti ekonomis baginya. Disnilah pentingnya peranan promosi (sales produsen promotin)


(33)

yang dapat dilakukan dengan berbagai metoda, misalkan iklan, detailman, salesman, dan lain-lain.

Dikenal lima dasar-dasar penjualan yang umum berlaku dalam tataniaga. Dasar-dasar atau metoda ini tidaklah harus terdapat di setiap pasar, tetapi tergantung kepada sifat-sifat barang, tingkat kemajuan tekhnologi, struktur pasarnya dan system perekkonomian yang berlaku. Kelima metode dasar tersebut adalah metode penjualan dengan cara inspeksi, metode penjualan dengan cara memberikan contoh, metode penjualan dengan caradeskriptif, metode penjualan dengan cara lelang, dan metode penjualan dengan cara mengkombinasikan cara pertama sampai cara keempat.

b. Fungsi pembelian (buying)

Berdasarkan tujuannya fungsi pembelian dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu fungsi pembelian untuk tujuan konsumsi dan fungsi pembelian untuk tujaun dijual kembali (resale). Fungsi pembelian denga tujuan dijual kembali dilakuakn oleh pedagang perantara baik setelah mengalami pengolahan atau tanpa pengolahan. Untuk itu ada beberapa factor pertimbangan yang perlu dipertimbangkan yaitu estimasi permintaan, kelompok barang, lokasi sentra produksi, dan berita pasar.

2. Fungsi pengadaan (physical supply function) a. Fungsi pengangkutan (transportation)

Fungsi transportasi berfungsi memindahkan barang-barang dan jasa-jasa (place utility) dan memakan waktu (time utility). Semakin jauh jarak fisik sector konsumen maka semakin penting fungsi pengangkuta.


(34)

b. Fungsi penyimpanan (storage)

Fungsi penyimpanan berarti menyimpan barang-barang selama waktu antara dihasilkan samapi waktu dijual dan kadang-kadang diadakan pengolaha lebih lanjut. Fungsi penyimpanan mengandung kegunaan waktu, terutama hasil-hasil pertanian dan mempunyai hubungan dengan pola konsumsi yang stabil dan memperkecil adanya fluktuasi harga seperti dengan adanya persediaan yang kuat dan sebagainya

3. Fungsi pelancar (facilitation function) atau fungsi pemberian jasa (auxiliary function) yang termasuk didalamnya ialah :

a. Fungsi permodalan (financing)

Fungsi permodalan berarti pemberian modal baik dengan secara mandiri atau pinjaman dari lembaga keuangan. Fungsi ini dimaksudkan dalam penggunaan modal dalam proses tataniaga, membantu dalam proses pertukaran maupun fungsi pengadaan fisik. Fungsi ini memiliki keterbatasan pada persediaan uang untuk menyelenggaarakan fungsi pembelian dan penjualan dalam batas=batas tertentu dan sebagainya di tempat terjadinya pengumpulan barang tersebut perlu pembiayaan

b. Fungsi penanggungan resiko (risk taking atau risk bearing atau risk managrment)

Resiko kemungkinan terjadinya kerusakan kehilangan atau yang bersangkutan dengan kerugian-kerugian barang selamaproses tataniaga seperti susut dalam penyimoanan, pengangkutan, oencurian, dan sebagainya. Semakin lama barang disimpan oleh lembaga tatano=iaga maka akan lebih besar resiko yang ditanggung oleh lembaga tataniaga tersebut.


(35)

c. Fungsi informasi pasar (market information)

Fungsi informasi pasar merupakan salah satu fungsi yang memfasilitasi kelancaran fungsi pertukan dan fungsi pengadaan fisik. Tidak seperti fungsi pelancar lainnya yang berfungsi memoerlancar prosesnya tataniaga. Informasi pasar dimanfaatkan oleh para lembaga pemasaran sebagai bahan perencanaan untuk menentukan tempat serta waktu pembelian dan penjualan sejumlah barang, menetepakan kebijaksanaan pembiayaan dan kredit tataniaga, dan memperlancar proses tataniaga khususnya dalam memenuhi perminta pembeli atas sejumlah barang dalam waktu dan kualitas tertentu.

d. Fungsi standarisasi (grading)

Standarisasi memberikan gambaran keseragaman kualitas suatu barang di berbagai tempat dimana ukuran-ukuran terbeut diterima oleh umum sebagai nilai tetap batas kualaitas barang tersebut. Peranan fungsi standarisasi ini dalam tataniaga ialah mudah dalam penilaian mutu suatu barang, mudah dalam hal oengumoukan barang yang telah berstandar, dapar memperkecil biaya tataniaga, dapat mengurang ongkos transport, dan dapat meningkatkan permintaan konsumen sesuai dengan daya beli pada keadaan mutu yang berbeda.

2.2.4. Biaya Tataniaga

Biaya adalah pengorbanan yang dikeluarkan oleh produsen dalam mengelola usahataninya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya pun merupakan korbanan yang diukur untuk suatu satuan alat tukar berupa uang yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu dalam usahataninya (Rahim dan Hartati, 2002).


(36)

Untuk istilah biaya tataniaga yang digunakan mencakuo oengeluaran produsen untuk keperluan pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan penjualan produksi dan jumlah pengeluaran lembaga tataniaga dan laba yang diterima oleh badan tataniaga tersebut (Hanafiah dan Saefuddin, 2006).

Penyaluran barang atau komoditi pertanian melalui beberpa proses seperti pengangkutan, pengolahan (pengeringan, perubahan bentuk, dan lainnya), pembiayaan retribusi, bongkar muat serta kegiatan lainnya. Semua proses tersebut jelas membutuhkan biaya yang masing-masing tidak sama dan memiliki proporsinya masing-masing. Bila jarak antara produsen dengan konsumen pendek maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi, maka biaya pengangkutan bisa diperkecil. Jika tidak terjadi perubahan bentuk atau perubahan volume atau mutu maka biaya pengolahan jadi ditiadakan. Semakin panjang jarak dan makin banyak perantara (lembaga tataniaga) yang terlibat dalam pemasaran, maka biaya pemasaran semakin tinggi, dan margin tataniaga (selisih antara harga produsen dengan tingkat konsumen) juga semakin besar (Daniel, 2002).

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa biaya tataniaga bervariasi untuk masing-masing komoditinya. Bisa saja satu komoditi namun beda jenis outputnya maka beda biaya tataniaganya. Seperti komoditi ayam dengan output daging ayam dengan bibit ayam. Dimana pada pemasaran daging ayam harus ada perlakuan pengawetan, pengemasan, atau lainnya untuk mencegah terjadinya pembusukan. Sedangkan pemasaran bibit ayam harus ada perlakuan pemeliharaan agar bibit ayam tersebut dapat sampai kandang dengan tingkat kematian yang rendah. Dari


(37)

masing-masing perlakuan terhadap daging ayam dan bibit ayam tersebut mmenimbukan biayanya masing-masing dengan proporsi masing-masing (Mubyarto, 1991).

2.2.5. Margin Tataniaga

Dari biaya-biaya tataniaga yang dijelaskan sebelumnya muncul istilah harga, sebagai nilai yang dikeluarkan konsumen terhadap suatu barang. Harga dari suatu barang pada pelaku tataniaga yang satu dengan yang lain berbeda. Harga yang berbeda tersebut diindikasikan karena perbedaan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diambil oleh pelaku tataniaga tersebut. Seperti harga yang berlaku di tingkat produsen dengan harga yang berlaku di tingkat pedagang pengecer. Harga yang berlaku di tingkat produsen terdiri dari biaya yang dikeluarkan selam berproduksi dan keuntungan yang diinginkan, namun keuntungan tersebut biasanya tidak terlalu besar karena produsen mentapkan keuntungan mereka dengan cara “by feeling”. Namun para pedagang umumnya berorientasi pada keuntungan, cenderung mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga selisih harga di tingkat produsen dan pedagang pengecer tersebut besar. Selisih harga tersebut disebut marketing margin (Sihombing, 2011).

Tidak jauh berbeda dengan artian diatas, menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) pada suatu perusahaan istilah margin tataniaga merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba dan ini merupakan perbedaan antara harga pembelian dan harga penjualan.

Apabila margin dinyatakan dalam persentase maka itu dapat juga disebut sebagai mark-up. Mark-up adalah suatu persentase margin yang dihitung atas dasar harga


(38)

pokok penjualan atau atas harga dasar penjualan eceran suatu barang (Hanafiah dan saefuddin, 2006).

Dibawah ini adalah kurva pembentukan margin tataniaga suatu produk.

Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Sr : Penawaran di tingkat pengecer Sf : Penawaran di tingkat petani Dr : Permintaan di tingkat pengecer Df : Permintaan di tingkat petani

Qr, f : jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Gambar 2. Hubungan Antara Harga Tingkar Produsen Dan Pengecer Terhadap Margin Tataniaga

Dari gambar 2 dapat dilihat pembentukan harga di tingkat produsen dan tingkat pedagang pengcer memunculkan margin atau perbedaan diantara keduanya. Jika harga yang ditentukan pedagang pengecer semakin besar maka semakin besar pula margin tataniaganya dengan asumsi harga di tingkat produsen tetap. Begitu pula jika

P

Pf Pr

D f

Dr Sf Sr

Qr, f Q


(39)

harga di tingkat produsen turun sedangkan harga di tingkat pedagang pengecer adalah tetap maka margin tataniaganya juga akan semakin besar.

Menurut Sudiyono (2004) margin tataniaga dapat didefinisikan dengan dua cara yaitu sebagai perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani dan sebagai biaya dari jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran dari jasa-jasa pemasaran. Komponen margin tataniaga ini terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga tataniaga dalam melakukan fungsi tataniaga yang disebut biaya fungsional (functional cost). Selain itu komponen margin tataniaga lainnya adalah keuntungan lembaga tataniag. Apabila dalam suatu tataniaga produk pertanian terdapat lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran maka margin tataniaga secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut

�= ∑��=1∑��=1���+∑ ��………..1) Keterangan :

M : Margin tataniaga

Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-I oleh lembaga tataniaga ke-j

m : jumlah jenis biaya tataniaga n : jumlah lembaga tataniaga

atau rumusan yang lebih sederhana yaitu

�= �� − ��………2)

Keterangan :

M : Margin tataniaga


(40)

Pf : Harga di tingkat petani

Disamping margin tataniaga tersebut, menurut Sihombing (2011) perlu diperhitungkan share biaya dan share keuntungan masing-masing lembaga perantara tataniaga serta share petani produsen untuk mengetahui seberapa besar bagian masing-masing lembaga perantara terhadap biaya dan keuntungannya serta keuntungan bagi pihak petani produsen. Model perhitungan share biaya dan share keuntungan serta share petani produsen masing-masing tersebut ialah sebagai berikut:

���= ����� − �� × 100%...3) ���= ����� − ��× 100%...4) �� =�����× 100%...5) Menurut Sihombing (2011) margin tataniaga dapat berbeda pada beberapa produk. Perbedaan tersebut diakibatkan oleh:

a. Sifat produk tersebut yang berhubungan dengan proses aktivitas tataniaga;

b. Volume barang-barang yang besar, karena onglos angkutan dan penyimpanannya juga lebih besar;

c. Adanya pengolahan yang lebih lengkap sehingga margin tataniaganya juga lebih besar;

d. Adanya lembaga tataniaga yang terorganisir dan tidak terorganisir. Suatu system tataniaga yang integrasi vertikalnya tinggi dan keterangan pasar yang baik akan mempengaruhi harga yang diterima produsen.


(41)

Dalam suatu kegiatan tataniaga terdapat perbedaan kepentingan dimana ada pihak produsen yang menghendaki penghasilan yang tinggi dengan harga yang tinggi dan konsumen yang menhendaki harga yang relative jauh lebih murah dari harga yang ditawarkan oleh produsen tersebut. Perbedaan tersebut mempengaruhi margin tataniaga dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran ditambah untuk keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan margin tataniaga ini.

Jumlah yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh variabel harga eceran dan pendapatan konsumen. Secara umum dapat dibentuk fungsi sebagai berikut:

�� =�(��,�)……….6)

Keterangan :

Qc : Jumlah yang dikonsumsi Pr : harga eceran

Y : pendapatan konsumen

Sedangkan lembaga tataniaga yang berrientasi pada pencapaian keuntungan semaksimal mungkin, dengan harga di tingkat petani yang rendah dan harga di tingkat konsumen yang tinggi. Di samping itu struktur pasar dan perilaku pasar juga dapat mempengaruhi perilaku lembaga tataniaga. Secara umum jumlah yang di transaksikan lembaga oemasaran dapat ditulis:

��= �(��,��,�2)………7) Keterangan :

Qt : jumlah yang ditransaksikan lembaga tataniaga Pf : harga di tingkat petani


(42)

Pr : harga di tingkat pengecer

V2 : variabel- variabel yang memepengaruhi tingkah laku tataniaga secara kelompok

2.2.6. Efisiensi Tataniaga

Menurut Mubyarto dalam Sihombing (2011) sistem tataniaga disebut efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan produksi dan jalur tataniaga tersebut. Namun berbeda menurut A.T Mosher sistem tataniaga itu efisien apabila harga jual petani atau harga yang diterima petani adalah sebesar harga pokok (cost price) hasil ditambah dengan sebagai keuntungan yang diinginkan produsen dalam pengusahaannya. Dan jika semakin besar harga maka semakin tinggi tingkat efisiensi tataniaga tersebut.

Pengertian tersebut diatas ialah ditujukan untuk konsumen dan untuk produsen. Dimana pengertian efisien menurut konsumen ialah produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen dengan harga semurah-murahnya sedangkan pengertian efisien dari pihak produsen ialah hasil produksi sampai ke tangan konsumen dengan biaya yang sebesar-besarnya dan harga setinggi-tingginya (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Menurut Sudiyono (2004) secara sederhana konsep efisiensi mendekati rasio input-output. Suatu proses taaniaga dikatakan efisiensi apabila :

a. Output tetap konstan dicapai dengan input yang lebih sedikit; b. Output meningkat sedanglan input yang digunakan tetap konstan;


(43)

c. Output dan input sama-sama mengalami kenaikan tetapi laju kenaikan output lebih cepat daripada laju input;

d. Output dan input sama-sama mengalami penurunan, tetapi laju penurunan output lebih lambat daripada laju penurunan input.

Secara sistematis, nilai efisiensi dapat ditulis sebagai berikut:

���������

(

) =

���������������

��������������

× 100%

………….….21) Di sisi lain, penentuan efisiensi menurut Sihombing (2011) dapat dilihat dengan memperbandingkan antara besarnya keuntungan petani produsen dan seluruh lembaga perantara yang terlibat dengan seluruh ongkos tataniaga yang dikeluarkan oleh lembaga perantara dan biaya produksi serta ongkos pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen. Metode ini dapat dirumuskan dengan model perhitungan:

=

��+��

��+��

× 100%

……….22) Keterangan :

Jl : Keuntungan lembaga tataniaga Jp : Keuntungan Produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen 2.3.Kerangka Pemikiran

Dalam jalur tataniaga ayam ras pedaging terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu peternak sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk peternakan ayam ras pedaging yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen. Beberapa peternak menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang


(44)

perantara. Panjang – pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran. Fungsi – fungsi tataniaga tersebut meliputi fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, standardisasi, permodalan, penanggungan resiko, serta informasi pasar. Dalam menjalankan fungsi – fungsi tataniaga, pedagang perantara memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga ini oleh pedagang perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya – biaya yang diperlukan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya. Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak efisien.


(45)

Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan : = Dijual Ke

= Mempengaruhi / Pengaruh

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

2.4.Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

1. Ada beberapa saluran tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian. 2. Share margin peternak lebih kecil daripada share margin pedagang. 3. Efisiensi tataniaga ayam ras pedgaing di daerah penelitian adalah efisien.

Peternak Ayam Ras

Lembaga Tataniaga

Konsumen Akhir

Fungsi i

Harga Di Tingkat Peternak

Biaya

Margin Tataniaga

Efisiensi Tataniaga

Harga Di Tingkat


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penetuan daerah penelitian ditentukan secara purposive (sengaja) di Kabupaten Serdang Bedagai. Hal ini dipertimbangkasn karena produksi ayam ras pedaging terbesar di Sumatera Utara adalah kabupaten Serdang Bedagai. Berikut tabel produksi Ayam Ras Pedaging Kabupaten Serdang Bedagai lima tahun terakhir Tabel 3. Produksi Ternak Ayam Ras Pedaging Sumatera Utara

Kabuapen / Kota Produksi Daging Ayam (000 kg)

2007 2008 2009 2010 2011 Nias 376.55 0 263.45 37858 0

Mandailing Natal 0 0 0 0 0

Tapanuli Selatan 170.87 0.78 119.46 171.79 0.79 Tapanuli Tengah 41.11 19.95 28.76 41.34 20.24 Tapanuli Utara 0.76 0 0.53 0.76 0

Toba Samosir 0 0 0 0 0

Labuhan Batu 0 94.05 0 0 95.39

Asahan 4575.04 7725 3200.91 4599.75 7835.47 Simalungun 2840.32 1024.11 1987.22 2855.67 1038.75

Dairi 0 0 0 0 0

Karo 0 0 0 0 0

Deli Serdang 6057.32 6467.34 4237.98 6090.04 6559.82 Langkat 5376.45 2485.93 3761.61 5405.49 2521.48

Nias Selatan 0 758.36 0 0 769.2

Humbang Hasundutan 0 331.28 0 0 336.02

Pakpak Barat 0 0 0 0 0

Samosir 0 19.71 0 0 19.99

Serdang Bedagai 29586.16 25348.2 20699.85 29745.98 25712.01 Batu Bara 50.1 55.77 0 50.37 56.57 Padang Lawas Utara 0 29.87 0 0 0.18

Padang Lawas 0 0.18 0 0 30.3

Labuhan Batu Selatan 0 2.78 0 0 447.31 Labuhan Batu Utara 0 441 0 0 2.81

Nias Utara 0 0 0 0 342.89

Nias Barat 0 0 0 0 63.29

Sibolga 0 338.06 0 0 31.84

Tanjung Balai 352.54 6.24 246.65 354.44 204.54 Pematang Siantar 25.26 31.39 17.67 25.39 116.03 Tebung Tinggi 164.53 201.65 130.32 165.41 785.01 Medan 108.88 114.39 86.25 109.47 60.61 Binjai 399.55 773.94 316.48 401.72 0 Padang Sidempuan 234.49 59.76 185.73 235.75 0

Gunung Sitoli 0 0 0 0 0


(47)

3.2. Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan samplel dimulai dengan cara menelusuri saluran tataniaga mulai dari pangkal rantai tataniaga yaitu peternak di Kabupaten Serdang Bedagai sampai pada konsumen akhir

1. Peternak

Metode yang digunakan dalam pengamblan sampel peternak adalah metode penelusuran di dua Kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. Metode penelurusan ini dilakukan karena jumlah peternak ayam ras pedaging tersebut tidak pasti karena peternak melakukan usaha dengan menyesuaikan dengan kemampuannya. Jika kemampuan finansialnya tidak mencukupi untuk berusaha ternak ayam ras pedaging maka ia berhenti berproduksi dan sebaliknya jika dana mencukupi maka ia kembali berproduksi. Penentuan dua kecamatan sebagai daerah penelitian karena keterbatasan waktu dan biaya yang dimiliki peneliti.

2. Pedagang

Pedagang yang menyalurkan ayam ras pedaging disini ialah pedagang pengumpul dan pedagang eceran. Dimana metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pedagang-pedagang tersebut adalah dengan snowball sampling. yaitu satu orang yang diminta untuk menunjuk responden berikutnya yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan. Cara pengambilan sampel ini dilakukan secara berantai yang dimulai dari sampel yang kecil dan semakin lama semakin besar.


(48)

3. Konsumen

Konsumen ayam ras pedaging ini diambil secara simple random sampling yaitu secara acak dengan asumsi kesempatan setiap responden ialah sama. Hal ini dilakukan karena komsumen ayam ras pedaging ialah seluruh kalangan masyarakat. Setiap orang atau kalangan masyarakat tidak mempunyai larangan sosial, agama dan budaya serta harga ayam ras pedaging relatif dapat dijangkau setiap masyarakat.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam paenelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengajuan kuisioner kepada peternak, ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai, pedagang pengumpul dan pedagang eceran yang akan ditelusuri selama penelitian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Dinas pertanian dan Peternakan Serdang Bedagai.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk mengidentifikasi masalah pertama dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan meganalisis saluran tataniaga ayam ras pedaging di Kabupaten Serdang Bedagai.

Untuk mengidentifikasi masalah kedua akan diuji juga dengan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang diterima peternak atau pedagang dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut share margin. Perhitungan share margin dapat dihitung dengan menggunakan model perhitungan


(49)

�= ∑��=1∑��=1���+∑ ��

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Ci : Biaya tataniaga untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga tataniaga ke-j

m : jumlah jenis biaya tataniaga n : jumlah lembaga tataniaga

Atau dapat juga dihitung dengan model perhitungan �= �� − ��

Keterangan :

M : Margin tataniaga

Pr : Harga di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani

Sebelumnya mendeskripsikan share margin tersebut dilakukan perhitungan terhadap peternak ayam ras pedaging dan biaya serta keuntungan lembaga perantara ayam ras pedaging di kabupaten Serdang Bedagai. Perhitungan adalah sebagai berikut

Share peternak :�� =�����× 100%

Share biaya lembaga perantara :���= ���� − �� × 100% Share keuntungan lembaga perantara :���=����� − ��× 100%

Sedangkan nisbah keuntungan untuk peternak dan lembaga perantara tataniaga ialah sama yaitu �/��� dimana:


(50)

I : keuntungan masing-maisng lembaga tataniaga Bti : biaya masing-masing lembaga tataniaga

Untuk mengidentifikasi masalah ketiga digunakan perhitungan efisiensi tataniaga dengan model perhitungan sebagai berikut:

��������� (�) = ��+��

��+��× 100%

Keterangan :

Jl : Keuntungan lembaga tataniaga Jp : Keuntungan produsen

Ot : Ongkos tataniaga

Op : Ongkos produksi dan pemasaran yang dikeluarkan oleh petani produsen

Implikasi dari rumusan di atas adalah sebagai beikut:

a. Apabila efisiensi <50% diartikan bahwa tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian tidak efisien;

b. Apabila efisiensi >50% maka diartikan bahwa tataniaga ayam ras pedaging di daerah penelitian efisien.

3.6. Definisi Dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalah fahaman terhadap penelitian ini dengan peneltian lainnya dipaparkan definisi dari beberapa istilah yang dipakai dan batasan pelaksanaan penelitian ini dilakukan. Definisi-definisi tersebut adalah :

1. Produsen (peternak) adalah peternak mandiri yang melakukan usaha ternak ayam ras pedaging dengan biaya sendiri di Kabupaten Serdang Bedagai;


(51)

2. Tataniaga ayam ras pedaging adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan penyampaian produksi fisik ternak ayam ras pedaging;

3. Lembaga tata niaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya;

4. Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhadapan langsung dengan konsumen;

5. Pedagang pengumpul adalah pedagang yang menjual bawang merah ke pedagang besar dan membelinya dari petani;

6. Pedagang besar adalah pedagang yang menjual ayam ras pedaging kepada pedagang pengecer dan membelinya dari pengumpul;

7. Fungsi tataniaga adalah serangkaian kegiatan fungsional yang dilakukan oleh lembaga – lembaga tata niaga, baik aktivitas proses fisik maupun aktivitas jasa yang ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen;

8. Biaya tata niaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh setiap pedagang perantara dalam menyalurkan ayam ras pedaging dari produsen hingga ke konsumen; 9. Margin tataniaga adalah perbedaan antara harga yang diterima peternak dengan

harga yang dibayarkan oleh konsumen;

10. Efisiensi adalah ukuran keberhasilan penyampaian barang dan jasa produsen ke konsumen dengan perolehan keuntungan yang sebesar-besarnya;


(52)

Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Sampel penelitian adalah peternak ayam ras pedaging, pedagang pengumpul, pedagang pengecer di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Penelitian dilakukan di Kabupaten Serdang Bedagai; 3. Waktu penelitian dilakukan di tahun 2013.


(53)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis, Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada 03°01’2,5” LU sampai 03°46’33” LU dan 98°44’22” BT dan 99°19’01” BT dengan ketinggian berkisar 0-500 m di atas permukaan laut. Secara administratif luas Kabupaten Serdang Bedagai adalah 1.900,22 km2 yang terdiri dari 17 kecamatan dan 273 desa dan 6 kelurahan. Wilayah serdang bedagai memiliki batas-batas daerah berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun; c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Batu Bara; d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Kabupaten Serdang Bedagai memiliki iklim tropis dimana kondisi iklim hampir sama dengan Kabupaten Deli Serdang sebagai kabupaten induk. Pengamatan stasiun sampali menunjukkan rata-rata kelembaban udara per bulan sekitar 84%, curah hujan berkisar antara 18-144 mm per bulan, hari hujan per bulan berkisar 2-16 hari dengan periode hari hujan yang besar pada bulan agustus 2011. Rata-rata kecepatan angin berkisar 1,8 m/dt dengan tingkat penguapan sekitara 3,1 mm/hari. Temperatur udara per bulan minimum 23,4°C dan maksimum 32,7°C.


(54)

4.2. Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2011 berjumlah 599.941 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 301.386 jiwa dan perempuan 298.555 jiwa. Angka sex rasio sebesar 101 menunjukkan bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Angka kepadatan penduduk sebesar 316 yang artinya setiap luas wilayah 1 km2 dihuni oleh 316 jiwa. Jumlah rumah tangga meningkat dari tahun 2010 dari 145.108 jiwa menjadi 147.289 jiwa dengan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa per rumah tangga.

Di bawah ini merupakan tabel komposisi penduduk Serdang Bedagai dari tingkatan umur, yaitu :

Tabel 4. Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan Kelompok

Umur

Umur (Tahun)

Laki-Laki Perempuan

Jumlah

Jiwa Persentase

(%) Jiwa

Persentase (%)

0-4 33.075 11 30.888 10 63.963 5-9 33.391 11 31.698 11 65.089 10-14 31.925 10 29.951 10 61.876 15-19 28.053 9 26.173 9 54.226 20-24 24.506 8 23.642 8 48.148 25-29 24.450 8 24.447 7 48.897 30-34 22.918 8 22.853 8 45.771 35-39 20.796 7 21.261 7 42.057 40-44 20.072 7 19.979 7 40.051 45-49 17.634 6 18.721 6 36.355 50-54 15.449 5 15.263 5 30.712 55-59 11.167 4 11.134 4 22.301 > 60 17.950 6 22.545 8 40.495

Total 301.386 100 298.555 100 599.941

Sumber : Statistik Daerah Serdang Bedagai, 2012.

Dari tabel 4, ditunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2011 sebesar 301.386 jiwa laki-laki atau 50% dari jumlah penduduk keseluruhan dan 298.555 jiwa perempuan atau 50% dari jumlah penduduk


(55)

keseluruhan. Sedangkan untuk penduduk usia produktif yaitu usia 0-14 tahun yang terdiri bayi balita, anak-anak dan remaja serta manula yaitu 231.234 jiwa atau sebesar 39% dan usia produktif yaitu 368.518 jiwa atau sebesar 61%.

Angka penduduk dengan usia produktif diatas menurun sebesar 7,23% dari tahun 2010. Angka yang menurun tersebut diikuti dengan menurunnya angka angkatan kerja. Jumlah angkatan kerja tahun 2011 mencapai 301.165 jiwa atau menurun sebesar 0,41% dari tahun 2010.

4.2.1. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Tingkat Pendidikan

Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai dikelompokkan menurut tingkat pendidikan formal yaitu SD, SMP/sederajat, SMA/sederajat dan perguruan tinggi. Berikut tabel jumlah dan persentase penduduk Kabupaten Serdang Bedagai menurut tingkat pendidikan :

Tabel 5. Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan Tingkat

Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tidak sekolah 37.736 6,29

2 SD 85.672 14,28

3 SMP/sederajat 154.185 25,7 4 SMA/sederajat 288.692 48,12 5 Perguruan Tinggi 33.657 5,61

Total 599.941 100

Sumber : Statistik Daerah Serdang Bedagai, 2012.

Dari tabel 5, diketahui bahwa tingkat pendidikan tertinggi yang mayoritas dikecap penduduk Kabupaten Serdang Bedagai ialah tingkat pendidikan SMA sederajat yaitu 288.692 jiwa atau sebesar 48,12%. Kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor pribadi (kesadaran pentingnya pendidikan), faktor ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor letak geografis. Selanjutnya tingkat pendidikan yang paling tinggi ditamatkan adalah SMP/sederajat yaitu 154.185


(56)

jiwa atau sebesar 25,7%, tingkat SD/sederajat 85.672 atau sebesar 14,28%, dan terakhir yaitu 33.657 jiwa atau sebesar 5,61%. Masyarakat yang tidak menamatkan tingkat pendidikan satu jenjang pun ialah 37.736 jiwa atau sebesar 6,29%.

4.2.2. Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Menurut Jenis Pekerjaan

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Serdang Bedagai terdapat di beberapa sektor seperti sektor pertanian, sektor industri, sektor jasa dan pariwasata dan terakhir di sektor pemerintahan yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Repoblik Indonesia (Polri). Berikut persentase penduduk Kabupaten Serdang Bedagai dengan mata pencaharian di beberapa sektor tersebut:

Tabel 6. Komposisi Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai Berdasarkan Mata

Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Sektor Pertanian 243226 40.54 2 Sektor Industri 124608 20.77 3 Sektor Jasa 224201 37.37 4 PNS/TNI/POLRI 7906 1.32

Total 599941 100

Sumber : Serdang Bedagai Dalam Angka, 2012

Tebel 6, menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Kabupaten Serdang Bedagai paling besar yaitu di sektor pertanian. Kondisi ini diasumsikan karena di Kabupaten Serdang Bedagai lahan hijau yang dapat dimanfaatkan untuk bertani masih luas dan dari sisi pemerintahan yang mendukung masyarakatnya untuk berproduksi di bidang pertanian lebih giat. Selanjutnya mata pencaharian yang terbesar kedua ialah di sektor industri yaitu sebanyak 124.608 jiwa atau sebesar 20,77%, berikutnya di sektor jasa ialah 224.201 jiwa atau sebesar 37,37% dan yang paling sedikit yaitu mata pencaharian di sektor pemerintahan sebagai


(57)

Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI dan Polisis Repoblik Indonesia (Polri) hanya sebesar 1,32% atau sebanyak 7.906 jiwa.

4.3. Sarana dan Prasarana

Kebutuhan sarana dan prasarana di kabupaten serdang bedagai cukup lengkap. Fasilitas di Kabupaten Serdang Bedagai meliputi dari fasilitas pendidikan, kesehatan, ,akses jalan, tempat ibadah dan pasar sebagai tempat untuk menjual hasil-hail produksi lokal serdang bedagai kepada konsumen. Berikut tabulasi fasilitas-fasilitas di Kabupaten Serdang Bedagai yang dirangkum oleh penulis : Tabel 7. Sarana dan prasarana di Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011

No Jenis Sarana Dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Sekolah Taman Kanak (TK) 99 Sekolah Dasar (SD) 431 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 142

Sekolah Menengah Atas (SMA) 96

2 Kesehatan Rumah Sakit 6

Rumah Bersalin 5

Puskesmas 20

Posyandu 863

Klinik 198

Apotek 82

3 Tempat Ibadah Mesjid 631

Musholla 459

Gereja Katholik 47

Gereja Protesten 470

Pura 1

Vihara 18

5 Jalan Jalan Baik 3243,3 km Jalan Sedang 518,5 km Jalan Rusak 620,2 km Jalan Rusak Berat 0,5 km 4 Pasar Pasar Tradisional 22

Sumber : Serdang Bedagai Dalam Angka, 2012

Dari tabel 7, dapat dilihat bahwa sarana yang menduduk dari tataniaga ayam ras pedaging cukup memadai. Fasilitas tataniaga yang menjadi fatal dalam proses tataniaga ialah pasar dan akses jalan dimana di Kabupaten Serdang Bedagai terdapat 22 pasar yang dapat menjadi tujuan penjualan hasil produksi ternak ayam


(1)

Lampiran 6. Total Biaya Produksi Per Produksi

No

Kapasitas Kandang (Ekor)

Produksi (Kg)

Total Biaya Variabel

(Rp)

Total Biaya Penyusustan

(Rp)

Total Biaya Produksi

(Rp)

Total Biaya Produksi

(Rp/kg)

1 800 1188 21075000 45383 21120144 17778

2 1000 1485 26290000 54583 26344945 17741

3 800 1188 21075000 45667 21120144 17778

4 1200 1782 31520000 64500 31584152 17724

5 900 1337 23875000 50000 23924450.5 17901

6 1000 1485 26290000 56000 26346430 17742

7 1000 1485 26290000 56000 26346430 17742

8 1000 1485 26290000 56000 26346430 17742

9 15000 22275 394350000 442500 398693625 17899

10 800 1188 21075000 45667 21120144 17778

11 850 1262 22745000 47333 22791703.25 18056

12 900 1337 23875000 50000 23924450.5 17901

13 10000 14850 262900000 319333 263226700 17726

14 14000 20790 368060000 413500 368850020 17742

15 850 1262 22745000 47333 22791703.25 18056

16 25000 37125 657250000 737333 657992500 17724

17 28000 41580 736120000 825833 736951600 17724

18 30000 44550 788700000 885000 789591000 17724

19 200 297 5315000 64833 5379746 18114

20 1000 1485 26290000 54333 26344945 17741

21 400 594 10555000 25667 10580542 17812

22 1000 1485 26290000 54333 26344945 17741

23 1000 1485 26290000 55167 26344945 17741

24 1500 2228 39635000 79500 39715190 17829

25 1000 1485 26290000 54333 26344945 17741

26 1200 1782 31505000 58500 31563806 17713

27 200 297 5315000 15250 5330147 17947

28 2000 2970 52580000 103833 52683950 17739

29 1500 2228 39635000 79500 39715190 17829

30 1800 2673 47380000 94500 47476228 17761

Σ 145900 216663 3837605000 4981717 3846891151 534182


(2)

Lampiran 7. Penerimaan dan Pendapatan Bersih Peternak Per Produksi

No

Produk

si

(kg)

Harga (Rp)

Penerimaan (Rp)

Biaya (Rp)

Pendapatan (Rp)

Pendapatan (Rp/kg)

1

1188

19000 22572000 21075000 1497000 1260

2

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

3

1188

19000 22572000 21075000 1497000 1260

4

1782

19000 33858000 31520000 2338000 1312

5

1337

19000 25403000 23875000 1528000 1143

6

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

7

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

8

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

9

22275

19000 423225000 394350000 28875000 1296

10

1188

19000 22572000 21075000 1497000 1260

11

1262

19000 23978000 22745000 1233000 977

12

1337

19000 25403000 23875000 1528000 1143

13

14850

19000 282150000 262900000 19250000 1296

14

20790

19000 395010000 368060000 26950000 1296

15

1262

19000 23978000 22745000 1233000 977

16

37125

19000 705375000 657250000 48125000 1296

17

41580

19000 790020000 736120000 53900000 1296

18

44550

19000 846450000 788700000 57750000 1296

19

297

19000 5643000 5315000 328000 1104

20

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

21

594

19000 11286000 10555000 731000 1231

22

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

23

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

24

2228

19000 42332000 39635000 2697000 1211

25

1485

19000 28215000 26290000 1925000 1296

26

1782

19000 33858000 31505000 2353000 1320

27

297

19000 5643000 5315000 328000 1104

28

2970

19000 56430000 52580000 3850000 1296

29

2228

19000 42332000 39635000 2697000 1211

30

2673

19000 50787000 47380000 3407000 1275

Σ

216663

570000 4116597000 3837605000 278992000 37231.93559 Π

7222.1

19000 137219900 127920167 9299733.333 1241


(3)

Lampiran 8. Biaya Tataniaga Pedagang Pengumpul

No Volume Penjualan (kg) Biaya Tataniaga Total (Rp) Total Biaya Produksi (Rp/kg) Pembelian (Rp/kg) Transportasi (Rp/kg) Penyimpanan (Rp/kg) Penanggungan Resiko (Rp/kg) Retribusi (Rp/kg)

1 1800 19000 83 2778 19 1 39385800 21881

2 3600 19000 42 2778 19 1 78624000 21840

3 18000 19000 8 2778 19 0 392490000 21805

4 2232 19000 67 2778 19 1 48802680 21865

5 1584 19000 95 2778 19 1 34678512 21893

Σ 27216 95000 295 13890 95 4 593980992 109284

Π 5443.2 19000 59 2778 19 0.8 118796198.4 21856.8

Lampiran 9. Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengumpul

No Volume Penjualan (Kg) Harga Jual (Rp) Penerimaan (Rp) Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Pendapatan (Rp/Kg)

1 1800 23500 42300000 39385800 2914200 1619 2 3600 23500 84600000 78624000 5976000 1660 3 18000 23500 423000000 392490000 30510000 1695 4 2232 23500 52452000 48802680 3649320 1635 5 1584 23500 37224000 34678512 2545488 1607

Σ 27216 117500 639576000 593980992 45595008 8216

Π 5443 23500 23500 118796198 9119002 1643.2

Lampiran 10. Biaya Tataniaga Pedagang Pengecer

No Volume Penjualan (kg) Pembelian (Rp/kg) Penyimpanan (Rp/kg) Penanggungan Resiko (Rp/kg) Kemasan (Rp/kg) Total Biaya Tataniaga (Rp) Total Biaya Tataniaga (Rp/kg)

1 108 23500 463 2.35 200 2538864 23508

2 114 23500 439 2.35 200 2679798 23507

3 108 23500 463 2.35 200 2538864 23508

4 108 23500 463 2.35 200 2538864 23508

5 102 23500 490 2.35 200 2397918 23509

6 90 23500 556 2.35 200 2116080 23512

7 90 23500 556 2.35 200 2116080 23512

8 90 23500 556 2.35 200 2116080 23512

9 30 21500 1667 2.15 200 708120 23604

10 30 23500 556 2.35 200 708120 23604

11 45 21500 1667 2.15 200 1059570 23546

12 102 21500 1667 2.15 200 2397918 23509

13 102 21500 1111 2.15 200 2397918 23509

14 36 23500 490 2.35 200 848556 23571

15 33 23500 490 2.35 200 778338 23586

Σ 1188 21500 1389 2.15 200 27941088 353005


(4)

Lampiran 11. Penerimaan dan Pendapatan Pedagang Pengecer

No

Volume Penjualan

(kg)

Harga (Rp)

Penerimaan (Rp)

Biaya (Rp)

Pendapatan (Rp)

Pendapatan (Rp/Kg)

1 108 26000 2808000 2609857.8 198142.2 1834.65

2 114 26000 2964000 1752113.9 1211886.1 10630.57982

3 108 26000 2808000 2609857.8 198142.2 1834.65

4 108 26000 2808000 2609857.8 198142.2 1834.65

5 102 26000 2652000 2467619.7 184380.3 1807.65

6 90 26000 2340000 2183251.5 156748.5 1741.65

7 90 26000 2340000 2183251.5 156748.5 1741.65

8 90 26000 2340000 2183251.5 156748.5 1741.65

9 30 25000 750000 701074.5 48925.5 1630.85

10 30 25000 750000 701074.5 48925.5 1630.85

11 45 25000 1125000 1026591.75 98408.25 2186.85 12 102 26000 2652000 2467619.7 184380.3 1807.65 13 102 26000 2652000 2467619.7 184380.3 1807.65

14 36 25000 900000 831281.4 68718.6 1908.85

15 33 25000 825000 766165.95 58834.05 1782.85

Σ 1188 385000 30714000 27560489 3153511 35922.67982 Π 79.2 25666.6667 2047600 1837365.933 210234.0667 2394.8


(5)

Lampiran 12.

Price spread

Saluran Tataniaga Pertama

No Uraian Price spread

(Rp/Kg)

Share Margin (%) 1 PETERNAK

Biaya Produksi 17806

Harga Bibit 2694

Biaya Pakan 14682

Obat-Obatan 156

Sekam 161

Gas 67

Penyusustan Alat 47

Harga Jual 19000

Keuntungan 1193 73.08

Nisbah 0.07

2 PENGUMPUL

Harga Beli 19000

Biaya Tataniaga 2858

Transportasi 59 0.23

Penyimpanan 2778 10.68

Penanggungan Resiko 19 0.08

Retribusi 0.8 0.003

Harga Jual 23500

Keuntungan 1642 6.32

Nisbah 0.22

3 PENGECER

Harga Beli 23500

Biaya Tataniaga 698.95

Penyimpanan 496.6 1.91

Penanggungan Resiko 2.35 0.01

Kemasan 200 0.77

Harga Jual 26000

Keuntungan 1801 6.93

Nisbah 2.58


(6)

Lampiran 13. Price spread dan Share Margin Saluran Tataniaga Kedua

No Uraian Sebaran Harga

(Rp/Kg)

Share Margin (%) 1 PETERNAK

Biaya Produksi 17806

Harga Bibit 2694

Biaya Pakan 14682

Obat-Obatan 156

Sekam 161

Gas 67

Penyusustan Alat 47

Harga Jual 21500

Keuntungan 3693 86.00

Nisbah 0.21

2 PENGECER

Harga Beli 21500

Biaya Tataniaga 1671.95

Penyimpanan 1469.8 5.88

Penanggungan Resiko 2.15 0.01

Kemasan 200 0.80

Harga Jual 25000

Keuntungan 1828 7.31

Nisbah 1.09

3 Harga Konsumen 25000 100

Lampiran 14. Price spread dan Share Margin Saluran Tataniaga Ketiga

No

Uraian

Sebaran Harga

(Rp/Kg)

Share

Margin

(%)

1

PETERNAK

Biaya Produksi

17807

Harga Bibit

2694

Biaya Pakan

14682

Obat-Obatan

156

Sekam

161

Gas

67

Penyusustan Alat

47

Harga Jual

22000

Keuntungan

4193

100

Nisbah

0.24