Keluarga Aron Aron pada Masyarakat Karo (Konsep Aron pada Masyarakat Lau Solu dalam Bidang Pertanian di Desa Lau Solu Kecamatan Mardinding Kabupaten Karo

36 dibayar ataupun diupah , tetapi kalau sekarang karena banyak pemuda yang merantau untuk pendidikan kekota maupun yang bekerja dan mencari kerja disana. Maka banyak masyarakat dikampung ini mengambil orang alas diberi pekerjaan keladang mereka, setelah itu dikarenakan semakin sedikitnya pemuda maka semakin banyak masyarakat alas kerja kekampung ini menjadi aron upahan. Dari kutipan diatas menurut Bapak Kita Ginting yang menyebabkan ialah akibat pemudanya banyak yang melakukan Urbanisasi salah satu faktor mengapa Desa Lau Solu kekurangan tenaga di Desa nya, sehinggadidatangkan aron dari luar Desa tersebut. Dalam pembentukan kelompok aron setiap orang berhak menentukan siapa peserta aronnya sendiri. Jam kerja dimulai pada pukul 8.00 Wib – Pukul 18.00 Wib, pembagian kerja dilakukan berdasarkan jenis pekerjaan misalnya pada saat panen pekerjaan laki-laki adalah mengangkat kumpulan-kumpulan padi yang sudah selesai dipotong raden. Pada saat ini masyarakat sudah menggunakan uang dalam membayar tenaga aron, bagi peserta aron yang tidak dapat datang pada waktu proses bekerja, maka ia membayar dengan uang kepada peserta aron tersebut sesuai dengan gaji aron satu hari, gaji aron pada saat ini adalah Rp. 4000hari. Pada saat pekerjaan di sawah masing- masing peserta kosong, kelompok aron tersebut akan bekerja di sawah orang lain yang membutuhkan tenaga kerja. Pemilik sawah akan menanyakannya kepada ketua aron. Gaji yang akan diterima juga akan diberikan kepada ketua aron selanjutnya ketua aron yang akan membagikan kepada peserta lainnya. Makanan dan minuman sudah disediakan oleh pemilik sawah untuk makan siang namun sayur tidak ditanggung oleh peserta aron.

3.3. Keluarga Aron

Universitas Sumatera Utara 37 Dalam kondisi sebagai pekerja aron maka tentunya perekonomian mereka telah kita ketahui bahwa mereka memiliki perekonomian yang rendah. Walaupun ada sebagian dari mereka ada juga memiliki lahan sendiri didaerah asal mereka akan tetapi, mereka lebih suka menjadi aron dilahan orang ketimbang mengolah lahan mereka sendiri, dikarenakan kurangnya modal mereka untuk membuka lahan sehingga mereka lebih suka menjadi aron dikarenakan mereka dapat mendapat penghasilan yang pasti ketimbang menolah lahan mereka yang tidak pasti ditambah harus memiliki modal. Dalam segi pendidikan rata-rata anak dari pekerja aron bersekolah setidaknya tamat SD, apabila mereka ada rejeki berlebih maka mereka akan melanjutkan pendidikan anak mereka kejenjang yang lebih, apabila tidak ada rejeki atau perekonomian mereka defisit maka anak mereka tidak dapat dilanjutkan pendidikannya . Didalam kehidupan sehari-hari anak dari pekerja aron tidak seharian penuh dengan kedua orang tua mereka dikarenakan kedua orang tua mereka harus pergi bekerja pada pagi hari dan kembali pada sore hari ataupun pada malam hari. Akan tetapi disaat salah satu dari kedua orang tua mereka tidak bekerja maka bagian yang tidak bekerja itulah yang menjaga anak, hal ini keseringan ayah yang menjadi penjaga dari anak-anaknya akibat tidak adanya panggilan untuk menjadi pekerja aron. Para pekerja aron laki-laki tidak setiap hari bekerja sehingga anak sepenuhnya tanggung jawab dari ayah akan tetapi kalau ayah bekerja sebagai aron maka peran ayah digantikan oleh ibu. Sri Rahayu merupakan perantau yang datang dari Aceh Tenggara 3 tahun lalu untuk mengadu nasib. Dia bekerja sebagai buruh harian lepas sejak 2006 alasannya bekerja sebagai buruh aron adalah karena keadaan yang memaksa, dan dia tidak mempunyai skill untuk mencari pekerjaan lain. Sebelum menjadi buruh harian lepas ibu ini tidak bekerja. Adapun yang mengajaknya sebagai buruh harian lepas adalah temannya Universitas Sumatera Utara 38 tetangga. Bidang yang biasa dikerjakan oleh ibu Sri Rahayu adalah menyusun barang sehingga terkadang pekerjaannya dilakukan sampai larut malam. Setiap pagi ibu ini bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan untuk keluarga dan menyiapkan bekal makan siang yang akan dibawanya untuk bekerja karena makan siang biasanya tidak ditanggung oleh yang mempekerjakan mereka. Setelah bersiap-siap dengan pakaian yang mengenakan lengan panjangdan celana panjang yang lusuh maka ibu ini berangkat ke tempat berkumpulnya para aron yaitu di simpang Laudah sekitar jam 07.00 Wib. Disana sudah menunggu para buruh aron yang lain untuk menanti pekerjaan. Mereka sangat berharap ada yang memakai jasa mereka sehingga mereka bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Ibu ini dan para buruh aron yang lainnya menunggu sampai jam sepuluh, tetapi biasanya apabila sudah jam sembilan tidak ada yang memakai jasa mereka maka satu per satu orang bepergian meninggalkan lokasi berkumpul buruh aron, yang menunggu sampai jam sepuluh biasanya para ibu-ibu mereka saling bercerita satu sama lain mengenai keseharian mereka. Setelah itu sekitar jam sebelas ibu ayu pulang ke rumahnya. Sistem pekerjaan dan penerimaan upah yang dilakukan adalah sistem upah harian dengan upah sebesar Rp 40.000 per harinya dengan rata-rata kerja dalam seminggu adalah 3 hari. Jika masa panen maka pekerjaan akan banyak dan biasa saja dalam seminggu itu dia bekerja setiap hari tetapi sebaliknya jika pekerjaan sepi. Tidak saat masa panen dan banyak terjadi kegagalan panen maka secara otomatis pekerjaan juga akan sepi bahkan terkadang dalam seminggu satu hari pun tidak bekerja. Rata-rata jam kerja ibu Ayu ini adalah 8 jam tetapi terkadang mau juga sampai 13 jam karena menyusun barang membutuhkan waktu yang sangat lama dan bekerja sampai larut malam. Universitas Sumatera Utara 39 Ibu Ayu ini tinggal di sebuah rumah sewaan yang dulunya adalah sebuah bengkel. Kondisi bangunan rumah yang ditempati bersama keluarganya terbuat dari papan dengan lantai papan dan beratapkan seng. Luas rumah yang mereka tempati hanya seluas 4m x 4m yang dihuni oleh 3 orang. Suami ibu Ayu bernama Rudi sohlin umurnya sekitar 37 tahun dan bekerja sebagai aron juga. 2 orang anaknya tidak kesampaian sekolahnya sedangkan yang ketiga masih sekolah. Anak sulungnya bernama Yenni usianya 17 tahun hanya tamat SMP, setelah itu dia tidak melanjutkan sekolahnya lagi karena kekurangan biaya. Anak nomor dua bernama Herman berusia 15 tahun dan hanya menamatkan hingga sampai jenjang SD, putus sekolah karena tidak ada biaya juga. Anak yang nomor tiga bernama Agus dan duduk di kelas 2 SMP Negeri 1 Lau Solu. Pendidikan Ibu Ayu ini tidak tamat SD karena kurang biaya dan keinginan untuk bersekolah di kampung mereka memang masih sangat rendah, akibatnya untuk mencari pekerjaan di sektor formal tidak memungkinkan untuknya. Pekerjaan yang di adalah andalkan kekuatan fisik yang merupakan pilihan terakhir baginya karena dia tidak mempunyai keterampilan dan kemampuan di bidang lain. Pendapatan yang diperolehnya sebagai buruh harian lepas ini sangat kurang tetapi dia tidak mencari pekerjaan lain untuk menambah penghasilan keluarga dan hanya mengharapkan penghasilan dari suaminya yang bekerja sebagai pekerja aron. Ibu Ayu ini merasa apa yang diperolehnya untuk saat ini sudah lebih dari cukup, Selain sebagai Aron Ibu ayu juga mempunyai kewajiban sebagai ibu rumah tangga dimana dia harus mengurus anak dan suaminya setiap hari sebelum dia berangkat bekerja sebagai aron. Jenis pekerjaan di ladang yang Ibu Ayu lakukan terbilang cukup beragam, Universitas Sumatera Utara 40 sebagaimana beragamnya jenis tanaman di ladang. Untuk menyebut beberapa, katakanlah jenis pekerjaan itu seperti mengutip memanen jeruk, mengangkat itu istilah setempat, artinya sama dengan memanen kol, panen jagung, kentang dan komoditi lainnya, kadang membersihkan rumput yang tumbuh di sekitar tanaman, menanam benih atau bibit tanaman, atau bahkan sekedar mengangkat tanahpupuk kandang dari sekitar ladang ke batang jeruk. Ibu Ayu ini mengaku bisa hidup di Tanah Karo dengan bergantung sebagai ‘aron’, dan biarpun dalam kesehariannya mereka harus hidup pas-pasan tapi mereka masih bisa menabung sisa upah setiap harinya sedikit demi sedikit. Menurut Ibu Ayu, mereka sangat terbantu karena sebagian bahan untuk memasak seperti sayur-sayuran dan juga buah, sering mereka petik dari ladang tempat mereka bekerja itu. Memang, biasanya di pinggiran ladang ataupun di sela-sela tanaman utama, petani Lau Solu juga bertanam berbagai jenis sayur seperti daun ubi, papaya, jipang, labu, daun prei dan terong dalam jumlah seadanya. Pemilik ladang tentu saja tidak keberatan sayur-sayuran itu diambil para pekerja asalkan dalam jumlah yang pantas untuk sekedar dipergunakan, bukan untuk dijual. Maka jangan heran saat melihat para ‘aron’ Ibu Ayu pulang sehabis bekerja di ladang, keranjang mereka telah berisi sayur-sayuran lengkap dengan buah segar seperti jeruk, pisang, jambu dan ‘terong berastagi’ atau terong belanda.

3.3. Aron Pendatang