Pertanian Jeruk Dan Dampaknya Bagi Masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995)

(1)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

PERTANIAN JERUK DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO (1980-1995) SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

Desmika Br Sembiring 060706036

Pembimbing

Dra. Nurhamidah, M. A NIP 194805091985032001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan, unuk melengkapi Salah satu syarat ujian Sarjana Sastra

Dalam bidang Ilmu Sejarah

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

PERTANIAN JERUK DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE KABUPATEN KARO (1980-1995)

Yang diajukan oleh Nama : Desamika Br Sembiring

Nim : 060706036

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh

Pembimbing

Dra. Nurhamidah, M. A Tanggal,

NIP 194805091985032001

Ketua Departemen Ilmu Sejarah

Dra. Fitriaty Harahap S.U Tanggal, NIP 195406031983032001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH Ketua Departemen

Dra. Fitriaty Harahap S.U NIP 195406031983032001


(4)

PERSEMBAHAN Syalom…

Tuhan adalah gembalaku Takkan kekurangan aku

Kasih yang sempurna Telah kau berikan padaku

Kasih Tuhan takkan pernah ada habisnya Cinta Tuhan indah dalam hidupku

Besar kasih Tuhan dalam hidupku Tangan Tuhan takkan pernah berhenti

Membuat karyanya yang indah dalam hidupku Dia buatku melihat indah rancangannya Cinta Tuhan ubahkan hatiku

Membentuk hidupku sesuai kehendak rencananya Dia buat hidupku menjadi berarti

Untuk segala sesuatu ada masanya

Untuk apapun dibawah langit ada waktunya Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya Bahkan ia memberikan dalam hati mereka

Skripsi ini kupersembahkan buat kemuliaan Nama Tuhan dan juga buat orang-orang yang kusayangi,dan kedua orang tuaku.

Ayahanda : S. Sembiring Ibunda : P. Br Barus

Saudara-saudaraku yang kusayangi : 1. Nisma Wati Br Sembiring 2. Radius Prawiro Sembiring 3. Charlos Demello Sembiring


(5)

UCAPAN TRIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menyertai dan senantiasa memberkati penulis dalam hidup ini, terutama pada saat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan pengetahuan penulis, kemampuan, pengalaman, maupun literatur yang dimiliki penulis. Meski menghadapi berbagai tantangan, berkat usaha yang gigih dari penulis, dan berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Ayahanda S. Sembiring dan ibunda P br Barus, yang senantiasa mengasihi saya sejak lahir hingga saat ini, dan memberi dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai harganya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Juga kepada kakak saya Nisma Wati Br Sembiring beserta suaminya b’Alex Ginting dan adik-adik saya Raduis Prawiro Sembiring, dan Charlos Demelo Sembiring. Yang penuh pengertian dan telah memberi dorongan, dan semangat kepada penulis selama ini.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara beserta staf dan pegawainya.

3. Ibu Dra.Fitriaty Harahap, S.U selaku Ketua Departemen Ilmu Sejarah FS-USU dan Dra. Nurhabsyah M.Si selaku sekretaris Departemen dan sekaligus


(6)

sebagai dosen wali penulis, yang telah membantu penulis selama dalam masa perkuliahan.

4. Ibu Dra. Nurhamidah, M.A selaku dosen pembimbing dalam penulisan ini, yang telah memberikan inspirasi, semangat, dorongan, dan telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Kebaikan ibu senantiasa penulis ingat, semoga Tuhan memberikan berkatNya kepada ibu sekeluarga. 5. Bapak dan ibu dosen serta staf administrasi pendidikan Departemenn Ilmu

Sejarah (B˜Ampera) yang telah banyak membantu penulis mulai masa awal perkuliahan hingga dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh informan yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat-sahabatku Kariani Zaluku, Risma Wati Aprita, Desriani Panjaitan,

Suci Ayu Lestari, Hafija Syahraini, Friyanti, Derni Simanjuntak, Eva Angelia Sembiring, Erliana Br Barus , Kalvin Halawa, Heri Setianto, Haradongan, Jhon Dato Sagala, Wilson Barus, Johannes, Dedi Surya Dharma, M. Ramlan, Wilson Barus, Hendra, Pernatin dan stambuk 06 semua. Dan terkhusus buat Sancani Angelia Tamba yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman satu kosku Iwan, Herman, Julita, dan Juni, yang setia menemani dan memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Someone special yang memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

Akhirnya untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak seluruhnya disebutkan dalam penyusunan skripsi ini, saya mengucapkan banyak terima kasih. Semoga semua kebaikan yang penulis terima dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Medan,

Penulis, Desember 2010


(8)

ABSTRAK

Secara umum skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang proses pertanian jeruk yang dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980 di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana dampak dari pertanian jeruk ini bagi masyarakat desatangkidik. Selanjutnya skripsi ini juga mengkaji din menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setelah berkembangnya pertanian jeruk di desa ini.

Untuk memperoleh sumber yang dapat mendukung kajian ini dilakukan penelitian arsip, pustaka, pendekatan kultural dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara degan orang-orang yang terkaitdengan permasalahan yang dikaji.

Dari hasil akhir penelitian diketahui bahwa dari perkembangan pertanian initelah membawa dampk kepada tingkat pendapatan, kehidupan sosial masyarakat, pendidikan, kesehatan, pola hidup masyarakat dan sarana transportasi.


(9)

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMAKASIH ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Tinjauan Pustaka ... 5

1.5 Metode Penelitian ... 6

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE 2.1 Kondisi Geografis ... 9

2.2 Keadaan Penduduk ... 10

2.3 Latar Belakang Historis ... 17

2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tangkidik ... 21

BAB III PERKEMBANGAN PERTANIAN JERUK DI DESA TANGKIDIK 1980-1995 ... 28

3.1 Awal Mula Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik ... 28

3.2 Proses Pertanian Jeruk 1980-1995 ... 31


(10)

3.4 Pembiayaan, Tenaga Kerja dan pemasaran ... 38

BAB IV DAMPAK PERTANIAN JERUK BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE ... 47

4.1 Tingkat Pendapatan ... 47

4.2 Kehidupan Sosial Masyarakat ... 50

4.3 Pendidikan ... 51

4.4 Kesehatan ... 55

4.5 Pola Hidup... 56

4.6 Sarana Transportasi ... 59

BAB V KESIMPULAN ... 63 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin. Tabel 2 Komposisi Penduduk Menurut Etnik.

Tabel 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian. Tabel 4 Komposisi Penduduk Menurut Agama.

Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.

Tabel 6 Perkembangan Jumlah Petani, dan Luas Lahan Yang Digunakan.

Tabel 7 Perbandingan Biaya Budidaya Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik Berdasarkan Jumlah Pohon Pada Tahun 1995.

Tabel 8 Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Jeruk di Desa Tangkidik Pada Periode 1980-1995.


(12)

ABSTRAK

Secara umum skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan latar belakang proses pertanian jeruk yang dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980 di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Skripsi ini juga menjelaskan bagaimana dampak dari pertanian jeruk ini bagi masyarakat desatangkidik. Selanjutnya skripsi ini juga mengkaji din menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat setelah berkembangnya pertanian jeruk di desa ini.

Untuk memperoleh sumber yang dapat mendukung kajian ini dilakukan penelitian arsip, pustaka, pendekatan kultural dan penelitian lapangan yang dilakukan melalui wawancara degan orang-orang yang terkaitdengan permasalahan yang dikaji.

Dari hasil akhir penelitian diketahui bahwa dari perkembangan pertanian initelah membawa dampk kepada tingkat pendapatan, kehidupan sosial masyarakat, pendidikan, kesehatan, pola hidup masyarakat dan sarana transportasi.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Terbentuknya sebuah desa tidak dapat dipisahkan dari manusia. Faktor utama terbentuknya sebuah desa karena adanya individu-individu yang menggabungkan diri menjadi satu kelompok masyarakat baik secara struktural, ekonomis, sosio-kultural maupun politisi yang umumnya terjalin teratur berdasarkan kebiasaan-kebiasaannya. Situasi atau peristiwa demikian merupakan dasar utama terjadinya masyarakat, sehingga lahirlah apa yang dikenal dengan “masyarakat desa”.1

Pertanian masyarakat Desa Tangkidik awalnya hanya bersifat konsumtif artinya hasil pertanian diutamakan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pokok keluarga, baru selebihnya dijual untuk kebutuhan lainnya. Pola pemikiran seperti ini mengakibatkan pada awalnya masyarakat Desa Tangkidik hanya menanam tanaman palawija. Namun karena berbagai pengaruh seperti perkembangan zaman dan

Masyarakat desa tidak terlepas dari kegiatan pertanian. Demikian halnya dengan Desa Tangkidik yang masyarakatnya sejak dahulu telah bergelut di dalam kegiatan pertanian.

Pertanian sudah dikenal oleh masyarakat desa sejak zaman dahulu. Kegiatan mengelola tanah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya telah diperkenalkan oleh nenek moyang dan tetap diwariskan kepada anak cucunya hingga masa kini. Demikian juga dengan masyarakat Desa Tangkidik yang merupakan masyarakat agraris yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan pertanian.

1

Andar Asmara, Sejarah Perkembangan Desa Baja Ronggi Ditinjau Dari Sudut Sosial Ekonomis 1965-1983, Skripsi S-I, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1985, hal.1.


(14)

teknologi yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ekonomi sehingga masyarakat harus berpikir lebih matang untuk menambah pemasukan keluarga. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab beralihnya masyarakat Desa Tangkidik kepada tanaman holtikultura yang memiliki nilai ekonomis terutama tanaman jeruk.

Masyarakat Desa Tangkidik mengenal budidaya pertanian jeruk setelah dilakukannya pembudidayaan tanaman oleh Norsan Barus yang merupakan salah satu masyarakat desa tersebut. Budidaya pertanian jeruk ini dimulai oleh Norsan Barus pada tahun 1980.2

Penelitian ini membahas tentang pertanian jeruk dan dampaknya bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Tahun 1980 sebagai periode awal dari penelitian ini merupakan periode dimulainya budidaya pertanian jeruk di Desa Tangkidik oleh salah seorang masyarakat Desa Tangkidik bernama Norsan Barus. Tahun 1995 sebagai akhir dari penelitian ini Pertanian jeruk di Desa Tangkidik ternyata memberi dampak yang besar bagi kehidupan masyarakatnya. Pertanian jeruk ini ternyata mampu menaikkan tingkat pendapatan masyarakat Desa Tangkidik. Dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Desa Tangkidik maka timbullah keinginan untuk memperbaiki tingkat pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimaksudkan untuk memperbaiki hidup keturunannya agar lebih baik. Semakin meningkatnya tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan masyarakat juga sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat Desa Tangkidik.

2

Wawancara dengan Karben Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 23 Juli 2010.


(15)

bahwa selama kurun waktu 15 tahun tersebut telah banyak sekali peningkatan yang terjadi pada pertanian jeruk di desa ini, seperti jumlah masyarakat penanam jeruk yang semakin banyak, lahan yang digunakan, sistem permodalan, pembudidayaan hingga ke pemasarannya yang semakin terorganisir. Skop spasial dari penelitian ini adalah pertanian jeruk di Desa Tangkidik. Atas dasar pemikiran di atas, maka penulisan ini diberi judul “Pertanian Jeruk dan Dampaknya Bagi Masyarakat

Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995)’’.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas dan untuk mempermudah penulis menghasilkan penelitian yang objektif, maka penulis perlu membatasi masalah yang dibahas. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah tentang pertanian jeruk dan dampaknya bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995).

Adapun pokok permasalahan yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana awal pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe? 2. Bagaimana kondisi pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe

1980-1995?

3. Bagaimana dampak dari pertanian jeruk bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe?


(16)

1.3 Tujuan dan Manfaat.

Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki tujuan dan manfaat yang dicapai. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui awal pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe.

2. Untuk mengetahui kondisi pertanian jeruk di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe selama periode 1980-1995.

3. Untuk mengetahui dampak dari pertanian jeruk bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe.

Manfaat penelitian ini di harapkan dapat:

1. Menambah wawasan tentang latar belakang pertanian jeruk di Desa Tangkidik kecamatan barusjahe.

2. Menjadi masukan bagi pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani, kondisi petani di daerahnya, khususnya daerah yang berada jauh dari pusat pemerintahan seperti Desa Tangkidik.

3. Menambah literature dalam penulisan sejarah pertanian khususnya pertanian jeruk.


(17)

1.4 Tinjauan Pustaka.

Dalam penyelesaian tulisan ini perlu dilakukan tinjauan pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan judul tulisan ini yakni tentang pertanian jeruk dan dampak bagi masyarakat Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe Kabupaten Karo (1980-1995). Untuk itu penulis menggunakan beberapa buku yang dapat mendukung tulisan ini.

Dari buku yang ditulis oleh Aak dalam buku yang berjudul Budidaya

Tanaman Jeruk (1994) mengemukakan mengenai sejarah tanaman jeruk hingga pada

manfaat dan sifat-sifat khas tanaman ini. Selain itu juga dijelaskan bahwa jeruk ini merupakan salah satu buah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan mampu meningkatkan taraf hidup petani jeruk. Populasi tanaman jeruk juga semakin lama semakin meningkat, namun hal tersebut belum mampu untuk memenuhi harapan. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan para petani dalam bercocok tanam jeruk yang benar.3

Pracaya dalam bukunya Jeruk Manis: Varietas, Budi Daya, dan Pascapanen (2000) menjelaskan berbagai macam jenis jeruk yang ada di Indonesia dan perkembangan jeruk tersebut. Buku ini juga menjelaskan bagaimana perencanaan penanaman jeruk tersebut dalam hal sistem penanaman, jarak tanaman dan pengisian

Buku ini tidak hanya memberikan informasi bagi peneliti mengenai tanaman jeruk dan cara budidayanya, tetapi juga bisa menjadi sarana pembanding antara budidaya petani jeruk di Desa Tangkidik dengan petani jeruk lainnya diberbagai daerah, dengan demikian akan ditemukan jawaban dari masalah-masalah yang dihadapi oleh petani jeruk di desa ini.

3


(18)

lubang tanaman tersebut serta bagaimana komposisi buahnya dan cara panen dan pascapanen.

Untuk membantu penulis dalam mengkaji kehidupan sosial masyarakat orang Karo. Penulis memakai buku Sarjani Tarigan yang berjudul Dinamika Orang Karo:

Budaya dan Modernisasi (2008). Dalam buku ini membahas tentang sosial ekonomi

masyarakat Karo dan budaya masyarakat Karo sejak zaman dahulu hingga masa sekarang ini. Dalam buku ini Sarjani menjelaskan tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat Karo seperti mata pencahariannya, pendidikan, agama, hingga interaksi sosial masyarakatnya. Buku ini dapat digunakan penulis sebagai sumber informasi mengenai masyarakat Karo.

1.5 Metode Penelitian.

Metode penelitian ini dimaksudkan untuk merekontruksikan masa lampau manusia sehingga menghasilkan suatu karya ilmiah yang bernilai. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari peninggalan masa lampau.4 Ada beberapa tahap yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tahap heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.5

Tahap pertama adalah heuristik yaitu tahap pencarian sumber-sumber yang relevan dengan penelitian ini. Ada dua teknik yang digunakan dalam tahap ini yaitu melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik primer maupun sekunder berupa

4

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI-Press, 1971, hal. 18.

5


(19)

arsip, laporan dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang dikaji. Sumber ini diperoleh dari Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dari Kantor Kepala Desa, serta Badan Pusat Statistik Kecamatan Barusjahe.

Selain itu peneliti juga menggunakan sumber lisan yang dilakukan dengan melakukan wawancara. Wawancara ini dilakukan pada orang-orang yang dapat memberikan informasi untuk penelitian ini. Informan yang dipilih yaitu masyarakat Desa Tangkidik khususnya petani jeruk, Kepala Desa Tangkidik, pegawai Kantor Camat Barusjahe dan sebagainya.

Langkah kedua adalah melakukan kritik terhadap sumber. Dalam tahap ini pada sumber yang telah terkumpul dilakukan kritik, baik itu kritik ekstern maupun kritik intern. Kritik ekstern berupa kritik terhadap materi sumber, sedangkan kritik

intern berupa kritik terhadap substansi atau isi sumber. Kritik ekstern bertujuan untuk

menentukan keabsahan data, sedangkan kritik intern bertujuan untuk menilai kelayakan data.

Sesudah menyelesaikan tahap pertama dan tahap kedua berupa heuristik dan kritik, tahap selanjutnya adalah tahap interpretasi. Dalam tahap ini dilakukan penafsiran terhadap fakta-fakta yang sudah diseleksi.

Tahap terakhir yang dilakukan dalam metode penelitian ini adalah tahap historiografi yaitu tahapan pengkisahan atau penulisan sejarah. Dalam tahap ini peneliti menjabarkan hasil penelitian sekaligus rangkaiannya secara kronologis dan sistematis dalam bahasa tulisan sehingga menghasilkan sebuah karya Ilmiah Sejarah.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUSJAHE

2.1 Kondisi Geografis.

Kecamatan Barusjahe merupakan salah satu dari 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Karo.6 Desa Tangkidik merupakan salah satu dari 19 desa yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Barusjahe.7 Desa Tangkidik berada jauh di pedalaman Kabupaten Karo yaitu sekitar 16 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Karo (Kabanjahe). Jarak dari Desa Tangkidik ke pusat kecamatan yakni Barusjahe yaitu sekitar 3 km, sedangkan ke pusat provinsi (Medan) yaitu sekitar 101 km.8

6

Kabupaten Karo memiliki 10 kecamatan yaitu; Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Tiga Panah, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Payung, Kecamatan Kuta Buluh, Kecamatan Munthe, Kecamatan Juhar, Kecamatan Tigabinanga, Kecamatan Mardingding, dan Kecamatan Barusjahe.

7

Kecamatan Barusjahe memiliki 19 desa yaitu; Desa Barusjahe, Desa Sikab, Desa Penampen, Desa Rumamis, Desa Sinaman, Desa Sarimanis, Desa Semangat, Desa Paribun, Desa Talimbaru, Desa Tangkidik, Desa Bulanjahe, Desa Sukajulu, Desa Pertumbuken, Desa Tanjung Barus, Desa Sukanalu, Desa Bulan Julu, Desa Serdang, dan Desa Barus Julu.

8

Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, Kecamatan Barus Jahe Dalam Angka 1993, hal. 1.

Pada masa penelitian ini berlangsung telah ada sarana transportasi yang menghubungkan Desa Tangkidik dengan beberapa daerah seperti angkutan pedesaan yakni Sinar Tani, Karoskali, dan Gaya Baru, sepeda motor serta kendaraan pribadi. Angkutan pedesaan ini menghubungkan Desa Tangkidik dengan Berastagi dan Kabanjahe. Angkutan umum di Desa Tangkidik sangat terbatas sehingga ruang gerak keluar daerah bagi masyarakat sangatlah sempit. Hal ini menyebabkan perkembangan daerah ini sedikit terganggu. Terbatasnya sarana transportasi ini seringkali menyebabkan untuk melakukan akses ke daerah lain baik itu untuk keperluan menjual hasil bumi,


(21)

memperoleh kebutuhan sehari-hari maupun untuk bersekolah, masyarakat Desa Tangkidik harus berjalan kaki. Jadi tidak mengherankan apabila ditemukan seseorang yang berjalan di jalan raya dengan memikul barang menuju ke tempat tujuannya.

Desa Tangkidk memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Desa Gurisen, sebelah Selatan berbatasan dengan Tiga Jumpa, sebelah Barat berbatasan dengan Paribun, dan sebelah Timur berbatasan dengan Jumapadang. Secara geografis Desa Tangkidik berada pada 980 34, 300 Bujur Timur dan 30 8,000 Lintang Utara. Desa Tangkidik ini berada pada ketinggian 1200 m di atas permukaan laut dengan luas wilayah 1, 83 km2 atau sekitar 1, 43% dari luas Kecamatan Barusjahe.9

Pertambahan jumlah penduduk Desa Tangkidik disebabkan karena angka kelahiran yang lebih tinggi dari pada angka kematian. Desa Tangkidik merupakan desa kecil yang penduduknya sangat jarang. Berdasarkan data dari kepala Desa Suhu udara di Desa Tangkidik yaitu 180C-240C. Desa Tangkidik ini termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki tiga musim yaitu musim hujan, musim kemarau dan musim pancaroba. Waktu berlangsungnya ketiga musim ini tidak dapat diprediksi lagi karena setiap tahunnya terjadi perubahan.

2.2 Keadaan Penduduk.

9 Ibid.


(22)

Tangkidik, pada tahun 1995 kepala keluarga (KK) didesa ini berjumlah 66 KK dengan jumlah penduduksebanyak 283 jiwa.10

No

Tabel 1

Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah

1. Laki-laki 148

2. Perempuan 135

Jumlah 283

Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik tahun 1995

Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin lyang lebih banyak adalah yang berjenis kelamin laki-laki yang berjumlah 148 jiwa dan perempuan 135 jiwa. Jumlah tersebut adalah gabungan dari balita, remaja, dan dewasa yang termasuk sebagai penduduk Desa Tangkidik.

Dari total jumlah penduduk tersebut terdapat beragam etnik dan sub-etnik antara lain: etnik Batak yang terdiri dari Batak Karo, Batak Toba, dan etnik Jawa. Desa Tangkidik termasuk salah satu wilayah yang tidak banyak berbaur dengan etnik-etnik lain di luar etnik-etnik asli yaitu etnik-etnik Karo. Mayoritas masyarakatnya berasal dari sub-etnik Karo dan pada umumnya masih memiliki ikatan kekerabatan yang sangat erat. Masyarakat Desa Tangkidik ini pada dasarnya masih berasal dari satu nenek moyang yaitu keturunan marga Barus11 yang juga pendiri Kerajaan Barusjahe.12

10

Wawancara dengan Reso Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 28 Juni 2010.

11

Marga Barus merupakan salah satu sub marga yang ada pada masyarakat Karo. Marga Barus ini merupakan merga taneh di Desa Tangkidik. Mayoritas masyarakat Desa Tangkidik bermarga


(23)

Keturunan dari pendiri Barusjahe inilah yang kemudian menyebar ke berbagai daerah di Kecamatan Barusjahe termasuk Desa Tangkidik. Untuk melihat persentase dari masing-masing etnik yang mendiami Desa Tangkidik dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 2

Komposisi Penduduk Menurut Etnik

No Etnik Jumlah Persentase (%)

1 Karo 270 97%

2 Toba 10 2,8%

3 Jawa 3 0,2%

Jumlah 283 100%

Sumber: Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik Tahun 1995.

Dari tabel diatas jelas terlihat bahwa sub etnik Karo merupakan etnik mayoritas yang mendiami Desa Tangkidik. Etnik Karo merupakan etnik asli didesa ini. Etnik pendatang seperti Batak Toba dan Jawa yang ada di Desa Tangkidik sangatlah sedikit. Meskipun etnik Karo mayoritas di Desa Tangkidik, masyarakat tidak pernah membeda-bedakan setatus sosialnya.

Sebagian besar masyarakat Desa Tangkidik adalah masyarakat agraris yang kehidupannya bertumpu pada pertanian. Oleh karena itu tidak mengherankan jika

Barus dan Sembiring. Marga Sembiring merupakan anak beru dari marga Barus yang mendiami daerah tersebut pada awalnya.

12

Kerajaan Barusjahe merupakan salah satu kerajaan di Tanah Karo. Nenek moyang dari pendiri dari kerajaan ini berasal dari daerah Tapanuli Selatan tepatnya di daerah Barus. Sistem kepemimpinan kerajaan ini bersifat turun menurun artinya tahta kerajaan akan diwariskan kepada putera sulung. Raja terakhir dari kerajaan ini adalah Sibayak Pa Raja Mentas.


(24)

penduduk Desa Tangkidik mayoritas hidup sebagai petani. Disamping pertanian, masyarakat Desa Tangkidik juga memiliki mata pencaharian yang lain seperti; pedagang, pegawai, dan sebagainya. Adapun persentase mata pencaharian masyarakat Desa Tangkidik ini dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Petani 263 93,2%

2 Jasa Pemerintahan (PNS) 11 3,6%

3 Berdagang 9 3,2%

Jumlah 283 100%

Sumber : Arsip Pemerintahan Desa Tangkidik Tahun 1995.

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa penduduk Desa Tangkidik ini mayoritasnya adalah petani dengan jumlah persentasenya sebanyak 93, 2%, adapun petani yang termasuk ke dalam 93, 2% ini adalah bukan petani jeruk saja tetapi petani-petani tanaman muda juga seperti cabe, sayur-sayuran, kacang-kacangan, padi, jagung, dll. Sedangkan mata pencaharian lainnya seperti bidang jasa pemerintahan (PNS) 3, 6% dan berdagang hanya 3, 2% saja. Banyaknya masyarakat Desa Tangkidik yang bergelut didalam bidang pertanian tidak terlepas dari kondisi wilayahnya yang penuh dengan lahan-lahan kosong dan subur sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.

Sebelum tahun 1980 kondisi pertanian di Desa Tangkidik ini masih jauh dari harapan, karena sistem pertanian yang ada di Desa Tangkidik pada masa itu adalah


(25)

sistem pertanian tradisional. Sistem pertanian tradisional yang dimaksud adalah dimana peralatan-peralatannya yang digunakan oleh masyarakat belum modern atau berupa mesin adapun peralatan-peralatan yang digunakan seperti cangkul, sabit, beko, parang, dll. Dan sistem tanaman yang ditanam oleh masyarakat adalah sistem tanaman muda. Adapaun tanaman-tanaman yang dimaksud adalah seperti sayur-sayuran, padi, tomat, cabe, kacang-kacangan, buncis, kentang, jagung, dan lain-lain. Sistem pertanian di Desa Tangkidik ini sulit untuk berkembang karena Desa Tangkidik ini jauh dari pusat pemerintahan dan pusat pasar, jalur transportasi juga tidak memungkinkan karena transportasi yang sampai ke desa ini sangat jarang. Masyarakat desa ini cukup kesulitan untuk melakukan transaksi baik dalam penjualan hasil pertanian maupun pembelian barang untuk kebutuhan rumah tangga mereka.

Sampai tahun 1980 masyarakat Desa Tangkidik masih melaksanakan sistem pertanian yang sebelumnya yaitu sistem tanaman muda, hingga akhirnya 1980 salah seorang masyarakat Desa Tangkidik yang bernama Norsan Barus mencoba untuk menanam tanaman holtikultura (tanaman keras) yaitu menanam jeruk manis dengan maksud untuk merubah nasib perekonomian rumah tangganya. Norsan Barus mendapat bibit jeruk manis dari saudaranya yang bertempat tinggal di Desa Barus Julu yang bernama Johannis Ginting.

Masyarakat Desa Tangkidik memeluk berbagai agama. Ada beberapa agama yang dianut oleh masyarakat Desa Tangkidik, yaitu Agama Kristen Protestan, Katolik, dan Islam. Adapun persentase masyarakat yang menganut agama tersebut tertera dalam tabel berikut ini:


(26)

Komposisi Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah Persentase (%)

1 Kristen protestan 249 88%

2 Katolik 24 8,4%

3 Islam 10 3.6%

Jumlah 283 100%

Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tangkidik tahun 1995.

Berdasarkan tabel diatas dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat Desa Tangkidik menganut agama Kristen Protestan, yaitu sekitar 88%. Agama Katolik hanya 8, 4% dan agama Islam sekitar 3, 6%. Dari penduduk Desa Tangkidik yang menganuat agama Kristen Protestan adalah bukan masyarakat etnik Karo saja atapun etnik Toba, bahkan etnik Jawa juga ada yang memeluk agama Kristen Protestan. Begitu juga dengan penduduk Desa Tangkidik yang beragama Islam bukan etnik Jawa saja bahkan etnik Karo juga ada yang menganut agama itu.

Hingga tahun 1995 tingkat pendidikan di Desa Tangkidik juga beragam, dari tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma 3 (D3), dan Sarjana (SI). Adapun persentase dari tingkat pendidikan masyarakat Desa Tangkidik ini tertera di dalam tabel dibawah ini.


(27)

Tabel 5

Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Tidak Sekolah 37

2 Tidak Tamat SD 46

3 SD 143

4 SMP 15

5 SMA 40

6 Dip. III 1

7 S-I 1

Jumlah 283

Sumber: Arsip Pemerintah Desa Tangkidik tahun 1995.

Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Desa Tangkidik adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara itu untuk S-I hanya satu orang. Tingkat pendidikan yang tidak sekolah ini adalah gabungan dari masyarakat yang buta huruf dan balita. Untuk masyarakat yang tamatan S-2 dan S-3 di Desa Tangkidik sampai pada tahun 1995 ini belum ada.

2.3 Latar Belakang Historis

Pada dasarnya setiap desa mempunyai latar belakang sejarahnya sendiri-sendiri. Demikian halnya dengan Desa Tangkidik. Desa Tangkidik awalnya terbentuk


(28)

setelah bermukimnya masyarakat yaitu mayarakat Etnik Karo khususnya merga13

Raja pertama dari Kerajaan Barusjahe ini adalah putera pengembara yang berasal dari daerah Tapanuli Selatan tepatnya di Barus yakni Si Mbelang Pinggel. Barus.

Desa Tangkidik yang terletak di Kecamatan Barusjahe awalnya termasuk ke dalam salah satu kerajaan yaitu wilayah Kerajaan Barusjahe. Ketika Belanda masuk ke Tanah Karo, disana telah terdapat beberapa kerajaan salah satunya adalah Kerajaan Barusjahe. Pusat kerajaan ini berada di Desa Barusjahe yang pada periode 1980-1995 merupakan pusat Kecamatan Barusjahe.

14

Raja dari Kerajaan Barusjahe ini berasal dari salah satu marga yang ada di Karo yaitu merga Karo-karo Barus. Ada beberapa nama raja Kerajaan Barusjahe ini yang berhasil diperoleh penulis antara lain Sibayak Ampang Barus, Sibayak Tanda Senina Barus, Sibayak Pa Unjuken Barus, Sibayak Pa Tempana Barus, Sibayak Pa Raja Mentas Barus, Sibayak Garang Barus, dan Sibayak Mandar Barus.15

Struktur pemerintahan yang ada di Barusjahe yakni pemerintahan kerajaan, pemerintahan urung, pemerintahan kesain, dan pemerintahan rumah adat. Pemerintahan Kerajaan Barusjahe terdiri dari beberapa tingkatan. Pemerintahan tertinggi adalah sibayak. Sibayak adalah penguasa yang berhak atas rakyat dan daerahnya tanpa ada lagi pemerintahan di atasnya. Kekuasaan sibayak di Kerajaan

13

Merga adalah identitas bagi orang Karo. Dalam setiap perkenalan dalam masyarakat Karo terlebih dahulu ditanyakan adalah merga. Merga berasal dari kata meherga yang artinya mahal. Mahal dalam konteks budaya Karo berarti penting.

14

Nama si Mbelang Pinggel diberikan masyarakat sekitar kepadanya karena telinganya yang lebar sehingga bisa digulung, disaat dia mau tidur dia bisa menggunakan pinggelnya yang sebelah kiri dijadikan alas tidur dan yang sebelah kanan digunakan sebagai selimutnya dan ketika berjalan dia harus menyeret pinggelnya. Mbelang Pinggel artinya telinga yang lebar dan besar.

15


(29)

Barusjahe berlangsung secara turun-temurun dengan metode sintua-singuda. Artinya apabila sibayak mangkat (meninggal dunia), maka yang menggantikannya adalah anak pertama dan apabila anak pertama berhalangan, maka yang memimpin kerajaan akan jatuh kepada anaknya yang bungsu. Sibayak ini membawahi beberapa raja urung, sedangkan raja urung membawahi beberapa kepenghuluan.16

Kedatangan Belanda ke Tanah Karo pada abad ke-20, Belanda melahirkan sebuah perubahan bagi struktur pemerintahan Kerajaan Barusjahe. Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda, Kerajaan Barusjahe merupakan bagian dari Keresidenan Sumatera Timur dan Afdeling Simalungun en Karo Landen. Hal ini sesuai dengan besluit yang dikeluarkan oleh Gubernement Belanda No.22 pada Kerajaan Barusjahe mempunyai daerah taklukan yakni urung si VI kuta dimana marga yang memerintah terutama Karo-Karo Sitepu, Adapun nama urung yang tergabung dalam urung si VI kuta sebagai berikut: Suka Nalu, Sinaman, Suka Julu, Raja Sinembah, Bulan Jahe dan Rumamis. Raja Urung Barusjahe berkuasa penuh atas daerah Barusjahe, serta daerah taklukannya. Urung si VI Kuta yang berkedudukan di Sukanalu, dimana pemerintahannya seperti sebuah republik kecil, yang mengurus kebutuhannya. Peranannya dalam mengurus peradilan, soal tanah, membangun rumah dan jambur, perkawinan, adat dan peraturan- peraturan lainnya. Dalam menjalankan tugasnya kepala urung ini tetap dibawah pengawasan raja sendiri sebagai kepala pemerintahan.

16


(30)

tanggal 12 Desember 1906.17 Wilayah Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam

onderafdeling Karolanden. Kerajaan Barusjahe termasuk ke dalam wilayah landschap Barusjahe. Landschap ini dipimpin oleh zelfbestuur.18

Selain itu juga Belanda menyatukan beberapa Urung

Setelah masuknya Belanda ke Tanah Karo sistem pemerintahan tradisional pada Sibayak Barusjahe masih dipertahankan, tetapi orang-orang yang menjalankan roda pemerintahan merupakan orang yang dekat dengan Belanda. Hal ini dimaksudkan agar Belanda dapat dengan mudah menjalankan kepentingannya didaerah tersebut. Peraturan dan undang- undang ikut mengalami perubahan dalam pemerintahan Belanda.

19

Pada tahun 1942 berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia, dengan penyerahan tanpa syarat dari pemerintah Belanda ke pemerintah Jepang. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang maka para tokoh-tokoh yang anti terhadap feodal segera menghubungi Jepang untuk mendapatkan dukungan kelak dalam

yang dibawahi Sibayak Barusjahe untuk dijadikan satu wilayah kekuasaan dengan mengangkat seorang raja agar mudah dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan. Tentunya keadaan ini menyebabkan perang dingin antara keturunan raja sehingga mereka selalu berusaha untuk mendekatkan diri kepada pemerintah Belanda. Hal ini dilakukan agar mereka memperoleh jabatan dan kedudukan penting dalam menjalankan roda pemerintahan.

17

Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur, hal. 41.

18

Sarjani Tarigan, op.cit., hal. 9. 19

Tuanku Luckman Sinar Basarsyah, Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan: Perwira, 1991, hal.17.


(31)

mengendalikan politik pemerintahan di Sumatera Timur umumnya dan Sibayak Barusjahe khususnya.

Berakhirnya era kekuasaan Jepang bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka struktur pemerintahan berubah pula. Wilayah Tanah Karo yang tadinya terdiri dari lima landschap20 menjadi sebuah

kabupaten, dan terdiri dari kewedanan yaitu: Kewedanaan Karo Hilir, Kewedanan Kabanjahe dan Kewedanan Karo Jahe. ketiga kewedanan ini, masing-masing membawahi sejumlah kecamatan, seluruhnya terdiri dari 15 kecamatan.21

Dalam menjalani kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tangkidik merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Untuk kelangsungan hidupnya setiap masyarakat harus melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi ini harus dilakukan karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya, setiap orang pasti membutuhkan orang lain. Hal ini juga tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi

Setelah Negara Indonesia berdiri, Kerajaan Barusjahe dihapuskan, dan berubah menjadi daerah kecamatan di Tanah Karo, dan di bawah kekuasaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedudukan sibayak diganti menjadi seorang camat. Camat adalah salah satu pembantu dari Bupati untuk memimpin suatu wilayah yang sudah ditentukan salah satunya adalah Kecamatan Barusjahe, dalam pemilihan seseorang itu menjadi camat adalah bupati.

2.4 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Tangkidik.

20

Adapun Landschap yang di maksud adalah Landschap Suka, Landschap Lingga, Landschap barusjahe, Landschap Sarinembah, dan Landschap Kuta Buluh

21


(32)

yang harus dipenuhi. Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi, masyarakat Desa Tangkidik pada umumnya bekerja dengan mengolah tanahnya yakni bertani, namun di samping bertani masyarakat Desa Tangkidik ada juga yang bekerja sebagai guru, berdagang atau dalam bidang usaha jasa.

Manusia adalah mahluk sosial yang bermasyarakat. Kehidupan manusia tidak akan sempurna jika hidup sendirian. Dengan demikian manusia harus mengadakan interaksi dengan sesamanya untuk dapat menyesuaikan diri, dan memelihara lingkungan hidupnya.22

Masyarakat Desa Tangkidik mengenal adanya stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial ini tidak jelas terlihat stratifikasi sosial ini berdasarkan perbedaan tingkat umur, perbedaan tingkat pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian dan status kawin.23

22

Ramli Barus, ‘’Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Lama Kecamatan Pancur Batu (1950-1984)’’, Skripsi S-1, Medan: USU, 1978, hal. 50.

23

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2004, hal. 110.

Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan perbedaan umur tampak dalam perbedaan hak dan kewajiban terutama dalam upacara adat. Perbedaan berdasarkan umur ini juga berlaku dalam hal pembagian warisan.

Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan pangkat dan jabatan sangat jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Tangkidik terdahulu. Lapisan yang paling tinggi adalah lapisan bangsawan, keturunan raja-raja dan kepala-kepala wilayah. Lapisan ini disebut dengan lapisan biak raja. Lapisan di bawahnya adalah lapisan ginenggem.


(33)

Sistem pelapisan sosial yang berdasarkan sifat keaslian tampak dalam perbedaan antara merga taneh atau pendiri kampung dengan penduduk yang datang kemudian. Pada umumnya masyarakat yang masuk ke dalam kategori merga taneh ini memiliki tanah yang lebih luas dari pada penduduk yang datang kemudian.

Dalam masyarakat Desa Tangkidik khususnya dan masyarakat Karo pada umumnya dikenal sistem kekerabatan yang disebut dengan merga silima,24 yaitu dalam etnik karo memiliki lima marga yang di jadikan sebagai identitas masyarakat karo. Tutur siwaluh,25 yaitu ertutur adalah salah satu ciri orang karo bila seseorang

berkenalan dengan orang yang belum pernah dikenalnya. Rakut sitelu, terdiri dari

kalimbubu, senina, dan anak beru.26

Masyarakat Desa Tangkidik memiliki ikatan kekerabatan yang sangat kuat, hal ini tidak terlepas dari hubungan kekeluargaan yang masih sangat dekat. Seperti

Masing-masing mempunyai peranannya sendiri.

Perbedaan status sosial seseorang seperti kalimbubu, senina, anak beru ini hanya berlaku di dalam acara adat. Status sosial ini tidak dipandang dari kekayaan atau kekuasaan sesorang tetapi berdasarkan kapasitasnya dalam sebuah upacara adat. Apabila sesorang memiliki jabatan lebih tinggi di pemerintahan misalnya sebagai bupati, namun jika di dalam upacara adat dia berperan sebagai anak beru maka beliau harus menghormati kalimbubu nya meskipun memiliki jabatan yang lebih rendah.

24

Merga silima terdiri dari lima bagian yaitu : Merga Karo-karo, Ginting, Sembiring, prangin-angin, dan Tarigan.

25

Tutur siwaluh terdiri dari delapan bagian yaitu : Sembuyak, senina, senina sepemeren, senina siparibanen, anak beru, anak beru mentri, kalimbubu, dan puang kalimbubu.

26

Kalimbubu adalah kelompok pemberi anak dara bagi keluarga (merga) tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut dibata si la idah (Tuhan yang tak tampak) karena kedudukannya yang sangat dihormati. Senina adalah orang-orang yang satu kata dalam permusyawaratan adat. Anak beru berarti anak perempuan dan dalam kehidupan sehari-hari masyrakat Karo dikenal sebagai kelompok yang mengambil isteri dari kelurga (merga) tertentu.


(34)

yang telah diuraikan penulis pada paragraf terdahulu bahwa masyarakat yang ada di Desa Tangkidik merupakan keturunan marga Barus pendiri Kerajaan Barusjahe. Keturunan dari raja Barusjahe yang kemudian menyebar ke daerah-daerah yang dahulunya merupakan wilayah kerajaan ini.

Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup bermasyarakat sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus hidup saling tolong menolong sesama manusia dalam masyarakat.27

Salah satu contoh aktivitas gotong royong yang diadakan oleh masyarakat Desa Tangkidik yakni dalam mengadakan air ke desa dan membuat bak umum untuk menampung air tersebut. Masyarakat Desa Tangkidik bersama-sama membuat

Seperti halnya desa-desa lain di Indonesia. Desa Tangkidik masih memegang teguh sistem gotong royong. Sistem gotong royong ini masih dijalankan masyarakat Desa Tangkidik hingga pada tahun 1995. Masyarakat Desa Tangkidik menerapkan sistem gotong royong dalam kehidupan sehari-hari mereka misalnya dalam membangun infrastruktur desa seperti membangun kamar mandi umum dan lain sebagainya.

Aktivitas gotong royong dalam masyarakat Desa Tangkidik biasanya diakomodir oleh kepala desa dan perangkat-perangkat desa lainnya. Para perangkat desa biasanya lebih dahulu membuat pengumuman sebelum dilakukannya gotong royong. Apabila ada gotong royong biasanya setiap anggota masyarakat yang memiliki keinginan untuk menyumbangkan sebagian rejekinya maka ia akan menyediakan makanan dan minuman kecil untuk masyarakat tersebut.

27

Abdul Syani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985, hal. 14-15.


(35)

saluran pipa air yang didatangkan dari gunung agar sampai ke rumah-rumah warga. Dengan demikian kebutuhan akan air di desa ini akan terpenuhi. Masyarakat Desa Tangkidik bersama-sama mengelola dan merawat fasilitas-fasilitas umum seperti pipa saluran air dan kamar mandi umum dengan menugaskan warga secara bergilir. Setiap kepala keluarga bergiliran meninjau ke mata air yang berada di gunung agar kondisi air tetap terjaga. Gotong royong juga dilakukan dalam pekerjaan lain seperti memperbaiki jalan di kampung, dan membersihkan desa.

Aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat Desa Tangkidik secara spontanitas yang bersifat kekeluargaan terlihat apabila ada masyarakat yang mengalami musibah kemalangan. Masyarakat Desa Tangkidik akan memberikan bantuan berupa materi ataupun tenaga. Dalam hal ini masyarakat Desa Tangkidik tidak pernah memandang agama, suku maupun status sosialnya. Masyarakat Desa Tangkidik menganggap bahwa mereka adalah satu keluarga yang seharusnya saling membantu. Hal seperti ini menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik dapat hidup berdampingan secara rukun, meskipun kadang-kadang terjadi konflik-konflik kecil antar sesama tetangga.

Demikian juga apabila salah satu dari warganya yang baru mendapatkan kehadiran seorang anak ditengah-tengah keluargannya, maka masyarakat Desa Tangkidik terutama kaum ibu akan datang ke rumah tersebut untuk memberikan ucapan selamat. Biasanya pada waktu berkunjung mereka membawa beras dan telur yang dimasukkan di dalam sebuah wadah yang terbuat dari anyaman daun-daunan yang lajim disebut dengan sumpit. Beras ini ditujukan untuk anak yang dilahirkan dengan harapan anak tersebut cepat besar.


(36)

Selain itu apabila salah satu masyarakat Desa Tangkidik mengadakan upacara pernikahan, maka semua tetangga akan menghadiri pesta tersebut untuk mengucapkan selamat. Masyarakat Desa Tangkidik juga akan membantu si penyelenggara pesta dalam hal tenaga untuk mempersiapkan acara tersebut dan juga dalam hal dana karena biasanya pada saat pesta diadakan setiap keluarga akan memberikan sumbangan sukarela yang lajim disebut oleh orang Karo yaitu beras

piher.

Masyarakat Desa Tangkidik yang mayoritasnya adalah etnik Karo dapat hidup berdampingan secara damai dengan etnik pendatang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tangkidik merupakan masyarakat yang terbuka dan memiliki rasa toleransi yang cukup tinggi. Hubungan yang erat dan saling memiliki antara masyarakat Desa Tangkidik tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terlihat dari beberapa hal seperti apabila ada masyarakat yang sakit atau tertimpa musibah, maka masyarakat akan saling mengunjungi dan memberikan bantuan semampunya.

Penduduk asli Desa Tangkidik dan penduduk pendatang dapat hidup berdampingan secara harmonis. Adanya pernikahan antara penduduk asli dengan penduduk pendatang sangat mendukung keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya pernikahan ini menyebabkan terjalinnya hubungan kekeluargaan antara satu sama lain sehingga timbul rasa saling memiliki dan menghormati.

Aktivitas gotong royong yang bersifat ekonomi di Desa Tangkidik akan terlihat dalam kehidupan masyarakat petani. Dalam suku Karo kegiatan gotong royong yang dilakukan untuk kegiatan pertanian disebut aron. Kelompok aron ini pada dasarnya berasaskan kekeluargaan. Kelompok aron biasanya bekerja di ladang


(37)

ataupun di sawah secara berkelompok. Mereka terlebih dahulu mengerjakan sawah yang perlu dikerjakan lalu kemudian sawah berikutnya hingga seluruh sawah atau ladang setiap anggota kelompok selesai dikerjakan. Namun akibat perkembangan teknologi dan dorongan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan rasa kebersaman antara mereka semakin berkurang dan mengakibatkan sistem kerja aron lambat laun mengarah pada sistem pengupahan.

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Banyak hal yang menjadi pendorong terhadap usaha memenuhi kebutuhan tersebut, diantaranya dorongan yang bersifat alamiah, baik untuk mempertahankan diri, mengembangkan diri maupun untuk mempertahankan kelompok. Selain itu dorongan yang bersifat sosial juga ikut berperan karena manusia itu adalah mahluk sosial yang ingin hidup berkelompok.

Orang Karo yang terlahir sebagai masyarakat agraris sudah sejak dahulu handal dalam mengolah lahan pertanian. Dengan demikian tidak mengherankan apabila masyarakat Desa Tangkidik pada umumnya hidup dari usaha mengolah tanah (bertani). Kegiatan pertanian telah digeluti oleh masyarakat Desa Tangkidik sejak zaman dahulu kala.

Dalam bidang pola tanam dan tertib tanam, seperti halnya orang Karo pada umumnya, masyarakat Desa Tangkidik masih sangat lemah dalam hal mengantisipasi kebutuhan pasar. Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut, ketika harga cabe di pasaran mahal maka masyarakat kemudian menanamnya secara bersamaan yang akhirnya kelebihan produk dan menyebabkan harga turun. Ketika tanaman


(38)

pertaniannya tidak menguntungkan, tanpa pikir panjang para petani menggantinya dengan tanaman lain.

Bagi sebahagian besar masyarakat Desa Tangkidik bertani adalah mata pencaharian utama, namun untuk sebahagian orang bertani merupakan pekerjaan sampingan. Hal ini terjadi karena sebagian kecil masyarakat Desa Tangkidik memiliki pekerjaan lain seperti berdagang, usaha jasa terutama dalam bidang transportasi, guru dan pegawai di kantor-kantor pemerintahan. Biasanya mereka mengolah lahannya pada saat waktu senggang atau setelah pulang dari bekerja.


(39)

BAB III

KONDISI PERTANIAN JERUK DI DESA TANGKIDIK 1980-1995

3.1 Awal Mula Pertanian Jeruk Di DesaTangkidik.

Masyarakat Desa yang pada umumnya hidup dari hasil pertanian selalu memperhitungkan nilai-nilai ekonomis yang ada di tengah masyarakat. Pada dasarnya status sosial seseorang dilihat dari kondisi ekonominya. Untuk itu setiap orang berusaha meningkatkan keadaan ekonominya untuk memperoleh sebuah status sosial.

Masyarakat Desa Tangkidik merupakan masyarakat yang tidak terlepas dari kegiatan pertanian, oleh karena itu tidak mengherankan apabila mayoritas masyarakatnya hidup sebagai petani. Kegiatan pertanian ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Masyarakat Desa Tangkidik mengolah lahan pertaniannya dengan cara sederhana yang masih bersifat tradisional. Alat-alat yang digunakan biasanya belum menggunakan alat-alat yang terbuat dari mesin tetapi masih menggunakan alat-alat tradisional seperti cangkul, babat, dan arit disamping mengandalkan tenaga fisik manusia. Produksi pertanian masyarakat Desa Tangkidik pada awalnya masih bersifat konsumtif artinya hasil pertanian diutamakan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pokok keluarga, baru selebihnya dijual untuk kebutuhan lainnya. Pola pemikiran yang seperti itu menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik pada awalnya hanya menanam tanaman palawija (tanaman yang berumur pendek). Ada beberapa jenis tanaman yang biasanya ditanam oleh masyarakat Desa Tangkidik pada saat itu seperti sayur-sayuran, padi, ubi, jagung, cabe, buncis, kentang, tomat, kacang-kacangan dan sebagainya.


(40)

Pada tahun 1980 terjadi perubahan pada sistem pertanian masyarakat Desa Tangkidik. Perubahan pertanian terjadi dari pertanian palawija (tanaman berumur pendek) kepada pertanian holtikultura (tanaman keras). Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan sistem pertanian di Desa Tangkidik seperti alasan ekonomis (harga), kepraktisan dalam mengelola dan masalah kesuburan tanah.

Pada awal memulai pertanian holtikultura, masyarakat Desa Tangkidik menanam buah-buahan yakni buah jeruk28 khususnya jeruk manis. Hal ini menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik terkenal dengan petani jeruk. Jeruk yang mereka budidayakan adalah jeruk manis. Jeruk manis merupakan salah satu jenis jeruk yang dibudidayakan di Indonesia. Jeruk manis ini memiliki nama latin yaitu

citrus aurantinium atau citrus sinensis.29

Budidaya pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini pada awalnya dilakukan oleh salah seorang masyarakat desa tersebut yang bernama Norsan Barus.

Jeruk termasuk dalam jenis buah-buahan yang nilai gizinya cukup tinggi dan memberi penghasilan yang tidak sedikit artinya bila diusahkan secara sungguh-sungguh. Di samping itu jeruk merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang mengandung zat-zat pengatur proses dalam tubuh manusia yang setiap hari mutlak dibutuhkan dan makin digemari masyarakat.

30

28

Jeruk terdiri dari berbagai varietas yang mempunyai arti penting dari segi ekonomis. Berdasarkan karakteristik (bentuk, sifat fisik buah, dan manfaatnya) jeruk yang dibudidayakan di Indonesia dapat dibagi menjadi enam golongan besar, yakni: jeruk keprok (citrus nobilis), jeruk siam (citrus microcarpa), jeruk manis (citrus sinensis), jeruk besar (citrus maximamus herr), dan jeruk sayur.

29

R. Bambang Soelaroso, Budidaya Jeruk Bebas Penyakit, Jakarta: Knsius, 1996, hal.19. 30

Wawancara dengan Karben Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 23 Juli 2010.

Norsan Barus memulai budidaya pertanian jeruk manis yaitu sejak tahun 1980. Awalnya Norsan


(41)

Barus memulai budidaya tanaman jeruk ini dengan menanam 400 batang jeruk manis di tanah seluas satu hektar. Ketertarikan Norsan Barus untuk menanam jeruk ini setelah melihat keberhasilan petani-petani jeruk diberbagai daerah yang ada di Tanah Karo. Norsan Barus kemudian meminta bibit jeruk dari salah seorang temannya bernama Johannis Ginting yang tinggal di Desa Barus Julu.

Percobaan Norsan Barus dalam menggeluti usaha bertani jeruk ternyata membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Hal ini kemudian membangkitkan minat masyarakat Desa Tangkidik untuk mengikuti jejak Norsan Barus dalam menanam jeruk. Tanaman ini dianggap sebagai tanaman komersil oleh masyarakat Desa Tangkidik yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Pertanian jeruk tentunya membutuhkan lahan yang dapat digunakan dalam jangka panjang karena tanaman ini termasuk jenis tanaman yang berumur panjang. Namun hal tersebut tidak menjadi masalah karena masyarakat Desa Tangkidik pada umumnya memiliki lahan sendiri, oleh karena itu memungkinkan untuk menanam jeruk.

3.2 Proses Pertanian Jeruk 1980-1995

Tanaman jeruk yang mempunyai nama latin citrus sp ini termasuk komoditi buah-buahan terpenting ketiga di Indonesia setelah pisang dan mangga. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya minat masyarakat untuk mengkonsumsi buah ini yang berdampak pada perluasan areal pertanian jeruk untuk meningkatkan produksi.

Penanaman jeruk oleh masyarakat Desa Tangkidik dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, pohon-pohon jeruk ditanam dengan tanaman muda lainnya secara


(42)

berdampingan. Cara seperti ini sering disebut dengan sistem tumpang sari. Tanaman-tanaman muda yang ditanam di antara pohon-pohon jeruk beranekaragam seperti cabe, sayur-sayuran, padi, kacang, ubi dan sebagainya. Penanaman tanaman muda ini dimaksudkan untuk menambah kesuburan tanah sekaligus menambah penghasilan keluarga. Tanaman jeruk sudah dapat dipanen setelah pokoknya berumur lima tahun. Oleh karena waktu lima tahun cukup lama untuk menunggu hasil panen sehingga petani seringkali menambah pemasukan dengan menanam tanaman-tanaman muda tersebut diantara pohon jeruk. Kedua, jeruk ditanam khusus dalam satu lahan secara tersendiri, artinya jeruk ditanam tanpa adanya tanaman-tanaman lain di sampingnya.

Bibit yang digunakan oleh masyarakat Desa Tangkidik diperoleh dengan berbagai cara. Cara pertama yaitu dengan membeli bibit jeruk yang siap tanam di pasar-pasar tradisional. Bibit yang siap tanam adalah bibit yang sudah mempunyai usia yang cukup dan sudah distek dari jeruk asam menjadi jeruk manis. Bibit yang dijual di pasar tradisional ini berasal dari berbagai daerah seperti dari Tanah Karo sendiri, Simalungun, maupun daerah-daerah lain di luar Sumatera Utara. Masyarakat Desa Tangkidik dapat memperoleh bibit jeruk dengan harga per satu pohon yang siap ditanam. Cara kedua yaitu dengan memperoleh dari sanak saudara yang telah lebih dahulu membudidayakan tanaman jeruk ini. Dengan cara kedua ini bibit jeruk itu diperoleh dengan cara pembibitan kemudian setelah umurnya cukup baru distek oleh petani tersebut. Bibit jeruk ini diperoleh dari kebun-kebun jeruk milik masyarakat yang telah lebih dahulu membudidayakan tanaman jeruk ini.

Jeruk manis di Desa Tangkidik ditanam dengan jarak yang berbeda-beda. Beberapa masyarakat Desa Tangkidik menanam jeruknya dengan jarak 4×4, 4×5 atau


(43)

6×6. Pengaturan jarak yang tidak menentu ini menyebabkan penghitungan jumlah pohon jeruk milik penduduk sulit dilakukan, bahkan oleh pemiliknya sendiri. Mayarakat Desa Tangkidik melakukan budidaya tanaman jeruk dengan pengetahuan yang sangat sederhana. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman saudara maupun orang lain. Masyarakat Desa Tangkidik tidak pernah mendapatkan bekal dari sekolah ataupun penyuluhan-penyuluhan yang diselenggarakan oleh dinas pertanian dalam usaha untuk membudidayakaan pertanian jeruk ini.

Pemeliharaan tanaman jeruk ini dilakukan masyarakat Desa Tangkidik dengan cara yang sederhana. Pada tahun-tahun pertama penduduk melakukan perawatan terhadap jeruk di sela-sela perawatan tanaman lain yang ada diantara pohon jeruk tersebut. Hal ini dilakukan karena biasanya ditahun-tahun pertama jeruk belum banyak membutuhkan perhatian khusus. Perawatan yang intensif mulai dilakukan setelah jeruk mulai menghasilkan bunga pertama.

Adapun peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat dalam perawatan penanaman jeruk adalah seperti cangkul, pompa, arit, gunting. Cangkul ini biasa digunakan untuk membersihkan lahan-lahan yang ada di sekitar pohon jeruk tersebut. Pompa, ini digunakan untuk menyemprot jeruk tersebut. Arit ini biasanya digunakan untuk memotong rumput yang tumbuh di bawah pohon jeruk tersebut, babat ini juga biasanya dipakai unuk membersihkan atau memotong rumput. Gunting ini biasa digunakan untuk menggunting ranting-ranting yang sudah kering atau tidak bisa menghasilkan buah.

Jeruk pada umumnya bisa menghasilkan buah dan dapat dipanen ketika sudah mencapai usia lima tahun. Tanaman jeruk ini dapat dipanen sebanyak dua kali


(44)

setahun. Biasanya waktu pemanenan tidak dapat ditentukan, tetapi pada umumnya jeruk akan menghasilkan buah yang lebih banyak dari biasanya yakni pada bulan dua dan bulan delapan.

Tidak seperti pohon karet yang waktu pemanenan getah (penyadapan) yang harus dilakukan pada pagi hari agar menghasilkan getah yang maksimal, pemetikan jeruk ini tidak mengenal waktu tertentu. Pemetikan jeruk dapat dilakukan kapan saja, baik itu pagi hari, siang ataupun sore. Dalam hal pemetikan jeruk, masyarakat Desa Tangkidik mengusahakan cara yang terbaik agar buah tersebut tidak rusak. Untuk itu dipekerjakanlah orang yang sudah terbiasa melakukan hal tersebut.

Pemetikan buah jeruk dapat dilakukan oleh keluarga atau oleh tenaga kerja upahan. Pemetikan buah oleh keluarga dilakukan apabila jumlah pohon jeruk hanya sedikit atau pada saat harga sedang rendah. Pemetikan oleh tenaga kerja keluarga ini umumnya dilakukan dengan cara yang sangat berhati-hati. Pemetik buah jeruk upahan dilakukan apabila tenaga kerja keluarga tidak dapat memetik buah jeruk mereka karena jumlah pohon yang dimiliki sangat banyak dan pada saat harga jeruk tinggi. Berbeda dengan tenaga kerja keluarga, tenaga upahan selalu melakukannya dengan cara yang kurang hati-hati, sehingga banyak buah jeruk yang berlobang akibat salah pemetikan, cabang yang patah dan sebagainya. Cara ini dilakukan karena tenaga kerja cenderung memetik buah jeruk dengan cepat agar pekerjaan lekas selesai sehingga dapat segera pulang.

Penggunaan tenaga kerja upahan semakin berkurang pada saat harga rendah. Ketika harga jeruk rendah, pemetikan buah jeruk dilakukan oleh tenaga kerja keluarga. Hal ini disebabkan, hasil panen tidak cukup untuk membayar upah tenaga


(45)

kerja upahan. Pemetikan buah jeruk pada saat harga rendah seringkali menyebabkan kerugian pada si petani, namun meskipun demikian pemetikan harus tetap dilakukan agar jeruk tidak rusak.

3.3 Latar Belakang Tanaman Jeruk.

Citrus Sinensi atau yang sering disebut oleh masyarakat Desa Tangkidik

dengan jeruk manis merupakan salah satu dari sekian banyak jenis jeruk. Jeruk manis ini awalnya berasal dari India Timur Laut, Cina Selatan, Birma Utara, dan Cochin Cina (daerah sekitar Vietnam).31

Jeruk manis dapat ditanam didaerah antara 40o LU dan 40o LS. Namun tanaman jeruk paling banyak terdapat di daerah 20o - 40o LUdan 20o - 40oLS. Temperatur cuaca tempat pembudidayan jeruk turut diperhatikan. Aktivitas jeruk manis sangat dipengaruhi oleh temperatur. Jeruk manis dapat tumbuh dengan Di Indonesia sejarah tanaman jeruk ini tidak begitu dikenal. Tanaman jeruk yang ada sekarang adalah merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda.

Jeruk adalah tanaman tahunan yang mampu memproduksi buah cukup lama dan dapat mencapai ketinggian 2 sampai 3 meter. Jenis pohon jeruk ini ideal. Produksi maksimum jeruk dicapai pada usia 5 sampai 8 tahun, tetapi semua masih tergantung dengan iklim, jenis tanaman, jarak tanam, dan perawatan jeruk tersebut. Kualitas dan kuantitas jeruk juga ditentukan oleh ketinggian lahan, suhu udara, curah hujan, radiasi matahari, kecepatan angin, serta tipe dan kualitas tanah.

31

Pracaya, Jeruk Manis: Varietas, Budidaya, dan Pascapanen, Jakarta: Penebar Swadaya, 2000, hal. 3.


(46)

temperatur optimal antara 25oC dan30oC. Di bawah dan di atas temperatur optimal pertumbuhannya akan berkurang. Apabila temperatur diatas 380 C atau dibawah 130 C kemungkinan pertumbuhannya akan terhenti.

Citrus sinensis atau jeruk manis dapat tumbuh subur pada ketinggian 1400 di

atas permukaan laut. Tanaman jeruk dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi. Ketinggian tempat yang tidak memenuhi syarat sering menimbulkan kendala sendiri. Jika hal ini tidak diperhatikan, maka akan berpengaruh terhadap kualitas buah. Misalnya, rasa buah yang tadinya manis berubah menjadi masam ataupun pahit.

Tanaman jeruk memerlukan sinar matahari yang penuh agar proses pertumbuhan dan produksi jeruk dapat berkembang dengan baik. Ini berarti sinar matahari mempunyai peranan yang sangat penting pada tanaman jeruk. Dengan semakin bertambahnya ketinggian suatu tempat, maka semakin bertambah pula intensitas sinar. Oleh karena itu tanaman jeruk yang ditanam di daerah pegunungan seperti Desa Tangkidik akan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada ketinggian lebih rendah.

Curah hujan yang cocok untuk tanaman jeruk manis ini adalah antara 1.000 mm sampai 2.000 mm per tahun. Curah hujan yang lebih rendah dari 1.000 mm per tahun mengakibatkan perkembangan bunga dan buah terganggu. Sedangkan jika curah hujan lebih tinggi dari 2.000 mm tidak hanya menyebabkan perkembangan bunga dan buah yang terganggu tetapi juga menimbulkan banyaknya cendawaan.

Tanaman jeruk ini bisa tumbuh dengan baik di Desa Tangkidik karena daerah ini memiliki tanah yang subur dan ph tanahnya cocok untuk pembudidayaan tanaman jeruk. Tanaman jeruk manis dapat ditanam di berbagai jenis tanah mulai dari tanah


(47)

pasir kasar hingga tanah liat berat, dan tanah pun tidak boleh tergenang air. Tanah yang baik untuk tanaman jeruk yaitu bila berasal dari tanah endapan yang subur, cukup dalam dan tidak bergaram.

Sejak Norsan Barus mengawali pembudidayaan tanaman jeruk di Desa Tangkidik yang menghasilkan hasil yang cukup maksimal menimbulkan ketertarikan masyarakat di sekitarnya untuk mengikuti jejaknya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah petani jeruk di Desa Tangkidik sejak tahun 1983. Peningkatan jumlah petani jeruk di Desa Tangkidik tentunya berdampak pada bertambahnya jumlah pohon jeruk yang ditanam sekaligus lahan pertanian yang digunakan. Peningkatan ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 6

Perkembangan Jumlah Petani, dan Luas Lahan Yang Digunakan No Tahun Jumlah Petani

Jeruk

Luas Lahan

1 1980 1 5000 m

2 1983 7 33500 m

3 1986 12 54500 m

4 1989 22 102500 m

5 1992 37 157000 m

6 1995 45 190500 m

Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik antara lain: Tokih Ginting, Ganin br Tarigan, Peraten br Barus, Sep Sembiring, Megaria br Perangin-angin, Jenda Tarigan, dan Ganefo Barus di Desa Tangkidik Kecamatan Barusjahe (Agustus 2010).


(48)

Dari tabel di atas tampak bahwa hingga tahun 1995 masih terjadi perluasan penanaman jeruk di Desa Tangkidik. Hal ini menunjukkan bahwa ketertarikan masyarakat Desa Tangkidik tersebut untuk menanam jeruk semakin bertambah.

Terdapat beberapa alasan mengapa penanaman jeruk, khususnya jeruk manis mengalami perkembangan yang cukup pesat di Desa Tangkidik sejak tahun 1980 hingga tahun 1995. Pertama, sifat tanaman jeruk manis yang cocok dengan kondisi lahan, ketinggian, dan iklim di Desa Tangkidik. Kedua, penanaman dan perawatannya yang relatif mudah. Ketiga, proses penanaman jeruk di Desa Tangkidik tidak merubah pola pertanian penduduk, karena dapat dilakukan bersama-sama dengan tanaman-tanaman palawija lainnya. Keempat, proses produksi dan pemasarannya yang relatif lebih mudah. Para pedagang besar ataupun kecil siap membeli langsung dari tangan petani. Kelima, bibit jeruk sangat mudah diperoleh. Pada awalnya bibit jeruk diperoleh di pasar-pasar tradisional terdekat ataupun dari sanak saudara yang tinggal di kampung-kampung yang ada di Desa Tangkidik. Setelah pohon-pohon jeruk manis milik masyarakat Desa Tangkidik dapat menghasilkan bibitnya sendiri, maka pembelian bibit tidak perlu lagi keluar dari Desa Tangkidik.

3.4 Pembiayaan, Tenaga Kerja dan Pemasaran.

Dalam menjalankan sebuah kegiatan tentunya tidak terlepas dari biaya atau modal, karena tanpa adanya modal maka kegiatan tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Demikian halnya dengan kegiatan budidaya pertanian jeruk di Desa


(49)

Tangkidik tentunya sangat memerlukan modal. Modal yang dipergunakan untuk pertanian jeruk ini sangatlah besar, hal ini sesuai dengan hasil yang dicapai apabila jeruk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik dan harga yang lumayan.

Pertanian jeruk membutuhkan modal sejak awal dari kegiatan ini dilakukan. Modal dibutuhkan sejak pengolahan lahan, mendapatkan tenaga kerja, bibit, perawatan sampai kepada memetik hasil panen. Pertanian jeruk di Desa Tangkidik diawali dari pengolahan lahan. Dalam hal mengolah lahan ini sebagian masyarakat menggunakan tenaga kerja upahan. Hal ini sering terjadi karena tenaga kerja keluarga tidak dapat mengerjakan semua lahan yang harus dibersihkan sehingga membutuhkan tenaga kerja upahan agar pekerjaan tersebut cepat selesai. Dalam hal inilah modal diperlukan dalam hal pengolahan tanah yakni untuk biaya tenaga kerja. Tenaga kerja ini tidak hanya diperlukan pada saat pengolahan lahan tetapi juga pada saat penanaman, perawatan tanaman jeruk hingga pada pemanenan. Dengan demikian biaya yang harus dikeluarkan oleh seorang petani jeruk untuk tenaga kerja diperlukan sejak pengolahan lahan hingga panen. Tanaman jeruk tentunya membutuhkan perawatan yang maksimal agar menghasilkan kualitas dan kuantitas jeruk yang memuaskan. Perawatan jeruk ini meliputi pemberian kompos, pupuk, penyemprotan dengan pestisida, pemangkasan cabang, penyiangan rumput dan sebagainya. Dalam seluruh kegiatan ini biaya yang harus dikeluarkan yaitu biaya untuk membeli kompos, pupuk dan pestisida.

Pemerolehan modal untuk kegiatan pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini sangatlah beragam. Sebahagian masyarakat Desa Tangkidik menggunakan modal sendiri namun tidak jarang juga ada yang meminjam dari orang lain, bank ataupun


(50)

dengan cara-cara lain. Biasanya cara seperti ini dilakukan oleh petani jeruk yang berpenghasilan menengah ke bawah. Keterbatasan modal yang tersedia mengakibatkan sebagian masyarakat harus terlebih dahulu meminjam modal dari orang lain. Biasanya modal ini dikembalikan setelah jangka waktu kesepakatan yang telah dibuat. Modal yang dikembalikan ada yang beserta bunga atau ada yang hanya modal pokok, hal ini tergantung cara peminjaman dan kesepakatan awal antara peminjam dan si pemberi modal. Modal yang digunakan untuk pertanian jeruk ini tentunya juga beragam tergantung pada luas lahan, banyaknya tenaga kerja upahan yang digunakan, kondisi lahan, iklim dan cuaca, perawatan dan sebagainya.

Di bawah ini penulis membuat perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh petani jeruk per tahun sesuai dengan jumlah pohon yang ditanam. Hal ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar biaya yang diperlukan untuk kegiatan pertanian jeruk. Untuk memperoleh data mengenai biaya ini penulis berusaha mengumpulkan informasi dari para petani jeruk di Desa Tangkidik. Meskipun data ini bukanlah informasi yang bersifat akurat namun membantu penulis memberikan gambaran mengenai biaya untuk budidaya pertanian. Perbandingan biaya tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini.


(51)

Tabel 7

Perbandingan Biaya Budidaya Pertanian Jeruk di Desa Tangkidik Berdasarkan Jumlah Pohon Pada Tahun 1995. No Jumlah Pohon Biaya Yang Dikeluarkan Per

Tahun

1 200 Rp. 8.880.000,00

2 300 Rp. 13.320.000,00

3 400 Rp. 17.760.000,00

4 500 Rp, 22. 200.000,00

Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik yaitu, Tiur br Silalahi, Nur br Barus, Permina br Ginting, Jakob Barus, dan Pelat Barus (September 2010).

Dalam mengelola usaha pertanian tentunya tidak terlepas dari tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam usaha pertanian karena tanpa adanya tenaga kerja maka kegiatan pertanian akan terbengkalai. Terdapat dua jenis tenaga kerja yang terlibat dalam pertanian jeruk manis di Desa Tangkidik, yakni dari dalam keluarga petani dan dari luar keluarga atau yang biasa disebut tenaga kerja upahan. Tenaga kerja upahan ini biasanya berasal dari penduduk setempat dan terkadang dari luar desa tersebut. Pada pertanian jeruk di Desa Tangkidik hampir semua kebutuhan akan tenaga kerja ini diperlukan pada saat panen.

Tenaga kerja keluarga biasanya diperlukan mulai sejak membersihkan lahan, penanaman, perawatan hingga kepada saat panen buah jeruk. Meskipun demikian masih ada petani jeruk di Desa Tangkidik yang menggunakan tenaga kerja upahan sejak dimulainya pengolahan lahan untuk menanam jeruk. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampuan dalam hal tenaga untuk mengurus pertanian mereka. Biasanya


(52)

alasan untuk menggunakan tenaga kerja upahan beragam, pertama karena petani tersebut memiliki pekerjaan lain di luar bertani. Semakin banyak seorang pemilik terlibat dalam aktifitas mata pencaharian lain, semakin mungkin tenaga kerja upahan digunakan. Alasan kedua yaitu apabila musim panen tiba. Biasanya pada musim panen, buah jeruk melonjak drastis, untuk itu diperlukan tenaga kerja yang banyak dalam memanennya. Alasan ketiga adalah apabila jumlah pohon jeruk yang dimiliki seorang petani sangat banyak sehingga tidak dapat dikerjakan oleh tenga kerja keluarga. Untuk mengatasi hal tersebut maka biasanya diperlukan tenaga kerja upahan.

Biasanya jeruk yang dipanen itu memiliki jumlah yang banyak maka membutuhkan tenaga yang cukup banyak. Dalam pengumpulan tenaga kerja itu biasanya tergantung dalam sistem penjualan jeruk tersebut. Jika penjualan jeruk dijual dengan sistem borong maka dalam pengumpulan tenaga kerja itu biasanya dilakukan oleh si pembeli dan jika jeruk tersebut dijual dengan sistem perkilo maka yang mengumpulkan tenaga kerjanya biasanya pemilik jeruk tersebut.

Tenaga kerja ini pasti mendapatkan upah dari pekerjaannya tersebut. Dalam hal ini upah ada yang diberikan oleh petani jeruk ataupun oleh si pembeli (tokeh) tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak (pembeli dan petani). Pembayaran upah tenaga kerja ini dibayarkan setelah jeruk selesai dipanen dan dikepak dalam kemasan.

Upah yang diterima oleh tenaga kerja ini sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelum bekerja. Jumlah upah yang diterima pemetik jeruk sejak tahun 1983 hingga tahun 1995 tidak diketahui dengan pasti. Namun menurut keterangan


(53)

beberapa masyarakat Desa Tangkidik yang bergelut dalam pertanian jeruk dan dari keterangan beberapa tenaga kerja yang sering ikut dalam pemetikan jeruk bahwa pada tahun 1985-1995, upah yang diterima seorang pemetik jeruk yakni Rp. 15.000,00 per hari.32

32

Wawancara dengan beberapa masyarakat di Desa Tangkidik seperti Samion Sembiring, Peraten br Barus, Sep Sembiring, Karben Barus, Ganefo Barus dan Jenda Tarigan.

Selain menerima upah tenaga kerja ini juga menerima fasilitas lain seperti makan siang dan rokok untuk kaum tenaga kerja laki-laki, meskipun fasilitas diberikan namun untuk upah yang diterima hingga penelitian ini selesai dilakukan tidak mengalami peningkatan. Untuk Setiap petani yang akan memanen jeruknya harus menyediakan makan siang bagi orang-orang yang turut dalam memetik hasil panen.

Jeruk asal Tanah Karo sudah dikenal oleh banyak orang baik oleh penduduk lokal maupun penduduk di luar daerah Tanah Karo. Hal ini tidak terlepas dari kualitas rasanya yang cukup disukai oleh konsumen. Jeruk asal Tanah Karo sudah sampai ke berbagai daerah di luar Sumatera seperti Jawa, bahkan sampai ke luar negeri (Singapore). Demikian juga jeruk asal Desa Tangkidik yang juga berada di Tanah Karo ini sudah diekspor ke berbagai penjuru.

Jeruk-jeruk hasil pertanian masyarakat Desa Tangkidik ini tentunya harus dipasarkan karena tujuannya bukan untuk komsumsi keluarga saja. Masyarakat Desa Tangkidik yang memiliki ladang jeruk tentunya sudah memikirkan kemana saja hasil panen ini akan dipasarkan dan bagaimana cara memasarkannya, karena pemasaran hasil panen merupakan salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang sebelum memulai penanaman.


(54)

Perdagangan jeruk di Desa Tangkidik dilakukan dengan cara yang beragam. Adapun cara memasarkan hasil panen jeruk yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tangkidik yaitu, pertama dengan menjual langsung jeruk hasil panennya ke pedagang. Dari cara pertama ini bisa dibagi lagi yakni si petani langsung menjual jeruknya kepada pedagang yang lajim disebut tokeh, biasanya dengan cara seperti ini jeruk dijual langsung tanpa adanya calo atau agen, dengan demikian harga akan lebih mahal, dan si petani jeruk memasarkan langsung jeruk-jeruknya ke berbagai daerah seperti Jambi, Pulau Jawa dan sebagainya. Cara seperti ini biasanya dilakukan oleh masyarakat yang memiliki relasi diberbagai daerah dan memiliki modal yang cukup besar. Masyarakat Desa Tangkidik yang memasarkan hasil jeruknya dengan cara seperti ini biasanya memiliki lahan jeruk yang luas serta memiliki alat transportasi sendiri.

Kedua, masyarakat Desa Tangkidik biasanya menjual jeruknya melalui agen-agen yang ada di kampung tersebut. Biasanya hal ini dilakukan apabila jumlah panen jeruknya tidak terlalu banyak sehingga cukup dijual kepada agen jeruk tersebut.

Ketiga, masyarakat Desa Tangkidik sebagian ada juga memilih untuk menjual jeruknya langsung ke pusat pasar karena menurut mereka harga dipusat pasar lebih mahal dari pada penjualan di ladang. Jadi, masyarakat lebih memilih untuk menjual ke pasar.

Cara pembayaran dari jeruk-jeruk di Desa Tangkidik yang sudah dijual juga cukup beragam. Ada beberapa cara pembayarannya seperti dibayar sebelum dipanen dengan cara memborong, dan dibayar setelah jeruk tersebut diserahkan langsung kepada pembeli. Cara pembayaran pertama ini sangat sering dilakukan oleh


(55)

masyarakat Desa Tangkidik. Biasanya jeruk yang sudah besar dan mulai matang sudah ditawar oleh pedagang. Jeruk dibayar dengan cara memborong, artinya jeruk tersebut tidak perlu ditimbang berapa beratnya. Seorang pembeli biasanya cukup menaksir berapa banyak buah jeruk yang bisa dihasilkan dari jumlah pohon yang ada kemudian menentukan harganya. Dengan cara memborong seperti ini kerugian dalam hal menaksir merupakan resiko si pembeli. Apabila jumlah yang dihasilkan jauh lebih rendah dari yang ditaksirkan maka pembeli tersebut tidak dapat menuntut si petani, demikian sebaliknya apabila jumlah jeruk yang dihasilkan lebih banyak dari hasil taksiran maka si petani tidak dapat menuntut pembeli tersebut.

Cara pembayaran yang kedua adalah pembayaran langsung. Pembeli akan membayarkan sejumlah uang tunai kepada si petani setelah jeruk berpindah tangan. Setelah selesai dipanen jeruk dimasukkan ke dalam keranjang kemudian ditimbang kemudian baru diserahkan kepada pembeli. Harga dari jeruk tersebut merupakan hasil kesepakatan antara pembeli dan petani. Pembeli membayar uang sesuai dengan jumlah berat jeruk yang dikalikan dengan jumlah harga yang telah disepakati bersama.

Dalam hal pemasaran jeruk tentunya diperlukan sarana pengangkutan. Sarana pengangkutan ini diperlukan mulai dari mengangkut tenaga kerja ke ladang. Tenaga kerja yang diangkut ini terutama tenaga kerja upahan dari luar Desa Tangkidik. Transportasi ini juga diperlukan dalam pengangkutan jeruk mulai dari ladang sampai ketangan si pembeli. Sarana transportasi yang biasanya digunakan oleh masyarakat Desa Tangkidik ini adalah truk, mobil dengan bak terbuka dan juga pedati.


(56)

Biaya pengadaan sarana pengangkutan ini harus ada kesepakatan antara petani jeruk dengan pembeli. Biaya pengangkutan ini juga terkait dengan cara yang digunakan dalam memasarkan hasil panen jeruk tersebut. Pengangkutan diperlukan terutama jika ladang atau lokasi jeruk yang hendak dipanen tidak berada di pinggir jalan raya, karena apabila lokasi jeruk berdampingan dengan jalan raya maka biaya untuk pengangkutan tidak perlu dikeluarkan.

Ada beberapa cara yang digunakan masyarakat Desa Tangkidik dalam hal penetapan tanggungjawab biaya pengangkutan. Pertama, jika lokasi jeruk yang hendak dipanen itu cukup jauh dari jalan raya maka si pembeli dan si pemilik jeruk membuat kesepakatan untuk biaya transportasi. Setelah adanya kesepakatan maka pihak yang sudah diserahkan tanggung jawab harus melaksanakannya. Kedua, jika lokasi berada di bukit-bukit maka jeruk diangkut dengan cara dipikul kemudian dikumpulkan di lokasi yang bisa di jangkau oleh truk. Biaya untuk orang yang memikul jeruk tersebut dikenakan kepada si pemilik jeruk.


(57)

BAB IV

DAMPAK PERTANIAN JERUK BAGI MASYARAKAT DESA TANGKIDIK KECAMATAN BARUS JAHE

Pertanian jeruk yang sudah mulai digeluti oleh masyarakat Desa Tangkidik sejak era 1980 itu ternyata sangat berpengaruh terhadap berbagai sendi kehidupan masyarakatnya maupun terhadap perkembangan desa tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masyarakat Desa Tangkidik semakin banyak yang mengikuti budidaya tanaman jeruk ini karena mereka telah melihat banyaknya keberhasilan yang diraih oleh petani-petani jeruk sebelumnya. Ada beberapa hal dalam kehidupan masyarakat Desa Tangkidik yang sangat banyak mengalami perubahan dan merupakan dampak dari pertanian jeruk tersebut. Perubahan ini terjadi pada beberapa hal seperti, tingkat pendapatan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan pola hidup.

4.1 Tingkat Pendapatan

Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat juga tidak terlepas dari faktor pengaruh yang datang dari luar msyarakat itu sendiri. Setiap masyarakat selama hidupnya pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan ini ada yang sedikit dan juga ada yang sangat menyolok, ada yang lambat dan ada juga yang cepat. Perubahan tersebut hanya akan diketahui apabila dilakukan penelitian terhadap suatu masyarakat pada satu waktu dan membandingkannya dengan susunan kehidupan masyarakat tersebut dalam waktu lampau. Peranian jeruk di Desa Tangkidk dapat


(58)

meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan pemasukan per tahun. Adapun garis besar dari peningkatan tingkat pendapatan petani jeruk di Desa Tangkidik ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 8

Perkembangan Tingkat Pendapatan Petani Jeruk di Desa Tangkidik Pada Periode 1980-1995.

No Tahun Jumlah Pendapatan

Petani Jeruk/ Tahun

1 1980 Rp 0,00

2 1985 Rp 45 000 000,00

3 1990 Rp 90 000 000,00

4 1995 Rp 135 000 000,00

Sumber: Wawancara dengan beberapa petani jeruk di Desa Tangkidik seperti Andang Barus, Riris Br Tarigan, Pipa Br Barus, Anna M Br Sembiring, Marta Br Barus, Robin Barus, Rus Br Tarigan, Amal Tarigan, Pitri Br Tarigan (Oktober 2010).

Dari tabel di atas tampak jelas bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat Desa Tangkidik. Hal ini menunjukkan bahwa pertanian jeruk di Desa Tangidik ini sangat berperan pada peningkatan pemasukan para petani jeruk di Desa Tangkidik.


(59)

Kemajuan suatu desa pada umumnya bergantung pada faktor sikap mental masyarakatnya. Pertanian jeruk di desa ini sangat banyak mempengaruhi perkembangan suatu daerah dan juga perkembangan masyarakatnya. Pertanian jeruk di Desa Tangkidik ternyata mampu meningkatkan pendapatan masyarakatnya. Hal ini tampak dari segi bangunan fisik perumahan yang semakin mengalami kemajuan.

Sejak masyarakat menggeluti budidaya pertanian jeruk, bangunan-bangunan perumahan yang dahulunya hanya merupakan bangunan sederhana yaitu perumahan yang beratapkan tepas/ijuk, berdinding bambu dan berlantai tanah kini telah berubah dengan bangunan semi permanen dan permanen.

Semakin meningkatnya tingkat pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya. Hal ini terjadi karena seseorang tersebut telah memiliki uang untuk membeli apa yang diinginkan. Demikian halnya dengan petani jeruk di Desa Tangkidik yang tingkat pendapatannya semakin meningkat, yang turut mempengaruhi tingkat konsumsinya. Pada awalnya pertanian masyarakat Desa Tangkidik hanya untuk kebutuhan pokok keluarga saja, namun setelah adanya pertanian jeruk, maka hasil pertanian ini tidak hanya ditujukan pada kebutuhan pokok keluarga tetapi juga kepada kebutuhan sekunder seperti membeli tv dan peralatan rumah tangga lainnya, membangun rumah, membeli tanah dan sebagainya.

Peningkatan pendapatan para petani jeruk di Desa Tangkidik memungkinkan masyarakatnya dapat memenuhi kebuthan-kebutuhaan tersier. Adapun kebutuhan-kebutuhan tersier tersebut antara lain angkutan pribadi seperti mobil dan sepeda motor. Semakin meningkatnya pemasukan seseorang memungkinkan semakin terpenuhinya dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Tidak sedikit petani jeruk di


(60)

Desa Tangkidik yang telah berhasil memenuhi ketiga jenis kebutuhan pokok yakni kebutuhan primer, sekunder dan juga tersier.

4.2 Kehidupan Sosial Masyarakat

Meningkatnya pendapatan petani jeruk di Desa Tangkidik berdampak dalam kehidupan sosial masyarakatnya yang juga mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu dapat dilihat dalam berbagai hal seperti terjadi peningkatan mengadakan dan mendatangi pesta dan pelaksanaan peringatan pesta guro-guro aron (kerja tahun) yang diadakan setiap tahunnya. Dulunya sebelum adanya pertanian jeruk masyarakat Desa Tangkidik masih sangat jarang yang melaksanakan pesta pernikahan ataupun pesta yang lainnya. Ini dikarenakan masih rendahnya kehidupan ekonomi masyarakat Desa Tangkidik akibatnya banyak masyarakat disana hanya menikah pemberkatan saja tetapi pesta adatnya tidak ada biasany ini disebut nangkih. Setelah berkembangnya pertanian jeruk di Desa Tangkidik berdampak pula pada masyarakat yang mengadakan pesta pernikahan semakin lebih baik.

Masyarakat Desa Tangkidik khususnya etnik Karo masih terikat dengan namanya adat istiadat. Masyarakat Desa Tangkidik ini memiliki kebiasaan apabila salah seorang penduduk yang akan mengadakan suatu pesta maka masyarakat lainnya akan ikut membantu baik dalam tenaga maupun dana yang biasanya diberikan uang pada saat pesta berlangsung secara sukarela. Dengan meningkatnya kehidupan ekonomi masyarakat Desa Tangkidik ini maka niat masyarakat Desa Tangkidik ini untuk menghadiri pesta dan jumlah uang dikeluarkan juga semakin meningkat.


(61)

Masyarakat Karo juga memiliki satu kebudayaan yang dilaksanakan setiap tahunnya begitu juga dengan masyarakat Desa Tangkidik yaitu kerja tahun

(guro-guro aron) yang biasa disebut dalam bahasa Indoonesia adalah pesta tahunan. Dalam kerja tahun inibiasanya masyarakat Desa Tangkidik melaksanakannya pada bulan

Mei disetiap tahunnya. Untuk merayakan kerja tahun ini maka jauh sebelum harinya masyarakat akan mengundang saudaranya. Sebelum adanya budidaya pertanian jeruk di Desa Tangkidik ini masyarakat yang melaksanakan kerja tahun tidak begitu banyak dan mereka hanya mengundang saudara atau keluarga terdekatnya saja.

Dari penjelasan di atas tampak bawa interaksi masyarakat Desa Tangkidik masih sangat erat meskipun kehidupan mereka sudah meningkat setelah memiliki tanaman jeruk. Karena bagi masyarakat yang akan memiliki tamu-tamu yang banyak maka dia akan merasa bangga.

4.3 Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan dan berbagai belenggu sosial yang menghambat tercapainya kesejahteraan bersama.33

33

Masjkuri dan Sutrisno Kutoyo (ed), Sejarah Pendidikan Di Sumatera Utara, Medan: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1983, hal. 10.

Pendidikan dapat diperoleh dari keluarga, penduduk sekelilingnya serta pengalamannya sendiri yang diperoleh dari sekolah atau pendidikan yang bersifat formal lainnya bukanlah suatu masalah, karena semua orang memerlukan pendidikan


(62)

dan cara-cara yang praktis untuk mencapai tingkat perkembangan yang dikehendaki dari zaman ke zaman tidak sama serta kehidupan hidup setiap waktu demikian pula.34

Pendidikan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan berbekal pendidikan yang cukup maka manusia dapat meningkatkan kehidupannya. Biasanya tingkat pendidikan suatu masyarakat dapat diketahui berdasarkan tindakannya sehari-hari. Namun bukan berarti bahwa pendidikan merupakan syarat mutlak untuk mencapai sesuatu atau berbagai tujuan hidup, akan tetapi perubahan tata cara kerja, kemampuan untuk berbuat dapat dilihat dari pendidikan yang diperoleh sebelumnya. Antara masyarakat dan pendidikan selalu terdapat suatu kaitan yang bersifat dialektis, yaitu bahwa pendidikan merupakan produk masyarakat, dan dalam berbagai hal pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan perubahan masyarakat.35

Pandangan masyarakat Desa Tangkidik akan pentingnya pendidikan tersebut menyebabkan setiap orang tua berusaha untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kehidupan anak-anaknya kelak jauh lebih baik dari orang tuanya.

Besarnya manfaat pendidikan bagi kehidupan seseorang menyebabkan masyarakat Desa Tangkidik menyadari bahwa pendidikan itu merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting. Masyarakat Desa Tangkidik sadar bahwa pendidikan dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk kepentingan dirinya juga lingkungannya.

34

Ibid., hal. 93. 35

Andar Asmara,‘’Sejarah Perkembangan Desa Baja Ronggi Ditinjau Dari Sudut Sosial Ekonomi (1965-1983)’’, Skripsi S-I, Medan: Universitas Sumatera Utara, 1985, hal. 102.


(63)

Keinginan masyarakat Desa Tangkidik untuk menyekolahkan anak-anaknya tentu harus didukung oleh sarana pendidikan. Sarana pendidikan yang dimaksud adalah seperti tersedianya gedung sekolah, guru, bahkan sarana dan prasarana lainnya yang dapat menunjang terlaksananya proses belajar mengajar yang baik.

Sebelum tahun 1980 masyarakat Desa Tangkidik belum banyak yang mengecap pendidikan. Hal ini tidak terlepas dari tidak adanya sarana pendidikan seperti gedung sekolah di daerah tersebut. Untuk menempuh pendidikan seorang anak harus bersekolah di desa tetangga seperti ke Desa Tiga Jumpa. Namun setelah dibangunnya Sekolah Dasar Inpres di Desa Tangkidik pada tahun 197836

36

Wawancara dengan Bahtera Ginting di Desa tangkidik Kecamatan Barusjahe, pada tanggal 23 Juli 2010

maka semakin banyak masyarakat yang kemudian dapat mengecap pendidikan.

Untuk menempuh pendidikan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya ini diperlukan sejak anak mulai masuk sekolah seperti biaya seragam, buku, uang saku dan sebagainya. Untuk itu tidak mengherankan apabila masyarakat menganggap bahwa pendidikan itu merupakan sesuatu yang sangat mahal.

Biaya seringkali membuat seseorang yang pada akhirnya tidak bisa mendapatkan pendidikan. Hal ini sering terjadi pada masyarakat yang memiliki pendapatan menengah ke bawah. Masalah biaya pendidikan ini juga dirasakan oleh masyarakat Desa Tangkidik yang pada umumnya memiliki mata pencaharian bertani. Masalah biaya pendidikan ini sedikit terbantu setelah masyarakat Desa Tangkidik bertanam jeruk.


(1)

(2)

Photo buah jeruk manis

Lokasi kebun Rero Barus Tempat Desa Tangkidik Diambil 20 September 2010 (koleksi penulis)


(3)

Photo pohon jeruk manis

Lokasi kebun Reso Barus Tempat Desa Tangkidik Diambil 20 September 2010


(4)

Photo jeruk manis yang mau dijual

Lokasi Tempat Diambil


(5)

Photo jeruk manis yang lagi dipetik

Lokasi kebun Samion Sembiring Tempat Desa Tangkidik

Diambil 20 September 2010 (koleksi penulis)


(6)

Photo jeruk manis yang sedang disemprot oleh Riston Barus

Lokasi kebun Riston Barus Tempat Desa Tangkidik Diambil 20 September 2010 (koleksi penulis)