Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon

Tabel 1 Populasi Pohon Tanaman Sengon yang Diusahakan Rumah Tangga Di Indonesia pada Tahun 2003 Uraian Rumah Tangga Kehutanan RT Usaha BMU Jumlah RTK Jumlah Pohon Jml Phn Siap Tebang Jumlah RT Usaha Jumlah Pohon Jml Phn Siap Tebang JAWA a . Absolut 1.983.192 50.075.525 19.579.689 355.424 28.701.783 14.205.763 b Persentase 85,63 83,69 79,55 87,44 83,97 77,91 LUAR JAWA a . Absolut 332.780 9.758.776 5.033.539 51.051 5.481.076 4.027.273 b Persentase 14,37 16,31 20,45 12,56 16,03 22,09 INDONESIA a . Absolut 2.315.972 59.834.301 24.613.228 406.475 34.182.859 18.233.036 b Persentase 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan, Departemen Kehutanan dengan Direktorat Statistik Pertanian, Badan Pusat Statistik Keterangan : RTK = Rumah tangga kehutanan RT = Rumah tangga BMU = Badan milik umum

2.2 Protokol Kyoto dan Mekanisme Perdagangan Karbon

Perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan alih guna lahan. Kegiatan tersebut dapat menghasilkan gas-gas yang makin lama makin banyak jumlahnya di atmosfer dan menyebabkan terjadinya pemanasan global Global Warming dan perubahan iklim, hal ini yang mendorong dihasilkannya suatu konvensi tentang perubahan iklim dan tata cara penurunan emisi gas rumah kaca GRK yang kemudian disebut Protokol Kyoto. Protokol Kyoto merupakan instrumen hukum Legal Instrument yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi Murdiyarso 2003. Salah satu mekanisme khusus yang telah ditetapkan pada konvensi tersebut mengenai perdagangan antara karbon negara maju dengan negara berkembang adalah CDM Clean Development Mechanism yang merupakan mekanisme yang dapat diikuti oleh negara berkembang untuk berpartisipasi didalam pengurangan mitigasi GRK. Selain itu masih ada mekanisme lain yang secara prinsip seluruh dana tersebut dapat dipakai untuk melakukan kegiatan penanaman di lahan-lahan bukan hutan alang-alang, semak belukar, lahan terlantar, lahan kritismarjinal, kegiatan mencegah terjadinya deforestasi atau kegiatan untuk mengkonservasi ekosistem alami atau ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim global serta konservasi keanekaragaman hayati yang rentan terhadap kepunahan. Sebagai negara yang memiliki kawasan hutan yang luas, Indonesia dapat berpartisipasi melalui berbagai kegiatan yang terkait dengan penurunan emisi dan peningkatan penyerapannya. Dalam sektor kehutanan, aforestasi dan reforestasi memiliki kesempatan untuk dikembangkan yang dapat menyerap karbon atmosfer dan diikat sebagai biomassa. Aforestasi adalah kegiatan konversi lahan yang sudah tidak berhutan paling sedikit 50 tahun menjadi hutan kembali melalui kegiatan penanaman dan atau permudaan alam yang dikelola manusia dan Reforestasi adalah konversi lahan yang sudah tidak berhutan menjadi hutan yang dikelola melalui penanaman atau permudaan alam terhadap lahan yang dulunya berhutan tetapi telah dikonversi menjadi tidak berhutan. Penurunan emisi GRK melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan reduced emissions from deforestation and degradation REDD disepakati, sebagai komitmen yang akan diusulkan untuk pasca Protokol Kyoto setelah tahun 2012 yang dibicarakan pada Conference of parties 13 COP 13 di Bali tahun 2007. Dengan mencegah deforestasi, negara-negara maju yang terikat menurunkan emisinya harus mau memberi imbalan kepada negara-negara yang mempunyai hutan melalui proyek- proyek finansial Salim 2007.

2.3 Sengon Paraserianthes falcataria L Nielsen