82
BAB IV PENANGANAN DUGAAN PENYIMPANGAN KREDIT
PERBANKAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Bentuk Penyimpangan Kredit Perbankan
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa penyimpangan mempunyai pengertian yang sama dengan perilaku menyimpang, yakni suatu
perbuatan atau tingkah laku yang tidak mematuhi aturan yang berlaku. Secara terminologis, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan
persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak yang lain.
112
Dengan demikian, penyimpangan kredit perbankan adalah perbuatan atau tingkah laku
yang menyimpang dari peraraturan perundang-undangan di bidang perbankan, yakni UU Perbankan, UU BI, dan UU OJK.
Kredit merupakan suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak, dimana perjanjian yang telah dibuat oleh kedua belah pihak merupakan suatu
Undang-Undang yang mengikatnya. Dimana perjanjian tersebut menimbulkan terjadinya hubungan hukum antara kedua belah pihak yang mengakibatkan
masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Perjanjian kredit perbankan merupakan perjanjian baku standard contract yang isinya sudah
diatur oleh pihak bank dan si debitur harus mengikuti apa yang menjadi isi kontrak tersebut dan pihak debitur harus memenuhi kewajibannya berdasarkan
isi dari perjanjian kredit bank. Adapun tahap-tahap dalam pembuatan
112
W.JS.Poerwadarminta, Op.Cit., hlm. 88.
83
perjanjian yang pertama adalah pra kontraktual, dalam tahap ini pihak dari si debitur masih akan mengajukan permohonan kredit, dan pihak dari bank
melakukan analisis berdasarkan prinsip kehari-hatian yang diatur didalam UU Perbankan, yang kedua adalah tahap kontraktual dimana dalam tahap ini
perjanjian kredit sudah dilaksanakan, artinya bahwa pihak bank sudah mengabulkan permohonan kredit dari si debitur. Dan yang ketiga adalah post
contractual, dalam tahap ini kontrak sudah terjadi dan si debitur sudah mendapatkan persetujuan kredit dari bank.
Penyimpangan kredit yang sering terjadi didalam sektor perbankan dapat dilihat dari tahapan dalam pembuatan perjanjian kredit. Tahapan pra
kontraktual adalah tahapan yang paling memungkinkan pihak bank untuk melakukan suatu penyimpangan, yang mana didalam tahapan ini pihak bank
kurang menganalisis prinsip 5C yang sudah dibahas didalam sub bab yang sebelumnya.
Akibat dari pihak bank yang lalai dalam melakukan analisis dalam prinsip kehati-hatian prosedur pemberian kredit, banyak terjadi penyimpangan
yang merugikan bank itu sendiri. Penyimpangan yang terjadi di bidang perkreditan merupakan suatu cerminan bahwa masih banyak bank yang lalai
dan menghiraukan prinsip kehati-hatian dalam prosedur pemberian kredit perbankan.
Pemberian kredit perbankan mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dengan kata lain bank bermasalah dalam hal perkreditan. Resiko ini
akan berpengaruh terhadap kesehatan bank dan keamanan simpanan
84
masyarakat.
113
Kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini
bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan dibayar lunas.
114
Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi menurut Mgs.Eddy Putra
Tje‟Aman merupakan suatu hak yang abstrak, yang sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi dapat berjalan dengan beberapa
bulan, tetapi dapat juga dalam beberapa tahun. Dalam memberikan kredit, bank tidak boleh mengabaikan ketentuan sebagaimana yang sudah diatur dalam
perbankan. Adapun ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari sembilan syarat antara lain:
1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan
konsultan yang terkait 2.
Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
maksimum 4 tahun. 4.
Agunan utama adalah suatu usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan aggunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini
akan melibatkan pejabat penilai appraiser independen untuk menentukan nilai agunan.
113
Jopie Jusuf, Op.Cit., hlm.24.
114
Gatot Supramono, Op.Cit., hlm.28.
85
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 dan self financing adalah sebesar
35. 6.
Penarikan atau pencairan kredit bisaanya didasarkan atas dasar prestasi proyek. Dalam hal ini bisaanya melibatkan konsultan pengawas independen
untuk menentukan progress proyek. 7.
Pencairan bisaanya dipindahbukukan ke rekening giro. 8.
Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdasarkan analisis dalam feasibility study.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.
Penyimpangan kredit perbankan tidak terjadi begitu saja tanpa adanya kolusi yang dilakukan oleh pihak bank dengan debitur. Bank sengaja
melakukan penyimpangan dalam proses pemberian kredit yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Dalam melihat adanya suatu penyimpangan yang
terjadi dalam bidang perkreditan, dapat ditinjau dari gejala-gejala awal yang muncul sebagai tanda telah terjadinya penyimpangan yang mengakibatkan
debitur tidak dapat membayar kewajibannya dalam hal perkreditan. Penyimpangan kredit dalam perbankan berawal dari aspek keuangan.
Adapun berbagai macam indikator yang umumnya muncul sebagai tanda-tanda awal kredit bermasalah, mulai dari data keuangan yang sederhana sampai
beberapa indikasi yang lebih kompleks, antara lain:
115
115
Jopie Jusuf, Op.Cit., hlm.223.
86
1. Piutang dagang semakin panjang dan lama
Ada beberapa kemungkinan penyebab meningkatnya umur piutang, seperti perubahan kebijakan penjualan kredit perusahaan yang memperpanjang
waktu pembayaran, adanya kemungkinan bahwa kinerja bagian penagihan yang kurang bagus, buruknya administrasi perusahaan yang mengakibatkan
bagian penagihan tidak dapat mengetahui dengan baik piutang yang telah jatuh tempo yang harus ditagih.
2. Perputaran persediaan semakin panjang dan lama
Ini hampir sama dengan perputaran piutang dagang, semakin lama perputaran persediaan, dana yang terkait juga semakin lama dan itu berarti
biaya yang harus ditanggung perusahaan juga semakin tinggi. 3.
Penjualan atau laba menurun akan tetapi utang piutang dagang meningkat 4.
Perbandingan yang tidak wajar antara beban bunga dengan perjanjian atau terjadi kecenderungan yang meningkat secara terus menerus
5. Penyajian bahan masukan tidak benar
Karena khawatir kredit yang telah mereka terima ditarik kembali debitur, ada saja debitur yang mencoba menyembunyian kesulitan operasional yang
mereka hadapi.
Kecenderungan menyembunyikan
kesulitan dari
pengetahuan bank pada perusahaan yang salah urus, lebih besar daripada perusahaan yang dikelola secara professional.
6. Menurunnya sikap kooperatif debitur
Hubungan baik antara debitur dan kreditur, mempunyai peranan penting terhadap keberhasilan bank melakukan pengawasan perkembangan mutu
87
kredit yang mereka berikan. Dalam hubungan baik tersebut kedua belah pihak bersikap terbuka, kooperatif dan jujur. Menurunnya hubungan baik
yang sebabnya timbul dari pihak debitur, seringkali merupakan tanda-tanda bakal munculnya kredit bermasalah. contoh dari sikap debitur tersebut
adalah menunda penyerahan daftar keuangan. 7.
Penurunan nilai jaminan yang disediakan Bagi kreditur merosotnya nilai jaminan, membawa dua macam dampak
yang merugikan. Pertama, nilai jaminan yang terikat menjadi lebih kecul dari saldo kredit debitur. Kedua merosotnya jumlah harta jaminan misalnya
persediaan akan menurunkan kegiatan usaha debitur, dengan akibat menurunnya likuiditas keuangan dan kemampuan mengembalikan kredit.
Selain indikasi awal diatas, ada gejala lain yang menunjukkan adanya penyimpangan dalam bidang perkreditan yang dapat, yaitu:
116
1. Gejala kecurangan pada manajemen bank, antara lain mencakup moral dan
motivasi karyawan yang rendah, departemen akuntansi keuangan staf, serta tingkat complain yang tinggi terhadap organisasiperusahaan pihak
konsumen, pemasok atau badan otoritas 2.
Gejala kecurangan pada karyawan atau pegawai, seperti pengeluaran tanpa dokumen pendukung, pencatatan yang salah atau tidak akurat pada buku
jurnal,dan penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran; serta penggantian mutu barang.
116
Ibid., hlm. 228
88
Seiring dengan semakin kompleksnya operasional dalam bank, maka manajemen puncak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
berbagai operasi untuk menelaah keefektifan kinerja yang memuaskan, walaupun telah dibangun suatu sistem pengawasan tertentu. Akan tetapi
dengan adanya sistem pengawasan tertentu tidak menjamin musnahnya kecurangan-kecurangan dalam bidang perkreditan.
Dilihat dari gejala-gejala yang sudah ada sebelumnya maka dapat ditinjau lebih lanjut bagaimana yang disebut dengan penyimpangan suatu
kredit perbankan. Penyimpangan dalam kredit merupakan suatu bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh bank untuk melakukan perbuatan yang tidak
berdasarkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Resiko Bagi Bank Umum. Adapun yang menjadi bentuk dari penyimpangan kredit perbankan adalah :
117
1. Penyimpangan dalam tujuan penggunaan kredit
Pemberian kredit merupakan salah fungsi utama dari bank sehingga bank dalam menilai sasaran penggunaan kredit nasabah dilakukan sangat ketat
dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Didalam setiap perjanjian kredit selalu dicantumkan klausula mengenai tujuan penggunaan kredit.
Berdasarkan klausula perjanjian kredit tersebut si debitur harus mematuhi aturan yang merupakan suatu perjanjian terhadap kedua belah pihak untuk
melakukan hak dan kewajiban masing-masing. Banyak pihak dari debitur
117
Marulak Pardede, Op.Cit., hlm. 127
89
yang tidak mematuhi aturan berdasarkan perjanjian kredit yang telah ditandatanganinya dan bank juga tidak terlalu mempersoalkan hal tersebut
sehingga debitur banyak yang melanggar ketentuan dalam perbankan. Misalnya dalam hal penggunaan kredit, si debitur dalam klausula
perjanjian kredit mengajukan kredit investasi dalam jangka panjang untuk modal melakukan pembangunan pabrik baru, akan tetapi dalam
kenyataannya si debitur melakukan uang yang diperoleh dari bank dilakukan untuk merenovasi rumah yang merupakan bukan sebagai modal
dalam kegiatan usaha nasabah. Dalam hal ini yang bertanggung jawab adalah dari pihak bank yang melakukan analisis sebelum pencairan kredit
kepada si debitur, bank dinyatakan melakukan penyimpangan karena kurangnya sikap dari bank untuk menganalisis lebih lanjut penggunaan
kredit debitur yang sebelumnya sudah diatur dalam ketentuan permohonan kredit yang menyebabkan pihak debitur menyalahgunakan kredit yang
diberikan oleh bank. Dalam hal penggunaan kredit yang tidak sesuai dengan tujuan awalnya, maka bank dinyatakan tidak melaksanakan prinsip
dalam prosedur pemberian kredit yang tercantum didalam ketentuan perbankan yang berlaku.
2. Pelanggaran terhadap batas maksimum pemberian kredit selanjutnya
disingkat BMPK atau yang disebut dengan ketentuan Legal Lending Limit.
Salah satu penyebab dari kegagalan usaha perbankan adalah penyediaan dana yang tidak didukung dengan kemampuan bank mengelola konsentrasi
90
penyediaan dana secara efektif. Pembatasan penyediaan dana adalah persentase tertentu dari modal bank yang dikenal diatur dalam Pasal 11
UU Perbankan dan peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan Pasal 11 ayat 1 menyatakan:
“Bank Indonesia menetapkan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada
peminjam atau kelompok peminjam yang terkait, termasuk pada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan
bank yang bersangkutan.” Selanjutnya menurut penjelasan Pasal 11 ayat 2 UU Perbankan, bank
Indonesia dapat menetapkan batas maksimum yang lebih rendah dari 30 dari modal bank. pengertian modal bank ditetapkan oleh bank Indonesia
sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Batas maksimum yang dimaksud adalah untuk masing-masing
peminjam atau sekelompok peminjam termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama. Ditetapkannya ketentuan BMPK baik dalam
UU Perbankan maupun Peraturan Pelaksanaannya semata-mata bertujuan untuk memelihara kesehatan bank dan meningkatkan daya tahan bank
melalui penyebaran resiko dalam bentuk penanaman kredit kepada berbagai nasabah peminjam. Disamping itu, adanya ketentuan BMPK
adalah untuk mencegah pemberian kredit kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu saja. Ketaatan bank dalam melaksanakan ketentuan
BMPK juga merupakan wujud dari kehendak untuk memelihara kesehatan
91
bank dan wujud perlindungan terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah penyimpan dana pada bank yang bersangkutan.
118
Pengaturan dalam BMPK adalah penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank dilakukan paling tinggi 10 dari modal bank dan untuk
penyediaan dana kepada seorang yang bukan merupakan pihak terkait dengan bank adalah paling tinggi 25 dari modal bank sebagai mana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 73PBI2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
Selanjutnya mengenai BMPK diatur dalam Pasal 7 huruf b butir 1 UU OJK dalam hal pengaturan dan pengawasan terkait kesehatan bank.
Bank harus mematuhi ketentuan pemberian kredit berdasarkan BMPK sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam sektor perbankan
Bank sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat harus mampu menjaga integritasnya, untuk itu diperlukan kepatuhan dari suatu bank terhadap
ketentuan dalam melaksanakan setiap pemberian kredit. 3.
Penyimpangan dalam hal agunan kredit bank Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau
pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Fungsi
118
Hermansyah, Op.Cit., hlm.126 dan 129.
92
utama agunan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditur bahwa debitur mepunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya
sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
119
Dalam hal agunan atau jaminan merupakan suatu ketentuan yang diatur dalam pasal 8 ayat 1 UU Perbankan mengenai pemberian kredit.
Kedudukan agunan dalam pemberian kredit adalah sebagai jaminan utama. Bank yang tidak menerapkan aturan mengenai adanya agunan dalam hal
pemberian kredit dikatakan menyimpang dari peraturan perbankan.secara umum, setiap pemberian kredit, pihak dari nasabah harus memberikan
sebuah jaminan atas kredit yang dimohonkannya kepada nasabah. Hal ini dapat terlihat dalam ketentuan perbankan yang berlaku mengenai
pemberian kredit yang baik dan sehat untuk bank, bank juga dalam melakukan kredit harus menilai apakah jaminan yang diberikan oleh
nasabah mempunyai nilai yang wajar terhadap kredit yang diajukan. Adapun contoh kasus dalam penyimpangan kredit perbankan adalah:
a. Pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada Bank
Internasional Indonesia BII pada 31 januari 2011 yang melibatkan account officer BII Cabang Pangeran Jayakarta. Total kerugian
mencapai Rp.3,6 Milyar. b.
PT.BN cabang Sumbawa memberikan fasilitas kredit mitra usaha kepada debitur 151 debitur karyawan PT.NNT dengan total plafond
kredit senilai Rp.7,5 Miliar.
120
93
Pada negara maju dengan kehidupan ekonomi yang stabil, penyimpangan dalam perbankan cenderung memiliki modus yang sedikit
dilakukan. Adapun dalam negara-negara yang berkembaang seperti di Indonesia, praktik kecurangan cenderung banyak terjadi, seperti penyimpangan
dalam pemberian kredit yang tidak sesuai dengan batas maksimum pemberian kredit yang telah ditentukan oleh badan pengawas. Penyimpangan yang terjadi
bukanlah semata-mata dilakukan dengan sengaja oleh nasabah atau debitur itu sendiri akan tetapi penyimpangan juga dapat dilakukan pihak intern Bank.
B. Pencegahan dan Penanggulangan Penyimpangan Kredit Perbankan