Biografi Pengarang Analisis Kehidupan Penari Keliling Dalam Cerpen ’’Izu No Odoriko" Karya Kawabata Yasunari

sebagai seorang manusia yang berprofesi sebagai seorang murid Sekolah Menengah yang melakukan perjalanan kedaerah Izu dengan tujuan bertemu dengan rombongan penari keliling. Sedangkan tokoh tambahan digambarkan sebagai penari keliling yang diberi nama Eikichi, Chiyoko, Kouru, Yuriko dan orang-orang yang berada di sekitar daerah Izu.

2.5. Biografi Pengarang

Biografi yaitu uraian tentang kehidupan seseorang, baik orang itu masih hidup atau sudah meninggal. Biografi berisi tentang perjalanan hidup, deskripsi kegiatan dan prestasi, ekspresi, serta pandangan seorang tokoh. Biografi dalam bahasa Indonesia berarti riwayat hidup seseorang. Dalam biografi seorang tokoh biasanya banyak ditemukan suatu pelajaran yang dapat dipakai dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari awal hidup sampai menjelang ajal banyak yang dapat ditarik hikmahnya. Tujuan dari penulisan biografi ini adalah agar pembaca dan penulis dapat menghetahui perjalanan hidup seorang tokoh yang ia baca, dapat meneladani dan mengambil pelajaran dari seorang tokoh yang ia baca untuk dipakai dalam kehidupan sehari-harinya, dapat memberikan sesuatu yang berharga pada diri penulis dan pembaca setelah membacanya, serta penulis dan pembaca dapat meniru cara bagaimana tokoh tersebut sukses. Kawabata Yasunari dilahirkan di Tenmakohona, Osaka pada tanggal 14 juni 1899 3Meiji dari pasangan Kawabata Eikichi dan Gen. Ayah Kawabata Yasunari adalah seorang dokter yang menjadi wakil kepala sekolah sebuah rumah sakit di Osaka. Dia mempunyai kegemaran menggambarkan sastrawan-sastrawan China yang sering menulis puisi. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga Kuroda yang mepunyai hubungan dekat dengan keluarga Kawabata Yasunari. Kawabata Yasunari mempunyai satu orang kakak perempuan bernama Yoshiko. Universitas Sumatera Utara Ketika Kawabata Yasunari berumur dua tahun ayahnya meninggal dunia karena penyakit TBC, setahun kemudian ibunya juga meninggal dunia dengan sakit yang sama, akhirnya Kawabata Yasunari dibawa kakeknya ke tanah asal mereka yang terletak di desa Toyokawa daerah Misihima Osaka. Sedangkan kakaknya dititipkan pada bibinya di kota Osaka, namun berapa tahun kemudian kakaknya pun meninggal dunia karena penyakit yang sama dengan orang tuanya. Kematian keluarga yang berturut-turut menimpa Kawabata Yasunari yang sangat membekas di hatinya. Dalam satu karyanya yang berjudul Fuboe No Tagami, ia menggungkapkan bahwa hal yang paling membekas disanubari kanak-kanaknya adalah rasa takut terhadap penyakit dan kematian yang sangat cepat. Kawabata Yasunari akhirnya dibesarkan oleh kakeknya. Nenek Kawabata Yasunari sangat memanjakannya. Neneknyalah yang mengajarkanya Iroha dan abjad bahasa Jepang ketika ia belum masuk sekolah, namun pada saat berusia 7 tahun, yaitu pada saat ia masuk SD neneknya meninggal dunia. Sehingga Kawabata Yasunari hanya hidup bersama dengan kakeknya yang buta. Mereka hidup dari hasil peninggal orang tua Kawabata Yasunari. Mereka berdua juga sering mendapat bantuan dari tetangga disekitar rumahnya. Kawabata Yasunari pada saat duduk di kelas lima dasar sangat gemar membaca buku. Seluruh buku yang ada di perpustakaan ia baca. Pada masa Heian meskipun belum paham artinya ia mulai membaca karya sastra Jepang yaitu Genki Monogatari dan Makura No Shoshi. Lulus SD, Kawabata Yasunari melanjutkan sekolah Ibaraki di Osaka. Pada pelajaran ia unggul pada mata pelajaran Kanbun. Minatnya pada dunia baca sangat kuat. Ia memfokuskan bacaan pada buku-buku sastra. Ia rajin membaca majalah Shincho, Shinshosetsu, Bungakuhai, Chuokoron. Pada tahun 3 Taisho, menjelang kelas 3 SMP, kakek Kawabata Yasunari meninggal dunia. Dan ia menjadi sebatang kara. Kematian kakeknya menjadi dasar penulisan Jurokusai Universitas Sumatera Utara No Nikki catatan harian usia 16 tahun yang diterbitkan 1925. Kawabata Yasunari banyak membaca karya-karya asing, ia banyak membaca buku kesustraan rusia. Perasaan sebatang kara yang dirasakan Kawabata Yasunari sejak ia kecil adalah satu hal yang penting yang tidak dapat diabaikan jika hendak meneliti karya-karya Kawabata Yasunari. Dalam karyanya pun Kawabata Yasunari mengungkapkan bahwa ia sering merasakan gelisah karena ia sebatang kara, tidak dapat membayangkan wajah orang tuanya. Ia sangat merindukan kasih sayang orang tuanya sehinggga ia sedih dan merasa kosong. Ia tumbuh menjadi anak yang kerap bertanya-tanya tentang dirinya sendiri. Adakalanya ia berhasil menganggap bahwa apa yang terjadi pada dirinya hanyalah semacam kegalauan dari sebuah cerita. Namun pada saat lain kegelisahannya muncul kembali. Walaupun ia berusaha melupakan kesedihannya dengan menghilangkan potret-potret ayahnya. Dalam kumpulan Kawabata Yasunari yang diterbitkan oleh Shinchohahan Kawabata Yasunari yang mengungkapkan hal berikut ”Saya pikir ini hanya merupakan perasaan saya sendiri, disaat berumur 24-25 tahun. Perasaan ini sukar diungkapkan dengan kata-kata. Kadang-kadang saat saya ingin menulis sesuatu, ternyata setelah saya coba tulis maksudnya tidak terpengaruh oleh perasaan “sebatang kara” saya. Namun dengan seiring bertambahnya usia, saya bisa sedikit… mungkin perasaan “sebatang kara” ini akan mempengaruhi karya- karya saya, dan sepanjang hidup akan terus mengalir. Tapi tentu saja tidak bisa memastikannya. Namun dengan begitu adanya, saya tidak akan memusingkannya lagi”. Seperti itulah yang membuat Kawabata Yasunari berusaha untuk membunuh perasaan sedihnya sebagai yatim piatu, yang dianggap sebagai sesuatu yang sentimentil. Setelah tamat SMP pada bulan Maret 1917 6 Taisho KawabataYasunari tinggal di rumah bibinya di Akasuka Kuramae untuk sementara waktu selama ia mengikuti bimbingan tes. Bulan September ia diterima di salah satu SMA terbaik jurusan sastra Inggris. Pada saat itu sistem pendidikan Jepang 6 tahun SD, 5 tahun SMP, 3 tahun SMA, Kawabata Yasunari Universitas Sumatera Utara menamatkan SMA tahun 1920 9 Taisho dan diterima di Universitas Tokyo, juga jurusan sastra Inggris. Tahun berikutnya pindah ke jurusan sastra Jepang, karena sastra Inggris memperhitungkan kehadiran di kelas, sementara sastra Jepang tidak begitu. Melalui Kikuchikan, Kawabata Yasunari berkenalan dengan Yokumitsu Riichi salah seorang pengarang seangkatannya. Bersamaan dengan Toka Tappei, mereka menerbitkan majalah Bungei Jadai tahun1924 yang menjadi wadah kelompok pengarang muda yang menyebut dirinya Sinkanhakuha aliran persepsionis baru. Keharuman nama Kawabata Yasunari sebagai pengarang muda kian semerbak ketika tahun 1926 mengumumkan Izu No Odoriko Penari Izu, sebuah cerita cemerlang yang merupakan salah satu karya Kawabata Yasunari yang paling populer dan digemari di Jepang. Sampai sekarangpun pelajar maupun pembaca umumnya masih tetap membacanya. Selain menulis novel, mengkritik dan menterjemahkn karya asing, Kawabata Yasunari juga banyak menulis cerita pendek. Diataranya adalah Kanjo No Shosetsu, Te no Hira no shosetsu, Aisuru Hitotachi, dan Kogen. Banyak kritikus yang memberikan penafsiran yang berbeda terhadap karya Kawabata Yasunari. Ada kritikus yang menyatakan bahwa karya Kawabata Yasunari bertalian dengan maut. Diataranya adalah Gwenn Boardman Pettersen, ada juga kritikus yang mencari sumber- sumber karya Kawabata Yasunari pada riwayat hidupnya setelah yatim piatu sejak masih kecil. Mishima Yukio dalam salah satu ulasannya tentang Kawabata Yasunari yang berjudul Eien No Tabibito 33 Showa menyatakan bahwa Kawabata Yasunari adalah seorang pemuja keperawanan dan pengambaran gadis yang disukainya, itu terbatas karena ia tidak pernah akrab dengan gadis. Pada tahun 1921 10 Taisho ketika berumur 22 tahun, ia melangsungkan pertunangan dengan seorang gadis dari daerah Gifu bernama Ito Hatsuyo, yang baru berusia 15 tahun, tapi akhirnya dibatalkan. Kawabata Yasunaripun merasa terpukul dengan peristiwa itu. Universitas Sumatera Utara Akhirnya ia banyak menulis cerita pendek yang menceritakan tunangannya itu, diantaranya Ashita No Yokushoku, Aoi Umi Kuroi Umi, Izu No Kaeri, Fuboe No Tegami, dan lain-lain. Selama karirnya ia banyak mendapat penghargaan. Tahun 1944 ia mendapatkan hadiah Kikuchi untuk karyanya Yuuhi, tahun 1954 memperoleh sastra Noma untuk karyanya Yama No Oto, tahun 1961 ia dianugrahi mendali kebudayaan oleh pemerintah Jepang, kemudian terpilih menjadi ketua pen Club Jepang pada tahun 1948, ketika kongres Pen Club Internasional di Tokyo pada tahun 1957, ia terpilih menjadi wakil ketua Pen Club Internasional. Kawabata Yasunari dalam pidatonya pada acara penerimaan hadiah nobel, dengan jelas ia mengatakan ketidak setujuannya terhadap tindakan bunuh diri. Tetapi ia sendiri melakukan tindakan bunuh diri sehingga banyak orang terkejut. Ia bunuh diri dengan menggunakan gas pada tanggal 16 April 1972, kurang lebih 4 tahun setelah ia menerima nobel. Banyak anggapan yang muncul tentang sebab-sebab ia bunuh diri. Salah satu artikel yang termuat dalam koran Asashi Shinbun terbitan 18 April 1972 menyatakan bahwa alasan Kawabata Yasunari melakukan tindakan bunuh diri adalah pertama karena kematian Mishiyama Yukio, juniornya yang bunuh diri dua tahun sebelumnya. Hubungan mereka sangat akrab, dan Kawabata Yasunari sangat kagum dengan karya Yukio, sampai-sampai ia merasa bahwa Yukiolah yang pantas menerima hadiah nobel. Hal itu yang membebani pikirannya. Alasan lainya adalah karena ia merasa sudah tidak berguna diusianya yang sudah 72 tahun itu. Beberapa orang beranggapan bahwa hadiah nobel itulah penyebab ia bunuh diri, hadiah itu ia terima justru pada saat ia sudah lama tidak menghasilkan karya kreatif lagi. Karya terakhirnya sebelum ia menerima hadiah novel adalah Kata Ude yang ditulis pada tahun1963. Kegersangan penciptaannya membuat ia merasa malu mendapat hadiah tertinggi sastra, sementara ia sudah tidak mampu lagi berkarya. Universitas Sumatera Utara

2.6 Sosiologi Sastra