BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Jepang adalah salah satu negara maju yang telah melahirkan sastrawan sastrawan yang karya-karya sastranya telah dibaca dan di terjemahkan kedalam banyak bahasa.  Seperti
halnya kesusastraan lisan yang disebut dengan  koosho bungaku  dan kesusastraan tulisan
yang disebut dengan kisai bungaku.
Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastran, standar kesusastraan yang dimaksud adalah pengunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa serta  gaya
cerita yang menarik Zainudin 1992:99, sedangkan menurut Rene Wellek dalam Badrun 1983:16 bahwa istilah sastra hendaknya dibatasi pada seni sastra yang bersifat imajinatif.
Artinya, segenap kejadian atau peristiwa yang dikemukakan dalam karya sastra bukanlah pengalaman jiwa atau peristiwa yang sesungguhnya tetapi merupakan sesuatu yang
dibayangkan saja. Pada umumnya karya sastra memiliki karya yang bersifat fiksi dan non fiksi. Karya
sastra fiksi berupa novel, cerpen, roman, essei, dan cerita rakyat, sedangkan karya sastra non
fiksi meliputi puisi, drama dan lagu.
Ajip Rosidi dalam Tarigan 1986:176 menyatakan bahwa cerpen  merupakan cerita yang  pendek dan merupakan suatu kebulatan ide. Berdasarkan pendapat tersebut dapat
dikatakan bahwa didalam sebuah cerita pendek terdapat suatu kesatuan yang utuh yang mampu menampilkan cerita yang baik dan menarik dengan isi cerita yang pendek. Sedangkan
cerpen dalam bahasa Jepang disebut dengan tanpen shousetsu. Tanpen shousetsu secara garis besar adalah cerpen yang menggambarkan kehidupan sehari-hari didalam masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
meskipun kejadian yang tidak nyata, tetapi dapat dipahami dengan prinsip yang sama dengan kehidupan sehari-hari yang lebih menitikberatkan pada tokoh manusia peran didalam
karangan dari pada kejadianya. Pada umumnya setiap karya sastra memiliki dua unsur yang berpengaruh dalam
membangun karya sastra tersebut, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Yang dimaksud unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membagun karya sastra itu sendiri atau dengan kata
lain unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud misalnya tema, plot, latar, penokohan, sudut pandang pencerita, bahasa atau kaya
bahasa dan lain-lain. Sedangkan  unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang ada diluar karya sastra itu, tapi
secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun
tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Unsur-unsur ekstrinsik tersebut adalah kebudayan, sosial, spikologi, ekonomi, politik, agama, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengarang
dalam  karya yang ditulisnya. Salah satu sastrawan Jepang yang sangat terkenal yaitu Kawabata Yasunari yang telah
banyak memberi sumbangannya dalam dunia sastra yang berupa karya sastra fiksi. Karya sastra dari Kawabata Yasunari banyak dikagumi oleh pembaca karya sastra  seluruh dunia.
Salah satu hasil karya sastra fiksi Kawabata Yasunari adalah cerita pendek cerpen. Banyak Cerpen yang telah dihasilkan Kawabata Yasunari salah satunya adalah cerpen yang berjudul
Izu No Odoriko. Cerpen  Izu No Odoriko yang di  tulis Kawabata Yasunari merupakan cerpen yang
melukiskan gambaran dan cerminan sosial mengenai kehidupan penari Jepang zaman Taisho. Profesi penari keliling sudah ada sejak zaman Edo. Pada zaman Edo Tokugawa
memberlakukan sebuah sistem hirarki sosial yang berdasarkan konfusianisme yang di kenal
Universitas Sumatera Utara
dengan shi-noo-koo-shoo, yaitu sistem yang memerintah dan yang diperintah. Dari istilah shi- noo-koo-shoo dapat dilihat pembagian kelas dalam hirarki sosial kedudukan yang tinggi dan
kedudukan rendah. Pembagian serta susunan kelas ini berdasarkan fungsi dari setiap kelas dalam masyarakat, yaitu:
a Shi : Bushi ‘samurai’ b Noo : Noumin ‘petani’
c Koo : kousakunin  ‘pengrajin’ d Shoo: Shounin ‘pedagang’
http:www.kazoku-community.com .
Kemudian pembagian kelas ini melahirkan berbagai diskriminasi sosial, seperti domisili, perkawinan, pergaulan, makanan, dan cara bahasa. Bahkan deskriminasi sosial yang
terjadi pada zaman Edo berlangsung turun temurun sampai awal zaman Meiji. Ada  beberapa alasan yang menyebabkan shounin  menjadi status terendah dalam
masyarakat. Pertama,  shounin  bukanlah  noumin  yang bertempat tinggal menetap dan mempunyai lahan pertanian. Selanjutnya shounin  adalah golongan pedagang, orang-orang
yang hidupnya nomaden dan mengembara yang melakukan pertunjukan dengan  berkeliling kampung untuk mencari nafkah dengan cara melakukan pertunjukan.
Bagi masyarakat yang bertempat tinggal tidak menetap diistilahkan dengan  sebutan geinin atau tabigeinin selanjutnya penulis menyebut dengan penari keliling. Penari keliling
juga termasuk ke dalam golongan shounin, karena mereka hidupnya nomaden yang hidup berpindah-pindah, maka mereka tidak memiliki hubungan kekerabatan yang akrab. Oleh
sebab itu penari keliling  tidak mendapat kepercayaan dari  warga yang tinggal menetap, dan diperlakukan sebagai gairaijin  pendatang dari luar, yosomono  orang luar,  ihojin  orang
yang tak dikenal ataupun tabibito pengembara. Keberadaan  penari keliling  dalam
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Jepang dihina dan dibedakan oleh penduduk yang memiliki kekerabatan dan tempat  tinggal menetap
http:studijepang.blogspot.com 201109.  Penari keliling
merupakan sejenis profesi  pelipur lara yang berjalan keluar masuk kampung sambil menghibur penduduk
http:studijepang.blogspot .com201109
Keberadaan  penari keliling  dalam masyarakat Jepang pada zaman Taisho  tercermin lewat cerpen Izu No Odoriko  karya Kawabata Yasunari,  yang menceritakan tentang
kehidupan penari keliling. Hubungan kelompok penari yang berpindah-pindah tempat dengan masyarakat yang tinggal menetap kurang harmonis karena ada yang menerima dan ada pula
yang menolak keberadaan mereka. Oleh sebab itu dalam setiap  perjalanan penari keliling ini tidak selalu mulus karena tidak mendapat kepercayaan dari warga yang tinggal menetap.
.  Dari  pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penari keliling  adalah sekelompok masyarakat yang
mengadakan pertunjukan secara berpindah-pindah atau nomaden, dan melakukan pertunjukan keliling kampung untuk  mempertahankan hidupnya .
Walaupun kelompok-kelopok penari keliling ini di dalam masyarakat tidak begitu dihargai keberadannya, hubungan sesama kelompok penari keliling tidak ada memiliki rasa
persaingan, malah sesama kelompok penari keliling saling harga-menghargai dan saling mendukung satu sama lain.
Kehidupan penari keliling dalam keluarganya sangatlah harmonis,   kelompok penari keliling  terdiri dari  satu keluarga yaitu ayah, ibu, anak, atau orang yang masih memiliki
hubungan saudara. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk menganalisis kehidupan penari keliling dalam cerpen Izu No Odoriko  karya Kawabata Yasunari.
1.2 Perumusan Masalah