f. Syntax
Dalam foto ini, syntax dibangun dari sudut pandang sebelah kanan karena yang menjadi objek berada di sebelah kanan foto. Pembaca foto
diajak untuk memaknai foto ini melalui sudut pandang yang berbeda . Dari berbagai aspek yang telah penulis amati, terdapat makna konotasi lain,
yaitu dari segi keagamaan. Di Indonesia sendiri, agama merupakan suatu hal yang menjadi hak setiap warganya. Dalam foto ini makna kontasinya terlihat dari simbol
agama yang sebenarnya merupakan hasil kerajinan dari masyarakat setempat. Simbol ini memperlihatkan bahwa bencana alam terjadi karena kehendak Tuhan. Sebagai
manusia kita harus menerima cobaan yang diberikan oleh Tuhan dengan selalu berusaha untuk menjalani hidup setelah bencana tersebut terjadi. Selain itu dalam foto
ini juga dapat dimaknai sebagai ajakan untuk instrospeksi diri sebagai manusia. Karena apabila perlakuan kita melanggar norma-norma, Tuhan tidak akan segan
memberi hukuman berupa bencana alam yang akan merugikan manusia itu sendiri.
3. Mitos
Dalam foto ini, mitos yang dikembangkan adalah bencana terjadi karena alam “marah” dengan manusia yang tidak mau menjaga kelestarian
lingkungan. Karena alam dan manusia hidup saling berdampingan. Itu terlihat dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana tersebut.
Jika dilihat dari patung yang tertutup abu vulkanik juga dapat dimaknai bahwa masyarakat setempat telah lalai dengan ajaran dan perintah
Tuhan. Karena patung tersebut dapat diartikan sebagai simbol agama. Tuhan
yang marah karena masyarakat telah melakukan pelanggaran norma-norma yang ada, menegur dengan terjadinya bencana di lereng Gunung Merapi.
Mitos yang dapat diambil dari foto ini memberi pelajaran pada manusia bahwa berbuat baiklah sesuai dengan perintah dan ajaran Tuhan, jangan
sekalipun melanggar aturan-Nya karena jika hal tersebut terjadi, maka kemurkaan Tuhan akan merugikan masyarakat tidak hanya pada materi
namun lebih kepada aspek kehidupan yang dijalani. Selain itu banyak mitos yang berkembang atas terjadinya bencana
yang menimbulkan banyak korban jiwa tersebut. Salah satu diantaranya adalah mitos mengenai penunggu Gunung Merapi yang disebut Mbah Petruk
oleh warga sekitar. Banyak yang mempercayai bahwa Mbah Petruk merupakan salah seorang penasehat Raja Majapahit Brawijaya V yang telah
disia-siakan. Karena hal tersebut, Mbah Petruk mengucapkan sumpah untuk menagih janji para penguasa tentang amanahnya dalam mensejahterakan
rakyat. Masyarakat Yogyakarta khususnya yang berada disekitar lereng Gunung Merapi meyakini bahwa letusan Gunung Merapi yang terjadi tahun
2010 silam merupakan peringatan dari Mbah Petruk atas lalainya pemerintahan dalam menjalankan amanahnya kepada rakyat.