Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.

a. Pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan. b. Pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. c. Ganti kerugian tersebut dapat pula ditujukan sebagai penggantian kerugian terhadap keutungan yang akan diperoleh apabila tidak terjadi kecelakaan, atau kehilangan pekerjaan atau penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerguian fisik yang diderita, dan sebagainya. 2. Sanksi administratif berupa penetapan ganti kerugian paling banyak Rp. 200.000.000,- dua ratus juta rupiah 68

9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.

Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisai konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan non fisik. 68 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Pasal 60 ayat 2 Universitas Sumatera Utara Dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 23 Dalam Pasal 22 Undang- undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dan Pasal 5 Ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, hak untuk mendapatkan lingkungn yang baik dan sehat dinyatakan secara tegas. Pasal 5 Ayat 1 Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Dalam ketentuan itu jelas bahwa lingkungan hidup, selain sehat juga harus baik. Rumusan ini tidak berbeda dengan Undang- undang yang lama, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan hidup. Pengertian “setiap orang”, selain mengacu kepada manusia individual, juga kepada kelompok orang atau badan hukum. 69 Menurut Heindrad Steiger, sebagaimana dikutip oleh Koesnaidi Hardjasoemantri, 70 69 Ibid, hal 25 70 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, cet. II, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1999, hal 119 hak atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak-hak subjektif subjective rights sebagai bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang. Ini berarti setiap pemilik hak dapat mengajukan tuntutan agar kepentingannya terhadap lingkungan yang baik dan sehat dapat dipenuhi. Steiger menjelaskan, tuntutan tersebut memiliki dua fungsi yang berbeda. Pertama, the function of defense Abwehrfunction, yakni hak bagi individu untk mempertahankan diri dari pengaruh lingkungan yang merugikannya. Kedua, function of performance Leistungs-funktion, yakni hak individu untuk menuntut dilakukannya suatu tindakan agar Universitas Sumatera Utara lingkungannya dipulihkan atau diperbaiki. Fungsi-fungsi itu telah tertampung sejak lama dalam hukum positif Indonesia. Misalnya, fungsi yang pertama tertampung dalam Pasal 20 Ayat 1 Undang-undang No.4 Tahun 1982, dan fungsi kedua pada Ayat 3 nya. 71 Disamping hak – hak dalam Pasal 4, juga terdapat hak – hak konsumen yang di rumuskan dalam Pasal – Pasal berikutnya, khususnya dalam Pasal 7 yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomy dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen. Selain hak – hak yang di sebutkan itu, ada juga hak untuk di lindungi dari akibat negatif persaingan curang. 72 Dimana Persaingan curang atau dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan “persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha menarik langganannya atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian. Hal ini berangkat dari pertimbangan, kegiatan bisnis yang dilakukan tidak secara jujur, yang dalam hukum dikenal terminologi “persaingan curang” yaitu konsumen berhak mendapatkan perlindungan dari akibat negatif persaingan curang. 73 71 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Aspek Yuridis Dan Cara Penanggulangan Persaingan Curang, Yogyakarta:Grasindo,1992, hal 1 72 Pencantuman hak ini pertama kali diperkenalkan oleh Shidarta dalam “Pengetahuan tentang Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Status Media Cetak serta Pelanggaran Hak- hak Konsumen dalam Iklan” tesis Program Studi Ilmu Hukum, jurusan Ilmu-ilmu Sosial, Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1994 73 Koesnadi Hardjasoemantri, Op.Cit, hal 1 Universitas Sumatera Utara Walaupun persaingan terjadi antara pelaku usaha, dampak dari persaingan itu selalu dirasakan oleh konsumen. Jika persaingan sehat, konsumen memperoleh keuntungan. Sebaliknya, jika persaingan curang, konsumen pula yang dirugikan. Kerugian itu boleh jadi tidak dirasakan dalam jangka pendek, tetapi cepat atau lambat, pasti terjadi. Contoh bentuk yang kerap terjadi dalam persaingan curang adalah permainan harga dumping. Satu produsen yang kuat mencoba mendesak produsen saingannya yang lebih lemah dengan cara membanting harga produk. Tujuannya untuk merebut pasar, dan akhirnya produsen saingannya akan berhenti berproduksi. Pada kesempatan berikutnya, dalam pasar yang monopolistik itulah harga kembali dikendalikan oleh si produsen curang ini. Dalam posisi demikian, konsumen pula yang dirugikan. Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negatif persaingan curang dapat dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh pemerintah, guna mencegak munculnya akibat-akibat langsung yang merugikan konsumen. Itulah seBabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini, seperti yang ada saat ini, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 74 Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 disebutkan adanya 1 perjanjian yang dilarang, dan 2 kegiatan yang dilarang. Termasuk dalam 74 Shidarta, Op.Cit.Hal. 26 Universitas Sumatera Utara bentuk perjanjian yang dilarang adalah oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Sementara kegiatan yang dilarang mencakup monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. 75 Jika dilihat dari seBab-akibat maka pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Pelaku usaha produsen, dan atau penjual barang dan jasa, pebisnis, perlu menjual barang dan jasanya kepada konsumen. Konsumen memerlukan barang dan jasa yang dihasilkan dan dijual oleh pelaku usaha guna memnuhi keperluannya. Sehingga kedua belah pihak saling memperoleh manfaat atau keuntungan. Namun dalam praktek seringkali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur, nakal, yang ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum. 76 Akibatnya, konsumen menerima barang dan atau jasa yang berstandar rendah dengan harga yang tinggi atau kualitas barang jasa tidak sesuai dengan harga tinggi. Di sisi lain, karena ketidaktahuan, kekurang-sadaran konsumen akan hak- haknya sebagai konsumen maka konsumen menjadi korban pelaku usaha yang culas. 77 75 Ibid, Hal. 27 76 Abdul Halim Barkatulah,Hukum Perlindungan Konsumen,Bandung; Nusa Media, 2008 hal v 77 Wawancara dengan beberap konsumen, Minggu,7 februari 2010,jam 10.00 Wib, di Pasar Tradisional Oleh karena itu guna melindungi dan menumbuh kembangkan Universitas Sumatera Utara kesadaran konsumen Pemerintah mengeluarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Beberapa waktu yang lalu media masa cetak dan elektronik ramai memberitakan tentang sapi glonggongan yang diglontorkan dengan air sehingga bobot sapi lebih berat. Tentunya dalam hal ini konsumenlah yang dirugikan dikarenakan harga daging yang dijual tidak sesuai dengan berat dagingnya yang dibeli karena setelah dimasak berat dagingnya akan menyusut hingga 50. Artinya separuhnya lagi, konsumen seperti membeli air. Soal gizinya juga pastinya berkurang banyak ditambah lagi daging sapi glonggongan bergizi rendah karena protein, lemak, vitamin, dan mineral turun hingga 23,3 . Selain itu, kualitas daging turun kelas, pucat, cepat busuk dalam ember. Oleh karena itu, para pedagang nakal tidak akan berani menggantung daging sapi glonggongan jualannya, pasti akan ditaruh di wadah seperti baskom. Jika ditariknya permasalahan perlindungan konsumen terhadap penjualan daging sapi glonggongan ini maka dampak yang paling mengkhawatirkan atas penjualan daging sapi glonggongan di masyarakat salah satunya adalah dampak negatif terhadap konsumen atas penjualan daging sapi glonggongan seperti telah dipaparkan di atas, maka perlu adanya kesadaran yang tinggi dari masyarakat sendiri sebagai konsumen agar tidak menjadi korban kenakalan para pelaku usaha yang ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Universitas Sumatera Utara 2.Terhadap Pelaku UsahaProdusen Sebelumnya telah dijelaskan bahwa produsen pelaku usaha dan konsumen merupakan bagian penting dari hubungan atau transaksi ekonomi. Apa yang dimaksud dengan “pelaku usaha” Menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 ayat 3, pelaku usaha adalah “setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. 78 Adanya hak dan kewajiban tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan dalam berusaha dan untuk menciptakan pola hubungan yang seimbang antara pelaku usaha dan konsumen. Untuk memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari tujuan hukum perlindungan konsumen dan untuk memperjelas hak-hak dan kewajiban- kewajiban masing-masing pihak yang saling berinteraksi, penjelasan dan penjabaran hak dan kewajiban pelaku usaha tak kalah pentingnya dibandingkan dengan hak dan kewajiban konsumen itu sendiri. 79 78 Undang-undang Perlindungan Konsumen, pasal 1 ayat 3 79 Happy Susanto.Op.Cit, hal 34 Akan tetapi di dalam prakteknya produsen pelaku usaha seringkali tidak mengutamakan kewajiban mereka sebagai pelaku usaha dimana banyak pelaku usaha yang hanya memikirkan kepentingan mereka sendiri tanpa memperdulikan dampak negatif yang akan diterima si pembeli konsumen yang membeli barang jasa yang ditawarkan Universitas Sumatera Utara mereka kepada konsumen. Padahal dalam hal ini mereka sadar betul jika barang jasa yang ditawarkan mereka kepada konsumen akan berdampak negatif. Akan tetapai karena keinginan dari pelaku usaha sendiri untuk mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya yang akibatnya dapat membahayakan kesehatan si konsumen dan hal yang lebih parahnya lagi alih-alih ingin mendapatkan keuntungan yang besar malah mendapatkan kerugian yang besar dikarenakan ketidakpercayaan para konsumen terhadap produk yang dinyatakan berbahaya. Hal ini terbukti dari pernyataan beberapa pedagang daging sapi di pasar tradisional yang menyatakan omset penjualan daging sapi mereka tidak begitu meraut untung yang besar bila dibandingkan dengan omset penjualan daging sapi sebelum beredarnya daging sapi glonggongan yang berasal dari daerah Boyolali tersebut di pasar tradisional. Oleh karena itulah konsumen beranggapan daging sapi yang kami jual adalah merupakan daging sapi glonggongan juga ditambah lagi banyak konsumen yang kurang paham akan ciri-ciri daging sapi glonggongan. Oleh karena itu, mereka tidak ingin mengambil resiko. 80 Jika dilihat dari pengalaman beberapa pedagang tadi tadi maka dapat ditarik kesimpulan dampak negatif dari penjualan daging sapi glonggongan tidak saja dapat berimbas terhadap konsumen saja akan tetapi dapat berimbas kepada pelaku usaha juga dimana dalam hal ini tentunya ada beberapa pedagang daging sapi yang tidak berbuat curang akan tetapi dikarenakan rumor mengenai penjualan daging sapi di pasar tradisional sudah mencuat ke masyarakat hingga sebagian 80 Wawancara dengan beberapa pedagang, Minggu, 7 februari 2010, jam 09.10 wib di Pasar Tradisional Universitas Sumatera Utara masyarakat kurang mengerti akan ciri-ciri daging sapi glonggongan itu sendiri lebih memilih cara aman yaitu dengan cara tidak membeli daging sapi. Untuk itu, pelaku usaha diminta untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkannya. Mereka juga harus mempertanggung jawabkan atas apa yang terjadi pada setiap peroduknya. Jika pelaku usaha mampu menjaga kulaitas dan mutu barangjasa yang ditawarkan, konsumen akan terus memandang positif tanpa ragu selalu mengonsumsinya.

3. Terhadap Kesehatan masyarakat